Anda di halaman 1dari 2

Cerita berawal dari talang(pedesaan) di pedalaman Sumatra.

Di sana hidup seorang jagal yang sudah


pensiun bernama Samad. Ia tinggal bersama istrinya Hamidah dan dikaruniai seorang anak bernama
Bujang(Agam). Bujang dididik ilmu pengetahuan dan ilmu agama oleh Hamida, tetapi Samad tidak suka
Bujang belajar ilmu agama. Jika bujang ketahuan sedang belajar agama, maka samad akan memukulinya
habis-habisan.

Suatu hari datanglah Tauke besar, teman Samad dari kota. Mereka sangat akrab hingga Tauke
menganggap Samad sebagai saudara angkatnya. Tauke datang bersama rombongan karena diundang
Samad untuk mengatasi babi liar yang mengganggu kebun warga di Talang.

Malam harinya berangkatlah Tauke besar dan rombongan ke dalam hutan untuk berburu babi hutan.
Dalam rombongan itu ada Bujang anak Samad. Meskipun Hamidah melarang Bujang untuk ikut, tetapi
akhirnya ia setuju setelah Samad membujuknya. Dengan bersenjatakan tombak milik bapaknya, Bujang
pun ikut berburu bersama Tauke dan rombongan. Satu persatu babi hutan berjatuhan, rombongan terus
masuk ke hutan yang paling dalam untuk menghabisi babi hutan sampai ke akar-akarnya. Pertarungan
seru terjadi ketika seekor babi hutan sebesar sapi dewasa mengamuk. Babi itu menyeruduk siapa saja
yang ada di depanya, semua rombongan menjadi korbannya, tak terkecuali Tauke. Bujang yang melihat
Tauke dan rombongan yang lain terluka, memutuskan untuk melawan. Saat itulah rasa takut seperti telah
dikeluarkan dari dadanya. Bujang anak talang pedalaman sumatra melawan babi buas itu dengan sekuat
tenaga. Hingga pada akhirnya babi buas itu tak berdaya, tombak bujang menembus moncong hingga ke
punggung babi tersebut.

Singkat cerita Bujang pun dibawa oleh tauke besar ke kota. Sesampainya di markas besar keluarga tauke
besar atau yang terkenal dengan nama keluarga Tong, Bujang dididik dengan baik. Ia juga disekolahkan
oleh tauke besar. Di markas besar, Bujang memiliki teman sekamar yaitu Basyir. Bujang begitu akrab
dengan Basyir, tidak butuh waktu lama mereka pun akrab.

Di keluarga Tong Bujang atau Si Babi Hutan tidak diizinkan menjadi tukang pukul, ia disuruh terus belajar
bersama Frans untuk mengejar ketinggalannya, maklum selama lima belas tahun Bujang sama sekali
belum mengenyam bangku pendidikan resmi. Bujang hanya pernah diajari pelajaran sekolah ketika
berguru di rumah Tuanku Imam, itu pun secara sembunyi-sembunyi. Hari demi hari Bujang terus dijejali
dengan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah, hal ini lambat laun membuat Bujang jenuh. Hingga suatu
ketika Bujang merujuk tidak mau belajar lagi, ia meminta kepada Tauke untuk menugaskannya sebagai
tukang pukul. Awalnya Tauke menolak, hingga akhirnya ia memikirkan ide bagus untuk menuruti
keinginan Bujang.

Dalam keluarga Tong terdapat banyak sekali tukang pukul. Dalam setiap perekrutannya akan selalu
diadakan sebuah ritual bernama Amook. Ritual ini mengharuskan seseorang berdiri di tengah, dan
dikelilingi oleh banyak tukang pukul. Aturannya simpel, seberapa lama seseorang tetap bisa berdiri ketika
dikroyok para tukang pukul. Tauke Besar yang marah karena Bujang terus saja merajuk untuk jadi tukang
pukul, menantang bujang dalam ritual itu. Jika Bujang bisa bertahan 15 menit, maka ia boleh menjadi
tukang pukul. Namun jika Bujang tumbang dalam waktu kurang dari 15 menit, maka ia harus mengambi
buku dan alat tulisnya lalu mulai belajar lagi. Bujang yang sebelumnya bingung kenapa ia dibawa ke
tempat pelatihan ini segera paham apa maksud tauke. Ia pun bersiap-siap dan berdiri di tengah,
menatap semua tukang pukul yang mengelilinginya. Bujang adalah seorang pemuda yang tangguh,
meskipun dikroyok banyak tukang pukul ia bisa bertahan. Namun ketika waktu hampir mencapai 15
menit, Basyir berhasil menjatuhkan Bujang. Bujang pun harus menerima kekalahannya dan
melaksanakan janji yang sudah ia buat dengan tauke.

Setelah gagal mendapatkan posisi sebagai tukang pukul, Bujang harus rela waktu mudanya untuk belajar.
Ia anak yang pandai, dalam waktu singkat ia bisa mengejar ketinggalanya hingga SMA. Apalagi setelah
Bujang diterima di Universitas Ibu kota, Tauke pun mengijinkannya menjadi tukang pukul. Masuknya
Bujang ke Universitas Ibu kota ditandai juga perpindahan markas besar keluarga Tong ke Ibu kota. Hal ini
memudahkan Bujang untuk pulang ke markas setelah kuliah. Setiap pulang dari kuliah Bujang akan
berlatih sebagai tukang pukul bersama Kopong. Setiap hari Kopong melatih Bujang bagaimana menjadi
tukang pukul yang tangguh hingga suatu ketika Kopong sudah tidak sanggup lagi mengajarnya, ia
memanggil guru Busyi dari Jepang untuk menggantikannya. Guru Busyi mengajari Bujang ilmu ninja dan
bagaimana menggunakan samurai. Tetapi pelajaran dari ahli samurai jepang itu harus putus di tengah
jalan ketika guru Busyi mendengar anaknya meninggal.

Anda mungkin juga menyukai