A. Sistem Urinaria
Sistem Urinaria merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Speakman, 2008).
Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b)
dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu
vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika
urinaria (Panahi, 2010).
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dextra yang besar.
a. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
b. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla
renalis (Panahi, 2010).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices
renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri
dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius
(Panahi, 2010).
c. Proses pembentukan Urine
COPAS PUNYA E ela yaa
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam
kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
3. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm,
terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di
sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran
ekskresi (Panahi, 2010).
B. Pengertian Urin
Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin di[erlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untukmenjaga
homeostatis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, yang kemudian dibawa
melalui ureter menuju kantung kemih dan akhirnya dibuang oleh tubuh melalui uretra
(Risna, 2014).
C. Komposisi Urin
Komposisi zat-zat dalam urin tergantun pada jenis makanan serta air yang dikonsumsi.
Urin normal berwarna jernih transparan, sedangkan warna urine kuning muda berasal
dari zat warna empedu yaitu bilirubin dan biliverdin. Komposisi urin yang paling
utama adalah terdiri dari air sehingga urine pada kondisi normal mengandung 95% air.
Sedangkan kandungan lainnya adalah urea, asam urat, kreatinin, asam laktat, asam
fosfat, asam sulfat, klorida, garam terutama garam dapur dan zat-zat yang berlebihan
di dalam darah seperti vitamin C dan obat-obatan (Ali, 2008).
D. Karakteristik Urin
2. Urin berisi produk akhir metabolisme protein, seperti urea, asam urat dan
kreatinin.
3. Membuang mineral yang diambil dari makanan yang sudah tidak dibutuhkan
seperti natrium, kalium, calsium, sulfat, dan fosfat.
4. Berisi toksin
5. Berisi hormon
2. Glukosa dapat menjadi indikasi adanya diabetes mellitus, syok atau cedera kepala.
3. Eritrosit dapat dijadikan indikasi adanya infeksi, kanker/ tumor, penyakit ginjal
5. Benda keton sebagai indikasi adanya diabetes mellitus, kelaparan/ dehidrasi atau
kondisi lain dimana terjadi katabolisme lemak dengan cepat.
6. Nilai pH urin yang abnormal mengindikasikan gout, batu traktus urinaria, infeksi
7. Nilai berat jenis urin yang abnormal mengindikasikan adanya penyakit ginjal,
ketidakseimbangan elektrolit, gangguan fungsi hati dan luka bakar.
8. Apabila terdapat kandungan bilirubin maka akan terbentuk cincin hijau diantara
urin dan yodium tinctur. Sehingga seseorang yang memiliki cincin hijau maka
orang tersebut mengalami gangguan hati ataupun empedu (Djojodibroto, 2001).
1. Rata-rata dalam satu hari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk.
2. Warnanya bening tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6 (Velho, 2013).
Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000 ml(minimum 30
ml per jam). Hal ini berbeda dengan volume urin pada ibu yang setelah melahirkan.
Pada ibu yang selesai melahirkan harus berkemih dengan spontandalam 6 sampai 8
jam post partum. Dengan urin yang dikeluarkan daribeberapa perkemihan pertama
harus diukur untuk mengetahui pengosongan kandung kemih. Diharapkan setiap kali
berkemih, urin yang keluar adalah 150 ml.(Tarwoto & Wartonah, 2010).
a. Diabetes Mellitus
Peningkatan kadar glukosa di dalam darah memiliki efek langsung terhadap organ
ginjal. Pada orang yang normal, glukosa tidak ditemukan di dalam urin
dikarenakan proses filtrasi ginjal yang memungkinkan glukosa direabsorbsi
kembali ke dalam pembuluh darah. Ambang batas toleransi ginjal terhadap
glukosa yaitu 160 mg/dl= 180 mg/dl. Jika ambang tersebut, terlampaui maka
glukosa akan dieksresikan ke dalam urin kaerna ginjal tidak mampu menampung
kadar glukosa yang berlebih tersebut sehingga timbul suatu keadaan yang
dinamakan glukosuria. Normalnya kadar glukosa di dalam darah berkisar 70 -120
mg/dl pada saat puasa, <140 mg/dl 2 jam setelah makan dan <200 mg/dl pada
pengukuran sewaktu (Rosida, 2009).
Pada pengujian ini terjadi perubahan warna yang dihasilkan jika urine tersebut
mengandung glukosa, sebagai berikut :
Orange : +++
b. Albuminuria
ELAAA
c. RYSA
d. WIDI
Keterangan :
2. Analisis
Berdasarkan data yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel hasil
pengamatan pada urin puasa dan urin 2 jam setelah makan dari pengamatan
yang telah dilakukan dapat dianalisis sebagai berikut pada urin puasa meliputi
uji fisik yang dihasilkan berwarna kuning (+), berbau pesing, tidak keruh dan
tidak ada endapan yang terdapat di tabung A, uji pH pada tabung B yaitu 7, uji
glukosa pada tabung C sebagai kontrol dan tabung D serta E sebagai
manipulasi yang menghasilkan warna biru (+), uji albumin tidak terdapat
gumpalan pada tabung F, uji bilirubin tidak terbentuk cincin hijau pada tabung
G dan uji sedimen tidak ada endapan pada tabung H. Sedangkan pada urin 2
jam setelah makan yaitu uji fisik yang dihasilkan berwarna kuning (++), tidak
berbau, tidak keruh dan tidak terdapat endapan pada tabung A, uji pH pada
tabung B yaitu 7, uji glukosa pada tabung C sebagai kontrol dan tabung D
serta E sebagai manipulasi yang menghasilkan warna biru (+), uji albumin
tidak terdapat gumpalan pada tabung F, uji bilirubin tidak terbentuk cincin
hijau pada tabung G dan uji sedimen tidak ada endapan pada tabung H.
Normalnya kadar glukosa di dalam darah berkisar 70 -120 mg/dl pada saat
puasa, <140 mg/dl 2 jam setelah makan dan <200 mg/dl (Rosida, 2009).
Pada data urin sediaan A,B, dan C yang dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan yang diperoleh dapat dianalisis juga sebagai berikut pada urin
sediaan A yang dilakukan dengan uji glukosa pada tabung A1, A2 dan A3
berwarna biru (+) serta uji albumin tidak terdapat gumpalan pada tabung A1.
Hasil yang sama didapatkan pada pengulangan kedua dan ketiga. Pada urin
sediaan B yang dilakukan dengan uji glukosa pada masing-masing tabung B1,
B2 dan B3 berwarna biru (+), kuning kehijauan (++) dan biru (+). Serta uji
albumin yang dilakukan tidak terdapat gumpalan pada tabung B1. Hasil yang
sama didapatkan pada pengulangan kedua dan ketiga. Serta pada uji urin
sediaan C yang dilakukan dengan uji glukosa pada tabung C1,C2, dan C3
berwarna biru (+) serta uji albumin terdapat adanya gumpalan pada tabung C1.
Hasil yang sama didapatkan pada pengulangan kedua dan ketiga.
3. Pembahasan
a. Sifat Fisik
INI RYSA
b. Uji pH
INI WIDI
c. Uji glukosa
Uji glukosa pada urin adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk
mengetahui ada atau tidaknya glukosa dalam urin dengan hal pertama yang
dilakukan adalah memasukkan masing-masing 1 ml urin yang akan diuji,
kemudian di tambahkan 1 ml reagen benedict lalu larutan ini dipanaskan.
Indikasi pemeriksaan uji ini adalah sebagai tes saring untuk penyakit
diabetes mellitus. Secara prinsip pada uji ini, urin akan direaksikan dengan
pereaksi Fehling yaitu Fehling A dan B berdasarkan perubahan warna urin.
Menurut Gandasoebrata (2007), uji glukosa terdapat beberapa kelemahan
karena jika pemanasan yang dilakukan terlalu lama maka hasil reaksi yang
tidak segera dibaca menyebabkan hasil positif lebih tinggi. Pengujian ini
dilakukan pada urin puasa 8 jam, urin 2 jam setelah makan dan urin
sediaan A,B dan C. Dengan digunakannya reagen fehling A dan fehling B
untuk menguji ada tidaknya kandungan glukosa dalam urin yang berubah
warna dan sifatnya jika direduksi oleh glukosa.
Pada pengujian pada urin puasa 8 jam dengan urin 2 jam setelah makan
telah didapatkan hasil yang sama yaitu terjadi perubahan warna biru (+)
baik sebagai kontrol dan manipulasinya. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat adanya kandungan glukosa, akan tetapi masih dalam kategori
yang normal. Dengan didapatkan hasil uji yang sama pada urin puasa 8
jam dengan urin 2 jam setelah makan telah menunjukkan adanya kebiasaan
dan pola makan yang teratur sehingga metabolisme yang terjadi di dalam
tubuh berlangsung secara normal.
Menurut Wulandari (2011), pada uji glukosa menggunakan reagen fehling
A dan B. Reagen ini (ion Cu2+) akan bereaksi (oksidasi reduksi) dengan
gula pereduksi dan menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna hijau
hingga merah bata pada urin.
Sedangkan pada uji glukosa pada urine sediaan A,B, dan C yang dilakukan
sebanyak 3 kali pengulangan. Pengulangan tersebut dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang benar-benar akurat. Hasil uji yang diperoleh pada
tabung A1, A2 dan A3 yaitu berwarna biru (+) yang berarti masih berada
golongan normal, karena urinnya tidak terlalu banyak mengandung
glukosa dan pada proses filtrasi ginjal yang terjadi memungkinkan glukosa
direabsorbsi kembali ke dalam pembuluh darah, sehingga tidak
ditemukannya glukosa dalam jumlah yang banyak di dalam urin. Dengan
hasil yang sama juga didapatkan pada urin sediaan C pada tabung
C1,C2,C3. Dengan demikian orang tersebut memiliki kadar gula yang
normal dengan kadar gula darah berkisar 60-120 mg/dl (Tilong, 2012).
Lain halnya dengan urin sediaan B yang diperoleh pada tabung B1 dan B3
didapatkan hasil yang sama yaitu berwarna biru (+) sedangkan pada
tabung B2 menunjukkan hasil yang berbeda yaitu berwarna hijau
kekuningan (++), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang
tersebut adalah penderita diabetes mellitus. Hal ini terjadi karena glukosa
dalam jumlah yang banyak ditemukan di dalam urin, sehingga tidak
diherankan jika setelah buang air kecil maka urinnya akan didatangi oleh
semut. Glukosa dalam jumlah yang banyak dapat keluar melalui urin
mengindikasikan bahwa terjadi adanya peningkatan glukosa dan telah
melampaui ambang toleransi ginjal terhadap glukosa yaitu 160 mg/dl –
180 mg/dl, maka glukosa akan dieksresikan ke dalam urin karena ginjal
tidak mampu menampung kadar glukosa yang berlebih tersebut sehingga
timbul suatu keadaan yang dinamakan glukosuria. Diagnosis diabetes
mellitus ditegakkan apabila kadar glukosa puasa ≥ 7,0 mmol/l (126 mg/dl)
atau kadar gula 2 jam setelah makan≥ 11,1 mmol/l (200 mg/dl) (WHO,
2006). Selain itu telah terjadi kerusakan pada glomerulus atau glomerulus
tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga glukosa dalam gula darah
tidak tersaring oleh ginjal.
d. Uji albumin
INI ELA
e. Uji bilirubin
INI RYSA
f. Uji sedimen
INI WIDI
DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
Mahursari, Rosida : Bentonit Terpilar TiO2 Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam
Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel. USU
Repository.2009.
Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up):
Bagaimana Menyikapi Hasilnya.Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Ali, Iqbal. 2008. Sistem Urinaria Di Dalam Tubuh Manusia. (online),
http://www.digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 18 November 2017.
Tim Bagian Patologi Klinik. 2018. Buku Panduan Kerja Keterampilan Pemeriksaan Glukosa
Urin. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar.
Kumar V, Abbbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basic of Disease,8e.
8 th.
WHO. Definition and diagnosisof diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia worl
heal organ (internet). 2006:50. Available from :
http://www.who.int/diabetes/publications /diagnosis_diabetes2006?en.index.html
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta:
Erlangga.
Tilong, A.D.2012. Ternyata, Kelor Penakhluk Diabetes. Yogyakarta:DIVA Press.
Gandasoebrata, 2007. Penuntun Laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Proses Terjadinya Eliminasi Urin. (online),
http://www.repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 26 September 2018
Wulandari. 2011. Seluk Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta: Ar- ruzz
Media.
Panahi A., Bidaki R., Rezahosseini O. 2010. Validity and Reability of Persian Version of
IPSS. Iran : Galen Medical.
.