PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tu]ujuan dari penulisan makalah
ini adalah :
1. Mengetahui pengertian biji.
2. Mengetahui struktur biji monokotil dan dikotil.
3. Mengetahui struktur embrio dan kecambah.
4. Mengetahui perkembangan biji.
5. Mengetahui perkembangan embrio dan kecambah.
6. Mengetahui proses terjadinya poliembrio.
7. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji.
2
BAB II
PEMBAHASAN
c. Pelindung Biji
Pelindung biji dapat terdiri dari kulit biji, sisa-sisa nucleus dan endosperm
dan kadang-kadang bagian buah. Tetapi umumnya kulit biji (testa) berasal
dari integument ovule yang mengalami modifikasi selama proses
pembentukan biji berlangsung. Biasanya kulit luar biji keras dan kuat
berwarna kecokelatan sedangkan bagian dalamnya tipis dan berselaput.
Kulit biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan
mekanis atau serangan cendawan, bakteri dan insekta.Dalam hal
penggunaan cadangan makanan terdapat beberapa perbedaan diantara sub
kelas monokotiledon dan dikotiledon dimana pada : Sub kelas
monokotiledon : cadangan makanan dalam endosperm baru akan dicerna
setelah biji masak dan dikecambhakan serta telah menyerap air. Contoh
jagung, padi, gandum. Sub kelas dikotiledon : cadangan makanan yang
terdapat dalam kotileodon atau perisperm sudah mulai dicerna dan diserap
oleh embrio sebelum biji masak. Contoh kacang-kacangan, bunga matahari
dan labu
6
inii seringkali tumbuh menjadi badan berwarna keputih-putihan,
lunak, yang disebut karunkula (caruncula). Jika badan yang berasal
dari tepi liang ini sampai merupakan salut biji, maka disebut salut
biji semu (arillodium).
Bekas-bekas pembuluh pengangkutan (Chalaza). Yaitu tempat
pertemuan integument dengan nukleus, masih kelihatan pada biji
anggur (Vitis vinifera.L).
Tulang biji (Raphe). Yaitu tali pusar pada biji, biasanya hanya
kelihatan pada biji yang berasal dari bakal biji yang mengangguk
(anatropus), dan pada biji biasanya tak begitu jelas lagi, masih
kelihatan misalnya pada biji jarak (Ricinus communis L).
7
Radikula (akar lembaga atau calon akar). Pada biji dikotil radikula
berkembang menjadi akar tunggang. Sedangkan pada monokotil
berkembang menjadi akar serabut.
Cotyledon (daun lembaga). Merupakan daun kecil yang terletak di
bawah daun pertama kecambah.
Cauliculus (batang lembaga). Terdiri dari : ruas batang di atas daun
lembaga (internodium epicotylum), dan ruas batang di bawah daun
lembaga (internodium hypocotylum).
3) Putih Lembaga (Albumen). Putih lembaga adalah bagian biji, yang
terdiri atas suatu jaringan yang menjadi tempat cadangan makanan bagi
lembaga. Tidak setiap biji mempunyai putih lembaga. Seperti misalnya
pada biji tumbuhan berbuah polong (Leguminosae), cadangan makanan
tidak tersimpan dalam putih lembaga, melainkan dalam daun lembaga,
oleh sebab itu daun lembaganya menjadi tebal. Melihat asalnya jaringan
yang menjadi tempat penimbunan zat makanan cadangan tadi kita dapat
membedakan putih lembaga dalam:
Putih lembaga dalam (endospermium). Jika jaringan penimbun
makanan itu terdiri atas sel-sel yang berasal dari inti kandung
lembaga sekunder yang kemudian setelah dibuahi oleh salah satu inti
sperma lalu membelah-belah menjadi jaringan penimbun makanan
ini. Hanya dapat ditemukan pada tumbuhan biji tertutup
(Angiospermae).
Putih lembaga luar (perispremium). Jika bagian ini berasal dari
bagian biji di luar kandung lembaga, entah dari nuselus entah dari
selaput bakal biji. Biji yang sebagian besar terdiri atas putih lembaga
dalam, misalnya biji jagung (Zea mays L) dan biji rumput
(Gramineae) umumnya, sedang biji yang untuk sebagian besar hanya
terdiri atas putih lembaga luar ialah biji lada (Piper nigrum L.). Ada
pula biji yang cadangan makanannya tersimpan baik dalam putih
lembaga luar maupun dalam, jadi kedua-duanya ada pada biji tadi,
seperti misalnya pada biji pala (Myristica fragrans Houtt).
8
Pada dasarnya biji mempunyai susunan yang tidak berbeda dengan bakal biji,
tetapi dipergunakan nama-nama yang berlainan untuk bagian-bagian yang sama
asalnya, misalnya : Integumentum pada bakal biji, kalau sudah menjadi biji
merupakan kulit biji (spermodermis) (Rifai, 1976).
Bagian-bagian biji tersebut tidak terdapat pada seluruh jenis biji-bijian.
Masing-masing biji memiliki perbedaan pada strukturnya. Perbedaan paling
mencolok yang sering ditemukaan adalah pada struktur biji monokotil dan biji
dikotil.
Berikut ini merupakan table perbedaan struktur biji monokotil dan dikotil:
9
1. Struktur Embrio
Lembaga atau embryo merupakan calon tumbuhan baru, yang nantinya akan
tumbuh menjadi tumbuhan baru, lembaga didalam biji telah memperlihatkan ketiga
bagian utama tubuh tumbuhan yaitu :
10
Batang lembaga beserta calon-calon daun merupakan bagian lembaga yang
dinamakan pucuk lembaga (plumula) jumlah daun lembaga pada biji
merupakan salah satu ciri yang penting dalam mengadakan penggolongan
tumbuhan biji.
Tumbuhan bijinya yang mempunyai lembaga dengan satu daun lembaga.
Disini daun lembaga mempunyai bentuk seperti perisai dan bertugas
untuk mengisap makanan dari putih lembaga,dan dinamakan skutelum.
Tumbuhan yang lembaganya hanya mempunyai satu daun lembaga
disebut tumbuhan biji tunggal (monocotyledoneae), karena biji tampak
utuh atau tunggal.
Tumbuhan yang bijinya mempunyai lembaga dengan dua daun lembaga,
dengan adanya dua daun lembaga tersebut dinamakan tumbuhna biji
belah (dicotyledoneae).
Tumbuhan yang bijinya mempunyai lembaga dengan lebih dari dua daun
lembaga, biji dengan lemabaga yang mempunyai lebih dari dua daun
lembaga hanya dapat kita dapati pada golongan tumbuhan biji terbuka
(gymnospermae).
2. Struktur Kecambah
a. Radikula
Radikula merupakan bakal calon akar yang tumbuhn selama masa
perkecambahan. Fungsinya adalah sebagai bagian tanaman yang akan
berkembang menjadi akar tanaman yang akan menyokong dan menyuplai
bahan – bahan makanan untuk diproses pada bagian tanaman lainnya.
b. Plumula
Plumula merupakan bakal calon batang yang tumbuh selama masa
perkecambahan. Fungsinya adalah sebagai bagian tanaman yang akan
mengalami perkembangan ke atas untuk membentuk batang dan daun.
c. Sumbu tubuh
Epikotil
Hipokotil
11
2.4. Perkembangan Biji
Tujuan utama dari perkembangan biji adalah sbb:
Pemantapan pola dasar tubuh tumbuhan, sumbu akar - pucuk
Akumulasi cadangan makanan untuk proses perkecambahan
Persiapan dormansi biji
12
Kadar air benih
Pada saat fertilisasi kadar air benih masih tinggi ( + 80 %), dan mulai
menurun pada saat berat kering mulai meningkat
1. Perkembangan Embrio
Setelah terjadi perkembangan biji, maka proses selanjutnya adalah
embriogenesis, embriogenesis sendiri adalah proses terbentuknya embrio,
mencakup dari fertilisasi sampai fase dormansi. Peristiwa yang terjadi selama
embriogenesis adalah sebagai berikut:
Pemantapan bentuk dasar tumbuhan.
Pola aksial → pembentukan sumbu basal-apikal (pucuk – akar)
Pola radial menghasilkan tiga sistem jaringan
Penyusunan jaringan meristematik untuk mengelaborasi struktur setelah
masa embrio (daun, akar , bunga dsb.)
Pemantapan penyimpanan cadangan makanan yang cukup untuk
perkecambahan embrio sampai kecambah bersifat autotrof.
13
d. Tahap torpedo, merupakan tahap awal ketika prekursor dari kotiledon, akar,
dan batang mulai dapat dikenali.
e. Tahap kotiledon, kotiledon memanjang pada magnoliopsida ada dua yang
kotiledon yang mengalami perkembangan sedangkan pada liliopsida hanya
satu kotiledon (skutelum) yang berkembang.
14
Tahap kotiledon, terbentuk kotiledon tunggalyang kemudian menjadi
skutelum, pada sisi ini pembelahan sel lebih cepat dari sisi lain sehingga
kesimetrisan embrio berubah, sel-sel pada sisi yang pertumbuhanya lambat
menjadi plumula dan epikotil.
15
Sel basal berperan sedikit atau tidak sama sekali pada perkembangan
embrio selanjutnya
2) Tipe Astread
Sel apikal dari proembrio dua sel membelah secara longitudinal
Sel basal dan sel apikal berperan dalam pembentukan embrio
3) Tipe Solanad
Sel apikal dari proembrio dua sel membelah secara transversal
Sel basal hanya sedikit berperan atau tidak sama sekali pada
perkembangan embrio selanjutnya
Sel basal berkembang menjadi suspensor yang terdiri atas dua atau lebih
sel
4) Tipe Caryophylad
Sel apikal dari proembrio dua sel membelah secara transversal
Sel basal hanya sedikit berperan atau tidak sama sekali pada
perkembangan embrio selanjutnya
Sel basal tidak mengadakan pembelahan selanjutnya. Bila ada berasal
dari perkembangan sel apikal.
5) Tipe Chenopodial
Sel apikal dari proembrio dua sel membelah secara transversal
Sel basal dan sel apikal berperan dalam pembentukan embrio selanjutnya
Pembelahan embrio pertama yang dilakukan oleh zigot adalah transversal, yang
membagi sel telur yang telah dibuahi itu menjadi sebuah sel basal dan sebuah sel
terminal Sel terminal akhirnya akan membentuk sebagian besar embrio itu. Sel
basal akan terus membelah diri secara transversal, menghasilkan suatu benang sel-
sel yang disebut suspensor (penggantung), yang akan menjaga agar embrio tetap
berada di integumen bakal-biji dan memindahkan zat-zat makanan ke embrio
tersebut dari tumbuhan induk dan, pada beberapa tumbuhan, dari endospermanya.
Sementara itu, sel terminal akan membelah diri beberapa kali dan membentuk
suatu proembrio yang berbantuk bola yang bertaut dengan suspensor tadi.
Kotiledon, atau keping biji, mulai terbentuk sebagai benjolan pada proembrio
16
tersebut. Dikotil, dengan kedua kotiledonnya, berbentuk seperti jantung pada tahap
ini. Hanya satu kotiledon saja yang berkembang pada monokotil.
Segera setelah kotiledon-kotiledon yang belum sempurna ini muncul, embrio
akan memanjang. Di antara kotiledon terdapat meristem apikal dari tunas
embrionik. Ada ujung berlawanan dari sumbu embrio tersebut, di mana suspensor
akan bertaut, terdapat ujung dari akar embrionik, juga dengan sebuah meristem.
Setelah biji berkecambah, meristem apikal yang terletak pada ujung tunas dan akar
akan menyokong pertumbuhan primer selama tumbuhan itu hidup. Ketiga
meristem primer—protoderm, meristem dasar, dan prokambium—juga ada pada
embrio. Dengan demikian, perkembangan embrio menghasilkan dua ciri bentuk
tumbuhan; sumbu akar-tunas, dengan meristem pada ujung yang berlawanan; dan
pola radial protoderm, meristem dasar, dan prokambium, kumpulan yang akan
menyebabkan munculnya ketiga sistem jaringan (jaringan dermal, jaringan dasar,
dan jaringan pembuluh). Sementara embrio berkembang, biji akan menumpuk
protein, minyak, pati dan menahan zat-zat makanan ini dalam tempat penyimpanan
sampai biji tersebut berkecambah.
2. Perkembangan Kecambah
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio.
Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses
perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang
menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar.
Embrio yang tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat
membuat makanan sendiri. Pada tumbuhan, secara umum makanan untuk
pertumbuhan embrio berasal dari endosperma. Proses perkecambahan benih
merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi,
fisiologi dan biokimia. Pada tanaman, tahapan dalam perkecambahannya terdiri
dari:
a. Proses Penyerapan Air (Imbibisi)
Perembesan air kedalam benih (imbibisi), merupakan proses penyerapan air
yang berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembagan
embrio dan endosperma. Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih
17
permeabel terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu.
Dalam tahap ini, kadar air benih naik menjadi 25-35 %, sehingga kadar air
didalam benih itu mencapai 50-60% dan hal ini menyebabkan pecah atau
robeknya kulit benih. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya
oksigen kedalam benih. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk
gas, tetapi apabila dinding sel diimbibisi oleh air maka gas akan masuk ke
dalam sel secara difusi. Hal tersebut dikarenakan selain membutuhkan air,
benih yang berkecambah juga memerlukan suhu sekitar 10-40°C dan oksigen.
Apabila dinding sel kulit benih dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen
meningkat pada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya
pernapasan. Sebaliknya, CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih
mudah mendifusi keluar (Manurung dan Ismunadii, 1988 : Kozlowski 1972)
b. Aktivasi Enzim
Aktivasi enzim terjadi setelah benih berimbibisi dengan cukup. Enzim-enzim
yang teraktivasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik seperti
α-amilase yang merombak amylase menjadi glukosa, ribonuklease yang
merombak ribonukleotida, endo-β-glukanase yang merombak senyawa glukan,
fosfatase yang merombak senyawa yang mengandung P, lipase yang merombak
senyawa lipid, peptidase yang merombak senyawa protein.
19
daun, pemanjangan tangkai daun, pembentukan klorofil dan perkembangan
kloroplas, seperti terjadi juga pada daun rumputan (Salisbury, 1995).
Sebagian besar pertumbuhan daun yang terpacu cahaya setidaknya pada
tumbuhan dikotil, disebabkan oleh HIR. Contoh yang baik ditunjukkan oleh
daun primer kacang-kacangan. Tumbuhan yang tumbuh di bawah cahaya
merah redup selama sepuluh hari memiliki daun yang agak lebih lebar dan
jumlah selnya juga beberapa kali lebih banyak daripada daun yang tumbuh di
tempat gelap. Ketika tumbuhan itu dipindahkan ke cahaya putih, pemelaran sel
dan pertumbuhan daun sangat meningkat. Dalam hal ini cahaya biru yang
bekerja melalui sistem HIR lah yang menyebabkan pemelaran sel dengan cara
mengasamkan dinding sel epidermis; jadi merenggangkan sel-sel tersebut
sehingga seluruh daun melar lebih cepat meskipun dengan tekanan turgor tetap
(Salisbury, 1995).
Ketika fotosintesis mulai terjadi di daun dan kotiledon batang menjadi lebih
pendek dan lebih kekar. Tentu saja, kecambah yang tumbuh di tempat gelap tak
dapat memanjang setelah pasokan makanannya habis; tapi, bila karbohidrat
atau lemak masih mencukupi, cahaya masih juga menghambat pemanjangan
batang (Salisbury, 1995).
Perkembangan Kecambah Monokotil
Bahan makanan yang terkumpul pada biji-biji terdapat dalam endosperma, dan
kegiatan utama kotiledon ialah peruraian dan translokasi cadangan makanan ini
untuk pertumbuhan bibit tanaman. Pada perkecambahan jagung dan beberapa
famili rumput-rumputan, butir-butimya yang mengandung perisai atau scutelum
dan sisa-sisa endosperma, tetap tertinggal di dalam tanah. Koleoptilnya, yang
dianggap sebagai bagian dari kotiledon, menutupi dan melindungi plumula
sewaktu tumbuh ke atas melalui tanah (Tjitrosomo, 1983).
Sistem perakaran primer, yang dibentuk dari raclikula, tidak pemah menjadi
besar dan dapat digunakan untuk sementara. Akar-akar primer ini dilengkapi
oleh sistem perakaran sekunder yang lebih kuat, asalnya liar, yang terbentuk
dari buku-buku bawah pada batang. Buku-buku ini adalah bagian dari plumula
yang dengan demikian didorong menembus ke atas tanah pada waktu
perkecambahan. Jika akar-akar sekunder timbul pada saat gerakan ini, maka
20
dapat dipastikan bahwa alcar-akar tersebut akan rusak. Juga, daun-daun muda
tumbuhan rumput-rumputan tidak akan mampu mendorong tanah untuk keluar
kecuali kalau tetap di lindungi oleh koleoptil. Mekanisme yang mengendalikan
dan menggabungkan berbagai perkembangan tersebut merupakan peristiwa
yang menarik (Tjitrosomo, 1983).
Bila ujung koleoptil menembus permukaan tanah, maka laju pembentukan
auksinnya sangat dikurangi oleh adanya cahaya. Maka proses-proses
pertumbuhan menjadi kebalikannya,. Perpanjangan ujung mesokotil berhenti,
plumula timbul dari koleoptil, dan akar tumbuh dari buku pertama (Tjitrosomo,
1983).
b. Perkecambahan Hypogeal
Perkecambahan hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan
terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan
kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam
21
tanah). Tipe perkecambahan hipogeus hipokotil benih tidak memanjang
tetapi epikotil benih yang memanjang menembus permukaan tanah. Contoh
tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung.
2.6. Poliembrio
Poliembrioni adalah peristiwa terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu
biji. Dalam hal ini ketika suatu biji dikecambahkan maka akan terdapat lebih dari
satu tanaman yang akan tumbuh dari satu biji tanaman tersebut. Poliembrioni terjadi
pada bakal biji yang telah mengalami pembuahan kemudian timbul beberapa embrio.
Salah satu embrio berasal dari perkawinan sel telur dan inti sperma, sedangkan yang
lainnya terbentuk di luar kandung embrio, misalnya pada nuselus, atau integument.
Orang yang melaporkan pertama kali, terjadinya poliembrioni adalah Antoni van
Leeuwenhoek pada tahun 1719, pada biji jeruk.
Poliembrio pada angiospermae kemungkinan terjadi karena hal-hal berikut ini:
1. Pembelahan pada saat proembrio
a. Zigot membelah tidak teratur membentuk kelompok sel yang tumbuh simultan dan
membentuk beberapa embrio.
b. Proembrio membentuk tunas kecil yang dapat berfungsi sebagai embrio
c. Embrio yang membentuk filament menjadi bercabang dan masing-masing tumbuh
menjadi embrio
2. Apomiksis
Apomiksis adalah reproduksi aseksual yaitu proses reproduksi tanpa terjadinya
fusi gamet betina dan gamet jantan.
Pada reproduksi aseksual terdapat adanya 2 proses yang selalu
berkesinambungan (tak terputuskan), yaitu:
a. Meiosis: suatu proses pembelahan sel-sel sporofitik yang diploid menjadi
sel-sel gametik yang haploid. Misalnya pada mikrosporogenesis (terjadinya
22
mikrospora). Mikrospora akan menghasilkan gamet jantan (n).
Megasporogenesis (terjadinya megaspora) megaspore yang berfungsi akan
menghasilkan kantong embrio dengan bagian-bagiannya, yaitu sel telur,
sinergid dan antipoda (semuanya haploid (n)).
b. Pembuahan adalah fusi dari sel-sel gametik (sperma dan sel telur)
menghasilkan zigot (2n). Zigot merupakan generasi awal fase sporofitik
yang diploid.
Menurut Maheswari (1950) apomiksis pada tumbuhan Angiospermae
dibedakan menjadi yaitu:
a. Apomiksis Yang Tidak Berulang
Pada tipe ini sel induk megaspora mengalami pembelahan meiosis secara
normal, terbentuk kantong embrio yang haploid. Embrio mungkin berasal
dari sel telur yang tidak di buahi (parthenogenesis haploid) atau berasal dari
sel lain pada gametofit
b. Apomiksis Berulang
Kantong embrio beraal dari arkesporium (apospori generatif) atau bagian
lain dan nuselus (apospri somatik). Semua inti sel yang menyusun kantong
embnio bersifat diploid. Embnio berasal dan sel telur yang tidak dibuahi
(parthenogenesis diploid) atau dan sel lain pada gametofit (apogami
diploid).
Menurut Bhojwani & Bhatnagar (1999) apomiksis dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Reproduksi vegetatif, yaitu tanaman diperbanyak melalui bagian tubuhnya
(seperti akar, daun atau batang) selain menggunakan biji.
b. Agamospermi
Ada 2 tipe agamospermi, yaitu:
Embrio berkembang dari suatu sel gametofit betina yang tidak
mengalami meiosis.
Berasal langsung dari sel-sel somatik yang menyusun ovulum (bakal
biji), seperti nuselus dan integumen. Embrio yang berasal dari sel
somatik (2n) disebut embrio adventif.
Pada agamospermi dimana kantong embrio berasal dari sel induk
megaspora yang tidak mengalami meiosis disebut diplospori, dan yang
23
berasal dari sel soma (nuselus) disebut apospori. Jadi apomiksis berulang
adalah agamospermi.
Poliembrio terdiri atas dua macam, yaitu poliembrionik secara spontan dan
secara induksi. Berikut ini penjelasan rincinya.
1. Poliembrionik Secara Spontan
Merupakan poliembrionik yang terjadi secara alami, tidak terdapat pengaruh
dari orang lain, misalnya campur tangan manusia.
Pembentukan embrio mulai dari pembentukan gamet jantan dan betina.
Jantan : mikrosporofit - tetrad – mikrospora – mikrosporofit (sudah matang
(2n))
Betina : megasporofit - tetrad - 3 degenerasi - 1 ovum
Sperma masuk melalui mikrofil melalui 5 kemungkinan :
a. Androgenesis. Jantan (sperma) ke intipolar menjadi endosperma , jantan
menggantikan peran betina membentuk embrio. Tidak terjadi
fertilisasi.ovumnya mengalami degenerasi.
b. Semigami. Sperma jantan masuk , dengan inti ovum membentuk embrio,
jadi embrio terbentuk setengah-setengah tanpa mengalami fertilisasi.
penggabungan tanpa peleburan dan hasilnya tetep haploid.
c. Polyembrioni (Sejati)
Jantan + betina melebur menjadi 2n
Partenogenesis > tidak ada peleburan antara jantan dan betina, dari
bagian lain ( misal nucellus dan integumen)
d. Kromosom elimination. Terjadi fertilisasi tetapi kromosom jantan lalu
hilang, jadi yang lebih dominan yaitu betina (n).
e. Gynogenesis. Sperma masuk tetapi tidak terjadi fertilisasi, jadi sperma
tersebut masuk hanya untuk merangsang ovum mengalami pembelahan.
24
a. Androgenesis in vitro. Sering digunakan karena hasilnya lebih banyak
(paling banyak)
b. Gynogenesis in vitro. Tidak ada peran gamet jantan dalam pembentukan
embrio dan embrio sac akan berkembang menjadi polyembrio
c. Interspesific crossing. Pollen dari spesies yang berbeda diambil dimasukan
kedalam embriosac dan terjadi peristiwa pengurangan kromososm ( karena
dari spesies lain)
d. Irrediated pollen technic. Pollen dari spesies sama di radiasi lalu dimasukan
ke embriosac sehingga terbentuk biji poliembrio yang ketika ditanam akan
menghasilkan banyak tanaman.
Poliembrioni terjadi karena apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi
bersamaan, maka akan terbentuk lebih dari satu embrio dalam satu biji.
Peristiwa ini sering dijumpai pada nangka, jeruk dan mangga.
25
b. Ukuran Biji
Biji yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama.
Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan
sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo,
2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan
produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat
permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo,
2002).
c. Dormansi Biji
Dikatakan dormansi apabila biji tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga
dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana biji-
biji sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi
yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa
kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya
larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat
lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
e. Gen
Gen adalah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk.
Gen mempengaruhi ciri dan sifat makhluk hidup, misalnya bentuk tubuh,
tinggi tubuh, warna kulit, warna bunga, warna bulu, rasa buah, dan
sebagainya. Gen juga menentukan kemampuan metabolisme makhluk
hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Hewan, tumbuhan, dan manusia yang memiliki gen tumbuh yang baik akan
26
tumbuh dan berkembang dengan cepat sesuai dengan periode pertumbuhan
dan perkembangannya.
Meskipun peranan gen sangat penting, faktor genetis bukan satu-satunya
faktor yang menentukan pola pertumbuhan dan perkembangan, karena juga
dipengaruhi oleh faktor lainnya. Misalnya tanaman yang mempunyai sifat
unggul dalam pertumbuhan dan perkembangannya, hanya akan tumbuh
dengan cepat, lekas berbuah, dan berbuah lebat jika ditanam di lahan subur
dan kondisinya sesuai. Bila ditanam di lahan tandus dan kondisi
lingkungannya tidak sesuai, pertumbuhan dan perkembangannya menjadi
kurang baik. Demikian juga ternak unggul hanya akan berproduksi secara
optimal bila diberi pakan yang baik dan dipelihara di lingkungan yang
sesuai
f. Hormon
Hormon merupakan zat yang berfungsi untuk mengendalikan berbagai
fungsi di dalam tubuh. Meskipun kadarnya sedikit, hormon memberikan
pengaruh yang nyata dalam pengaturan berbagai proses dalam tubuh.
Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada
makhluk hidup beragam jenisnya. Hormon pada tumbuhan sering disebut
fitohormon atau zat pengatur tubuh. Beberapa di antaranya adalah auksin,
sitokinin, giberelin, etilen, dan asam absisat.
1) Auksin, berfungsi untuk memacu perpanjangan sel, merangsang
pembentukan bunga, buah, dan mengaktifkan kambium untuk
membentuk sel-sel baru.
2) Sitokinin, memacu pembelahan sel serta mempercepat pembentukan
akar dan tunas.
3) Giberelin, merangsang pembelahan dan pembesaran sel serta
merangsang perkecambahan biji. Pada tumbuhan tertentu, giberelin
dapat menyebabkan munculnya bunga lebih cepat.
4) Etilen, berperan untuk menghambat pemanjangan batang, mempercepat
penuaan buah, dan menyebabkan penuaan daun.
27
5) Asam absisat, berperan dalam proses pengguguran daun, dan
menghambat pertumbuhan atau dormansi.
6) Kalin, berperan dalam pembentukan organ (akar – rizokalin, batang –
kaulokalin, daun – filokalin, dan bunga – antokalin/florigen).
2. Faktor Luar
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
Air oleh biji dipengaruhi oleh sifat biji itu sendiri terutama kulit
pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya,
sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis
bijinya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo,
2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap
masuk ke dalam biji hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan
umumnya dibutuhkan kadar air biji sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil,
1979). Biji mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia.
Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan
merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan
atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup
terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1) Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar
terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2) Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3) Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan
berbagai fungsinya.
4) Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon
ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan biji dimana presentase perkembangan tertinggi dapat
28
dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu
juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan
ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi biji, cahaya dan zat
tumbuh gibberellin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat
disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air
dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan
menghambat proses perkecambahan biji (Sutopo, 2002). Kebutuhan
oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-
organisme yang terdapat dalam biji (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil
(1979) umumnya biji akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29
persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman,
perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam biji
ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke
embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan biji akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung
pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya
terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas
cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison
dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan biji dapat
dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak,
golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan,
golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta
golongan dimana biji dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun
ada cahaya. Klasifikasi biji berdasar pengaruh cahaya :
1) Memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan. Misalnya :
selada
2) Tidak memerlukan cahaya. Misalnya : bayam
29
3) Dapat berkecambah pada tempat gelap ataupun terang. Misalnya :
kubis, kacang-kacangan
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang
baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari
organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat
kertas, pasir dan tanah.
30
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Biji merupakan suatu struktur kompleks, yang terdiri dari embrio atau
lembaga, kulit biji dan persediaan makanan cadangan.
2. Bagian-bagian biji secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
bagian dasar biji (embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan, pelindung
biji) dan bagian non dasar biji (kulit biji, tali pusar, inti biji).
3. Struktur embrio terdiri atas akar lembaga, daun lembaga an batang lembaga.
Sedangkan struktur kecambah terdiri atas radikula, plumula, dan sumbu tubuh
(epikotil, hipokotil).
4. Selama perkembangan biji, embrio berdiferensiasi menjadi sumbu embrio
dan kotiledon.
5. Perkembangan embrio dimulai dari tahap fertilisasi sampai pada tahap
dormansi. Sedangkan perkembangan kecambah meliputi proses
perkembangan embrio dan endosperm yang menghasilkan tumbuhan baru.
6. Polyembrioni merupakan peristiwa dimana terdapat lebih dari satu embrio di
dalam satu biji.
7. Perkecambahan dpengaruhi oleh factor internal maupun eksternal.
3.2. Saran
Berdasarkan hasil penulisan makalah ini penulis ingin memberikan beberapa
saran kepada pembaca agar dapat mencari dari sumber yang lainnya juga, karena
masih banyak hal yang belum dibahas tentang, perkembangan biji, embrio dan
kecambah dalam makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
32