Anda di halaman 1dari 7

INDEKS ERITROSIT

Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan penentuan Indeks
Eritrosit
Tujuan Khusus:
Mahasiswa mampu memahami prinsip dan melakukan pemeriksaan
hemoglobin
Mahasiswa mampu memahami prinsip dan melakukan pemeriksaan
Hematokrit
Mahasiswa mampu memahami prinsip dan melakukan pemeriksaan
Jumlah Eritrosit
Mahasiswa mampu menghitung indeks eritrosit

Teori:
Meskipun klasifikasi anemia yang berdasarkan penyebabnya (misalnya kegagalan
produksi sel darah merah atau kehilangan berlebihan atau penghancuran sel darah merah)
telah dipergunakan, namun klasifikasi yang paling bermanfaat sekarang adalah klasifikasi
berdasarkan pada indeks sel darah merah (Tabel 1) oleh karena perlengkapan elektronik
modern dapat mengukur dengan tepat ukuran sel darah merah dan kadar haemoglobin.
Klasifikasi ini mempunyai dua keuntungan besar:
1. Jenis anemia (ukuran sel darah merah dan kadar haemoglobinnya) menunjukkan
kelainan yang mendasari dan oleh karena itu pemeriksaan lebih lanjut sangat berguna
dalam memastikan suatu diagnosis.
2. Indeks sel darah merah dapat memberi dugaan abnormalitas yang mendasari sebelum
anemia yang ditentukan sebelumnya berkembang, misalnya makrositosis (sel darah
merah besar) dengan defisiensi vitamim B12 atau folat pada tingkat dini. Indeks
abnormal juga dapat menunjuk suatu kelainan pentign di mana anaemia mungkin tidak
terjadi, misalnya beberapa kasus thalassemia di mana sel darah merah sangat kecil
(mikrositik) tetapi karena jumlahnya yang meningkat, konsentrasi haemoglobin dalam
darah adalah normal.

Tabel 1. Klasifikasi anemia

Mikrositik, hipokromik MCV, MCH berkurang


(MCV < 80 fl) (MCH < 27 pg)
misalnya defisiensi besi, thalassemia
Normositik, normokromik MCV, MCH normal
(MCV 80-95 fl) MCH 27-34 pg)
Misalnya setelah kehilangan darah akut, sebagian
besar anemia hemolitik dan anemia sekunder,
kegagalan sumsum tulang.
Makrositik MCV meningkat (>95 fl)
Misalnya anemia megaloblastik

Dua keadaan fisiologis yang menyebabkan nilai MCV lebih dari normal adalah bayi
baru lahir dan kehamilan. Pada bayi baru lahir selama beberapa minggu MVC tetap tinggi
tetapi berangsur turun dan mencapai 70 fl pada umur satu tahun. Selanjutnya perlahan
meningkat sepanjang masa anak sampai batas dewasa normal. Pada kehamilan normal
terdapat sedikit peningkatan MCV.
2.1. PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN

Metode Sahli

Prinsip pemeriksaan :
Mengukur kadar Hb berdasar warna yang terjadi akibat perubahan Hb menjadi
hematin-asam setelah penambahan HCl 0,1 N. Dengan mengencerkan larutan
campuran tersebut dengan akuades sampai warnanya sama dengan warna batang
gelas standard, kadar hemoglobin dapat ditentukan.

Alat dan reagen yang digunakan :


- Pipet sahli 20 ul - Larutan HCl 0,1 N
- Hemoglobinometer Sahli - Akuades
- Batang pengaduk dari kaca - Pipet untuk akuades

Sampel :
- Darah kapiler
- Darah vena

Cara pemeriksaan :
 Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1 N sampai angka 2
 Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 ul jangan sampai ada gelembung
udara.
 Hapus darah yang apa pada ujung pipet.
 Tuang darah ke dalam tabung pengecer, bilas HCl bila masih ada darah dalam
pipet.
 Biarkan 1 menit
 Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk.
 Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutam standard.
 Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada
skala yang ada di tabung pengencer.

.
Catatan:
Bila menggunakan darah kapiler kemungkinan akan memberikan hasil yang lebih
rendah bila dipijit-pijit pada waktu pengeluaran darah setelah selesai penusukan.

2.2 PEMERIKSAAN HEMATOKRIT :

Volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume). Istilah nilai hematokrit adalah
presentase volume eritrosit dalam darah yang telah dimampatkan dengan cara diputar
pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Berdasarkan atas reproduksiblitas dan
sederhananya, pemeriksaan tersebut merupakan salah satu pemeriksaan yang paling
dapat dipercaya diantara parameter lainnya, yaitu kadar Hb dan hitung eritrosit. Dapat
dipergunakan sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia.

Metode pengukuran hematokrit secara manual ada 2, yaitu :


1. Metode makro yang menggunakan tabung Wintrobe
2. Metode mikro yang menggunakan tabung kapiler

2
Meskipun ketepatannya relatif kurang tetapi metode mikro lebih banyak dipergunakan
oleh karena waktu sentrifugasinya lebih pendek, serta spesimen yang diperiksa lebih
sedikit.

Metode mikro-hematokrit

Penggunaan tabung hematokrit yang kapasitas dan diameternya lebih kecil dari tabung
Wintrobe sangat tepat untuk cara pemeriksaan rutin dalam klinik. Disamping itu tabung
tersebut dapat digunakan untuk penampungan darah kapiler secara langsung.
Pada anemia makrositik terdapat sedikit kenaikan jumlah plasma, dengan adanya
sferosit pada sferositoris, thalassemia, anemia hipokromik dan anemia sel sabit
peningkatan volume plasmanya lebih tinggi.

Prinsip pemeriksaan :
Darah EDTA atau kapiler disentrifus, sel-sel eritrositnya akan dimampatkan. Tingginya
kolom eritrosit diukur dinyatakan dalam % darah tersebut.

Alat :
1. Tabung kapiler hematokrit ukuran 75 mm, diameter 1 mm. Ada yang berisi heparin
(khusus untuk darah kapiler) dan ada yang tidak berisi antikoagulan untuk darah-
antikoagulan misal darah EDTA
2. Semen untuk penutup salah satu ujung tabung hematokrit
3. Alat sentrifus khusus untuk mikrohematokrit yang berkapasitas putar 11.500-15.000
rpm.
4. Alat baca/skala mikrohematokrit

Sampel : Darah kapiler (langsung) atau darah EDTA

Cara kerja :
1. Isilah kira-kira 2/3 tabung kapiler dengan darah penderita
2. Tutuplah dengan semen yang tersedia pada salah satu ujungnya
3. Taruhlah tabung kapiler tersebut dalam sentrifus dengan ujung yang tertutup ke
arah luar.
4. Putarlah sentrifus selama 5 menit
5. Bacalah tabung tersebut menggunakan alat baca yang tersedia.

Nilai normal :
 Pria Dewasa : 41 – 53%
 Wanita : 36 – 46%
 Anak < 6 tahun : 34 – 40%
 Neonatus : 42 – 60%

Sumber kesalahan :
1. Pengelolaan spesimen : bila menggunakan antikoagulan oksalat hasil terlalu
rendah
2. Kesalahan teknis : cara menutup ujung hematokrit kurang sempurna, putaran
sentrifus tidak cukup atau setelah selesai tidak segera dibaca

2.3 JUMLAH ERITROSIT

Prinsip pemeriksaan :
Untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis, darah diencerkan
dalam larutan pengencer isotonis.

3
Alat dan reagensia :
1. Mikroskop
2. Pipet eritrosit atau mikropipet 20 l
3. Bilik Hitung Improved Neubaur
4. Larutan pengencer eritrosit; dapat digunakan salah satu berikut ini :
a. Larutan Hayem
Natrium sulfat 2,50 g
Natrium klorid 0,50 g
Merkuri klorid 0,25 g
Akuades 100 ml
Pada keadaan hiperglobulinemia larutan ini tidak dapat digunakankarena akan
mengakibatkan presipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
b. Larutan Gower
Natrium sulfat 12,5 g
Asam asetat glasial 33,3 ml
Akuades 200 ml
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux sel-sel eritrosit
c. Natrium klorid 0,85%

Sampel : Darah EDTA atau darah kapiler

Cara kerja :

1. Bilik hitung dicari dengan mikroskop dalam posisi rata, gunakan pembesaran kecil
lensa obyektif 40 kali dan lensa okuler 10 kali (40 x 10). Cari 1 bidang kotak besar
di tengah dengan luas 1 mm3 yaitu bidang 5 (kotak di tengah pada gambar). Kotak
tersebut terbagi menjadi 25 kotak sedang dan setiap kotak terbagi lagi menjadi 16
kotak kecil. Hitunglah sel-sel eritrosit yang ada dalam 5 kotak sedang (A, B, C, D,
E)
2. Dengan pipet eritrosit pipetlah darah sampai tanda 0,5 serta encerkan dengan
larutan pengencer sampai tanda 101. (Pengenceran 200x). Peganglah pipet
eritrosit tersebut sedemikian rupa sehingga kedua ujung pipet terletak di antara ibu
jari dan telunjuk tangan kanan. Kocoklah selama 3 menit supaya homogen. Atau
dapat juga dengan cara 20 l darah diencerkan ke dalam tabung reaksi ukurang 75
x 12 mm yang telah diisi 4 ml larutan pengencer, tutup dengan karet dan campur
dengan cara goyangkan sambil memutar, minimal 2 menit.
3. Pengisian bilik hitung: buanglah 4 tetes pertama dan letakkan ujung pipet pada bilik
hitung tepat batas kaca penutup. Isikan pada bilik hitung dan biarkan selama 3
menit agar eritrosit mengendap sehingga mudah dihitung.

Cara menghitung:
1. Pada setiap kotak, sel-sel yang menempel pada sisi kiri dan bawah ikut dihitung
sedangkan yang menempel di sisi kanan/atas tidak dihitung (lihat gambar 15).
Hitunglah sel-sel tersebut pada 5 bidang kotak sedang A, B, C, D, E (lihat gambar)

2. Perhitungan :

Hitung eritrosit = Jumlah sel yang dihitung X pengenceran / mm3


Volume yang dihitung
= Jumlah sel yang dihitung X 200 / mm3
5 x (0,2 x 0,2 x 0,1)
= N x 10.000 /mm3

Nilai normal :
Laki-laki : 4,5 – 5,9 juta/mm3

4
Wanita : 4,0 – 5,2 juta/mm3

Sumber kesalahan :
1. Kesalahan dari spesimen
a. Bila hitung eritrosit terlalu tinggi (misal pada polisitemia), perlu pengenceran
lagi, misal : darah sampai tanda 0,2 larutan pengencer 101, pengenceran
menjadi 500 kali
b. Sebaliknya bila hitung eritrosit terlalu rendah (pada anemia), maka darah
sampai tanda 1, larutan pengencer 101, pengenceran menjadi 100 kali.
2. Kesalahan alat:
a. Larutan pengencer tercemar darah atau lainnya
b. Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung serta gelas penutupnya kotor
atau basah. Bersihkan dan keringkan.
3. Kesalahan teknis:
a. Terlalu lama dalam bilik hitung sehingga terjadi penguapan
b. Aglutinasi, mungkin penggunaan lahan pengencer yang tidak tepat/salah.
4. Kesalahan cara manual 20%

Gambar 18: Bilik Hitung Improved Neubaur

5
Gambar 19: Kamar hitung improved Neubaur kotak eritrosit

Gambar 20: Cara menghitung eritrosit dalam bilik hitung

2.4 INDEKS ERITROSIT


Klasifikasi anemia yang berdasarkan penyebabnya (misalnya kegagalan produksi
sel darah merah atau kehilangan berlebihan atau penghancuran sel darah merah) lazim
dipergunakan, namun klasifikasi yang lebih bermanfaat adalah klasifikasi berdasarkan
pada indeks sel darah merah (Tabel 1) oleh karena perlengkapan elektronik modern dapat
mengukur dengan tepat ukuran sel darah merah dan kadar haemoglobin. Klasifikasi ini
mempunyai dua keuntungan besar:
3. Jenis anemia (ukuran sel darah merah dan kadar haemoglobinnya) menunjukkan
kelainan yang mendasari dan oleh karena itu pemeriksaan lebih lanjut sangat berguna
dalam memastikan suatu diagnosis.
4. Indeks sel darah merah dapat memberi dugaan abnormalitas yang mendasari sebelum
anemia yang ditentukan sebelumnya berkembang, misalnya makrositosis (sel darah
merah besar) dengan defisiensi vitamim B12 atau folat pada tingkat dini. Indeks
abnormal juga dapat menunjuk suatu kelainan pentign di mana anaemia mungkin tidak

6
terjadi, misalnya beberapa kasus thalassemia di mana sel darah merah sangat kecil
(mikrositik) tetapi karena jumlahnya yang meningkat, konsentrasi haemoglobin dalam
darah adalah normal.

Tabel 1. Klasifikasi anemia

Mikrositik, hipokromik MCV, MCH berkurang


(MCV < 80 fl) (MCH < 27 pg)
misalnya defisiensi besi, thalassemia
Normositik, normokromik MCV, MCH normal
(MCV 80-95 fl) MCH 27-34 pg)
Misalnya setelah kehilangan darah akut, sebagian
besar anemia hemolitik dan anemia sekunder,
kegagalan sumsum tulang.
Makrositik MCV meningkat (>95 fl)
Misalnya anemia megaloblastik

Dua keadaan fisiologis yang menyebabkan nilai MCV lebih dari normal adalah bayi
baru lahir dan kehamilan. Pada bayi baru lahir selama beberapa minggu MVC tetap tinggi
tetapi berangsur turun dan mencapai 70 fl pada umur satu tahun. Selanjutnya perlahan
meningkat sepanjang masa anak sampai batas dewasa normal. Pada kehamilan normal
terdapat sedikit peningkatan MCV.

Indeks eritrosit ditentukan secara manual dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

1. MCV : Hematokrit x 10 fl
∑ Eritrosit (juta)

2. MCH : Hemoglobin x 10 pg

∑ Eritrosit (juta)

3. MCHC : Hemoglobin x 100 gr/dl RBC


Hematokrit

Anda mungkin juga menyukai