Disusun oleh:
IDENTITAS PASIEN
Nama : SJ
IDENTITAS MAHASISWA
NIPP : 2017401154
Bagian : Saraf
O/
Keadaan Umum: Cukup
Kesadaran: CM
Vital Signs:
BP = 142/91 mmHg
HR = 100 bpm
RR = 18 bpm
Pemeriksaan Fisik
Kepala&Leher:
CA -/-, NT (-), massa (-)
Thorax: DBN
Abdomen: DBN
Ekstremitas: DBN
Px Neurologis
GCS: E4V5M6
Nervi Cranialis
N. I (Olfactorius):
Normal
N. II (Opticus):
Penglihatan pasien agak terasa
kabur, hemianopsia -/-,
pengenalan warna normal
N. III (Occulomotorius), N. IV
(Trochlearis), & N. VI
(Abducen):
Gerakan mata ke medial- atas-
bawah, ke medial bawah,
gerakan mata kelateral (N)
N. V (Trigeminus):
Wajah terlihat lateralisasi ke
kanan, menggigit +/+, membuka
mulut +/+, trismus -/-,
sensibilitas muka (atas, tengah,
bawah) ka=ki; , refleks
bersin&kornea tidak dilakukan.
N. VII (Facialis):
Meringis (+), menggembungkan
pipi (+), refleks glabella (-)
N.VIII(Vestibulocochlearis):
Mendengar suara gesekan jari
+/+, Tes Rinne, Weber, &
Schwabach tidak dilakukan
N. IX (Glossopharyngeus):
Gangguan menelan (-)
N. X (Vagus): Nadi reguler,
bersuara (+)
N.XI(Accessorius):memalingka
n kepala N/N, mengangkat bahu
N/N
N. XII (Hipoglossus):
Lidah lateralisasi ke kiri,
artikulasi sedikit tidak jelas,
agak pelo
Ekstremitas
Kekuatan :
Kanan Kiri
5 4
5 4
Meningeal Signs:
Kaku kuduk (-), Kernig sign (-),
Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-
), Brudzinski 3 (-), Brudzinski
4 (-)
Reflek Patologis :
Babinski (-/+)
Reflek Fisiologis
Biseps (+/+), Triseps (+/+),
Patella (+/+)
PEMECAHAN MASALAH
Penyakit yang
mendasari (Ht dan DM)
Arterosklerosis
Trombus/emboli
Perfusi jaringan
cerebral tidak adekuat
Infark/iskemik
Defisit neurologis
Parese
Munculnya rasa kebas pada telapak kaki kiri:
Komplikasi diabetes mellitus terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipoglikemia atau hiperglikemia) atau pada tahap lanjut,
akibat kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor
risiko vaskular.
Munculnya kebas pada pasien karena kerusakan pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan
metabolisme gula yang abnormal.
7. Penegakkan Diagnosis
A. Anamnesis
1) Menanyakan keluhan serta gejala-gejala sebelum dan sesudah pasien
terkena stroke kepada keluarganya.
2) Menanyakan riwayat pengobatan.
3) Menanyakan berapa lama serangan terjadi.
B. Pemeriksaan fisik
1) Memeriksa tekanan darah
2) Pemeriksaan neurologi umum awal, yaitu:
a. Derajat kesadaran
b. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c. Keparahan hemiparesis
d. Pemeriksaan Laboratorium
C. Pemeriksaan Darah Lengkap
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (Computerized Tomography Scanning)
CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minnggu dan kemudian
membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Pada kasus stroke iskemik, warna otak akan lebih banyak bewarna hitam,
sedangkan stroke hemoragik lebih banyak bewarna putih.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI lebih akurat dari pada CT Scan karena mampu mendeteksi berbagai kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil
yang tidak mungkin dijangkau dengan CT Scan. Kemudian dengan pemeriksaan MRI juga dapat membedakan 5 stage dari
perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik. Tetapi pemeriksaan dengan
alat ini mahal.
3. Cerebral Angiography
Peralatan ini dimanfaatkan untuk memindai aliran darah yang melewati pembuluh darah otak. Biasanya digunakan untuk
mendeteksi abnormalitas di dalam pembuluh darah otak yang menyempit atau tersumbat, atau adanya aneurisma maupun AVM,
atau adanya penyempitan pada pembuluh darah di otak dan mengetahui derajat penyempitannya,serta dapat mendeteksi adanya
kelainan pembuluh darah pada stroke akut akibat aneurisma atau AVM, dan beguna bila penyakit itu tidak bisa dipantau dengan
alat lain. - Carotid Ultrasound Dapat mendeteksi gangguan pembuluh darah dileher menuju otak. Biasanya dipakai untuk
memeriksa orang yang sudah terkena stroke atau berisiko tinggi terkena stroke sebagai skrinning awal.
4. EKG (Electrocardiogram)
Dapat digunakan untuk memantau denyut jantung. Alat ini bisa menggambarkan irama denyut jantung yang bisa memicu stroke
atau sebagai alat evaluasi stroke.
B. Terapi Trombolitik
Fibrinolitik yang bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk membentuk
plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian mencegah trombus. Termasuk dalam golongan
ini diantaranya streptokinase, urokinase, alteplase, anistreplase.
a. Indikasi :
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset
terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
b. Kontra Indikasi :
rtPA tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami resiko tinggi perdarahan, pasien yang menerima
antikoagulan oral (warfarin), menunjukkan atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat stroke atau
kerusakan susunan saraf pusat, hemorrhage retinopathy, sedang mengalami trauma pada external jantung (<10 hari),
arterial hipertensi yang tidak terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis, pancreatitis akut, punya
riwayat ulcerativegastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir, oesophageal varicosis, arterial aneurisms,
arterial/venous malformation, neoplasm dengan peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk
sirosis hati, portal hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar atau mengalami trauma
yang signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya riwayat cerebrovascular disease, keganasan intrakranial,
arteriovenous malformation, pendarahan internal aktif.
c. Dosis :
Dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara infusi selama 60 menit dan 10% dari total
dosis diberikan secara bolus selama 1 menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis 0,9mg/kg) secara iv bolus
selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg) sebagai kelanjutan infus selama lebih dari 60
menit. Heparin tidak boleh dimulai selama 24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.
d. Efek Samping :
1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat (demam), dermatologi (memerah(1%)),
gastrointestinal (perdarahan saluran cerna(5%), mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan
minor (7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial (0,4% sampai 0,87%, jika dosis ≤
100mg)
A. Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler.
Agen antiplatelet dapat diberikan melalui oral maupun intravena. Pemberian agen antiplatelet oral dapat diberikan
secara tunggal maupun kombinasi. Contoh antiplatelet yang digunakan pada terapi pasien stroke adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin dan klopidogrel. Aspirin bekerja dengan cara menghambat sikloksigenase melalui penurunan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong tromboxane A2. Dosis yang digunakan beragam, suatu
penelitian yang dilakukan di Eropa (ESPS) memakai dosis aspirin 975 mg/ hari dengan dipiridamol 225 mg/hari
menunjukkan hasil yang efikasius. Dipiridamol merupakan phosphodiester inhibitor, menurunkan agregasi platelet
dengan menaikkan kadar cAMP dan cGMP dalam platelet.
Obat ini tidak lebih unggul jika diberikan tunggal dibandingkan aspirin, sehingga obat ini sering diberikan
secara kombinasi dengan aspirin. Pasien yang tidak tahan menggunakan aspirin dapat diberikan terapi menggunakan
tiklopidin atau klopidogrel. Obat ini bekerja dengan cara menghambat aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen- platelet yang
diperantai oleh ADP dan antar aksi platelet-platelet.
B. Terapi Antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fungsi beberapa
faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Antikoagulan yang bekerja langsung
b) antikoagulan yang bekerja tidak langsung, yang terdiri dari derivat kumarin misalnya ; dikumarol dan warfarin
C. Terapi Komplikasi
1) Antiedema : larutan Manitol 20%
2) Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi
3) Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
D. Penatalaksanaan Faktor Risiko
1) Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
2) Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
3) Antidislipidemi : atas indikasi.
E. Terapi Non Medikamentosa
i. Operatif
ii. Phlebotomi
iii. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
iv. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
v. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).
Daftar Pustaka
Brandon M, Mtthew and E Safdieh, Joseph. 2009. Ischemic stroke : Pathophysiology and Principle of Localization.