Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Agama Hindu adalah agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk India. Agama ini
dinamakan Hindu, karena di dalamnya mengandung adat istiadat, budi pekerti, dan gambaran
kehidupan orang Hindu. Agama ini juga dinamakan Agama Brahma, dari agama inilah
diambil kata Brahmana yang merupakan gelar bagi pemuka agama yang dipercaya karena
ketinggian ilmunya. Dalam agama hindu jenjang atau tatanan kehidupan manusia diatur
dalam empat tingkatan, sebagai fase-fase yang harus dilalui dalam kehidupan. Mulai dari fase
pertama, kemudian menuju fase kedua, lalu fase ketiga baru ke fase keempat. Semua tahapan
itu harus dilalui mulai dari awal kelahirannya sampai pada akhir hayatnya secara berurutan
dan tidak mungkin diputar balik .
Dalam agama hindu agar sebuah keluarga terbentuk keluarga yang sejahtera maka semua
anggota keluarga harus memenuhi swadhamanya masing-masing. Di dalam ajaran agama
Hindu tentang Kasta, masyarakat dibagi menjadi empat golongan yang dapat dikategorikan
sebagai kelas-kelas atau strata sosial, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis ingin memberikan informasi lebih
jauh mengenai kemasyarakatan hindu dalam agama Hindu seperti catur asrama, keluarga
hindu, catur warna dan lembaga parisadha, agar pembaca mengetahui lebih dalam tentang
kemasyarakatan hindu.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan catur asrama?
2. Apa saja bagian-bagian dari catur asrama?
3. Bagaimana keluarga menurut hindu?
4. Apa yang dimaksud dengan catur warna?
5. Apa saja bagian-bagian dari catur warna?
6. Apa yang dimaksud dengan lembaga Parisadha?
7. Bagaimana tugas, fungsi dan peran parisadha?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari catur asrama
2. Untuk mengetahui bagian-bagian dari catur asrama
3. Untuk mengetahui arti keluarga dalam hindu
4. Untuk mengetahui pengertian dari catur warna
5. Untuk mengetahui bagian-bagian dari catur warna
6. Untuk mengetahui tentang lembaga parisadha
7. Untuk mengetahui tugas, fungsi, dan peran parisadha
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
membantu para pembaca untuk menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi dalam
pembelajaran mengenai kemasyarakatan Hindu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Catur Asrama
A. Pengertian
Catur Asrama terdiri atas dua kata yakni “ Catur”, yang berarti empat dan “Asrama”,
berarti tahapan atau jenjang. Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus
dijalani untuk mencapai moksa. Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat
tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat
kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu
masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

B. Bagian – Bagian Catur Asrama


1. Brahamacari Asrama
Brahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan
cari yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari
berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.
Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya
yang kedua. Menurut ajaran agama hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang
mengumbar hawa nafsu sex melainkan semua kekuatan jasmani dan rohaninya sebagian
besar hendaknya diarahkan untuk pembentukan kecerdasan otak yang disebut dengan
Oyas Sakti. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui
melalui istilah berikut :
1. Sukla brahmacari
Orang yang tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu,
melainkan karena mereka sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir
hayatnya.
2. Sewala brahmacari
Orang yang menikah sekali dalam masa hidupnya. Bila mendapatkan
halangan salah satu meninggal, maka ia tidak kawin lagi sampai datang ajalnya .
rintangan apapun yang menjadi kendala ia tetap berpegang pada prinsip ajaran
Sewala Brahmacari.
3. Kresna brahmacari
Pemberian ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak
memungkinkan diberikan oleh sang istri, seperti sang istri tidak dapat menghasilkan
keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.

2. Grhasta Asrama
Tahapan yang kedua tentang grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki pada
saat perkawinan. Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting, karena menunjang
yang lainnya. Perkawinan merupakan salah satu acara suci bagi seorang Hindu. Istri
merupakan rekan dalam kehidupan ( Ardhangini ), ia tidak dapat melakukan ritual agama
tanpa istrinya. Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang erlandaskan dharma
dan dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari
penghasilannya untuk amal.
Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :
1. Melanjutkan keturunan
2. Membina rumah tangga
3. Bermasyarakat
4. Melaksanakan panca yajnya :
a. Dewa Yajna : persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasinya
b. Rsi Yajna :persembahan pada para rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama
c. Manusa yajnya :persembahan pada sesama manusia
d. Pitra Yajna : persembahan pada para leluhur
e. Bhuta Yajna :persembahan kepada para bhuta.

3. Wanaprastha Asrama
Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi
tahap akhir yaitu sannyasa . setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah
tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar kota
untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih tinggi.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan
mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa
dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia
yang sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang
pahit getirnya kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran
agama dan ilmu pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang
sudah mapan dan mampu hidup mandiri.serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik
dibidang ekonomi maupun yang lainnya.

4. Sannyasin / Bhiksuka
Tahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang
sannyasin, ia meninggalkan semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala upacara
ritual dan segala keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama tertentu. Ia hidup
sendiri dan menghabiskan waktunya dalam meditasi. Bila ia mencapai keadaan yang
indah dari meditasinya yang mendalam, ia mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia
sepenuhnyaa tak tertarik pada kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak
suka, keinginan, keakuan,nafsu ,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki
visi yang sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara
dengan bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama
ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil maupun gagal. Ia sekarang
adalah atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama. Ia seorang laki – laki yang
bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau kebiasaan adat masyarakat.
Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan
kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang
bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.

2.2 Keluarga Hindu


Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti
"anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ("nuclear family") terdiri dari ayah, ibu, dan
anak-anak mereka. Definisi keluarga menurut Burgess dkk dalam Friedman (1998), yang
berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :1) Keluarga terdiri dari
orang-orang yang disatukan dengan ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi, 2) Para anggota
sebuah keluarga biasanya hidup bersama -sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup
secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut. sebagai rumah mereka, 3)
Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran peran sosial
keluarga seperti suami - istri, ayah dan ibu, anak laki - laki dan anak perempuan, saudara dan
saudari.
Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui oleh anak ketika anak di izinkan
melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan Ibu, Ayah, dan lingkungan dalam keluarga itu
sendiri menjadi subyek sosial yang nantinya akan membentuk dasar anak dengan orang lain.
Hubungan anak dengan keluarganya merupakan hubungan pertama yang ditemui anak. Anak
adalah peniru paling baik di dunia, oleh karena itu semua hal yang dilakukan oleh anggota
keluarga akan sangat mudah ditiru oleh anaknya.
a. Suardharma Keluarga
Suatu keluarga yang utuh dan sempurna terdiri dari suami, istri , anak . Untuk mengujudkan
keluarga sejahtera masing –masing keluarga mempunyai kewajiban fungsional(suadharma)
masing-masing.
1. Suadharma suami
a. Melindungi istri dan anak-anaknya
b. Menyerahkan harta dan menugaskan istri sepenuhnya untuk mengurus rumah tangga
serta urusan agama bagi keluarga.
c. Menjalani hidup dengan member nafkah istri bila karena suatu urusan penting ia
tinggalkan istrinya keluar daerah.
d. Memelihara hubungan kesucian dengan istri dan saling percaya memprcayai
sehingga terjalin hubungan kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga .
e. Berupaya agar istrinya selalu ceria dan bahagia di tengah keluarga guna dapat
mengujudkan kewibawaan keluarga.
f. Menggauli istrinya, mengusahkan agar tidak timbul perceraian , dan masing-masing
tidak melanggar kesucian.
2. Suadharma istri
a. Sebagai seorang istri ataupun wanita hendaknya diluar berusa untuk menghindari
bertindak diluar pengetahuan suami atau orang tuanya.
b. Istri /wanita harus pandai-pandai membawa diri dan pandai mengatur rumah tangga.
c. Istri harus setia pada suaminya dan hendak selalu berusha tidak melanggar ketentuan-
ketentuan yang telah ditentukan untuk hidup suci.
d. Istri harus selalu mengendalikan diri dalam keadaan suci dan selalu ingat kepada
suami dan tuhan .
e. Istri berkewajiban melihara rumah tangga.
f. Seseorang istri dapat bekerja untuk menunjang kehidupan asal tidak bertentangan
dengan kesopanan terutama bila suaminya kurang mampun member nafkah .
g. Wanita telah diciptakan menjadi ibu, disamping itu ia mempunyai pula kewajiban
sebagai pengurus rumah tangga dan menyelenggaran upacara keagamaan
3. Suadarma Anak
a. Pertama adalah berguru , belajar atau menuntut ilmu pengetahuan (brahmacari).
b. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya dengan teguh melakukan
pengendalian diri , mengamalkan kebajikan dan menegakan kebenaran .
c. Melakukan upacara Sradha bagi leluhurnya dan kegiatan keagamaan yang ditentukan
di dalam weda .
d. Memberi pertolongan dan mendermakan hasil usahanya

Kitab Sarasamucascaya menyatakan :


“Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah
Pakaccaivapacitartham pitarastena ptrinah”
(S.s. 228)
Artinya:
Yang dianggap anak adalah orng yang menjadi pelindung bagi orang yang
memerlukan pertolongan , serta menolong kaum kerabat yang tertimp kesengsaranan ,
mensedekahkan segala hasil usahanya, memasak dan menyediakan makanan untuk
orang-orang miskin anak yang demikian itu putra sejati namanya .
“Tapascaucavata nityam dharmasatyaratena ca,
Matapitroharahah pujanam karyamanjasa”
(S.s. 239)
Artinya :
Orang yang selalu hormat kepada ibu bapaknya dinyatakan teguh melalukan
tapa dan menyucikan diri, dan tetap teguh berpegang kapada kebenaran dan kebajaka

2.3 Catur Warna

A. pengertian catur warna

Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur"
berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya
memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam
kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta
kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang
tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi
suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu
ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra

B. Bagian-bagian Catur Warna


1. Brahmana
Brahmana adalah orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual dan ketuhanan
serta mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek dalam
kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi seperti halnya dahulu,
seorang Resi sebagai brahmana pendeta sejati.

Dalam penggolongan catur warna disebutkan,

a. Para cendikiawan serta intelektual yang bertugas untuk memberikan pembinaan


mental dan rohani serta spiritual.
b. Seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai rohaniawan.

Atau juga,
a. Seseorang brahmana yang sudah tangguh (dira) dan sudah mampu mengatasi suka
dan duka,
b. Dipuji, disanjung maupun dihina bagi beliau diterima secara seimbang.
Karena ciri seorang brahmana dalam lontar wrati sasana sebagaimana dijelaskan
oleh idabagusbajra (dalam kutipan artikel putra, suputra dan kuputra), seorang
brahmana disebutkan memiliki sifat-sifat:,
1. Sama yaitu seimbang dan teguh menghadapi suka dan duka dan tidak terganggu oleh
keadaan senang dan menderita akan mencapai kehidupan yang kekal abadi.
2. Dharma, orang yang mampu menasehati dirinya sendiri, tenang dan sabar tahu
menasehati dirinya sendiri.
3. Tapa, orang yang tahan akan dinamika panasnya kehidupan ini dan mampu
mengendalikan jasmaninya.
4. Sauca, suci lahir dan batin.
5. Ksanti, selalu dalam keadaan tenang dan damai.
6. Arjawa, orang yang sangat jujur.
7. Knyanam yang memiliki ilmu pengetahuan.
8. Wijnyanam, bijaksana karena telah memiliki banyak menguasai ilmu pengetahuan.
9. Astikyam sangat paham dan percaya pada ajaran suci Weda.
Dalam kehidupan bermasyarakat, jenis - jenis brahmana disebutkan sebagai berikut :
1. Brahmana Dukuh, brahmana yang melaksanakan pertapaan di hutan.
2. Brahmana Sapinda, lahir berdasarkan hubungan darah dari orang suci atau para
pertapa yang ada sebelumnya.
3. Brahmana Prawara | seorang brahmana (pendeta) lahir berdasarkan dari sekte /
sampradaya / pakse walau dari wangsa mana pun mereka.
4. Brahmana Gotra | seorang brahmana yang lahir karena berdasarkan dari kelompok
warga, soroh, klen, wangsa tertentu seperti pedanda, mpu, bhagawan, dukuh dll
5. Brahmana Keling sebagai cicit dari Mpu Beradah yang dahulu diceritakan mampu
menciptakan kesejahteraan alam lingkungan yang lebih baik dari tahun ke tahun, hasil
alam yang melimpah sebagai sarana dan prasana karya sehingga karya dapat
dilaksanakan dengan sukses atau berhasil (Sidakarya) sesuai dengan harapan Dalem
Waturenggong saat itu
Untuk menjadi seorang brahmana juga disebutkan agar miliki tingkatan
pengetahuan lebih lanjut tentang ajaran suci Weda sebagaimana disebutkan :
a. hendaknya dalam pendidikan, sisya diajarkan oleh seorang Acarya yang sudah
medwijati sebagai guru spiritual,
b. agar nantinya mendapat pengakuan dengan diberikannya Samawartana / Ijazah
kebrahmanan.
2. Ksatria
Ksatria merupakan orang orang yang bekerja / bergelut di bidang pertahanan dan
keamanan/pemerintahan yang bertugas untuk mengatur negara dan pemerintahan serta
rakyatnya. Atau seseorang yang memilih fungsi sosial menjalankan kerajaan: raja, patih,
dan staf - stafnya. Jika dipakai ukuran masa kini, mereka itu bertindak sebagai kepala
pemerintahan (guru wisesa), para pegawai negeri, polisi, tentara dan sebagainya.
3. Waisya
Waisya merupakan orang yang bergerak dibidang ekonomi, yang bertugas untuk
mengatur perekonomian atau seseorang yang memilih fungsi sosial menggerakkan
perekonomian. Dalam hal ini menjadi pengusaha, pedagang, investor dan
usahawan (Profesionalis) yang dimiliki Bisnis / usaha sendiri sehingga mampu mandiri
dan mungkin memerlukan karyawan untuk membantunya dalam mengembangkan usaha /
bisnisnya.
4. Sudra
Sudra merupakan orang yang bekerja mengandalkan tenaga/jasmani, yang
bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi pelayan atau pembantu orang
lain atau seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai pelayan, bekerja dengan
mengandalkan tenaga. seperti: karyawan, para pegawai swasta dan semua orang yang
bekerja kepada Waisya untuk menyambung hidupnya termasuk semua orang yang belum
termasuk ke Tri Warna diatas.

C. PENERAPAN CATUR ASRAMA DAN CATUR WARNA DALAM KEHIDUPAN


SEHARI-HARI DI MASYARAKAT
Pada saat negerinya diserang oleh musuh-musuhnya, pandawa maju ke medan
perang untuk meperthankan keselamatan masyarakat,bangsa, dan negaranya dari kejaran
pemberontak. Panca pandawa merupakan sosok pemimpi Ksatrya yang gagh berani.
Seiring dengan berputarnya waktu, anca pandawa membangun sebuan rumah tangga
yang harmonis dan utuh dengan seorang ibu yang utama Grehastha Asrama. Selama dua
belas tahun terbuang dihutan, panca pandawa memasuki fase Wanaprastha. Saat berupaya
memajukan perekonomian negerinya sehingga masyarakat mnjadi sejahtera panca
pandawa tampil sebagai Wesya Warna. Setelah terbuang panca pandawa menjadi
pembantu disebuah kerajaan Sudra Warna dalam catur warna. Dengan menjadi pengajar
diberbagai bidang ilmu terutama ilmu bidang seni dan agama, ini berarti panca pandawa
berada pada fase Bhiksuka dalam Catur Arsrama.
Demikian juga, pada saat berada ditengah-tengah lingkungan kita. Sejak kecil
diajar oleh oranng tua dan juga disekolahkan sampai tamat dengan jenjang pendidikan
tertentu dan dewasa. Dalam catur warna fase ini tergolong Brahmana Warna. Sedangkan
dalam catur Asrama termasuk sedang mengikuti masa Brahmancari Asrama. Dengan
memiliki ketrampilan tertentu selanjutnya mampu membangun rumah tangga sekaligus
menjadi pemimpin rumah tangga yang dibangunnya. Hal ini tergolong “Grehastha”
dalam catur Asrama dan “Ksatrya” dalam catur Warna. Tanggung jawab lahir dalam
rumah tangga yang dibangun telah selesai, dengan meningkatkan kehidupan berumah
tangga, mengelolah pertanian, dan perdagangan utuk kemakmuran masyarakat banyak
adalah wujut dari fase”Wanaprastha” dalam catur asrama dan tergolong “Wesya Warna “
dalam catur warna. Akhirnya mempersiapkan diri untuk mendalami kerohanian,
mengajarkan , dan menyebarkan Dharma, dengan suatu pelayanan yang tulus adalah
merupakan wujut dari”Sudra Warna’ dalam Catur Asrama dan “Bhiksuka Asrama” dalam
catur Asrama
Selain penerapan diatas, juga Catur warna dalam kehidupan sehari-hari sudah
tidak menonjol. Ini dikarenakan arus perubahan jaman yang semakin maju sehingga
banyak umat Agama Hindu yang tidak peduli lagi dengan catur warna. Contoh nyata
ialah dulu hanya golongan brahmana yang mengajarkan tentang agama namun sekarang
siapa pun bisa sehingga bagian – bagian dari catur warna sudah tidak terlalu ditegakkan
kerana manusia sekarang lebih mengutamakan Arta atau kekayaan.

2.4 Lembaga Parisadha

Sebelum terbentuknya majelis umat Hindu, di Bali sarat dengan pembaharuan.


Pembaharuan dilaksanakan diberbagai aspek baik ekonomi, politik, sosial maupun
budaya. Organisasi organisasi kecil baik yang berbau politik, agama maupun sosial pada
bermunculan. Lebih - lebih pengakuan terhadap Agama Hindu terlambat datangnya.
Agama Hindu baru diakui dan didudukkan sejajar dengan agama - agama lain di
kementrian agama Republik Indonesia pada tahun 1958. Sebelumnya Agama Hindu Bali
dinyatakan sebagai aliran kepercayaan. Pengakuan agama Hindu Bali oleh pemerintah
memerlukan waktu yang cukup panjang. Para tokoh di Bali dengan segala upaya
ditempuh untuk pengakuan tersebut. Beberapa kali pertemuan dilakukan untuk
menyatukan pikiran dalam rangka mengajukan tuntutan kepada pemerintah.

Bali adalah salah satu propinsi yang ada di Indonesia yang berdiri pada tahun
1958. Di pulau inilah berdiri sebuah majelis agama Hindu yang bernama Parisada
Dharma Hindu Bali. Parisada ini berdiri adalah karena hilangnya sistem kerajaan di Bali
yang digantikan oleh para bupati pada tahun 1957, pada setiap kabupaten. Sebelum
adanya bupati urusan agama serta pemerintahan adalah tanggung jawab raja. Urusan
pemerintahan sudah mendapatkan porsi yang digantikan oleh para bupati tetapi untuk
urusan agama yaitu agama Hindu tidak mendapat perhatian. Dengan tidak adanya
penanggungjawab secara pasti maka umat Hindu di Bali melaksanakan kegiatan-kegiatan
keagamaannya sesuai dengan tradisinya masing - masing. Ketidakteraturan pelaksanaan
kegiatan keagamaan di Bali juga mendorong untuk membentuk suatu lembaga yang
mampu memberikan pembinaan, pengayoman dan pendidikan kepada umat Hindu di
Bali. Dorongan dari generasi muda yang sudah mengenyam pendidikan baik di luar
maupun di Bali sendiri untuk membentuk suatu lembaga, yang sangat diperlukan dalam
rangka pembinaan, pendidikan dan pengayoman umat.

Parisada dalam perkembangannya sebagai majelis umat telah berhasil membuat


lambang Parisada yang sangat sarat dengan makna yaitu menggambarkan kepengurusan
Parisada baik Pesamuhan Sulinggih, Pesamuhan Welaka dan Pengurus harian. Semua
tersirat dalam Lambang yang dibuat oleh Parisada itu. Pada tanggal 3 Oktober 1963
Parisada juga berhasil mendirikan Institut Hindu Dharma yaitu tempat mempelajari
Dharma. Parisada ingin membuat kaderisasi sebagai pembina umat karena pembinaan
sangat kurang kepada umat. Salah satu pola anutan bagi umat juga dibangun Parisada
walaupun dalam renatang waktu yang cukup lama yaitu Pura Jagatnatha. Pura ini
didirikan dari tahun 1964 dan selesai pada tahun 1975. Pura ini berdiri megah ditengah -
tengah kota Denpasar. Pura ini dibangun selain untuk model Pura untuk umat di luar Bali,
juga sebagai sarana untuk mempersatukan seluruh umat Hindu yang ada di kota
Denpasar.

Dengan berkembangnya umat Hindu di berbagai daerah , berkembang pula nama


majelis ini. Parisada Dharma Hindu Bali berkembang menjadi Parisada Hindu Dharma
dan selanjutnya berkembang menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia. Perubahan
nama ini disebabkan karena umat Hindu tidak hanya ada di Bali dan tidak di peluk oleh
suku Bali saja tetapi sudah tersebar secara sporadis di seluruh wilayah Indonesia.
Begitupula dengan sekretariat dari majelis ini berpindah - pindah yang dimulai dari
Fakultas Sastra Universitas Airlangga, kemudian pindah di areal Pura Jagatnatha dengan
membuat bedeng dan selanjutnya di jalan Ratna Tatasan Denpasar Bali.

Kepengurusan demi kepengurusan telah dilewati oleh majelis ini. Orang - orang
yang duduk dalam kepengurusan Parisada sama sekali tidak mendapat gaji. Ini dilakukan
semata - mata sebagai wujud bhakti yang dilandasi dengan ngayah (tUlus iklas). Sejak
berdiri Parisada ini dipimpin oleh Ida Pedanda Gde Wayan Sideman dari tahun 1959 -
1968. Kemudian dipimpin oleh Ida Pedanda Putra Kemenuh dari tahun 1968 - 1980. Ida
Pedanda Gde Made Pidada Keniten dari tahun 1980 - 1986. Tahun 1986 - 1991 dipimpin
oleh Ida Pedanda Ngurah Bajing dan selanjutnya dipimpin oleh Ida Pedanda Putra Telaga
dari tahun 1991 - 1996. Semua sosok pemimpin majelis yang disebut dengan ketua umum
adalah sosok yang berkarisma. Umat Hindu sangat yakin dengan pemimpinnya Semua
ahli dalam Weda dan sastra -- sastra agama yang lain. Selain mampu melaksanakan
pembinaan kepada urnat Hindu secara umum beliau juga sangat diyakini mampu
mengadakan hubungan dengan Tuhan, dalam rangka mengemban serta membina umat
Hindu.

Pembinaan yang dilakukan oleh majelis ini adalah dengan mendatangi umat ke
daerah - daerah untuk diberikan penyuluhan agama. Buku buku agama sangat minim
dikeluarkan dari majelis ini untuk disebarkan kepada umat karena masalah dana. Parisada
tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap. Salah satu buku yang diterbitkan
Parisada untuk pertama kalinya adalah "Dharma Prawerili Sastra". Pembinaan ini selalu
dilaksanakan bersama - sama dengan Departemen Agama cq. Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha baik di pusat maupun di daerah. Begitu pula
dalam mengalasi permasalahan yang menyangkut keumatan di daerah - daerah Parisada
selalu berjalan bersama-sama.

Dengan melihat kondisi umat di lapangan, Parisada juga dapat mengeluarkan


Bhisama ( fatwa } asal usul dari Pesamuhan Walaka. Salah satu Bhisama Parisada yang
pernah dikeluarkan adalah "Kesucian Pura". Bhisama ini dibuat karena mengingat Bali
sebagai daerah pariwisata, dan Pura adalah sebagai tempat yang sangat disucikan oleh
umat Hindu. Ini supaya sama - sama dipikirkan baik dari kalangan wisatawan maupun
dari kalangan umat sendiri. Disinilah peran dari majelis ini untuk selalu tanggap dengan
kondisi dilapangan sebagai pengayom umat.

A. Tugas, Fungsi dan Peranan Parisada

1. Tugas Pokok : Melayani umat dalam meningkatkan sradha dan bhakti sesuai kitab suci
Wed

a. Meningkatkan pengabdian dan peranan umat Hindu dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara.
b. Mengembangkan dan memelihara kerukunan keserasian dan keharmonisan intern dan
antar umat beragama.
c. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan setiap badan, organisasi,
lembaga yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan baik nasional
maupun intemasional.

2. Fungsi:

a. Menetapkan Bhisama
b. Mengambil keputusan di bidang keagamaan dalam hal ada perbedaan penafsiran
ajaran agama dan atau dalam hal terdapat keragu-raguan mengenai masalah tersebut.
c. Memasyarakatkan ajaran Weda, Bhisama, dan keputusan-keputusan Parisada

3. Peranan :
a. Mengabdi dan Pengayom dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada
umat Hindu.
b. Memelihara kerukunan, keserasian dan keharmonisan umat Hindu yang dilandasi
spiritualo yang tinggi.
c. Membina umat Hindu guna meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegar
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. catur asrama
catur asrama mengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkatan-tingkatan
kerohanian. catur asrama sering dikaitkan dengan jenjang kehidupan. Jenjang
kehidupan itu berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur dan sifat perilaku
manusia
2. keluarga hindu
Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui oleh anak ketika anak di
izinkan melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan Ibu, Ayah, dan lingkungan
dalam keluarga itu sendiri menjadi subyek sosial yang nantinya akan membentuk
dasar anak dengan orang lain. Untuk mengujudkan keluarga sejahtera masing –
masing keluarga mempunyai kewajiban fungsional(suadharma) masing-masing baik
istri, suami maupun anak.
3. catur warna
catur warna mengelompokkan masyarakat berdasarkan guna dan bakat.
Penggolongan masyarakat ini didasarkan atas tugas, kewajiban, dan fungsinya di
dalam masyarakat. Penggolongan ini bukan bersifat turun temurun. Adanya
penggolongan ini merupakan suatu kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat.
4. Parisadha
Parisada adalah Majelis Wipra (Brahmana ahli, cendikiawan) yang berfungsi
semacam Badan Legislatif, memegang peranan penting di dalam memecahkan
berbagai permasalahan keagamaan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Kata Parisada tersebut identik pengertiannya dengan duduk melingkar (untuk
bersidang). Parisada terdiri dari para brahmana ahli berdasarkan ketentuan yang
diatur di dalam kitab suci Manava Dharma Sastra

3.2 saran

Anda mungkin juga menyukai