Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
UMUM
Telah kita maklumi dan sadari bersama bahwa suatu perencanaan senantiasa berkaitan
dengan tujuan masa depan. Mengingat masa depan itu senantiasa berubah dan tidak menentu,
maka suatu perencanaan harus benar-benar cermat dan matang. Maka untuk perencanaan
sumber daya manusia diperlukanlah kecermatan yang maksimal, karena bersangkutan dengan
harkat dan hajat hidup manusia. Dalam hubungan ini Drs. Yudo Swasono MA, dalam salah
satu artikelnya tentang “Perencanaan Tenaga Kerja di Indonesia”, mengatakan bahwa suatu
perencanaan tenaga kerja mengandung implikasi dan hal pokok sebagai berikut :
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, perencanaan pendiidkan dan latihan
memegang peranan penting dan sekaligus juga menjadi bagian dari perencanaan tenaga
kerja.dalam hal ini jelas lagi apabila kita perhatikan Tujuan perencanaan tenaga kerja berikut:
Umum
Dengan pengadaan tenaga kerja dimaksudkan: Upaya untuk memperoleh jumlah dan
jenis tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan guna
mencapai tujuan organisasi. Fungsi ini terutama menyangkut tentang penentuan kebutuhan
tenaga kerja dan penarikannya, seleksi dan penempatannya.
Menentukan kebutuhan tenaga kerja, menyangkut jumlah maupun mutu tenaga kerja,
sedangkan seleksi dan penempatan menyangkut masalah memilih dan menarik tenaga kerja,
pembahasan formulir lamaran, tes psikologi dan wawancara. Pada berbagai unit organisasi
yang besar, fungsi pengadaan tenaga kerja ini biasanya didelegasikan kepada para ahli bagian
personalia, sedangkan untuk unit organisasi yang kecil seringkali cukup ditangani oleh
pimpinan unit yang bersangkutan. Untuk pelaksanaan fungsi ini perlu terlebih dahulu
ditentukan:
a. Kualitas/mutu tenaga kerja yang diinginkan sesuai persyaratan jabatan yang ada
b. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
Kedua hal di atas bersifat “overall”, sehingga diperlukan adanya koordinasi, sinkronasi dan
kerja sama dari setiap eselon dalam organisasi yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian
keterpaduan perencanaan pengadaan tenaga kerja dalam organisasi tersebut tercapai. Untuk
kemungkinan menentukan kuantitas dan kulitas tenaga kerja yang dibutuhkan tersebut,
terlebih dahulu perlu diketahui sifat dan kondisi pekerjaan/jabatan yang memerlukan tenaga
kerja termaksud.dengan kata lain diperlukan adanya Job analysis atau analisa jabatan.
Proses pengadaan tenaga kerja (recruitment) tersebut, tentunya tidak lepas dari adanya
Perencanaan Sumber Daya Manusia (Human Resource Planning) maupun adanya permintaan
yang bersifat khusus dari para manajer (Spesific Request of Managers) di mana dalam
mewujudka perlu adanya “action plans” yang jelas dan tegas, yang akhirnya “membuka
kesempatan kerja”. Kualitas yang bagaimana dan sejumlah berapa orang tenaga kerja
diperlukan , di sinilah diperlukan adanya analisa jabatan ataupun analisa kerja, yang akan
menentukan permintaan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan (Job Requirements).
Pengisian lowongan kerja tersebut dapat dilakukan dari dalam (Internal) ataupun di luar
(Eksternal) perusahaan. Kesemuanya dimaksudkan untuk dapat mencapai jumlah recruits
(calon tenaga kerja yang akan ditarik) sesuai persyaratan untuk keperluan seleksi selanjutnya.
Analisa Jabatan
Pada dasarnya, analisa jabatan atau job analysis merupakan suatu proses untuk
membuat uraian pekerjaan sedemikian rupa, sehingga dari uraian tersebut dapat diperoleh
keterangan-keterangan yang perlu untuk dapat menilai jabatan itu guna suatu keperluan.
Analisa jabatan atau job analysis dapat dibedakan dalam 4 jenis sebagai berikut:
“Job analysis for personnel specifications” bertujuan untuk menentukan syarat mental
yang dibutuhkan dari seseorang untuk dapat sukses memangku suatu jabatan tertentu.
Sedangkan “Job analysis for training purposes”, bertujuan untuk menentukan langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam mengajarkan sesuatu pekerjaan kepada tenaga kerja baru
(untuk keperluan latihan dan pedidikan). “Job analysis for setting rates”, bertujuan untuk
menentukan nilai masing-masing jabatan suatu organisasi, sehingga dengan demikian dapat
ditentukan tingkat upah masing-masing secara adil. “Job analysis method improvements”,
ditunjukan untuk mempermudah cara bekerja tenaga kerja pada suatu jabatan tertentu.
Manfaat Analisa Jabatan
Analisa jabatan pada dasarnya merupakan alat bagi pimpinan organisasi dalam
memecahkan masalah ketenagakerjaan secara manusiawi. Analisa jabatan dapat
memberikann manfaat dalam banyak hal, antara lain:
Untuk mendidik dan/atau melatih seorang calon tenaga kerja untuk memangku
jabatan tertentu, terlebih dahulu diketahui keahlian khusus yang dibutuhkan. Job analysis
dapat pula memberikan manfaat pada perbaikan-perbaikan syarat pekejaan. Suatu
perencanaan organisasi dalam suatu satuan organisasi, akan lebih mudah dikerjakan, apabila
telah diketahui dengan tepat dan jelas batasan masing-masing jabatan dan hubungan jabatan
yang satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan demikian dapat dihindarkan “duplikasi
tugas” dalam suatu organisasi.
Ada beberapa prinsip yang perlu sekali mendapatkan perhatian dalam menganalisa
jabatan, antara lain sebagai berikut:
a. Analisa jabatan harus memberikan semua fakta yang penting, yang ada hubungannya
dengan jabatan yang bersangkutan. Fakta-fakta yang penting tergantung pada “untuk
tujuan apa” hasil analisa akan dipergunakan.
b. Analisa jabatan tunggal harus dapat memberikan fakta-fakta yang dapat diperlukan untuk
bermacam-macam tujuan. Apabila untuk masing-masing tujuan dibuat analisa jabatan
tersendiri, maka hal ini akan memakan biaya yang besar.
c. Analisa jabatan harus sering ditinjau kembali dan apabila perlu diperbaiki. Dalam
organisasi-organisasi yang besar jabatan-jabatan itu tidaklah statis, namun sering terjadi
perubahan, baik mengenai proses, metode, alat maupun aspek-aspek lainnya. Bahkan
dapat dikatakan bahwa analisa jabatan tersebut merupakan program yang terus menerus
(kontinyu) dalam organisasi yang besar.
d. Analisa jabatan harus dapat menunjukkan unsur-unsur jabatan mana yang paling penting
di antara beberapa unsur jabatan dalam tiap jabatan. Kadang-kadang jabatan itu
mengandung beberapa unsur jabatan yang penting.
e. Analisa jabatan harus dapat memberikan informasi yang teliti dan dapat dipercaya. Untuk
menentukan data yang demikian itu memerlukan pelayanan-pelayanan daripada ahli
dalam analisa jabatan (job Analysis). Ada 4 macam informasi yang merupakan dasar bagi
analisa jabatan:
1. Analisa jabatan memberikan gambaran umum tentang unsur-unsur jabatan yang
dilakukan dalam jabatan.
2. Analisa jabatan mencatat syarat-syarat perorangan yang penting untuk masing-masing
jabatan.
3. Analisa jabatan mencatat tanggung jawab dari pemegang jabatan.
4. Analisa jabatan mencatat beberapa kondisi kerja yang penting.
Beberapa metode kiranya perlu diketahui dalam rangka menganalisa suatu jabatan,
antara lain sebagai berikut:
Disamping itu masih dapat pula ditambah dengan berbagai informasi yang biasanya
terdapat dalam dokumen-dokumen yang bersangkutan dengan jabatan tersebut.
Dalam melaksanakan analisa jabatan, sikap yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
Deskripsi Jabatan
Pada dasarnya deskripsi jabatan merupakan hasil pertama yang diperoleh dari proses
analisa jabatan yang telah diuraikan sebelumnya. Deskripsi jabatan harus menunjukkan
keteraturan yang sistematis dan logis dari berbagai tugas dan kewajiban yang harus
dilaksanakan sesuai jabatan tertentu. Dengan demikian maka suatu deskripsi jabatan harus
mudah dimengerti dan dipahami serta dihayati. Pokok-pokok isi suatu deskripsi jabatan (Job
Description) tersebut dapat berwujud sebagai berikut:
a. Indetifikasi jabatan.
b. Ringkasan jabatan.
c. Tugas yang dilaksanakan.
d. Pengawasan yang diberikan dan yang diterima.
e. Hubungan dengan jabatan-jabatan lain.
f. Bahan-bahan, alat-alat dan mesin-mesin yang dipergunakan.
g. Kondisi kerja.
h. Penjelasan istilah-istilah yang tidak lazim.
i. Komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas.
“Deskripsi jabatan adalah: catatan yang sistematis dan teratur tentang tugas dan
tanggung-jawab suatu jabatan, yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan apa,
bagaimana, mengapa, kapan dan dimana suatu pekerjaan dilaksanakan”.
Spesifikasi Jabatan
Dengan kejelasan dan kelengkapan data tentang “job description” atau deskripsi
jabatan tersebut diatas, maka permasalahan lanjutannya, yakni: siapa yang akan memangku
jabatan tersebut. Dengan kata lain: kualifikasi personel yang bagaimana seharusnya
memangku jabatan tersebut? Berapa lama pengalaman yang diperlukan? Seluruh jawaban
pertanyaan tersebut kemudian disusun menjadi apa yang disebut: “Spesifikasi-Jabatan” atau
“Job Specification”.
Dengan demikian jelaskan bahwa titik berat suatu spesifikasi jabatan adalah pada
syarat-syarat yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan beban dan tanggung jawab jabatan tersebut. Pada umumnya,
suatu spesifikasi jabatan mengandung hal-hal sebagai berikut:
a. Identifikasi Jabatan:
1. Nama.
2. Kode.
3. Bagian.
b. Persyaratan Kerja:
1. Pendidikan.
2. Tingkat kecerdasan minimum yang diperlukan.
3. Pengalaman yang diperlukan.
4. Pengetahuan dan keterampilan.
5. Persyaratan fisik.
6. Status perkawinan.
7. Jenis kelamin.
8. Usia.
9. Kewarganegaraan.
10. Kualifikasi emosi.
11. Kemampuan-kemampuan khusus dan sebagainya.
Dengan hal-hal tersebut diatas, suatu unit organisasi dapat menggunakan sebagai
pedoman untuk menarik tenaga kerja, latihan, pendidikan dan pengembangannya lebih lanjut.
Standar personalia
Setiap upaya analisa jabatan pasti pada akhirnya berkaitan dengan persyaratan
kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan atau pekerjaan yang
dianalisa tersebut. Karena itu, maka standar personalia sebagai pembanding, harus terlebih
dahulu ditentukan.
Standar ini merupakan persyaratan minimum harus dipenuhi agar seseorang
pekerja/pegawai/karyawan dapat menjalankan pekerjaanya dengan baik. Penentu mutu ini,
menurut Drs. Heidjrachman cs dalam bukunya “Manajemen Personalia”, akan menyangkut:
a. Rancangan jabatan.
b. Studi terhadap tugas dan kewajiban suatu jabatan untuk menentukan kemampuan
karyawan yang diperlukan bagi jabatan tersebut (sebagaimana telah diuraikan di atas).
Dengan demikian standar personel harus ditentukan, untuk mempermudah langkah-
langkah berikutnya yakni: penarikan, seleksi, latihan dan sebagainya. Penentuan standar
personalia ini sangat berkaitan erat dengan “spesifikasi jabatan”. Keeratan hubungan antara
standar personel yang dibutuhkan dengan job specification sangat penting untuk dipahami,
karena berhasil tidaknya pemangku jabatan yang bersangkutan melakukan tugas-tugasnya,
dipengaruhi benar oleh ada tidaknya persamaan antara kualifikasi pejabat ataupun karyawan
tersebut (standar personel) dengan job specification (spesifikasi jabatan).
Spesifikasi jabatan dengan demikian, merupakan hasil yang diperoleh dari, suatu
deskripsi jabatan, yang menjelaskan karakteristik dari karyawan/pejabat yang dibutuhkan
untuk memangku suatu jabatan tertentu, yang didasarkan atas suatu kualifikasi tertentu yang
bersifat “standar” (menurut suatu ukuran tertentu).
Suatu contoh “standar personel” bagi seorang calon manajer untuk dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik yakni calon manajer yang misalnya antara lain
memiliki:
a. Taraf “Intelligence” yang setingkat sarjana.
b. “Leadership Ability” yang mantap.
c. “Comumunication Ability” yang efektif.
d. “Moral Virtues” yang tinggi.
e. “Good Judgement”
f. Kaya akan “Initiative”
Sifat-sifat tersebut di atas merupakan sifat yang sangat berperan untuk berhasilnya
pemimpin melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sehingga dapat dipergunakan sebagai
“standarisasi sifat” seorang calon manajer, sehingga terwujudlah suatu “standar personel
manajer”.
Seorang tokoh dalam ilmu manajemen bernama Peter Drucker beranggapan bahwa
salah satu sifat hakiki dari seorang manajer dalah kesempurnaa watak atau “integrity”. Dalam
mengangkat orang untuk kedudukan-kedudukan pucuk pimpinan, kesempurnaan tersebut
harus dititikberatkan. Sesungguhnya tiada seorang pun harus diangkat, kecuali jika
manajemen bersedia untuk menggunakan orang itu sebagai contoh semua bawahannya.
Selanjutnya Urwick mengutip pendapat dari Marsekal Sir William Slim yang
mengatakan bahwa pada manusia yang dapat memimpin orang lain dengan berhasil, terdapat
5 (lima) sifat hakiki:
a. Kebenaran.
b. Kemauan.
c. Pikiran yang fleksibel.
d. Pengetahuan.
e. Kesempurnaan watak (hal yang membuat orang lain hormat dan percaya!).
a. Peramal Kebutuhan
Kalau organisasi tersebut berupa suatu perusahaan misalnya, maka banyak
sedikitnya masing-masing jenis karyawan yang diperlukan, akan tergantung pada prospek
ekonomi perusahaannya dan kebijaksanaan perusahaan dalam melakukan investasi
peralatan/mesin-mesin yang akan dipergunakan dalam proses produksi.
Dalam hal ini, untuk meramalkan kebutuhan akan tenaga kerja, umunya dimulai
dengan peramalan penjualan produk yang akan dihasilkan nanti, kemudian dilanjutkan
dengan langkah-langkah berikut secara konsisten. Urutannya adalah sebagai berikut:
1. Ramalan Penjualan.
2. Rencana Produksi (Program Produksi dan Pengendaliannya).
3. Rencana Penjualan yang harus dicapai.
4. Penentuan Kebutuhan Karyawan.
“Turnover” yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan
bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara
pembinaannya.
Umum
a. Dari mana dan bagaimana dapat memperoleh orang-orang seperti yang dipersyaratkan
tersebut.
b. Berapa jumlah dari jenis tenaga yang diperlukan tersebut.
Pada umumnya sumber tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu organisasi, diperoleh
dari 2 (dua) sumber, yakni: sumber dari dalam organisasi dan sumber dari luar organisasi.
Masing-masing sumber tentunya memiliki kelebihan maupun kelemahan. Namun setiap
organiasi yang membutuhkan tenaga kerja harus aktif dan berupaya secara baik, efektif dan
seefisien mungkin.
5. Iklan/ Advertensi
Penarikan tenaga kerja melalui iklan/advertensi merupakan hal yang umum
dilaksanakan di berbagai negara atau di manapun terjadi kebutuhan tenaga kerja. Memang
benar bahwa dengan cara ini akan mudah diperoleh calon tenaga kerja yang cukup
banyak sehingga memperlonggar kemungkinan memilih yang terbaik. Drs. Manullang
menyebut dalam bukunya adanya 2 macam advertensi:
a. “Blind advertisement”, yakni dalam advertensi tersebut, tidak disebutkan perusahaan
mana yang membutuhkan tenaga kerja.
b. “Open Advertisement”, yakni yang jelas-jelas menyebut perusahaan mana yang
membutuhkan tenaga kerja.
6. Sumber-sumber Lain
Sumber lain ini, menurut Drs Manullang antara lain adalah:
a. Lingkungan pertanian (pada musim paceklik dan sebagainya).
b. Imigrasi/imigran (dari luar negeri maupun dari desa ke kota).
c. Organisasi-organisasi tertentu (organisasi buruh, veteran dan sebagainya).
Yang cukup menyulitkan pilihan tersebut adalah masalah penilaian atau pengukuran
terhadap kemampuan psikologis pelamar. Meskipun sukar toh tetap harus kita tempuh,
karena keberhasilan penilaian kemampuan psikologis tersebut akan sangat membantu
organisasi memperoleh tenaga yang dibutuhkan secara tepat. Hal-hal inilah yang justru akan
dapat memajukan organisasi di masa berikutnya. Oleh karena itu membuat suatu pola
prosedur pengadaan tenaga kerja amat penting artinya, meskipun sementara ahli tidak setuju
adanya pola prosedur tersebut, karena ketidaksamaan kuantitas dan kualitas kebutuhan tenaga
kerja bagi masing-masing organisasi. Namun, kiranya tidak salah apabila ada suatu kerangka
dasar (yang mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut) tentang prosedur pengadaan tenaga
kerja yang bersifat umum, sehingga dapat digunakan sebagai pola umum pengadaan tenaga
kerja tersebut.
Untuk membuat prosedur demikian itu memang tepat kalau terlebih dahulu kita
penuhi 3 kebutuhan sebagai berikut:
a. Kewenangan untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan dengan cara analisa beban
kerja dan analisa angkatan kerja.
b. Adanya standar personalia sebagai pembanding, yang diperoleh dari analisa jabatan
sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
c. Adanya pelamar yang akan kita pilih.
Dengan demikian, maka suatu prosedur pengadaan tenaga kerja pada dasarnya merupakan
serangkaian metode untuk memperoleh informasi yang lengkap dari pelamar, melalui
berbagai langkah yang kronologis dan sistematis (mulai dari program penarikan tenaga kerja
sampai dengan berhasil menyelesaikan dengan baik tes kesehatan sehingga dapat diterima
dalam organisasi yang bersangkutan).
Setelah mengetahui berbagai sumber dan prosedur yang harus kita tempuh perlu pula
kita pahami adanya berbagai variabel penarikan tenaga kerja yang perlu kita pertimbangkan.
Variabel-variabel penting tersebut menurut Drs. Heidjrachman Ranupandojo antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh kebijaksanaan penarikan terhadap sikap dan tindakan para karyawan.
Kebijaksaaan mengutamakan karyawan yang sudah ada perlu dipirkirkan, apabila ini
akan meningkatkan moral karyawan.
b. Tingkat spesialisasi yang diinginkan dari para karyawan. Pada berbagai perusahaan
sumber utama karyawan yang mempunyai keterampilan tinggi, biasanya berasal dari
karyawan yang sudah ada dengan ditambah latihan khusus.
c. Partisipasi yang diinginkan para karyawan. Karyawan baru yang masih asing dengan
keadaan perusahaan baik produk atau prosesnya, biasanya agak susah untuk diajak
berpartisipasi.
d. Diterimanya prinsip senioritas. Apabila dalam perusahaan dianut prinsip senioritas, maka
perusahaan akan menganut kebijaksanaan promosi dari dalam.
e. Mobilitas manajer. Dalam berbagai perusahaan promosi dari dalam merupakan “hadiah”
yang menyenangkan. Tetapi sering terjadi bahwa suatu jabatan, tidak dapat begitu saja
diisi oleh karyawan yang sudah ada, sebab adanya keterbatasan keterampilan masing-
masing jabatan.
Disamping itu perlu diperhatikan pula bahwa sewaktu menarik tenaga kerja baru, pihak
manajemen (“management team”) harus mempertimbangkan keadaaan pasar tenaga kerja.
Dari pasar tenaga kerja itulah dapat diketahui: Keterampilan tenaga kerja yang tersedia,
kondisi perekonomian di dalam pasar tenaga kerja, menarik tidaknya suatu perusahaan dan
sebagainya.
UMUM
Dengan istilah “seleksi” dimaksudkan “pemilihan tenaga kerja” yang sudah tersedia.
Suatu seleksi pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi
syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan deskripsi jabatan yang ada dan/atau sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Untuk itu perlu sekali ditetapkan adanya dasar kebijakan dalam
seleksi tersebut, sehingga ada landasan yang kuat untuk mencapai hasil penarikan tenaga
kerja yang sebaik-baiknya. Setelah seleksi berhasil menetapkan jumlah tenaga kerja disertai
dengan kualitas yang sesuai, maka perlu langkah “orientasi” atau “induksi” begitu tenaga
kerja baru diterima sebagai karyawan/pegawai baru dari organisasi yang bersangkutan.
Tujuan Seleksi
Dasar Kebijaksanaan
Pada dasarnya proses seleksi ini melibatkan serangkaian tahap yang menambah
kompleksitas dan waktu sebelum keputusan pengadaan personalia diambil. Sehingga dapat
dikatakan bahwa proses seleksi ini merupakan serangkaian langkah kegiatan yang digunakan
untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak. Langkah-langkah tersebut mencakup
pemaduan kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan organisasi. Fungsi penarikan dan seleksi
ini di banyak organisasi umumnya digabung sebagai “Employment Function” dari
Departemen Personalia. Suatu analisa jabatan, perencanaan sumber daya manusia dan
perbaikan dilakukan terutama untuk keperluan membantu seleksi personalia. Ini berarti
bahwa ketidaktepatan pelaksanaan proses seleksi, membuat tidak berartinya langkah-langkah
analisa jabatan, perencanaan sumber daya manusia dan penarikan tenaga kerja tersebut di
atas. Dengan demikian maka pelaksanaan proses seleksi harus dilaksanakan dengan cara yang
efesien dan efektif untuk memungkinkan diperolehnya tenaga kerja yang sebaik-baiknya
yang sesuai rencana. Hal-hal itulah tidak lain yang merupakan dasar kebijaksanaan yang
harus kita pegang dalam proses seleksi.
Proses seleksi tergantung pada tiga masukan yang akan sangat menentukan efektivitas
proses seleksi, yakni:
a. Analisa Jabatan
Informasi tentang analisa jabatan memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan
standar-standar prestasi yang disyaratkan untuk setiap jabatan.
b. Rencana-rencana Sumber Daya Manusia
Rencana ini memberi informasi kepada manajer personalia bahwa ada lowongan
pekerjaan.
c. Penarikan
Langkah penarikan diperlukan agar manajer personalia mendapatkan sejumlah orang/
pelamar yang akan terpilih.
Menurut Drs. T. Hani Handoko dalam bukunya “Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia”, dikemukakan bahwa disamping ketiga masukan penting tersebut di atas, seorang
manajer personalia harus menghadapi paling tidak tiga tantangan yakni: tantangan suplai,
ethis, dan organisasional. Berbagai tantangan ini juga sering menjadi kendala proses seleksi,
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tantangan Suplai
Dalam kenyataannya, banyak lowongan jabatan, seperti kebutuhan manajer
profesional sekarang ini, sangat sulit dipenuhi. Keterbatasan suplai ini dapat diukur
dengan rasio seleksi, yang pada dasarnya merupakan hubungan antara jumlah pelamar
yang diterima dan jumlah total pelamar yang tersedia.
Bila rasio seleksi kecil, misalnya 1: 2, berarti hanya ada sedikit pelamar yang
tersedia untuk dipilih. Dalam banyak kasu, rasio seleksi kecil juga mencerminkan
rendahnya kualitas penarikan.
b. Tantangan Ethis
Hal semacam ini memang merupakan salah satu tantangan bagi manajer
personalia maupun para manajer organisasi lainnya dalam pengadaan sumber daya
manusia. Keputusan-keputusan seleksi sangat dipengaruhi oleh etika mereka. Penerimaan
karyawan baru karena hubunga keluarga, pemberian komosi dari kantor penempatan
tenaga kerja, atau karena suap, semuanya merupakan tantangan bagi pengelola organisasi.
Bila standar-standar ethis ini dilanggar, karyawan baru mungkin dipilih secara tidak tepat.
c. Tantangan Organisasional
Proses seleksi bukan merupakan tujuan akhir, tetapi merupakan prasarana dengan mana
organisasi berupaya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasarannya. Secara ilmiah
organisasi menghadapi keterbatasan seperti anggaran atau sumber daya lainnya yang
mungkin akan membatasi proses seleksi. Di samping itu, berbagai strategi, kebijaksanaan
dan taktik organisasi, juga merupakan batasan-batasan. Misalnya: kebijaksanaan
organisasi untuk memilih calon karyawan laki-laki dibanding wanita, meskipun tidak
tertulis, akan menghambat proses seleksi yang wajar.
Umum
Bahwa tenaga kerja yang diterima adalah pelamar yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tergambar dalam spesifikasi jabatan atau job spesification. Menurut Drs. Manullang, pada
umumnya beberapa kulaifikasi berikut ini mendasari atau menjadi dasar dalam proses seleksi,
yakni:
a. Keahlian.
b. Pengalaman.
c. Umur.
d. Jenis kelamin.
e. Pendidikan.
f. Keadaan fisik
g. Tampang.
h. Bakat.
i. Temparemen.
j. Karakter.
a. Keahlian
Dasar “keahlian” ini merupakan salah satu kualifikasi yang utama yang menjadi dasar
dalam proses seleksi, kecuali bagi jabatan yang tidak memerlukan keahlian sebagaimana
dimaksud.
Penggolongan keahlian dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Technical Skill
b. Human Skill.
c. Conceptual Skill.
“Technical Skill” merupakan jenis keahlian yang utama yang harus dimiliki oleh para
pegawai pelaksana, sedangkan “Human Skill” merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh
mereka yang akan memimpin beberapa orang bawahan atau lebih. “Conceptual Skill”
merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh mereka yang akan memangku jabatan pucuk
pimpinan, sebagai figur yang harus mampu mengkoordinir aktivitas-aktivitas utama dalam
organisasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
b. Pengalaman
c. Umur
Mereka yang memiliki usia lanjut, tenaga fisiknya relatif terbatas, meskipun
mereka ini pada umunya banyak pengalaman, karena pengalaman juga berkaitan erat
dengan umur. Sebaliknya mereka yang berusia muda, mungkin memiliki vitalitas fisik
yang cukup baik, “labour turnover” pada mereka telatif lebih besar, namun umumnya rasa
tanggung jawabnya relatif agak kurang, dibanding yang usia agak lanjut. Karena itu yang
terbaik adalah pelamar-pelamar yang berusia sedang, atau + 30 tahun, dengan kualitas-
kualitas yang disesuaikan dengan keperluan organisasi yang bersangkutan.
Namun demikian, ada juga hasil survei di Amerika Serikat terhadap mereka yang
usia lanjut, ternyata 93% sama baiknya dengan yang usia muda. Mereka yang berusia
lanjut umunya: lebih bertanggung jawab, lebih disiplin, lebih tertib, lebih teliti, labih
berhati-hati, lebih bermoral dan lebih berbakti daripada yang berusia muda.
d. Jenis Kelamin
Jabatan-jabatan tersebut ada yang memang dikhususkan untuk pria, ada juga yang
khusus untuk wanita, tetapi banyak juga yang terbuka untuk kedua jenis kelamin tersebut.
Dalam hal tersebut, maka perlu penanggung jawab sumber daya manusia dalam masing-
masing organisasi yang bersangkutan, memperhatikan perundang-undangan sosial yang
berlaku. Sebagai contoh, perundang-undangan sosial melarang setiap perusahaan
mempekerjakan wanita di pertambangan, demikian pula wanita tidak boleh dipekerjakan
pada malam hari, kecuali perawat kesehatan di rumah sakit.
e. Pendidikan
f. Keadaaan Fisik
Kondisi fisik seseorang pelamar kerja, turut memegang peranan penting dalam
proses seleksi. Sebab bagaimanapun juga suatu organisasi secara optimal akan senantiasa
ingin memperoleh tenaga kerja yang:
a. Sehat jasmani dan rohani.
b. Postur tubuh yang cukup baik, terutama untuk jabatan-jabatan tertentu.
Bagi pelamar yang memiliki keadaan fisik yang baik, jelas lebih beruntung dalam proses
seleksi. Tentunya, juga tetap dengan memperhatikan faktor-faktor lain lagi.
g. Tampang
Kalau orang barat menyebut “personal appearance”, yakni tampak seseorang dihadapan
orang lain, atau yang tampak pada orang lain. Menurut Drs. Manullang, dalam jabatan-
jabatan tertentu, tampang itu juga merupakan salah satu kualifikasi yang menentukan
berhasil tidaknya seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya: tugas sebagai
pramugari, pelayan toko, hubungan masyarakat, dan sebagainya. Pada umumnya
persyaratan “tambang” ini merupakan kualifikasi tambahan, meskipun memang penting
untuk dipertimbangkan dalam seleksi, terutama dalam jabatan-jabatan tertentu.
h. Bakat
Bakat ini dapat nampak pada tes-tes, baik fisik maupun psikologis. Dengan tes-tes
tersebut dapat diketahui bakat-bakat yang tersembunyi, yang suatu saat dapat
dikembangkan. Tersembunyinya bakat karena masih merupakan benih yang belum
dikembangkan.
i. Temperamen
Temperamen di sini adalah pembawaan seseorang yang tidak dapat dipengaruhi
oleh pendidikan, yang berhubungan langsung dengan “emosi” seseorang. Menurut Drs.
Manullang, temperamen itu merupakan sifat yang mempunyai dasar bersumber pada
faktorfaktor dalam jasmani bagian dalam, ia ditimbulkan oleh proses-proses biokimia.
Temperamen seseorang itu bermacam-macam sebagai berikut:
a. Periang.
b. Tenang dan tenteram.
c. Bersemangat.
d. Pemarah.
e. Pemurung.
f. Pesimis dan sebagainya.
j. Karakter
Karakter ini berbeda dengan temperamen tersebut di atas, meskipun ada hubungan
yang erat antara keduanya. Temperamen adalah faktor “endogen” sedangkan karakter
adalah faktor “exogen”. Suatu karakter seseorang dapat diubah melalui pendidikan,
sedang temperamen tidak dapat diubah.
Umum
Kedua cara ini dipakai di pelbagai negara, hanya saja kalau di negara-negara maju pada
umumnya sudah banyak menggunakan cara seleksi berdasar ilmu pengetahuan (ilmiah),
sedangkan di negara-negara berkembang masih banyak menggunakan cara yang kedua
(nonilmiah), meskipun cara pertama juga mulai digunakan.
Cara Ilmiah
cara seleksi berdasarkan ilmu pengetahuan atau cara ilmiah adalah cara seleksi yang
mendasarkan pada data yang diperoleh dari job specification.
Disamping itu data yang bersifat nonilmiah berikut ini juga masih dipertimbangkan
dalam proses seleksi ilmiah:
a. Surat lamaran (bermaterai/tidak).
b. Ijazah sekolah dan daftar nilai.
c. Surat keterangan pekerjaan atau pengalaman.
d. Wawancara langsung.
e. Referensi/rekomendasi dari pihak yang dapat dipercaya.
Hanya perlu diperhatikan bahwa kelima sumber data tersebut di atas masih terdapat
banyak kelemahan, yakni tercapainya obyektivitas yang prima daripadanya belum tentu dapat
diandalkan.
Cara Nonilmiah
Bahan pertimbangan cara seleksi nonilmiah ini pada umunya adalah data-data sebagaimana
tersebut di atas, mulai dari surat lamaran sampai dengan referensi/rekomendasi dari pihak
yang dapat dipercaya. Cara nonilmiah ini di samping didasarkan pada 5 data tadi, sering
ditambah dengan faktor-faktor lain seperti:
Interviu
Interviu atau wawancara lazim digunakan dalam proses seleksi calon pegawai atau calon
karyawan. Dalam suatu survai yang diadakan di Amerika Serikat, rupanya dari 628
perusahaan yang diminta pendapatannya, 99% menyatakan mengikutsertakan cara interviu
dalam proses seleksi pegawai yang mereka lakukan. Interviu atau wawancara bagaimanapun
juga memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain menurut Drs. Manullang adalah sebagai
berikut:
Interviu Berencana
a. Orang yang bertugas menginterviu bekerja atas dasar kualifikasi definitif yang tercantum
dalam job specification.
b. Ia mengetahui pertanyaan apa yang akan diajukannya kepada calon dan sudah disusun
terlebih dahulu dengan kata-kata yang mudah dimengerti.
c. Orang yang bertugas menginterviu telah mendapatkan latihan dalam bentuk teknik
menginterviu.
d. Orang yang bertugas menginterviu memiliki sifat-sifat obyektif, dalam
menginterprestasikan dan menilai keterangan-keterangan yang diperoleh dari si calon.
e. Orang yang bertugas menginterviu sudah mendapatkan data-data terlebih dahulu baik
dengan telepon maupun dari laporan-laporan tertentu mengenai diri pelamar.
Seleksi berdasarkan gagasan Mc Murry ini disebut interviu berencana, karena antara lain
pertanyaan yang diajukan oleh penginterviu kepada calon sudah disusun atau direncanakan
terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar jalannya wawancara tersebut terpimpin dan
terarah.
ORIENTASI
Program Orientasi
Program ini sering disebut “induksi” yakni memperkenalkan para karyawan baru
dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi dan dengan para karyawan lain.
Masalah karyawan atau pegawai baru dalam organisasi (perusahaan) bukanlah masalah yang
ringan, sebab dalam diri karyawan baru tentu banyak hal yang merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang perlu segera dijawab dengan jelas dan tepat. Masa pemberian penjelasan-
penjelasan semacam itulah yang dimaksud dengan “orientasi” atau “induksi”.
Obyek Orientasi
Dari penjelasan terdahulu jelas, bahwa setelah seorang pelamar lolos dari pemeriksaan
kesehatan fisik berarti pelamar yang bersangkutan dapat diterima sebagai karyawan baru
dalam perusahaan/organisasi. Dengan demikian karyawan baru perlu melaksanakan program
orientasi, dengan obyek orientasi yang berupa lingkugan baru yang perlu diketahui oleh
karyawan baru tersebut, yang dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan:
Keberhasilan pelaksanaan program orientasi atau induksi ini memang tergantung pada
kedua pihak, baik karyawan baru yang bersangkutan di satu pihak maupun supervisor/
penyelia/ atasannya di lain pihak. Apabila karyawan lama sudah dapat menerima karyawan
baru tersebut dan karyawan baru yang bersangkutan sudah merasa “settled” atau “krasan”
dalam perusahaan yang bersangkutan ini suatu pertanda berhasilnya pelaksanaan program
orientasi/ induksi tersebut.
1. Tenaga kerja baru (new comers) menjadi paham tentang organisasi di mana mereka
bekerja, pekerjaan apa saja yang terkait, apa tujuan organisasi, apa yang harus mereka
kerjakan dan bagaimana seharusnya mengerjakan.
2. Mengurangi rasa kekhawatiran bagi tenaga kerja baru akan masa depannya karena
mereka lebih “well informed”.
3. Penyelia, atasan langsung, rekan sekerja akan lebih yakin, bahwa tenaga kerja baru
tersebut akan dapat bekerja dengan baik dan benar.
4. Tenaga baru akan lebih senang bekerja di organisasi dan memungkinkan berkurangnya
“turnover” karyawan, dan sebagainya.
UMUM
Latihan dan pendidikan ini dilaksanakan baik untuk karyawan baru (agar dapat
menjalankan tugas-tugas baru yang dibebankan) maupun untuk karyawan lama (guna
meningkatkan mutu pelaksanaan tugasnya sekarang maupun masa datang). Dengan demikian
jelaslah bahwa program latihan dan pendidikan karyawan dalam organisasi/ perusahaan
sangat penting artinya dalam rangka memajukan organisasi/perusahaan yang bersangkutan,
lebih-lebih apabila pengetahuan dan teknologi makin berkembang dengan pesat. Pada
dasarnya latihan dan pendidikan itu merupakan proses yang berlanjut dan bukan proses sesaat
saja.
Tujuan Pengembangan
a. Pengetahuan karyawan.
b. Keterampilan karyawan.
c. Sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Berbagai Istilah
Latihan
Suatu pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumber daya
manusia. Bahwa “pengembangan/pendidikan” lebih bersifat filosofis dan teoritis,
dibandingkan dengan kegiatan “training” (latihan). Lagi pula “pengembangan/pendidikan”
lebih diarahkan untuk golongan “managers” sedangkan program “latihan” ditujukan untuk
golongan “nonmanagers”.
Bahwa untuk keperluan training (nonmanajerial) lebih diperlukan “technical skills” daripada
“concepual skills”. Sedangkan untuk keperluan “development” (“Manajerial” diperlukan
lebih banyak “conceptual skills” daripada “technical skills”. Namun dalam “human relations
skills” keduanya memiliki bobot yang hampir sama.
Dalam pemilihan teknik tertentu untuk digunakan pada program latihan dan
pengembangan, ada beberapa “trade-offs”. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu paling
baik dan hal itu tergantung pada sejauh mana suatu teknik yang dipilih itu memenuhi faktor-
faktor berikut ini:
a. Efektivitas biaya.
b. Isi program yang dikehendaki.
c. Kelayakan fasilitas-fasilitas.
d. Preferensi dan kemampuan peserta.
e. Preferensi dan kemampuan intruksi/pelatih.
f. Prinsip-prinsip belajar.
Evaluasi
TUJUAN PENGEMBANGAN
Aspek Organisasi
FAEDAH PENGEMBANGAN
Berdasarkan pengalaman dan penelitian para ahli, ada beberapa prinsip latihan dan
pendidikan, antara lain apa yang dikemukakan Dale Yoder dalam bukunya “Personnel
Principles and Policies”, yakni 9 prinsip sebagai berikut:
a. Individual defferences.
b. Ralation to job analysis.
c. Motivation.
d. Active participation.
e. Selection of trainees.
f. Se;ection of trainer.
g. Trainer training.
h. Training methods.
i. Principles of learning.
METODE LATIHAN
Sebagai bagian dari program pengembangan karyawan, maka latihan juga memiliki metode-
metode tertentu sebagai berikut:
Umum
Kesempatan untuk maju itulah di dalam suatu organisasi sering disebut sebgai
promosi (penaikan jabatan). Suatu promosi berarti pula perpindahan dari suatu jabatan ke
jabatan yang lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Namun ada pula promosi yang tidak berakibat adanya kenaikan kompensasi tersebut,
ini yang disebut “Promosi Kering”. Suatu promosi jabatan pada umunya didambakan oleh
setiap anggota organisasi. Oleh karena itu suatu program promosi perlu diadakan, yang
mengandung hal-hal berikut:
a. Kearah mana suatu jabatan akan menuju ?
b. Sampai di manakah jenjang akhir suatu jabatan yang dapat dicapai ?
c. Kriteria apa dan/atau persyaratan yang bagaimana diperlukan untuk promosi jabatan
tersebut ? dan sebagainya.
Untuk itu semua perlulah kiranya diketahui lebih jauh tentang: jalur promosi, dasar-
dasar untuk promosi, kecakapan kerja dan senioritas dan sebagainya, yang relevan dengan
maksud dan tujuan promosi jabatan.
Pemindahan seseorang pada jabatan baru dapat juga terjadi apabila organisasi yang
bersangkutan mengalami ekspansi ataupun karena adanya lowongan yang harus segera diisi.
Perwujudan dan prinsip orang yang tepat pada jabatan yang tepat, baik dengan jalan
pemindahan ataupun dengan jalan lain, bukan saja akan membawa hasil yang baik bagi
organisasi, tetapi juga kepada petugas yang bersangkutan. Disinilah pentingnya suatu
promosi yang penting untuk meningkatkan motivasi seseorang petugas dalam suatu
organisasi.
Dengan demikian ternyata memang, bahwa sesuatu promosi belum tentu
mengakibatkan tambahnya penghasilan, namun umunya bertambah tanggung jawab. Dan
akibat bertambahnya tanggung jawab tersebut umunya akan bertambah penghasilan.
JALUR PROMOSI
Dengan “Jalur Promosi” dimaksudkan suatu chart yang menunjukkan jalur atau jalan
kenaikan suatu jabatan dalam suatu organisasi. Chart tersebut memperlihatkan bagaimana
suatu jabatan menuju ke jabatan lain yang lebih tinggi.
Dari chart suatu jalur promosi dalam bidang manajemen personalia untuk perusahaan
industri besar. Ada 2 (dua) jalur sebagai berikut:
a. Jalur I : lewat berbagai posisi manajemen dalam ukuran pabrik yang berbeda-beda.
b. Jalur II : lewat spesialisasi fungsi dalam bidang personalia.
BERBAGAI DASAR PROMOSI
Suatu promosi bagi seseorang dalam suatu organisasi haruslah mendasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang seobyektif mungkin. Karena obyektivitas suatu promosi
seseorang akan dapat membawa suatu dampak yang positif bagi tumbuhnya motivasi ataupun
semangat kerja bagi anggota-anggota lainnya dalam organisasi yang bersangkutan. Umumnya
terdapat 2 (dua) dasar untuk mempromosikan seseorang, yakni:
a. Apabila ada para pejabat yang mempunyai kecakapan yang sama, maka pejabat yang
lebih seniorlah yang akan dipromosikan. Atau:
b. Apabila ada dua pejabat yang mempunyai senioritas yang sama, maka pejabat yang lebih
cakaplah yang akan dipromosikan.
Hal ini untuk menghindarkan adanya “like” dan “disliek” dalam penentuan untuk promosi
seseorang.
PENURUNAN (DEMOTION)
Sebagai lawan dari “promosi” adalah “penurunan” atau “demotion”, yakni pemindahan
seseorang ke jabatan lain yang lebih rendah dalam suatu organisasi. Sebenarnya “penurunan”
jabatan ini jarang terjadi, mengingat dampak negatifnya terhadap moral karyawan/anggota
suatu organisasi. Penurunan lebih mungkin terjadi bila pasar tenaga kerja menunjukkan
keadaan di mana “supply” tenaga kerja lebih besar daripada “demand” tenaga kerja. Atau
dapat pula terjadi suatu “penurunan” tersebut apabila organisasi atau suatu perusahaan
mengalami krisis dan sebagainya. Mengingat kemungkinan dapat timbul “promos”, tetapi
mungkin juga terjadi “penurunan”, maka perlu sekali apa yang telah disinggung di atas
dengan “Pedoman Pelaksanaan Promosi” tersebut. Untuk itu perlu dibuat:
PEMINDAHAN
Istilah “pemindahan” berarti segala perubahan jabatan seseorang dalam arti umum.
Jadi meliputi: promosi, penurunan maupun perubahan jabatan yang setingkat, yang tidak
mengurangi atau menaikkan baik kekuasaaan maupun tanggung jawabnya.
Pemindahan pada umumnya dimaksudakan menempatkan pada tempat yang
setepatnya, ddengan maksud agar karyawan/anggota yang bersangkutan memperoleh suasana
baru dan/atau kepuasan kerja setinggi mungkin dan dapat menunjukkan prestasi yang lebih
tinggi lagi.
Pemindahan semacam itu dapat terjadi karena keinginan pegawai sendiri (“Personnel
Transfers”) atau karena kehendak organisasi/perusahaan (“Production Tranfer”). Hal yang
kedua ini dapat terjadi karena:
a. Kebutuhan untuk menyesuaikan sementara (sebagai pengganti sementara).
b. Mengatasi keadaan darurat karena fluktuasi volume pekerjaan.
c. Kebutuhan latihan (misalnya: rotasi jabata).
d. Kebutuhan ploeg pekerjaan dan sebagainya.
e. Untuk menjamin kepercayaan pegawai/karyawan/anggota organisasi bahwa mereka tidak
akan diperhentikan karena kekurangcakapan dalam jabatan yang lama.
f. Untuk menghindarkan rasa bosan pegawai/karyawan/anggota yang bersangkutan, baik
karena macam pekerjaannya ataupun karena lingkungan kerjanya.
Data pegawai yang lengkap merupakan bahan yang penting untuk pengambilan keputusan
guna keperluan promosi maupun pemindahan anggota/pegawai bagi kepentingan organisasi.
Dengan demikian masalah promosi dan pemindahan dalam proses manajemen sumber daya
manusia cukup penting artinya bagi pemeliharaan semangat serta motivasi kerja anggota,
sekaligus dalam rangka dinamisasi organisasi.
Umum
Pada pembahasan sebelumnya telah pula disinggung masalah promosi, yang pada
dasarnya berkaitan erat dengan pembahasan tentang perencanaan dan pengembangan karier.
Kiranya kira masing-masing sudah dapat menghayati bagaimana pengaruh suatu perencanaan
dan pengembangan karier yang baik dan cermat bagi kemajuan suatu organisasi. Suatu karier
mencerminkan perkembangan para anggota organisasi (karyawan) secara individu dalam
jenjang jabatan/kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam organisasi yang
bersangkutan. Sehingga dengan demikian suatu karier menunjukkan orang-orang pada
masing-masing peranan atau status mereka.
Karier
Karier atau “career” dalama bahasa inggris, pada dasarnya merupaka istilah teknis
dalam administrasi personalia atau “Personnel Administration”. Menurut Drs. T. Hani
Handoko dalam bukunya “Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia” menyebutkan
bahwa suatu karier atau “career” adalah Semua pekerjaan (atau jabatan) yang dipunyai (atau
dipegang) selama kehidupan kerja seseorang”.
Perencanaan Karier
Dengan definisi tersebut di atas maka yang dimaksud dengan “perencanaan karier”
adalah Suatu perencanaan tentang kemungkinan-kemungkinan seorang karyawan/anggota
organisasi sebagai individu meniti proses kenaikan pangkat/jabatan sesuai persyaratan dan
kemampuannya.
a. Pendidikan formalnya.
b. Pengalaman kerjanya.
c. Sikap atasannya.
d. Prestasi kerjanya.
e. Bobot pekerjaanya.
f. Adanya lowongan jabatan.
g. Produktivitas kerjany dan sebagainya.
Yang dimaksudkan dengan pengembangan karier atau “career development”, adalah suatu
kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam suatu
organisasi dalam jalur karier yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan.
Bagaimanapun juga pengembangan karier masing-masing anggota dalam organisasi tentunya
tidak sama, karena amat tergantung dari berbagai faktor tersebut terdahulu.
Catatan:
a. Jalur Karier (career path): Pola pekerjaan berurutan yang membentuk karier seseorang.
b. Sasaran Karier (career goals): Posisi di waktu yang akan datang di mana seseorang
“berjuang” untuk mencapainya sebagai bagian dari kariernya.
Di sini dapat dipahami bahwa titik sentral untuk memungkinkan meniti jalur karier tersebut
di atas pada dasarnya terletak 2 (dua) hal:
a. Kemampuan intelektual.
b. Kepribadian dalam kepemimpinan.
Oleh karena itu kedua hal tersebut perlu senantiasa dibina oleh setiap karyawan/anggota
organisasi apapun terutama mereka yang “potensial”, kalau ingin maju dalam kariernya.
Semua itu pada dasarnya merupakan bagian dari perenacaan dan pengembangan sumber daya
manusia dalam suatu organisasi.
Umum
Suatu perencanaan karier merupakan bagian yang sangat penting, bahkan ikut
menentukan dinamika organisasi, dalam rangka manajemen sumber daya manusia. Dengan
demikian maka ruang lingkup perencanaan karier mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Sifat tugas.
b. Beban tugas.
c. Tanggung jawab yang dipikul pejabat yang bersangkutan.
Ini berarti semakin tinggi jabatan/pangkat seseorang dalam suatu organisasi, semakin
kompleks sifat tugasnya dan berat pula tanggung jawab yang dipikulnya. Tujuan kenaikan
pangkat maupun jabatan, kiranya jelas, adalah untuk mengembangkan policy dan metode
kerja lebih lanjut yang akan membawa organisasi yang bersangkutan lebih maju lagi.
Suatu organisasi apapun bentuknya, mutlak harus memiliki tujuan yang jelas. Perumusan
tujuan yang jelas harus didasarkan pada pengamatan dan perencanaan yang cermat dan
mantap. Sebab dari tujuan dan/ atau tujuan-tujuan organisasi itulah akan dapat ditentukan:
a. Besar-kecilnya misi organisasi.
b. Berat-ringannya tugas pekerjaan.
c. Spesifikasi pekerjaan yang bagaimana yang perlu dirumuskan.
d. Berapa jenis kelompok pekerjaan yang perlu disusun.
e. Kuantitas dan kualitas personel yang bagaimana diperlukan dalam berbagai jenis struktur
jabatan dalam organisasi yang bersangkutan dan sebagainya.
Jabatan pokok dimaksudkan jabatan yang berfungsi dan tugas pokoknya adalah
menunjang langsung tercapainya sasaran pokok organisasi. Misalnya: Dalam suatu Lembaga
Pendidikan, yang dimaksud jabatan pokok adalah bidang jabatan yang menangani operasi
pendidikan dan pengajaran. Atau kalau dalam organisasi perusahaan adalah bidang jabatan
yang menangani produksi dan pemasaran dan sebagainya. Jabatan-jabatan pokok tersebut
seyogianya ditempati atau diduduki oleh orang-orang yang memiliki latar belakang
pendidikan dan pengalaman yang sesuai/ searah. Sedangkan yang dimaksud dengan jabatan
penunjang adalah jabatan yang fungsi dan tugas-tugasnya menunjang atau membantu
tercapainya sasaran pokok organisasi/perusahaan. Jabatan penunjang tersebut apabila
dimisalkan dalam Lembaga Pendidikan ataupun suatu diperusahaan adalah Bagian Umum
ataupun Bagian Keuangan. Bagian-bagian tersebut tidak langsung menunjang pencapaian
sasaran pokok organisasi, namun jelas membantu tercapainya tujuan ataupun sasaran pokok
tersebut.
Yang dimaksud dengan pola jalur karier bertahap adalah suatu pola yang menunjukkan
urutan berjenjang dan bertahap dari jabatan-jabatan dalam struktur organisasi yang
membentuk karier seseorang.
Jabatan Struktural
Pada dasarnya jabatan struktural adalah jabatan karier, artinya jabatan atau jenjang jabatan
yang diperuntukan bagi mereka yang diarahkan ke jenjang yang paling tinggi dalam
organisasi.
Tenggang Waktu
Kurun waktu jabatan seseorang atau masa jabatan seseorang dalam suatu organisasi,
sebaiknya ditentukan secara tegas dan tepat; sekaligus hal tersebut akan memberikan efek
psikologis yang positif terhadap pemangku jabatan yang bersangkutan.
Umum
Apabila seseorang memangku jabatan belum cukup lama atau dengan kata lain cukup
singkat, sedikit banyak akan mengakibatkan hal-hal yang kurang baik.
a. Pada umumnya belum mengenal dan menghayati pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya selama jabatan tersebut.
b. Program kerja yang mungkin sudah ditetapkan belum sempat diselesaikan dengan tuntas
dan bulat.
c. Belum sampai bulat penghayatannya pada jabatan yang dipangku, sudah harus
menyiapkan diri memahami jabatan baru.
d. Secara psikologis menimbulkan pertanyaan yang tidak mudah dijawab apa yang menjadi
penyebab-penyebabnya.
Masa jabatan seseorang yang terlalu lama dalam suatu organisasi juga merupakan gejala yang
tidak sehat. Akibat-akibat yang mungkin timbul antara lain:
a. Hinggapnya rasa bosan karena pekerjaan-pekerjaan yang sama dalam masa yang lama,
sehingga kurang variasi.
b. Sikap pasif dan apatis serta mundurnya motivasi serta inisiatif dalam bekerja.
c. Menumpulkan kreativitas seseorang karena tak adanya tantangan yang berarti.
d. Menimbulkan iklim bekerja yang statis dan tidak mudah diubah dan menutup
kemungkinan penjahat baru dari generasi penerusnya.
Harapan untuk dipindahkan dari jabatan lama ke jabatan baru selalu ada dalam pikiran para
karyawan atau anggota suatu organisasi. Berbagai penyebab keinginan dari harapan tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Seseorang terlalu lama menjabat suatu jabatan yang terpencil/daerah terpencil, sehingga
dirasakan tidak mudah mengembangkan diri.
b. Rasa kurang tepat pada jabatan yang sekarang dijabat/diemban, karena tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikan, pengalaman atau keinginannya.
c. Merasa bahwa jabatan yang sekarang sekadar sebagai batu loncatan, untuk meniti karier
lebih lanjut.
INFORMASI DAN KONSELING PADA PERENCANAAN KARIER
Umum
Informasi
Informasi pada perencanaan karier ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem
informasi sumber daya manusia. Berbagai-bagai cara dapat dilakukan untuk pemberian
informasi ini antara lain:
a. Ceramah-ceramah.
b. Pidato-pidato pengarahan.
c. Edaran-edaran.
d. Lokakarya-lokakarya tentang perencanaan karier.
e. Seminar-seminar tentang perencanaan karier.
f. Social meeting dan sebagainya.
Bahan-bahan yang perlu diinformasikan antara lain: pola karier personil, analisa
jabatan, spesifikasi jabatan, deskripsi jabatan, skala gaji dalam jenjang jabatan, berbagai jenis
kompensasi serta persyaratan jabatan dan sebagainya.
Konseling Karier
Setalah informasi-informasi cukup mantap diberikan tindak lanjutnya masih perlu ada
yakni memberikan bantuan bimbingan kepada para anggota agar tetap dalam menetapkan
sasaran-sasaran kariernya sesuai minat dan kemampuannya. Benar apa yang dikemukakan
oleh Drs. T. Hani Handoko bahwa pembimbing karier perlu menyadari bahwa suatu karier
hanyalah merupakan bagian dari rencana hidup seseorang; sehingga rencana karier yang
disarankan atau dibantubimbingkan seharusnya adalah bagian integral dari rencana hidup
tersebut.dengan demikian berarti bahwa bimbingan karier tidak dapat dilepaskan dari
penilaian pribadi seseorang individu dalam organisasi yang bersangkutan. Penilaian pribadi
tersebut akan meliputi: minat, bakat, kemampuan, motivasi, semangat, keterampilan, maupun
moral seseorang. Dalam memberikan informasi-informasi karier tersebut sangat penting para
konselor tersebut memberikan gambaran tentang situasi lingkungan kerja dan kemungkinan-
kemungkinan perubahan yang dapat terjadi, yang mungkin berpengaruh terhadap karier
mereka lebih lanjut.
PENGEMBANGAN KARIER
Umum
Secara individual setiap anggota organisasi harus siap mengembangkan dirinya dalam rangka
penitian kariernya lebih lanjut. Drs. T. Hani Handoko dalam bukunya tersebut terdahulu
mengatakan bahwa ada 6 (enam) kegiatan pengembangan karier yang dapat dilakukan
masing-masing individu sebagai berikut:
a. Prestasi Kerja
Kegiatan paling penting untuk memajukan karier adalah prestasi kerja yang baik karena
hal ini mendasari semua kegiatan pengembangan kerja lainnya.
b. Expsure
Kemajuan karier juga ditentukan oleh exposure, berarti mejadi dikenal oleh orang-orang
yang memutuskan promosi, transfer dan kesempatan-kesempatan karier lainnya.
c. Permintaan Berhenti
Hal ini merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran karier apabila ada kesempatan
karier di tempat lain. Sehingga dengan permintaan berhenti tersebut, yang bersangkutan
berpindah tempat bertugas/bekerja. Berpindah-pindah tempat bekerja tersebut bagi
sementara manajer profesional merupakan bagian strategi karier mereka.
d. Kesetiaan Organisasional
Kesetiaan pada organisasi di mana seseorang bertugas/bekerja turut menentukan
kemajuan karier yang bersangkutan. Kesetiaan organisasional yang rendah pada
umumnya ditemui pada para sarjana baru (yang mempunyai harapan tinggi, tetapi sering
kecewa dengan tempat tugas pertama mereka) dan para profesional (yang kesetiaan
pertamanya pada profesional).
e. Mentors dan Sponsors
Para mentor atau pembimbing karier informal bila berhasil membimbing karier karyawan
atau pengembangan kariernya lebih lanjut, maka para mentor tersebut dapat menjadi
sponsor mereka. Seorang sponsor adalah orang dalam organisasi yang dapat menciptakan
kesempatan-kesempatan pengembangan karier bagi orang-orang lain. Sering kali sponsor
karyawan adalah atasan langsung mereka.
f. Kesempatan-kesempatan untuk tumbuh
Hal ini terjadi, apabila karyawan meningkatkan kemampuan, misalnya melalui program
latihan, pengambilan kursus-kursus atau penambahan gelar dan sebagainya. Hal ini
berguna baik bagi departemen personalia dalam pengembangan sumber daya manusia
internal maupun bagi pencapaian rencana karier karyawan.
Perencanaan karier sebagaimana telah diuraikan di atas jelas sangat bermanfaat tidak
hanya bagi para karyawan/anggota organisasi dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi juga bagi
organisasi sendiri secara keseluruhan. Apabila dirincikan, berbagai manfaat perencanaan
karier dapat dikemukakan sebagai berikut:
Umum
Penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) ini pada dasarnya merupakan salah satu
faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Sebab,
langkah mengadakan penilaian prestasi kerja tersebut berarti suatu organisasi telah
memanfaatkan secara baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Untuk itu
semua, memang jelas diperlukan adanya informasi yang “relevant” dan “reliable” tentang
prestasi kerja masing-masing individu. Penilaian prestasi kerja individual tersebut sangat
bermanfaat bagi dinamika organisasi secara keseluruhan. Suatu permasalahan yang perlu
dikemukakan di sini adalah bagaimana suatu “obyektivitas” penilaian tersebut dapat dicapai
dengan baik.
PENGERTIAN DAN MANFAAT PENILAIAN PRESTASI KERJA
Pengertian
Manfaat
Faktor Penilai
a. Penilaian oleh atasan langsung dan kemudian direvisi oleh kepala bagian.
b. Penilaian oleh atasan langsung dengan dibantu oleh satu atau dua orang pembantunya.
c. Penilaian oleh atasan langsung dan jika tidak memuaskan dibuat suatu verifikasi dengan
melakukan penilaian sekali lagi oleh satu atau dua orang teman.
Tujuan Penilaian
Tujuan yang ingin dicapai dengan penilaian tersebut dapat bermacam-macam, antara
lain untuk:
Dengan kata lain, tujuan penilaian untuk memungkinkan obyektivitas tersebut harus:
realistik, positif dan konstruktif, dan merupakan kesatuan yang bulat.
Sistem Penilaian
a. Berbagai “bias” (distori pengukuran yang tidak akurat) atau kesalahan dan penyebab-
penyebabnya harus dijelaskan.
b. Peranan penilaian prestasi kerja dalam keputusan-keputusan karyawan hendaknya
diuraikan dengan menekankan pentingnya obyektivitas dan sikap tidak memihak.
c. Para penilai diberi kesempatan untuk menerapkan ukuran-ukuran prestasi kerja sebagai
bagian latihan mereka.
Obyek Penilaian
Mengenai obyek penilaian atau jenis dan jumlah obyek yang dinilai, sebenarnya
belum ada kesepakatan pendapat. Hal ini disebabkan karena selain adanya berbagai jenis
jabatan, juga karena tujuan penilaianpun berbeda-beda. Karena itulah obyek penilaian harus
sinkron dengan tujuan penilaian; kalau tidak sinkron dapat terjadi kekeliruan penilaian
tentang prestasi kerja karyawan yang diinginkan.
Yang jelas, adanya berbagai jenis jabatan seperti: jabatan pimpinan, jabatan
administrasi, jabatan operasional dan sebagainya, memerlukan kriteria-kriteria penilaian yang
berbeda-beda dan dengan tujuan penilaian dan sasaran penilaian yang berbeda-beda dan
dengan tujuan penilaian dan sasaran penilaian yang berbeda-beda pula. Berdasarkan
penelitian di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa terdapat beberapa sifat yang paling umum
dinilai dari pegawai yang bekerja diberbagai jabatan sebagai berikut:
a. 10 (sepuluh) sifat yang paling umum dinilai dari pegawai di bidang produksi adalah:
1. Quality
2. Quantity of work
3. Knowledge of job
4. Dependability
5. Cooperation
6. Adaptability
7. Attendance
8. Versatility
9. House keeping
10. Safety
b. 10 (sepuluh) sifat yang paling umum dinilai dari pegawai tata usaha adalah:
1. Quality
2. Dependability
3. Quantity of work
4. Knowledge of job
5. Cooperation
6. Initiative
7. Adaptability
8. Judgement
9. Attendance
10. Health
c. 10 (sepuluh) sifat yang paling umum dinilai dari orang yang memegang posisi pimpinan
adalah:
1. Knowledge of job
2. Cooperation
3. Dependability
4. Quality of work
5. Judgement
6. Initiative
7. Quantity of work
8. Leadership
9. Planning and organizing
10. Health
Oleh karena itu, memang sangat penting apabila obyek penilaian karyawan itu mencakup 2
(dua) hal pokok, yakni: hasil-hasil pekerjaan (prestasi kerja) dan sifat-sifat pribadi. Ini berarti
mencakup “kemampuan” dan “watak” pribadi. Karena pada dasarnya baik dan tidaknya
seseorang menggunakan kemampuan dan ilmunya sangat tergantung dari bagaimana watak
seseorang atau bagaimana upaya pengendalian dirinya. Dari uraian di atas dapatlah
disimpulkan, bahwa dalam menetapkan jumlah dan jenis obyek yang dinilai, harus
dipertimbangkan 3 (tiga) hal sebagai berikut:
Metode Penilaian
Dengan tetap memperhatikan obyek dan tujuan penilaian tersebut pada uraian di atas, perlu
diketahui berbagai metode penilaian sebagaimana dikemukakan oleh Drs. M. Manullang
dengan cukup baik sebagai berikut:
b. Rangking Method
Rangking Method disebut pula dengan “man-to-man comparison” atau “man-to-
man scale”, yaitu: “ suatu metode penilaian dengan cara menyusun orang yang dinilai
berdasar tingkatannya pada berbagai sifat yang dinilai”. Dalam metode penilaian ini,
setiap penilaian membuat sebuah “master scale” yaitu suatu skala pengukur yang pada
umumnya menunjukkan lima tingkatan sesuatu sifat tertentu. Penggambaran suatu
“master chart” dari sifat leadership tersebut dapat misalnya berupa sebagai berikut:
Di samping itu berdasarkan pendapat Gary P. Lothan dan Kenneth N. Wexley dalam
bukunya “Increasing Productivity Through Performance Appraisal” Edisi Tahun 1982
halaman 37 sampai 40, mengatakan bahwa pada dasarnya penilaian prestasi kerja karyawan
itu merupakan suatu “proses kunci” untuk suatu organisasi untuk tercapainya efektivitas
organisasi.
Dalam permasalahan metode penilaian dalam praktik ini, perlu kami ambilkan suatu
contoh di suatu perusahaan Perseroan Terbatas (PT) di Jakarta, yang menerapkan suatu
metode penilaian yang umumnya dipakai di kalangan karyawan sipil ABRI. Ternyata cukup
baik dalam pelaksanaannya, asal tidak timbul “bias” dalam bentuk “like” dan “dislike” dari
pejabat penilai, ataupun apa yang disebut “Halo Effect”, sebagaimana telah disinggung di
atas.
Sistem Penggolongan
Bahwa karyawan dari golongan II A hanya dapat naik pada jalur. III X/A sampai
dengan III Y/A saja, yang umumnya pada jalur terakhir tersebut sudah dipensiun.
Demikian pula karyawan golongan II B (lulusan SLTA) akan mengikuti jalur III X/B,
III Y/B dan seterusnya VI Y/B; namun bila usia masih memungkinkan (usia pensiun di
perusahaan tersebut 55 tahun untuk karyawan biasa dan 60 tahun untuk pejabat), dapat
sampai golongan VIII. Demikian pula untuk karyawan golongan III X/C dan seterusnya naik
golongan lewat jenjangan golongan C (lulusan perguruan tinggi). Khusus untuk karyawan
kontrak tidak dapat masuk dalam jenjang A/B/C, sebelum menjadi karyawan tetap.
Bahwa bagi karyawan yang berstatus golongan II dengan skala 10 atau lebih, apabila
tahun I kenaikan skala 1 kemudian tahun II naik 2 skala selanjutnya naik tahun III (tahun ini)
dengan 3 skala, maka karyawan yang bersangkutan berhak naik, dari golongan II ke golongan
III X (setingkat lebih tinggi) pada jalurnya masing-masing (Jalur A = ex SD/SLTP, Jalur B =
ex SLTA dan Jalur C = ex perguruan tinggi). Berarti kalau kenaikan skalanya tahun I : 1,
tahun II : 1 dan tahun III (tahun ini): 1, jelas tidak dapat naik golongan; harus menunggu
sampai memenuhi syarat tersebut di atas. Kalau tidak, harus menunggu sampai mencapai 20
skala.
Bahwa seorang karyawan yang memperoleh nilai prestasi kerja 86 ke atas, dalam kurun
waktu penilaian 1 (satu) tahun akan memperoleh kenaikan 3 (tiga) skala. Sebaliknya bagi
karyawan yang memperoleh nilai prestasi kerja antara 50-59 akan golongan karyawan rendah
prestasinya dan tidak akan dapat kenaikan skala. Berarti kenaikan golongannya juga akan
lambat, selanjutnya kenaikan gaji pokoknya juga akan lambat, demikian seterusnya. Dengan
demikian yang bernilai prestasi kurang dari 50, kemungkinan besar diberhentikan, dengan
diberikan pesangon bagi yang berhak, karena dinilai sangat tidak berprestasi.
Nilai Prestasi
Nilai prestasi kerja karyawan diperoleh dari pengumpulan nilai, sesuai golongannya, yang
diperoleh dari daftar penilaian yang meliputi hal-hal berikut:
Masing-masing nilainya berkisar antara 4 (yang paling rendah) dan 10 (tertinggi). Kalau
nilainya masing-masing 8, maka nilai prestasi kerjanya adalah 8 x 10 = 80, berarti: above
average.
Cara penilaian sama, antara 4 sampai dengan 10 (periksa Daftar Penilaian Prestasi Kerja
Perorangan Nonpejabat).
Pejabat Penilai
Pembobotan
Pembobotan nilai, artinya bahwa nilai kumulatif yang diperoleh harus dikalikan
dengan angka pembobotan, dibagi 10. (periksa lampiran bobot pada setiap faktor penilaian
khusus untuk kelompok Junior dan Senior Manager. Pengelompokan jabatan/golongan
sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut:
Demikianlah metode penilaian dalam praktik yang terjadi di salah satu perusahaan
berbentuk PT di Jakarta sebagaimana saya sebutkan di muka, saya cukup baik untuk ditiru
bila cocok ataupun ditelaah lebih lanjut bila dianggap perlu.
Yang penting penilaian prestasi kerja karyawan harus benar-benar obyektif tanpa
“bias”; ketidakobyektifan penilaian prestasi kerja karyawan dapat mengakibatkan
“dismotivasi” di kalangan karyawan umumnya dan pada akhirnya dapat menurunkan tingkat
produktivitas kerja karyawan, berarti suatu kerugian terselubung bagi perusahaan itu sendiri.
PERMASALAHAN DALAM PENILAIAN
Halo Effect
Kemungkinan timbulnya “halo effect” adalah satu permasalahan yang harus dapat
diatas dalam proses penilaian. Umumnya penilai cenderung menilai karyawan baik atau jelek
atas dasar pengamatannya yang sungguh-sungguh karena mengetahui dengan pasti.
Untuk mengatasi “halo effect” Parker dan Kleemeier mengemukakan 3 (tiga)
ketentuan sebagai berikut:
a. Be thoroughly familiar with each trait being rated. Know how it is differentiated from
every other trait. Know why it is important for the job.
b. Rate one trait at a time. For example, rate the intire group, one by one, on Quantity of
Production. After finishing that, rate them all for attitude, then on Industry, etc. Thus the
influence of overall impression will be lessened.
c. Do your rating with the idea that your intire future with this company depends upon your
doing an accurate and thorough job. Maybe it does.
Ini berarti kesadaran yang tinggi, dan pemahaman yang mantap dari penilai atas ukuran-
ukuran penilaian dan tujuan-tujuan penilaian, sangat diperlukan.
Bahwa implikasinya adalah perlunya kecermatan yang tinggi atas penilaian tersebut
untuk terjaminnya obyektivitas penilaian.
VII. KOMPENSASI
Umum
Suatu organisasi, lebih-lebih yang berupa suatu perusahaan yang “Profit Making”, suatu
Pengaturan kompensasi merupakan faktor penting untuk dapat menarik, memelihata maupun
mempertahankan tenaga kerja bagi kepentingan organisasinya yang bersangkutan. Suatu
“kompensasi” dapat bersifat “finansial” maupun “nonfinansial”, walaupun pada umumnya
istilah kompensasi tersebut dipakai sebagai atau dalam pengertian “proses
pengadministrasian gaji dan upah”.
Pengertian
b. Dana Organisasi
Terhimpunya dana tersebut tentunya juga sebagai akibat prestasi-prestasi kerja
yang telah ditunjukkan oleh karyawan-karyawannya. Makin besar prestasi kerja, makin
benar keuntungan organisasi/perusahaan, makin besar dana yang terhimpun untuk
kompensasi, maka makin baik pelaksanaan kompensasi dan sebaliknya.
c. Serikat Karyawan
Para karyawan yang tergabung dalam suatu Serikat Karyawan dapat juga
mempengaruhi pelaksanaan ataupun penetapan kompensasi dalam organisasi, sebab suatu
Serikat Karyawan dapat merupakan “simbol kekuatan” karyawan dalam menuntut
perbaikan nasib, yang perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak
manajeman/ pimpinan organisasi.
d. Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja karyawan merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian
atas prestasi kerja karyawan. Sedang prestasi kerj karyawan merupakan faktor yang
diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Karena itu produktivitas kerja karyawan,
ikut mempengaruhi pelaksanaan pemberian kompensasi termaksud.
e. Biaya Hidup
Penyesuaian besarnya kompensasi, terutama yang berupa upah/gaji, dengan biaya
hidup karyawan beserta keluarganya sehari-hari, harus mendapatkan perhatian pimpinan
organisasi/perusahaan. Namun demikian cukup sulit pula dalam pelaksanaannya, karena
biaya hidup seseorang sehari-hari sangat relatif sifatnya, karena tak ada ukuran yang pasti
seberapa besar “hidup yang layak” itu.
f. Pemerintah
Fungsi pemerintah untuk melindungi warganya dari tindak sewenang-wenang
majikan/pimpinan organisasi ataupun perusahaan, dalam pemberian balas jasa karyawan,
jelas berpengaruh terhadap penetapan kompensasi. Karena itu pemerintahlah yang ikut
menentukan upah minimum ataupun jumlah jam kerja karyawan, baik karyawan pria
ataupun wanita, dewasa ataupun anak-anak pada batas umur tertentu.
Fungsi
Untuk itu perlu diketahui ada fungsi pemberian kompensasi tersebut dalam suatu
organisasi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Tujuan
Umum
Upah dan/atau gaji karyawan adalah suatu bentuk pemberian kompensasi yang
bersifat “finansial” dan merupakan yang utama dari bentuk-bentuk kompensasi yang ada,
bagi karyawan. Sebab, upah dan/atau gaji tersebut bagi setiap karyawan yang menerimanya
merupakan faktor atau berfungsi sebagai jaminan kelangsungan bagi kehidupannya.
Sedangkan bagi perusahaan, upah dan gaji yang teratur dan layak diberikan kepada para
Karyawan, berfungsi pula sebagai jaminan kelangsungan produksi dari perusahaan. Di sinilah
amat penting artinya bagaimana menentukan besarnya upah ataupun gaji sedemikian rupa,
sehingga karyawan puas, tetapi perusahaan pun tidak rugi atau dirugikan.
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan upah dan gaji antara
lain sebagai berikut:
a. Upah menurut Prestasi Kerja.
b. Upah menurut Lama Kerja.
c. Upah menurut Senioritas.
d. Upah menurut Kebutuhan.
Cara ini sering disebut sistem upah waktu. Besarnya upah ditentukan atas dasar
lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya
dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Memang ada
kelemahan dan kelebihan dari cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihat adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1. Mengakibatkan mengendornya semangat karyawan yang sesungguhnya mampu
berproduksi lebih dari rata-rata.
2. Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan karyawan.
3. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh-sungguh bekerja.
4. Kurang mengakui adanya prestasi kerja karyawan.
b. Kelebihan
Disamping ada kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara
ini sebagai berikut:
1. Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih,
diskriminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik.
3. Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.
Cara pengupahan ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas (kewerdaan)
karyawan yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah karyawan
senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari karyawan yang bersangkutan pada
organisasi di mana mereka bekerja. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum
tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol.
Upah Menurut Kebutuhan
Cara ini menunjukkanbahwa upah pada karyawan didasarkan pada tingkat urgensi
kebutuhan hidup yang layak dari karyawan. Ini berarti upah yang diberikan adalah wajar
apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi kehidupan yang layak sehari-hari (kebutuhan
pokok minimum), tidak berkelebihan, namun juga tidak kekurangan.
Keadilan
Keadilan bukanlah berarti harus sama rata, tanpa pandang bulu, tetapi harus dapat
terkait adanya hubungan antara “pengorbanan” (input) dengan “output”. “Input” dari suatu
jabatan ditunjukkan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang
yang memangku jabatan tersebut. Oleh kerena itu semakin tingggi pula penghasilan (output)
yang diharapkan. “Output” ini ditunjukkan dari upah yang diterima para karyawan yang
bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung “rasa keadilan” yang sangat diperhatikan
sekali oleh setiap karyawan penerima kompensasi tersebut.
Kelayakan
Pengertian “layak” yakni yang sesuai dengan kebutuhan pokok minimum ataupun
“upah minimum” sesuai dengan ketentuan pemerintah. Juga dapat dilakukan dengan cara
membandingkan dengan cara pengupahan di perusahaan lain, yang dimaksudkan untuk
menjaga apa yang disebut “Eksternal Consistency”.oleh karena itu untuk memenuhi kedua
“consistency” tersebut, baik “internal” maupun “eksternal” tadi, perlu menggunakan suatu
evaluasi jabatan (job evaluation).
Umum
Terdapat beberapa aspek evaluasi jabatan yang perlu diperhatikan yakni: pengertian,
faktor-fakror yang mendorong maupun faktor-faktor yang menghambat penerapan evaluasi
jabatan tersebut, syarat-syarat untuk dapat dilaksanakannya evaluasi jabatan termaksud dan
metode evalusasi jabatan dan sebagainya.
Evaluasi Jabatan
Faktor-faktor Pendorong
Dalam menerapkan evaluasi jabatan terdapat beberapa faktor pendorong yang perlu
kita perhatikan dalam organisasi, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi jabatan sebagai suatu metode atau dasar pengupaha, dianggap paling cocok
dalam arti memenuhi berbagai persyaratan pengupahan yang dikehendaki oleh berbagai
pihak pada saat ini.
b. Metode “evaluasi jabatan” ini bagi karyawan dirasakan mampu menjamin adanya
konsistensi “internal” maupun “eksternal”, sehingga dapat menjamin ketenangan kerja
karyawan serta membantu meningktkan moril (semangat) kerja karyawan.
c. Bagi pemerintahan sendiri penggunaan sistem pengupahan dengan evaluasi jabatan secara
meluas, berarti akan mempercepat jalanya pembangunan, sebab tidak memungkinkan
terkumpulnya tenaga ahli pada satu sektor saja, melainkan meluas ke semua sektor.
Faktor-faktor Penghambat
a. Terbenturnya pada masalah biaya yang diperlukan untuk evaluasi jabatan, terutama di
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
b. Tidak memilikinya tenaga ahli untuk menangani pelaksanaan evaluasi jabatan, sehingga
sering dijumpai kesulitan dalam pelaksanaannya.
c. Faktor pendidikan karyawan yang mungkin tidak begitu tinggi atau bahkan rendah,
mengakibatkan sukar menerima atau mengerti penjelasan atau informasi tentang evaluasi
jabatan tersebut.
PENGUPAHAN INSENTIF
Umum
Sifat Dasar
Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif ini perlu mendapatkan perhatian,
antara lain sebagai berikut:
Menurut penelitian para ahli, penentuan insentif tersebut berlaku pula bagi tenaga
pimpinan, yang besarnya berkisar antara 50 sampai 60% dari gaji bulanan.
Jenisnya bermacam-macam: Premi (Bonus Payment), stock option (hak untuk
membeli/mendapatkan saham pada harga tertentu), Phantom stock plan (dicatat sebagai
pemegang saham) dan sebagainya.
Pada dasarnya sistem pengupahan insentif itu cukup baik bagi iklim kerja suatu
organisasi/perusahaan. Walaupun demikian, tetap dirasakan adanya kesulitan yang dapat
timbul dalam pelaksanaannya. Drs. Heidjrachman mengemukakan adanya 8 kesulitan,
sebagai berikut:
a. Alat pengukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil dibuat secara
tepat sebagaimana diharapkan, yakni: wajar dan dapat diterima.
b. Alat pengukur dan tujuan perusahaan harus terkait erat.
c. Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat da teratur terkumpul setiap saat
(hari,minggu,bulan).
d. Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/tingkat kesulitan yang sama untuk
setiap kelompok kerja.
e. Gaji/upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima, haruslah konsisten di antara
berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif, dan antara kelompok yang menerima
insentif dengan yang tidak menerima insentif.
f. Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodik, dengan adanya perubahan dalam
prosedur kerja.
g. Kemungkinan tantangan dari pihak Serikat Karyawan harus sudah diperhitungkan dengan
matang.
h. Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang diterapkan, juga
harus diperhitungkan kemungkinannya.
Pengertian
Kompensasi pelengkap atau disebut pula “Fringe Benefuts” merupakan salah satu
bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket “benefits” dan program-program
pelayanan karyawan, dengan maksud pokok untuk mempertahankan keberadaan karyawan
sebagai anggota organisasi dalam jangka panjang. Kalau “upah dan gaji” merupakan
kompensasi langsung (direct compensation) karena langsung berkaitan dengan prestasi kerja,
maka “fringe benefits” merupakan kompensasi tidak langsung (indirect compensation),
karena tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
Program-program penyediaan “fringe benefits” ini berkembang pesat, terutama
karena hal-hal berikut:
a. Perubahan sikap karyawan.
b. Tuntutan serikat karyawan.
c. Persaingan yang memaksa perusahaan untuk menyediakan benefits yang menarik dan
menjaga karyawannya.
d. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan pemerintah.
e. Tuntutan kenaikan biaya hidup.
Manfaat
Di lain pihak pemberian “fringe benefits” akan memberikan sebagai manfaat bagi
perusahaan, antara lain:
Prinsip-prinsip
Umum
Pembinaan dan kesehatan karyawan atau anggota organisasi merupakan suatu bentuk
kompensasi “nonfinansial” yang sangat penting dalam organisasi.
Pada umumnya, perusahaan memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan
karyawan justru untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik, dalam
pemeliharaan kesehatan karyawan. Biasanya tanggung jawab pembinaan keamanan dan
kesehatan karyawan tersebut terletak pada Manajer Operasional dari perusahaan atau
organisasi yang bersangkutan, yang antara lain meliputi:
a. Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
b. Program-program latihan keamanan bagi karyawan.
c. Mengadakan pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya.
Kesehatan Karyawan
Yang dimaksud dengan “kesehatan” pada dasarnya kesehatan jasmani maupun rohani.
Seseorang disebut “sehat jasmani”, apabila seluruh unsur organisme badaniah seseorang itu
berfungsi normal dan baik berarti: tanpa sakit, tanpa mengidap penyakit dan tanpa kelemahan
fisik. Sedang “sehat rohaniah”, apabila seseorang sudah berhasil mengadaptasikan dirinya
pada organisasi di mana ia bekerja, memiliki konsepsi yang akurat tentang kenyataan-
kenyataan hidup, dapat mengatasi berbagai “stress” dan frustasi dan sebagainya. Mengenai
penciptaan lingkungan kerja yang sehat dapat dilakukan hal-hal antara lain:
Keamanan Karyawan
Pengertian keamanan (“safety”) di sini adalah keadaan karyawan yang bebas dari rasa
takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan kerja. Menurut Drs. T. Hani Handoko,
program-program keamanan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
UMUM
Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan
akurat. Salah satu faktor yang memungkinkan tumbuhnya kepuasan kerja termaksud adalah
pengaturan yang tepat dan adil atas pemberian kompensasi kepada para karyawan.
Sebetulnya memang banyak faktor yang dapat memperngaruhi prestasi kerja karyawan
ataupun produktivitas kerja karyawan, antara lain:
a. Motivasi.
b. Kepuasan kerja.
c. Tingkat stres.
d. Kondisi fisik pekerjaan.
e. Sistem kompensasi.
f. Aspek-aspek ekonomis.
g. Aspek-aspek teknis.
h. Perilaku-perilaku lainnya.
KEPUASAN KERJA
Pengertian
Kepuasan kerja dapat terjadi baik langsung maupun tidak langsung melalui penyelia
(atasan) maupun langsung karyawan, sesuai fungsi personalia yang ada. Semuanya akan
mempunyai dampak terhadap iklim organisasional, berarti memberikan pengaruh pada
lingkungan kerja para karyawan. Dari segi fungsi kepuasan kerja dapat timbul pertanyaan
sebagai berikut: betulkah bahwa kepuasan kerja tersebut akan dapat menimbulkan Prestasi
kerja? Jawabannya adalah: belum tentu! Meskipun, memang sering ada hubungan positif
antara kepuasan kerja yang tinggi dengan prestasi kerja yang tinggi pula. Sementara pendapat
mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi itu timbul justru karena adanya prestasi kerja
yang tinggi.
Dalam hubungan ini rupanya ada korelasi antara kepuasan kerja dengan perputaran
karyawan serta absensinya. Makin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi, makin kecil
perputaran dan makin jarang adanya absensi karyawan. Sebaliknya kepuasan kerja yang
rendah, akan mengakibatkan perputaran karyawan dan ketidakhadiran karyawan yang tinggi.
Demikian pula umur dan jenjang pekerjaan mempunyai korelasi dengan kepuasan
kerja. Semakin tua umur karyawan, biasanya mereka makin terpuaskan dengan pekerjaan
mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan, karena harapan-
harapannya yang tinggi tidak cepat terwujud, kurang penyesuaian dan sebagainya. Juga
mereka yang memiliki jenjang pekerjaan yang makin tinggi akan memperoleh kepuasan kerja
yang lebih baik dari sebelumnya.
TINGKAT STRES
Umum
Stres atau dengan kata lain orang menafsirkan sebagai “tekanan batin”, para karyawan
perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak pimpinan organisasi. Sebab, tanpa upaya
mengatasi hal tersebut, dapat berpengaruh pada prestasi kerja mereka.
Pengertian
“Stress” oleh Drs. T. Hani Handoko diberi batasan “suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang”. Dikatakan lebih lanjut, bahwa
stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya, berarti mengganggu
prestasi kerjanya.
Sebenarnya ada beberapa ahli yang kurang setuju memasukkan pengertian
“ketegangan” dalam “stres” tersebut. Sebab, pada dasarnya “stress” menurut mereka adalah
“setiap reaksi keadaan jasmani dan rohani terhadap setiap perubahan”.
Penyebab Stres
Setiap kondisi pekerjaan dapat saja mengakibatkan timbulnya stres kepada karyawan: hal itu
tergantung pada bagaimana reaksi mereka terhadap stres tersebut. Ada 2 kategori penyebab
stres, yang dikemukakan oleh Drs. T. Hani Handoko, yakni: “On the Job” (dalam
perusahaan) dan “Off the Job” (diluar perusahaan), sebagai berikut:
a. Murung, sedih seakan-akan tidak ada jalan keluar yang dapat ditembus dalam mengatasi
stres.
b. Tenang (calm) dan penuh kewaspadaan dalam mencari jalan keluar yang terbaik yang
dapat ditembus.
c. Dingin, tak peduli dan tak ambil pusing meskipun dirasakan ada suatu stres.
d. Agresif dan bereaksi cepat dalam upaya mengatasi stres, tanpa ragu-ragu cepat
melangkah dalam mencari jalan keluar.
Dalam hal tersebut Drs. T. Hani Handoko, membedakan 2 tipe orang yang didasarkan pada
reaksi terhadap situasi stres tersebut sebagai berikut:
a. Orang Tipe “A” yakni mereka yang agresif dan kompetitif, menetapkan standar-standar
tinggi dan meletakkan diri mereka di bawah tekanan waktu yang ajeg (konstant).
b. Orang Tipe “B” yakni mereka yang lebih rileks dan tidak suka menghadapi masalah atau
orang yang “easy going”.
Program Konseling
Fungsi-fungsi Konseling
Drs. T. Hani Handoko dalam bukunya mengemukakan dengan baik fungsi-fungsi konseling
yang perlu diketahui oleh setiap organisasi, sebagai berikut:
a. Pemberian Nasihat
Proses konseling sering berupa pemberian nasihat kepada karyawan dengan maksud
untuk mengarahkan mereka dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang diinginkan.
b. Penentraman Hati
Pengalaman konseling dapat menentramkan hati karyawan, karena mereka diyakinkan
kemampuannya untuk mengerjakan serangkaian kegiatan dan mereka didorong untuk
mencobanya.
c. Komunikasi
Konseling adalah proses komunikasi. Ini menciptakan komunikasi ke atas/ke manajer,
dan juga memberikan kesempatan kepada pembimbing untuk menginterprestasikan
masalah-masalah manajemen dan menjelaskan berbagai pandangan kepada para
karyawan.
e. Penjernihan Pemikiran.
Pembahasan masalah-masalah secara serius dengan orang lain akan membantu seseorang
untuk berpikir lebih jernih tentang berbagai masalah mereka.
f. Reorientasi
Reorientasi mencakup pengubahan berbagai tujuan dan nilai karyawan. Konseling yang
mandalam oleh para psikolog atau psikiatrik sering sangat membantu para karyawan
mengubah nilai-nilai mereka.
Tipe Konseling
Selanjutnya beliau mengemban pula adanya 3 tipe konseling, yang kiranya perlu
diketahui sehingga pelaksanaan pembimbingan dan penyuluhan terhadap karyawan tepat dan
proporsional. Tiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:
PEMBINAAN DISIPLIN
Umum