Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

PARKINSON DISEASE

Oleh:

Handhy Tanara

11.2016.289

Pembimbing :

dr. Sekarsunan S, Sp.S

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Periode 6 Agustus s/d 8 September 2018

RS Bhakti Yudha

Depok

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Presentasi Kasus : Agustus 2018
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK
Tandatangan

Nama : Handhy Tanara

NIM : 11.2016.289

Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Sekarsunan S, Sp.S

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pensiun, riwayat bekerja sebagai karyawan swasta
Alamat : Pancoran
Dikirim oleh : Diantar keluarga
No RM : 377480

II. Subjektif
Auto dan alloanamnesis pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 16.30 WIB

1. Keluhan Utama
Tangan bergetar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli RSBY dengan tangan bergetar selama 2 tahun belakangan ini.
Pasien mengatakan tangan yang bergetar hanya sebelah kanan saja, sedangakan tangan
kiri tidak. Getaran dirasakan pada pergelangan tangan saja, siku dan bahu pasien tidak
ikut bergetar. Keluhan bergetar dirasakan sepanjang hari dan malah semakin meningkat
saat tangan pasien istirahat dan tidak melakukan /memegang apa - apa. Aktivitas sehari

2
– hari yang memerlukan gerakan besar seperti makan, minum, mandi ,dan menyapu
masih bisa pasien lakukan walaupun harus secara perlahan. Berjalan masih dapat
dilakukan sendiri hanya saja pasien lambat saat memulai bergerak seperti bangun dari
duduk atau memulai berjalan. Namun, gerakan kecil seperti menulis dan bertanda tangan
tidak bisa pasien lakukan. Keluhan kaku pada sendi saat bergerak tidak ada.

Pasien tidak ada keluhan tersedak saat makan maupun minum. Pasien hanya mengatakan
adanya penurunan pengecapan rasa selama beberapa tahun ini sehingga makanan
dirasakan hambar. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan, hanya saja pasien merasa
BAKnya sering (2-4x) saat malam. Keluhan tidur seperti kurang tidur tidak ada karena
pasien mengatakan selalu tidur siang sehingga tidurnya cukup. Keluarga pasien juga
mengatakan tidak ada keluhan tangan bergetar saat tidur namun tangan pasien sering
bergerak seperti diluruskan mendadak dan seperti ingin menggapai sesuatu. Pasien juga
mengatakan mengalami penurunan nafsu seksual sehingga sudah tidak pernah
berhubungan suami istri lagi dengan istrinya dalam 5 tahun terakhir. Keluhan lain berupa
sering lupa atau bicara tidak nyambung disangkal oleh keluarga pasien.

Keluhan ini sudah dialami sejak 2 tahun yang lalu. Saat itu, pasien didiagnosa dengan
parkinson kemudian menjalani pengobatan rutin. Pada saat itu, keluhan pasien
mengatakan tangan bergetar lebih hebat daripada saat ini. Pasien mengaku tidak ingat
bagaimana mulainya getaran tangan tersebut, pasien hanya mengatakan bahu pasien
sempat terasa panas kemudian hilang beberapa hari sebelum munculnya getaran. Selain
itu, pada saat itu, pasien mempunyai gejala tambahan lain berupa ‘ngiler’ (air liur yang
banyak) dan juga sering tersedak namun keluhan ini sudah tidak pernah dirasakan.

Pasien sekarang sedang menjalani pengobatan parkinson, selama minum obat keluhan
dirasakan berkurang. Hanya saja pasien merasa mudah mengantuk dan terasa melayang
setelah minum obat. Selain obat parkinson, pasien juga rutin mengonsumsi obat darah
tinggi.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat parkinson, hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, stroke, riwayat vertigo dan tumor.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

3
Pasien mempunyai riwayat hipertensi dalam 2 tahun terakhir. Namun, diabetes mellitus,
penyakit jantung, keganasan, trauma atau jatuh, riwayat vertigo, maupun riwayat dirawat
di rumah sakit tidak ada.

5. Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi


Keadaan sosial ekonomi dan kepribadian pasien baik, pasien tidak pernah merokok
maupun memakai obat – obatan terlarang yang dapat menyebabkan ketagihan.

III. Objektif
1. Status Presens
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5, GCS 15
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,5°c
Respirasi : 20x/menit
Berat badan : 45 kg
Status generalis : Dalam batas normal

2. Status Psikikus
Cara berpikir : Wajar
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Wajar
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik

3. Status Neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normocephali
Nyeri tekan : Tidak ada
Simetris : Simetris
Pulsasi : Tidak diperiksa
Ekspresi : Tampak datar, masking face
Refleks khusus: Myerson’s sign/ tes ketuk glabella sedikit positif

4
b. Leher
Pergerakan : Normal
Pergerakan : Baik, ke atas-bawah, kanan-kiri
Kaku Kuduk : (-)
Nervus Cranialis:

N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri


Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan bahan - -
N II. (Optikus)
Tajam pengelihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pengelihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pupil
Besar pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Isokor Isokor
Refleks terhadap sinar + +
N III. (Okulomotorius)
Celah mata Ptosis - Ptosis -
Pergerakan bulbus Baik Baik
Strabismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Refleks konvergensi + +
Refleks konsensual Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N IV. (Troklearis)
Pergerakan mata Baik, mulus Baik, mulus
( kebawah-dalam )
Sikap bulbus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Diplopia - -

5
N V. (Trigeminus)
Membuka mulut Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Di tengah Di tengah
Diplopia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
N VII. (Facialis)
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Memperlihatkan gigi + +
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan
N VIII. (Vestibulokoklear)
Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara detik jam Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IX. (Glossofaringeus)
Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X. (Vagus)
Arcus pharynx Di tengah
Bicara Baik, disphoni (-), pelo (-)
Menelan Baik

6
N XI. (Asesorius)
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Memalingkan kepala Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah Simetris
Tremor lidah Sedikit
Artikulasi Kurang jelas

 Tanda rangsang meningeal


o Tidak dilakukan

Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
a.Motorik :
Respirasi : Baik
Duduk : Baik
Berjalan :Postur agak menunduk, langkah pendek,
dengan gerakan tangan minimal

b. Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Refleks
Kulit perut atas : Tidak dilakukan
Kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Kulit perut tengah : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


(a) Motorik

7
Kanan Kiri
Pergerakan Aktif, Cogwheel (-) Aktif, Cogwheel (-)
Kekuatan 5555 5555
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi Tidak ada Tidak ada

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++

3. Anggota gerak bawah


(a). Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Aktif, Cogwheel (-) Aktif, Cogwheel (-)
Kekuatan 5555 5555
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi Tidak ada Tidak ada

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri
KPR (Patella) ++ ++
APR (Achilles) ++ ++
Babinski Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Chaddock Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Oppenheim Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Gordon Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Schaeffer Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Gerakan-gerakan abnormal
o Tremor :ada pada tangan kanan, gerakan seperti pronasi dan supinasi
berulang
o Miokloni : tidak ada
o Khorea : tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan

RESUME
Laki – laki 70 tahun datang ke poli RSBY dengan keluhan tangan sebelah kanan bergetar
selama 2 tahun belakangan ini. Getaran dirasakan pada pergelangan tangan, dirasakan
sepanjang hari dan semakin meningkat saat tangan pasien istirahat. Aktivitas sehari –
hari yang memerlukan gerakan besar masih bisa pasien lakukan walaupun lambat.
Namun, gerakan kecil dan detail tidak bisa pasien lakukan. Pasien hanya mengatakan
adanya penurunan pengecapan rasa selama beberapa tahun ini sehingga makanan
dirasakan hambar. BAB pasien tidak ada keluhan, hanya saja pasien merasa BAKnya
sering (2-4x) saat malam. Keluarga pasien juga mengatakan tangan pasien sering
bergerak seperti diluruskan mendadak dan seperti ingin menggapai sesuatu. Pasien juga

9
mengatakan mengalami penurunan nafsu seksual sehingga sudah tidak pernah
berhubungan suami istri lagi dengan istrinya dalam 5 tahun terakhir.

Pasien sedang mengalami pengobatan parkinson sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya,
keluhan pasien mengatakan tangan bergetar lebih hebat daripada saat ini. Pasien
mengaku tidak ingat bagaimana mulainya getaran tangan tersebut, pasien hanya
mengatakan bahu pasien sempat terasa panas kemudian hilang beberapa hari sebelum
munculnya getaran. Selain itu, pada saat itu, pasien mempunyai gejala tambahan lain
berupa ‘ngiler’ (air liur yang banyak) dan juga sering tersedak namun keluhan ini sudah
tidak pernah dirasakan. Pasien juga rutin mengonsumsi obat darah tinggi.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran CM, GCS 15, E4M6V5. Tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 100x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,5°c. Pada wajah/ kepala
ditemukan ekspresi wajah tampak datar, pada pemeriksaan ketuk glabella didapatkan
Myerson’s sign sedikit positif. Pada pemeriksaan saraf kranial tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan motorik, didapatkan gait/ cara berjalan agak membungkuk
dengan langkah pendek dan gerakan tangan minimal. Motorik maupun sensorik
ekstremitas atas dan bawah dalam batas normal. Refleks fisiologis normal, tidak
didapatkan refleks patologis. Didapatkan tremor pada tangan kanan dengan gerakan
seperti supinasi dan pronasi. Pemeriksaan penunjang belum dilakukan.

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Resting tremor / pill rolling tremor, gangguan gerak, festinating
gait, masked face, myerson’s sign sedikit positif, gangguan
olfaktori, urinary urgency, nokturia, disfungsi seksual, riwayat
saliva menetes
Diagnosis Topik : ganglia basalis
Diagnosis Etiologi : degenerasi substansia nigra
Diagnosis patofisiologi : degenerasi

PENATALAKSANAAN
1) Terapi Medikamentosa
 Sifrol ER 1 x 0,75 mg
 Leparson 3 x 1

10
 THP/Hexymer 2 x 1
 Amlodipin 1 x 10 mg

2) Terapi Non-Medikamentosa
 Kontrol rutin dokter spesialis saraf
 Edukasi pasien mengenai pengobatan penyakit dan prognosisnya

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : ad malam

11
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Gangguan Gerak


Gerak dihasilkan oleh interaksi antara sistem piramidal (sentral dan perifer), sistem
ekstrapiramidalis, dan serebelum. Gerak diinisiasi dari sistem pyramidal, diperhalus dengan
proses fasilitasi dan inhibisi oleh sistem ekstrapiramidal, dan dikoordinasi oleh cerebelum.
Dalam kegiatan motorik kita sehari – hari dikenal berbagai macam gerak, yaitu:1
1. Gerak otomatik (automatic movement): gerak yang sudah terbiasa yang dilakukan tanpa
sadar, misalnya berjalan, berbicara
2. Gerak volunter (voluntary movement): gerak yang direncanakan dan diinisiasi sendiri
sesuai dengan keinginan, atau dengan pemicu daru luar misalnya memakai baju,
menendang bola
3. Gerak involuntar (involuntary movement): gerak yang tidak dapat ditahan, misalnya
tremor, mioklonus
4. Gerak semivoluntar (semi-voluntary/un-voluntary movement): gerak yang dicetuskan
oleh rangsang sensori internal, untuk menekan rasa tak menyenangkan, misalnya tics,
akathasia, restless leg syndrome/RLS

Gangguan gerak timbul apabila ada kelainan pada salah satu atau beberapa dari sistem yang
mengatur gerak, yaitu sistem piramidal, ekstrapiramidal, atau serebelum. Tetapi yang
dimaksud dengan gangguan gerak adalah yang terkait dengan kelainan sistem ekstrapiramidal,
yang menimbulkan gerakan involuntar. Gangguan gerak adalah suatu sindroma dimana
terdapat gerak berlebihan atau berkurangnya gerak voluntar dan gerakan otomatik. Gangguan
gerak tidak terkait dengan kelumpuhan atau spastisitas otot.1

Klasifikasi Gangguan Gerak

Gangguan gerak akibat dari disfungsi sistem ekstrapiramidal terdiri dari 2 jenis yaitu
hipokinesia akibat dari gangguan fungsi fasilitas gerak dan hyperkinesia (involuntary
movement), akibat terganggunya fungsi supresi gerak. Gerakan hipokinesia antara lain,
akinesia/bradikinesia, rigiditas, gangguan respon postural, freezing. Hiperkinesia mencakup
distonia, diskinesia, tremor, chorea, mioklonus, athetose, tics, akathisia, hyperekplexia.1

12
Parkinson’s Disease / Penyakit Parkinson
Definisi Parkinson’s Disease
Parkinson’s Disease (PD) adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologi ditandai
degenerasi ganglia basalis terutama di substantia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai
adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Sedangkan parkinsonism sendiri adalah
suatu sindroma yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya
refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab1,2

Etiologi2

Sejauh ini etiologi PD tidak diketahui (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor risiko
(multifaktorial) yang telah diidentifikasi yaitu:

 Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun
 Rasial: orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika
 Genetic: diduga ada peranan faktor genetic
 Lingkungan:
o Toksin : MPTP, dll
o Penggunaan herbisida dan pestisida
o Infeksi
 Cedera kranio serebral: peranan cedera kranio serebral masih belum jelas
 Stress emosional: diduga juga merupakan faktor risiko
 Melanoma : prevalensi melanoma meningkat pada pasien dengan PD dibandingkan
dengan populasi umum.3

Patofisiologi

Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars
kompakta subtantia nigra sebesar 40-50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik
(Lew bodies) akibat multifaktorial.2

Masalah utama pada penyakit Parkinson adalah hilangnya neuron di substansia nigra pars
kompakta yang memberikan inervasi dopaminergik ke striatum (putamen dan nukleus
kaudatum). Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian

13
neuron di substansia nigra pars kompakta, suatu area otak yang berperan dalam mengontrol
gerakan dan keseimbangan, sebesar 40-50%.1

Substansia nigra merupakan sumber neuron dopaminergik yang berakhir dalam striatum.
Cabang dopaminergik dari subtansia nigra ini mengeluarkan pacu secara tonik, bukan
berdasarkan respon gerakan muskuler spesifik ataupun input sensorik. Sistem dopaminergik
memberikan pengaruh yang bersifat tonik, terus-menerus selama aktivitas motorik, bukan
hanya dalam gerakan-gerakan tertentu.1

Striatum dan substansia nigra dihubungkan oleh neuron yang mengeluarkan transmiter
inihibitor GABA di terminalnya dalam substansi nigra. Sebaliknya, sel-sel substansia nigra
mengirim neuron ke striatum dengan transmiter dopamin di ujung terminalnya. Pada penyakit
Parkinson, destruksi sel dalam substansia nigra menimbulkan degenerasi neuron sehingga
sekresi dopamin dalam neostriatum menurun. Berkurangnya pengaruh dopamin dalam
neostriatum menyebabkan menurunnya kontrol gerakan otot pada penyakit Parkinson.Basal
ganglia dapat dilihat sebagai daerah modulasi yang mengatur arus informasi dari korteks
serebral ke neuron motorik di medula spinalis. Neostriatum adalah struktur input utama ganglia
basalis dan menerima input rangsangan glutamanergik dari berbagai daerah di korteks.
Mayoritas neuron pada striatum adalah neuron proyeksi yang menginervasi bagian lain dari
basal ganglia. Neuron lainnya yang penting namun berada dalam jumlah kecil di dalam
striatum adalah interneuron yang saling menghubungkan neuron-neuron di dalam striatum.
Interneuron menggunakan asetilkolin sebagai neuropeptida.Serabut saraf asetilkolin berfungsi
eksitatif memicu dan mengatur gerakan-gerakan tubuh di bawah kehendak. Arus keluar dari
striatum dapat melalui 2 jalur, yaitu jalur langsung dan jalur tidak langsung.1

Substansia nigra pars kompakta (SNC) dihubungkan dengan striatum oleh dopamin sebagai
neurotransmiter. Di dalam striatum terdapat dua kelompok reseptor yaitu reseptor D1 yang akan
mengaktivasi jalur langsung dan reseptor D2 yang akan menginaktivasi jalur tidak langsung.
Jalur langsung dibentuk oleh neuron di striatum yang memproyeksikan langsung ke substansia
nigra pars retikulata (SNR) dan globus palidus interna (GPi). Dari sini akan dilanjutkan ke
ventroanterior dan ventrolateral talamus, yang memberikan input rangsangan positif terhadap
korteks. Neurotransmiter yang digunakan di jalur langsung adalah GABA yang bersifat
eksitatori, sehingga efek akhir dari stimulasi jalur langsung adalah peningkatan arus
rangsangan dari talamus ke korteks.1

14
Sedangkan jalur tidak langsung terdiri dari neuron striatal yang memproyeksikan ke globus
palidus eksterna (GPe). Struktur ini lalu menginervasi nukleus subtalamikus (STN) yang akan
dilanjutkan ke SNR dan GPi. Proyeksi dari striatum ke GPe, dari GPe ke nukleus subtalamikus,
menggunakan transmiter GABA yang bersifat eksitatori tetapi jalur akhir proyeksi dari NST
ke SNR dan GPi merupakan jalur rangsang negatif glutamanergik. Dengan demikian efek akhir
dari jalur tidak langsung adalah berkurangnya arus rangsangan dari talamus ke korteks.1

Neuron dopaminergik pada substansia nigra pars kompakta menginervasi seluruh bagian dari
striatum, tetapi neuron target di striatum mempunyai reseptor dopamin yang berbeda-beda.
Jalur langsung terutama mengekspresikan reseptor protein eksitatori D1, sedang jalur tidak
langsung terutama mengekspresikan reseptor protein inhibitor D2.Jadi pelepasan dopamin di
striatum cenderung meningkatkan aktifitas jalur langsung dan mengurangi aktivitias jalur tidak
langsung. Pada keadaan dopamine menurun, seperti yang terjadi pada penyakit Parkinson,
terjadi efek sebaliknya, yaitu inhibisi arus keluar dari SNR ke GPi ke talamus dan berkurangnya
rangsangan terhadap korteks motorik.1

Tanda patologi khas lain pada PD adalah badan Lewy. Pada PD, protein terbanyak yang
menyusun badan Lewy adalah a-sinuklein. Protein ini mengalami agregasi dan membentuk
inklusi intraseluler di dalam badan sel (badan Lewy) dan pada prosessus neuron (Lewy
neurites). Braak dkk mengajukan teori progresifitas PD berdasarkan distribusi topografi a-
sinuklein. Pada proses ini, kerusakan dimulai pada sistem saraf tepi dan berkembang mengenai
sistem saraf pusat secara progresif, dari arah kaudal menuju rostral. Progresifitas PD menurut
Braak (Braak Staging) dibagi menjadi 6 tahap yaitu : 4

1. Melibatkan sistem saraf perifer (neuron autonomik), sistem olfaktori (bulbus


olfaktorius), medula oblongata (nukleus dorsal motor vagal dan nervus
glossofaringeus)
2. Melibatkan pons (locus coeruleus, magnocellular portion of reticular formation,
nukleus raphe posterior), substansia abu – abu medula spinalis
3. Melibatkan Pons (nukleus pedunkulopontin), midbrain(substansia nigra pars
kompakta), basal forebrain (nukleus magnoselular termasuk nukleus basalis Meynert),
sistem limbik (subnukleus sentral amigdala)
4. Melibatkan sistem limbik (korteks asesorius dan nukleus basolateral amigdala, nukleus
interstisial stria terminalis, kalustrum ventral), talamus (nukleus intralaminar), korteks
temporal (mesokorteks temporal anteromedial region CA2 hipokampus)

15
5 dan 6. Melibatkan regio korteks multipel (koretks insula, area korteks asosiasi, area
korteks primer)

Epidemiologi
Data The Global Burden of Disease Study (2015) mengindikasikan adanya kecenderungan usia
yang lebih tua pada saat terjadi kematian. Fenomena demografik ini menyebabkan peningkatan
prevalensi penyakit degeneratuf yaitu, penyakit Alzhaimer diikuti penyakit Parkinson pada
peringkat ke-dua tersering. Dengan meningkatnya angka harapan hidup, PD merupakan salah
satu tantangan terberat yang dihadapi di dunia kesehatan.4

Prevalensi PD bervariasi di beberapa benua. Pringsheim dkk menemukan bahwa prevalensinya


pada usia 70-79 tahun lebih rendah di Asia (646/100.000 individu), dibandingkan di Eropa,
Amerika Utara, dan Australia. Adapun insidens penyakit ini berkisar 16-19 kasus per 100.000
individu pertahun. Savica dkk memperoleh insidens 21 kasus per 100.000 penduduk pertahun
di Minnesota yang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan etnis. PD lebih tinggi pada
laki – laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.3

Klasifikasi

Pada tahun 2011, Fahn dkk mengusulkan klasifikasi terbaru parkinsonisme yang digunakan
hingga saat ini, yakni :1,4

1. Parkinsonisme Idiopatik (Primer)


a. Penyakit Parkinson
b. Juvenile Parkinsonism
2. Parkinsonisme Simptomatik (Sekunder)
a. Drug-induced: neuroleptik (antipsikotik), antiemetik, reserpin, tetrabenazine, alfa-
metildopa, lithium, flunarisin, sinarisin
b. Hemiatrofi – Hemiparkinsonisme
c. Hidrosefalus, Hidrosefalus bertekanan normal
d. Hipoksia
e. Infeksi dan pasca infeksi
f. Pasca ensefalitis (ensefalitis letargika)
g. Metabolik: disfungsi paratiroid
h. Toksin: Mn, Mg, CO, MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,3,6-trihidroksipiridin), sianida, CS2,
metanol, dan etanol

16
i. Trauma kranioserebral (pugilistic encphalopathy)
j. Tumor otak
k. Vaskuler: Multiinfark serebral
l. Siringomielia
3. Sindroma Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
a. Degenerasi ganglion kortikal basal
b. Sindroma demensia: Penyakit Alzheimer, penyakit badan Lewy difus, penyakit Jacob-
Creutzfeldt
c. Lytico-Bodig (Parkinsonism Guam-Demensia-ALS)
d. Sindroma atrofi multi sistem
- Degenerasi striatonigral
- Sindroma Shy-Drager
- Degenerasi olivopontocerebellar sporadis
- Penyakit motor neuron - Parkinsonisme
e. Atrofi pallidus progresif
f. Palsy supranuklear progresif
4. Penyakit Heterodegeneratif
a. Penyakit Hallervoden-Spatz
b. Penyakit Huntington
c. Lubag (Filipino X-linked dystonia – parkinsonism)
d. Nekrosis striatal dan sitopati mitokondria
e. Neuroakantosis
f. Penyakit Wilson
g. Seroid lipofusinosis
h. Penyakit Gertsmann – Strausler – Scheinker
i. Penyakit Machado – Joseph
j. Atrofil familial olivopontoserebellar
k. Sindroma talamik demensia

Fahn (2011) menambahkan kategori baru dalam pengklasifikasian parkinson, bila


parkinsonism disertai dengan gejala neurologik seperti oftalmoplegia, ataksia, dysautonomia,
amyotrophy, cortical signs, cerebellar signs, atau demensia disebut dengan sindroma parkinson
plus, yang disebabkan oleh degenerasi striatonigral, degenerasi corticobasal (yang kemudian

17
disebut degenerasi corticodentatonigral dengan neuronal achromasia), OPCA, PSP, Shy–
Drager syndrome, parkinsonism dengan gangguan motor neuron, dan parkinsonism dengan
demenisa (Guamanian complex, Creutzfeldt–Jakob, Alzheimer, Pick, dan normotensi
hidrosefalus).5

Dia juga menambahkan sindroma parkinsonism plus pada berbagai penyakit herediter dimana
ada gejala parkinson seperti penyakit Wilson, Hallervorden–Spatz, Huntington’s, dan
degenerasi spinocerebellar-nigral. Pada akhirnya, pengklasifikasi ini menjadi 3 kategori
mayor: primer, sekunder, dan parkinsonism-plus (bisa juga disebut degenerasi
heterogeneous).5

Namun, tidak seluruhnya akan dibahas dalam topik ini, melainkan dibatasi hanya pada PD.

Anatomi Ganglia Basalis

Ganglia basal merupakan sekelompok nukleus subkortikal yang terdiri dari neostriatum
(nukleus kaudatus dan putamen), striatum ventral, globuls palidus segmen interna dan eksterna,
nukleus subtalamikus dan subtansia nigra pars retikulata dan pars kompakta.3 Disebut ganglia
basalis karena hampir seluruhnya terletak di basal hemisfer serebri.1 Ganglia basal merupakan
salah satu bagian dari sirkuit kortikal-subkortikal yang lebih besar, yang berasal dari seluruh
korteks dan berkaitan dengan ganglia basal dan talamus.4

Ganglia basalis menerima input dari korteks serebri di striatum, kemudian input diteruskan ke
globul pallidus dan kemudian menuju ke substansia nigra. Kemudian sinyal diteruskan kembali
ke korteks serebri melalui thalamus. Fungsi ganglia basalis mempertahankan tonus otot yang
diperlukan untuk menstabilkan posisi sendi.Adanya kerusakan pada struktur ganglia basalis
menyebabkan gerakan yang tidak terkontol seperti tremor. Berkurangnya dopaminergik
(neurotransmitter dopamin) dari substansia nigra ke striatum terjadi pada penyakit Parkinson.1

Sirkuit ganglia basal-talamokorttikal tersusun dalam suatu jaras fungsional, secara garis besar
dibagi menjadi sirkuti motorik, asosiatif, dan limbik, yang bekerja secara independen satu sama
lain. Striatum dan nukleus subtalamikus merupakan titik masuk utama bagi input yang menuju
ke ganglia basal. Striatum menerima input dari korteks dan talamus, sedangan nukleus
subtalamikus menerima input dari korteks dan batang otak. Dari nukleus tersebut, informasi
diteruskan melalui berbagai jaras dan masuk ke nukleus keluaran utama yaitu GPi(Globus
palidus segmen interna) dan SNr (substansia nigra pars retikulata). Keluaran ganglia basal dari

18
GPi dan SNr akan diteruskan menuju ke talamus serta batang otak (kolikulus superior, nukleus
pedunkulopontin dan parvocellular reticular formation).4

Tanda dan Gejala Klinis

Sebagaimana nanti diuraikan, sindrom ekstrapiramidal atau manifestasi penyakit ganglia


basalia adalah terutama gangguan motorik yang dinamakan akinesia, tremor, gerakan
involuntar, gangguan fonasi, disartria, dan lokomotorik.6

 Tremor
Merupakan salah satu gambaran khas PD. Namun 30% pasien dapat tidak mengeluhkan tremor
pada awal gejala dan sekitar 25% kasus tanpa tremor selama perjalanan penyakit. Derajat
keparahan tremor tidak dikaitkan dengan progresifitas penyakit dan tidak berhubungan dengan
derajat keparahan difisit dopaminergik di striatum.4

Tremor seringkali terjadi pada ekstremitas, lengan lebih sering dibandingkan dengan tungkai.
Pada awal penyakit, tremor bersifat unilateral, kemudian seiring perjalanan penyakit, terjadi
pada ekstremitas kontralateral. Hal ini juga dapat terjadi secara intermiten pada rahang, bibir,
dan lidah. Tremor kepala biasanya merupakan perluasan dari tremor yang melibatkan badan
dan ekstremitas.4

Tremor sebagian besar terjadi pada bagian distal dan lebih jelas pada jari – jari tangan atau
kaki. Gerakan berupa fleksi ekstensi yang melibatkan jari – jari atau pronasi – supinasi
pergelangan tangan yang disebut “pill-rolling tremor” meskipun tanpa komponen gerakan
rotatorar seperti melakukan gerakan pill-rolling. Tremor mencapai amplitudo maksimal pada
saat istirahat, sehingga dikenal sebagai tremor istirahat atau resting tremor. Pada saat otot
proksimal, tremor lebih jelas pada saat mempertahankan postur; seperti pada saat
mempertahankan duduk.4

Tremor parkinson klasik memiliki frekuensi 4-6 Hz, bersifat intermiten, seringkali dicetuskan
ketika pasien dilihat oleh orang lain, serta dipengaruhi emosi atau stres. Tremor akan berkurang
dan menghilang saat melakukan gerakan bertujuan atau mempertahankan postur tertentu. Efek
ini hanya bertahan selama beberapa detik, kemudian muncul kembali.4

Perbedaan tremor pada parkinson dengan tremor lainnya dapat dilihat pada tabel berikut6

19
Tabel 1. Perbedaan gejala khas dan patofisiology tremor pada Parkinson’s disease, essential tremor dan dystonia 7

 Rigiditas
Merupakan peningkatan tonus otot di seluruh lingkup gerak sendi (range of movement) dan
tidak tergantung dari kecepatan otot saat digerakkan. Rigiditas dapat ditemukan pada leher,
badan, dan ekstremitas dalam keadaan relaksasi. Pemeriksaan pergelangan tangan dengan
gerakan fleksi-ekstensi merupakan salah satu cara deteksi adanya rigiditas roda gigi
(cogwheel)dan dapat dilakukan juga pada sendi siku. 4

Rigiditas dapat mempengaruhi postur pasien, fleksi pada sebagian besar sendi, termasuk tulang
belakang, dan membentuk postur simian (simian posture), suatu postur yang khas pada PD.
Bentuk ekstrim pada gangguan postur ini dikenal sebagai camptocormia. Abnormalitas postur
dapat memengaruhi ekstremitas bagian distal berupa ekstensi jari -jari dan fleksi dari sendi
metakarpofalangeal dan dorsifleksi ibu jari kaki.4

Pada penyakit basal ganglia semua otot lurik, baik ekstensor maupun fleksor, memperlihatkan
rigiditas. Tetapi tampaknya ada kecenderungan bahwa otot – otot fleksor lebih rigid, terutama
otot – otot fleksor dari toraks dan anggota gerak. Lagipula bukan saja otot lurik skeletal akan
tetapi otot wajah, lidah dan laring juga kebagian rigiditas sehingga wajah memperlihatkan
roman kedok (“masked face”), artikulasi memburuk dan suara menjadi kecil.6

Salah satu gejala dini akibat rigiditas adalah hilang gerak asosiatif saat berjalan. Rigiditas
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.1

 Akinesia

20
Akinesia merupakan salah sati gejala yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien, karena
gerakan volunter pasien menjadi lebih lambat. Pasien mengalami kesulitan dalam melakukan
inisiasi gerakan, mempertahankan gerakan, dan mengubah berbagai pola gerakan motorik.
Pada awal perjalanan penyakit, akinesia sering terjadi pada kedua ekstremitas dan bertambah
berat. Derajat keparahan ini tidak berhubungan dengan derajat keparahan tremor dan rigiditas.
Akinesia dapat ditemukan pada inspeksi secara umum, pasien duduk diam dengan ekspresi
wajah minimal seperti topeng. Gestur, komunikasi dan gerakan pasien juga berkurang sehingga
menyebabkan adanya halangan antara pasien, keluarga, dan teman – temannya.4

Pasien juga memiliki kesulitan untuk melakukan dua gerakan dalam waktu yang sama. Sebagai
contoh, ketika pasien hendak menyambut tamu yang datang, pasien dapat bangkit dari kursi
dan berdiri secara perlahan namun ketika hendak mengangkat lengan untuk bersalaman. Pasien
akan jatuh terduduk kembali.4

Terdapat pula gangguan dalam menulis, huruf menjadi kecil – kecil (mikrografia). Pada saat
awal menulis bentuknya masih normal, namun semakin lama akan semakin mengecil. Pada
saat menggambar spiral, pasien akan kehilangan kelancaran, yaitu menggambar secara
perlahan dengan ukuran spiral yang menjadi kecil disertai tremor, sehingga garis yang dibentuk
juga tidak mulus.4

 Instabilitas postural
Pasien dapat mengalami kesulitan pada saat bangkit dari kursi. Posisinya cenderung
membungkuk ke depan untuk meletakkan pusat gravitasi di atas kaki dan seringkali harus
dibantu menggnakan lengan. Hal ini dicoba lakukan beberapa kali hingga berhasil berdiri dan
seringkali terjatuh.4

Pada tahap awal, dapat ditemui gangguan cara berjalan berupa berkurangnya ayunan lengan.
Tahap selanjutnya panjang langkah akan berkurang dan pkaki tidak dapat diangkat secara
normal pada saat melangkah, sesuai dengan gambaran shuffling gait. Pasien dengan PD dapat
memodulasi frekuensi langkah dan meningkatkan irama jalan, namun tetap berjala lebih lambat
dibandingkan normal karena langkahnya lebih kecil. Sesekali langkah – langkah pasien juga
semakin cepat (festination), bahkan dapat berlari tanpa bisa ditahan sampai ada halangan di
depan pasien, pasien juga cenderung jatuh ke depan (propulsi) maupun ke belakang
(retropulsi).4

21
Pada awal tahap penyakit, postur bisa normal. Seiring perjalanan penyakit, postur akan
mengalami perubahan, sehingga leher cenderung mengalami fleksi dan kifosis di daerah
torakal. Bahu akan mengalami aduksi. Siku, pergelangan tangan dan jari akan semifleksi. Sendi
panggul dan lutut akan tertekuk secara parsial. Berjalan dan khususnya berjalan memutar
menjadi semakin sulit, dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap jatuh. Insidens jatuh pada
PD meningkat seiring dengan durasi penyakit. Dalam jangka waktu 5 tahu, individu dengan
parkinsonisme mengalami cedera karena jatuh 1,3 kali lipat dibandingkan dengan tanpa
parkinson.4

 Gejala Non Motorik4


Gejala non motorik jarang dikenali dalam praktik klinis. Baik klinisi maupun pasien sering
kali menyampingkan gejala ini dan lebih fokus pada gejala motorik yang membawa pasien ke
dokter. Gejala nonmotorik memiliki spektrum yang luas dan mencakup 4 ranah

1. Gangguan autonom
a. Saliva menetes
b. Disafgia
c. Mual
d. Konstipasi
e. Urinary frequency and urgency
f. Nokturia
g. Urinary voiding
h. Disfungsi seksual
i. Hipotensi ortostatik
j. Supine hypertension
k. Keringat berlebihan
2. Gangguan tidur
a. Excessive daytime sleepiness
b. Vivid dreams/ REM behavioral disorder
c. Insomnia
d. Sindrom restless legs
3. Neuropsikiatrik
a. Gangguan kognitif
b. Gangguan mood
c. Apatis

22
d. Anhendonia
e. Psikosis
f. Halusinasi
g. Gangguan kompulsif-impulsif
4. Gangguan sensorik
a. Gangguan olfaktori
b. Visual
c. Auditorik
d. Nyeri
e. Fatig

Kriteria Diagnosis Menurut Hughes1

1. Possible, terdapat salah satu gejala utama :


a. Tremor istirahat
b. Rigiditas
c. Bradikinesia
d. Kegagalan refleks postural
2. Probable, bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks
postural) alternatif lain : tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris atau
bradikinesia asimetris sudah cukup
3. Definite, bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu
gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda tersebut,
dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris. Bila semua tanda – tanda tidak jelas
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.

Stadium Parkinson’s Disease1

Stadium/ perjalanan penyakit menurut Hoehn dan Yahr, yaitu :

 Stadium I
Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang
mengganggu tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)

23
 Stadium II
Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara jalan terganggu.

 Stadium III
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan / berdiri, disfungsi
umum sedang

 Stadium IV
Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas
dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibanding sebelumnya

 Stadium V
Stadium kakhetik (cachetic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan,
memerlukan perawatan tetap

Sedangkan pada stadium Hoehn dan Yahr yang sudah dimodifikasi ditambahkan 2 jenis
stadium lagi yaitu stadium 1,5 dan stadium 2,5. Stadium 1,5 yaitu pada gejala terdapat tanda
penyakit yang unilateral ditambah penyakit aksial dan stadium 2,5 yaitu terdapat tanda
penyakit yang bilateral ringan dengan pemulihan pada tes tarik. 2

Pemeriksaan Penunjang4

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membedakan dengan kelainan degenerative lain,


terutama parkinsonisme sekunder atau atipikal:

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Untuk menyingkirkan diagnosis banding lain, seperti parkinsonisme vascular, penyakit Wilson
dan sindrom parkinsonisme atipikal.

2. Positron Emission Tomography (PET)dan Single-Photon Emission Computed


Tomography (SPECT)

PET dan SPECT dapat membantu proses visualisasi bagian pre dan pascasinaps dari proyeksi
nigrostriatal serta mendapatkan gambaran semikuantitatif jaras-jaras tersebut. Hal ini
digunakan untuk membedakan Penyakit Parkinson dengan sindrom parkinsonisme atipikal lain
atau tremor esensial. Defisit dopaminergic dapat diidentifikasi melalui dopamine transporter

24
single-photon emission computed tomography / DaT-SPECT menggunakan [1231]-FP-CIT
yang mengukur penghantar dopamine presinaps di sinaps dopaminergic striatum.

3. Ultrasonografi Transkranial

Untuk mengkonfirmasi gambaran hiperekoik di substansia nigra pada hamper dua per tiga
pasien. Penyakit Parkinson dan dapat terdeteksi pada tahap awal penyakit. Namun hasil
tersebut juga dapat ditemukan pada 10% dari orang normal, sehingga pemeriksaan ini hanya
bersifat suportif dalam penegakan diagnosis.

Tatalaksana

Diketahui bahwa penyakit Parkinson merupakan penyakit yang idiopatik sehingga harus dicari
penyebabnya apakah simptomatik, progresif sehingga dipikirkan pemberian neuroproteksi, dan
bersifat degeneratif sehingga dipikirkan neurorestorisasi. Terapi farmakologis diberikan bila
terdapat gangguan fungsional, pemberian obat seperti antioksidan dapat dipertimbangkan.
Untuk pemilihan obat yang sesuai, antara lain benserazide, L-dopa, DA agonist, MAOB-I,
COMT-I, atau antikolinergik disesuaikan dengan:1

 Usia pasien > 60 tahun


 Stadium perjalanan penyakit: awal atau lanjut
 Efek samping hebat
 Biaya
Terapi simptomatik yang digunakan dalam tatalaksana penyakit Parkinson terbagi menjadi
terapi medikal dan terapi operatif. Terapi medikal yang digunakan dapat berupa terapi
farmakologi (obat dopaminergik dan agonis dopamin, obat kolinergik, dan terapi untuk gejala
non motorik) dan terapi non farmakologis (edukasi, self help group, latihan, terapi bicara).
Sedangkan untuk terapi operatif dapat dilakukan ablative/lesioning dan deep brain
stimulation.1

Obat – obatan yang saar ini digunakan sebagai terapi medikal antara lain 2

 Dopaminergik
o L-dopa/ benserazide
o DA agonist; bromokriptin, pramipexole, ropinirole
o MAO-B inhibitor : selegilline
o COMT inhibitor : entacapone, tokapone

25
o NMDA receptor antagonist, amantadine
 Antikolinergik : triheksiphenidil

Pada pasien usia muda (< 60 tahun), obat yang dapat digunakan antara lain antikolinergik,
agonis dopamin, amantadine, atau MAOB-I. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu
pengendalian simptomatik ringan selama 6-8 bulan, dan kurang dari L-dopa. Komplikasi
motorik kurang dari L-dopa sedangkan komplikasi non motorik lebih dari L-dopa (halusinasi,
somnolen , hipotensi ortostatik). Sedangkan pada pasien usia lanjut, obat yang dipakai yaitu L-
dopa dan dopamine agonis/dopaminergik. Untuk pemilihan obat, keduanya dapat diberikan.
Pemberian L-dopa dikatakan paling efektif, dengan komplikasi motorik dan non motorik
selama beberapa tahun(setelah ditambahkan DA agonist). Pada pemberian DA adonist atau
dopaminergik lainnya dikatakan kurang efektif, selanjutnya membutuhkan L-dopa, dengan
efek samping halusinasi, somnolen, dan hipotensi ortostatik.1

Rekomendasi terapi yang digunakan pada penyakit Parkinson stadium awal berdasarkan usia
yaitu1

 <40 tahun : DA agonist/dopaminergik lainnya


 40-60 tahun :
o Gray zone, L-dopa atau DA agonist
o Kelebihan L-dopa: lebih efektif, lebih murah, pengaturan dosis lebih mudah,
repson lebih cepat pada saat titrasi
 >60 tahun :
o L-dopa, kemudian ditambahkan DA agonist/dopaminergik lainnya
o Agonis dopamin/ dopaminergik lainnya, kemudian ditambah L-dopa

Selain terapi farmakologis, terapi lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah Deep Brain
Stimulation (DBS). DBS adalah metode menanamkan suatu alat elektronik untuk mengatur
aktivitas neuron pada sebuah bagian otak/lintasan neuron. Satu atau dua elektroda (biasanya
disebut sebagai”lead”) ditanam pada suatu target spesifik pada otak menggunakan berbagai
metode neurosurgikal. Lead tersebut kemudian dihubungkan dengan suatu internal pulse
generator (IPG), yang biasanya diletakkan di bawah lapisan kulit pada dada bersamaan
dengan sumber daya/ baterainya yang kemudian akan mengirimkan gelombang stimulasi .

26
Walaupun cara kerjanya masih belum diketahui secara pasti, tetapi alat ini dapat membuat
suatu efek eksitatori dan inhibisi lokal yang pada akhirnya akan menunjukkan hasil yang
nyata pada pasien dengan gangguan gerak. DBS telah menjadi gold standard treatment pada
sebagian besar keadaan dengan gangguan gerak dimana terapi farmakologis tidak lagi
berhasil, atau pasien tidak dapat mentoleransi efek samping dari obat tersebut.

Kebanyakan pasien dengan PD mulai menunjukkan komplikasi dari terapi setelah 5-15 tahun
diterapi. Hal ini mencakup gejala misalnya fluktuasi motorik, diskinesia dan intoleransi
terhadap peningkatan jumlah obat yang diberikan sesuai dengan peningkatan beratnya gejala.
Pada tahap ini, banyak ahli merekomendasikan DBS pada pasien yang telah memenuhi
seleksi/persyaratan. Seleksi pasien ini merupakan suatu prediktor seberapa bagus hasil yang
akan dicapai setelah menjalani metode ini, di samping dengan faktor penempatan elektroda
yang tepat dan parameter stimulasi yang sesuai. Salah satu prediktor terbaik adalah seberapa
bagus efek yang dicapai pasien dengan penggunaan levodopa oral. Secara umum, jika
gejalanya membaik dengan levodopa oral biasanya akan bersepon baik juga dengan metode
DBS; salah satu pengecualian ada pada pasien PD dengan gejala tremor yang dominan.
Faktor lain yang harus diperhatikan termasuk seberapa yakin klinisi dengan diagnosis, gejala
nonmotorik yang minimal, komorbiditas yang minimal, umur, ekspektasi realistis, social
support, dan kemampuan untuk menjalani suatu terapi yang tergolong kompleks. Banyak
center yang menggunakan pemeriksaan dengan cara on medication, off medication
examinations, dan juga pemeriksaan neuropsikologis yang lengkap sebelum memulai operasi.

Target utama yang difokuskan pada metode ini adalah STN dan GPi. Keduanya sudah diteliti
dapat menunjukkan perbaikan pada gejala kardinal PD, begitu juga dengan diskinesia.
Meskipin begitu, penelitian – penelitian tersebut yang kemudian mempengaruhi bagaimana
center – center tersebut memilih suatu target utama dari kedua fokus tersebut.

27
ALGORITME MANAJEMEN PENYAKIT PARKINSON1

Gangguan Fungsional?

Mulai terapi simtomatik/ Mulai terapi


neuroprotective neuroprotective?
- Antioksidan
- Agonis dopamine
Tremor gejala utama? - Selegeline

- Amantadin Usia ≤ 60 th Usia 60 th


- Antikolinergik

Agonis dopamine - Levodopa


Kombinasi dengan dopamine - Amantadin
+ Levodopa dosis kecil
dosis konservatif

Respon terhadap terapi

Respon baik Respon jelek Wearing off Diskinesia


/tidak respons

-Turunkan dosis untuk -Naikkan dosis -Penghambat COMT -Turunkan dosis


pemeliharaan -Pertimbangkan -Kombinasi agonis levodopa
-Kontrol gejala diagnosis lain dopamine+levodopa -Tambah/tingkatkan
-Amantadin dosis agonis
-Selegeline dopamine
-Antikolinergik -Pindah agonis
-Kecilkan dosis, dopamine
frekuensi ditingkatkan -Pertimbangkan
-Diet rendah protein pembedahan
-Ganti agonis dopamin

28
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan Gejala Klinis


Kasus pasien sesuai dengan gejala parkinson yaitu, pasien datang dengan keluhan
tangan bergetar dalam 2 tahun terakhir. Getaran hanya pada tangan sebelah kanan saja. Pada
pasien dengan parkinsonism memang dapat dijumpai tremor yang hanya unilateral. Selain
tremor, gejala khas lain pada parkinsonism adalah akinesia/bradikinesia. Pada kasus ini, pasien
masih dapat melakukan kegiatan sehari – hari seperti berjalan dan bangun dari duduk hanya
saja pasien lambar saat memulai gerakan. Namun, gejala khas motorik lainnya yaitu rigiditas
tidak ditemukan pada pasien ini, hal ini mungkin saja disebabkan karena pasien sudah
menjalani pengobatan parkinson dalam 2 tahun terakhir jadi gejala tersebut sudah membaik.
Walaupun pasien mengatakan tidak pernah ada riwayat kaku sebelumnya, akan tetapi hal
tersebut dapat hanya bersifat subjektif.
Selain gejala motorik, pasien juga menunjukkan beberapa gejala non motorik yang
biasa ditemukan pada pasien parkinsonism seperti riwayat tersedak saat makan, air liur yang
berlebihan, gangguan pengecapan rasa/ penciuman, sering BAK malam hari, gerakan
involunter mendadak saat tidur, serta penurunan fungsi seksual.

Berdasarkan faktor risiko


Pada pasien hanya terdapat faktor risiko berupa usia tua karena usia pasien sudah
mencapai 70 tahun dan juga jenis kelamin laki -laki. Namun, faktor risiko lain seperti genetik
(pasien tidak mempunyai anggota keluarga dengan riwayat gejala yang sama), lingkungan
(pasien hanya bekerja sebagai pegawai swasta dan tidak sering terpapar dengan zat kimia
seperti herbisida dan pestisida), dan trauma tidak dijumpai pada pasien ini.

Berdasarkan Pemeriksaan
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran compos mentis, tampak sakit
sedang. Tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi pernapasan 20
x/menit, dan suhu 36,5o C.
Pada pemeriksaan di daerah wajah didapatkan ekspresi wajah yang cenderung datar dan
Myerson’s sign yang sedikit positif. Pada pasien dengan parkinsonism sering dijumpai ekspresi

29
wajah yang datar dikarenakan rigiditas pada otot lurik wajahnya, sedangkan pada tes ketuk
glabella pasien sulit menahan refleks berkedip jika diketuk pada daerah glabellanya. Pada
pemeriksaan nervus kranialis dan refleks tidak didapatkan kelainan seperti yang biasanya
dijumpai pada pasien dengan parkinsonism.
Pada pemeriksaan tonus otot tidak didapatkan cogwheel rigidity seperti yang biasanya
dijumpai pada pasien parkinsonism. Otot pasien juga tidak terjadi atrofi. Hanya saja pada
tangan kanan didapatkan pill-rolling tremor pada saat tangan istirahat dan diletakkan di paha.
Pada postur dan cara berjalan tampak gait/ cara berjalan pasien tampak khas parkinsonism yaitu
gaya berjalan yang menunduk dengan langkah pendek dan kecil. Pasien juga tampak lambat
saat bangun dari duduk, ingin duduk, dan ingin belok/memutar balik saat berjalan.

Berdasarkan penatalaksanaan
Pada kasus ini, pasien mendapatkan pengobatan berupa Sifrol / Pramipexole
merupakan suatu agonis dopamin, Leparson yang berisi Levodopa 100 mg dan Benserazide
HCL 28,5 mg, dan THP/Hexymer yang merupakan obat golongan antikolinergik. Hal ini sesuai
dengan algoritme tatalaksana terapi parkinson dimana pasien yang mempunyai ganguan
fungsional dengan tremor sebagai gejala utama dan usia diatas 60 tahun dapat diberikan terapi
dengan Levodopa. Akan tetapi, setelah menjalani terapi selama 2 tahun, gejala tremor pasien
masih ada, maka pasien dapat diberikan pilihan terapi berupa agonis dopamin (dalam kasus ini
adalah Pramipexole) bersamaan dengan Levodopa (Leparson). Selain 2 obat di atas, dalam
algoritma tatalaksana juga disebutkan, pasien juga dapat diberikan tambahan antikolinergik,
yang diberikan juga dalam kasus ini berupa THP/Hexymer. Jika gejala diskinesia masih
dominan, pembedahan mungkin menjadi pertimbangan.

Berdasarkan Prognosis
Pada pasien dalam kasus ini, prognosis ad vitam adalah bonam karena pasien dapat
tetap dalam menjalankan proses kehidupan dengan baik serta penyakitnya tidak mengancam
nyawa. Prognosis Ad fungsionam, dubia, dikarenakan adanya gejala seperti tremor, rigiditasi
dan bradikinesia sehingga pekerjaannya sehari – hari dapat terganggu, terbukti dengan keluhan
pasien yang sudah tidak dapat menulis dan bertanda tangan seperti dulu. Ad sanationam, ad
malam, karena parkinson merupakan penyakit degeneratif yang progresif dan bertambah
seiring dengan usia sehingga kemungkinan kesembuhan/ bebas dari penyakit tersebut sangat
kecil.

30
Selain itu, menurut staging Hoehn dan Yahr dapat dimasukkan ke dalam stadium 1
karena gejala tremor pada pasien ini unilateral. Namun, karena sudah didapatkan gejala aksial
seperti hilang/menurunnya ekspresi wajah/masking face, tampak postur khas parkinson serta
adanya gangguan gerak berupa bradikinesia pasien lebih cocok dimasukkan ke stadium 1,5
dimana adanya penyakit unilateral ditambah gangguan aksial.

31
Daftar Pustaka

1. PERDOSSI. Buku panduan tatalaksana penyakit parkinson dan gangguan gerak lainnya.
2013.h.7-57.
2. PERDOSSI. Konsensus tatalaksana penyakit parkinson. Surabaya: Pusat Penerbitan FK
UNAIR; 2003.h. 6-17
3. Bertoni, etl al. Increased Melanoma Risk in Parkinson Disease. Arch Neurol.
2010;67(3):347-352
4. Anindhita T dan Wiratman W. Buku ajar neurologi. Fakultas Kedokterangbnm Universitas
Indonesia; 2017. Buku 1. h.109.
5. Fahn S. Classification of Movement Disorders. Mov Disord 2011; 26(6)
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2014.h. 63.
7. Chen et al.. Rest tremor revisited: Parkinson’s disease and other disorders. Translational
Neurodegeneration 2017 6:16.
8. Larson PS. Deep Brain Stimulation for Movement Disorders. The American Society for
Experimental NeuroTherapeutics. 2014.

32

Anda mungkin juga menyukai