TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
a) Benturan benda keras.
b) Pukulan.
c) Tendangan/jatuh
3.1.4 Gejala
a) Nyeri
b) Bengkak
c) Perubahan warna
11
12
3.1.5 Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak
dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru.
Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia
juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh
darah ikut menurun.
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan didaur
ulang oleh makrofag. Warna biru atau ungu yang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut
bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh
darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah
yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan
akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu.
13
3.1.6 Penatalaksnaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
a) Tinggikan daerah injury
b) Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan
rasa tidak nyaman.
c) Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-
30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
d) Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
e) Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada
indikasi.3
Menurut teori yang lain penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah
sebagai berikut:
a) Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
b) Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat
pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
c) Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya.
3.1.7 Komplikasi
a) Paralisisneralisis
b) Sindrom post traumatic (post contusion sindrom)
c) Epilepsy post trauma
d) Osteomyelik
e) Atelectasis
f) Hiperthermi
g) Syock
14
3.2.2 Epidemiologi
Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di
Indonesia belum pernah diteliti.
Di Bagian Bedah FKUI/RSUPNCM pada tahun 1981 didapatkan 20% dari
pasien trauma mengenai trauma toraks. Di Amerika didapatkan 180.000 kematian
pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks langsung.
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan
trauma. Pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru dan flail chest dapat
meningkatkan kematian : 38%,42%,56% dan 69%.6,7
3.2.3 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma
tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan
(impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan terguling.
15
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks
oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya
yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi sedang dengan
kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan trauma toraks oleh
karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan melebihi
3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah atau
pneumotoraks (seperti pada scuba).4,8
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.
f) Pa O2 normal / menurun.
3.2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
Pemberian analgetik
Pemasangan plak/plester
Jika perlu antibiotika
Fisiotherapy
2. Operatif/invasive
Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
Pemasangan alat bantu nafas.
Pemasangan drain.
Aspirasi (thoracosintesis).
Operasi (bedah thoraxis)
Tindakan untuk menstabilkan dada:
a) miringkan pasien pada daerah yang terkena.
b) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,
didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a) Gejala contusio paru
b) Syok atau cedera kepala berat.
c) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
d) Umur diatas 65 tahun.
e) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
Oksigen tambahan.