Anda di halaman 1dari 72

ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA
PADA NN.K DENGAN
HALUSINASI PENDENGARAN DIRUANG NAKULA
RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH

Di susun oleh:
DENI SAPUTRA
2.11.013

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
2014

ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA
PADA NN.K DENGAN
HALUSINASI PENDENGARAN DIRUANG NAKULA
RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Tinggi Diploma 3 Keperawatan

Di susun oleh:
DENI SAPUTRA
2.11.013

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
2014

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini Telah Mendapatkan Persetujuan untuk Dilakukan


Pengujian di Hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D.3 Keperawatan
STIKES Telogorejo Semarang
Pada Tanggal :
Telah Disetujui Oleh :
Pembimbing

Ns. Anjas Surtiningrum, S.Kep, M.Kep, Sp.Jiwa

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini Telah Disetujui. Diperiksa dan Dipertahankan di


Hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D.3 Keperawatan STIKES
Telogorejo Semarang

Pada Tanggal
Telah Disetujui Oleh :
Penguji I Penguji II

Ns. Yeni Fila Kusumawati, S.Kep Suciwati, SST, M.H.Kes

Mengetahui
Kaprodi D.3 Keperawatan
STIKES Telogorejo Semarang

Ns. I’ien Noer’aini, S.Kep

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

laporan kasus “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Nn. K di Ruang Nakula

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang”.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam


menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi D.3 Keperawatan STIKES Telogorejo

Semarang.

Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan, wawasan, dan

pengalaman dalam penyusunan laporan kasus ini, namun karena berkat bimbingan

dan arahan dari berbagai pihak, laporan kasus ini dapat tersusun. Oleh karena itu

dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. dr. Murti Wandrati, M.Kes selaku direktur STIKES Telogorejo Semarang

2. Ns. I’ien Noer’aeni, S.Kep selaku Ketua Prodi D.3 Keperawatan STIKES

Telogorejo Semarang

3. Ns. Rusmiyati, S.Kep selaku selaku Wali I Tingkat 3 Prodi D.3

Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

4. Ns. Sumarjoko Ari Santoso, S.Kep selaku Wali II Tingkat 3 Prodi D.3

Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

5. Ns. Anjas Surtiningrum, M.Kep, Sp.Kep.J (Alm) selaku dosen

pembimbing KTI

6. Ns. Yeni Fila Kusumawati, S.Kep selaku dosen pembimbing pengganti Ns.

Anjas Surtiningrum, M.Kep, Sp.Kep.J (Alm)

7. Dosen dan Staff STIKES Telogorejo Semarang

8. Orang Tua tercinta yang selalu memberikan dukungan moral dan material

dalam penyusunan laporan kasus ini.

9. Temen-temenku seperjuangan Agus, Ragil, Ikha, Vandy, Nenda, Rudi W,

Ulin, Edi, Dwi mumun, Olip, Tria, Septi.

10. Seluruh Teman-teman D.3 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


angkatan 2011

Semoga segala doa, perhatian, bantuan, dan dorongan dari Bapak, Ibu, dan

rekan-rekan mendapatkan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, penulis menyadari

bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus

ini, dan harapan penulis, semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi setiap

pembaca.

Semarang, 19 Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

PRAKATA........................................................................................................ iv

DAFTAR ISI..................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

B. Tujuan Penulisan....................................................................... 5

C. Manfaat Penulisan..................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 7

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Definisi.................................................................................. 7

2. Jenis....................................................................................... 8

3. Faktor Penyebab.................................................................... 9

4. Proses Terjadinya Halusinasi................................................ 11

5. Batasan Karakteristik............................................................ 13

6. Rentang Respon.................................................................... 14

B. Strategi Pelaksanaan Halusinasi................................................ 14

C. Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial........................................... 18

BAB III. RESUME ASUHAN KEPERAWATAN........................................ 21

A. Pengkajian................................................................................. 21

B. Analisa Data.............................................................................. 26

C. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 27

D. Intervensi Keperawatan............................................................. 27

E. ImplementasidanEvaluasi......................................................... 29

BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................. 34

A. Pengkajian................................................................................. 34

B. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 38
C. Intervensi Keperawatan............................................................. 39

D. Implementasi............................................................................. 40

E. Evaluasi..................................................................................... 45

BAB V. PENUTUP....................................................................................... 49

A. Kesimpulan............................................................................... 49

B. Saran.......................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stressor dari

lingkungan dalam atau luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan


tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan cultural dan

mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu.

(Yosef.2007.Hlm:156). Gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya

fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik, dan

verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinis, yang disertai oleh

penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic

individu. (Dalami. 2010. Hlm: 1)

Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat di pandang

dalam tiga kategori. Faktor individual meliputi struktur biologis,

ansietas, kekhawatiran, dan ketakutan serta keharmonisan dalam hidup

dan kehilangan arti hidup. Faktor interpersonal meliputi komunikasi

yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri

dari hubungan dan kehilangan kontrol emosional. Faktor budaya dan

sosial meliputi tempat tinggal kemiskinan dan diskriminasi seperti

perbedaan ras, golongan, usia, dan jenis kelamin. ( Videbeck. 2008.

Hlm:3-4 )

Gangguan jiwa ini di cirikan dengan gangguan dalam proses

berpikir dimana terjadi distorsi yang berat terhadap kenyataan atau

realita. Misalnya penderita seolah-olah melihat atau mendengar

sesuatu padahal kenyataanya tidak ada sehingga menyebabkan

penderitanya bicara, tertawa dan marah-marah sendiri padahal tidak

ada orang lain disekitarnya. Selain itu juga muncul pikiran-pikiran

aneh seperti merasa dikejar-kejar oleh orang lain atau seolah


mendapatkan wahyu sehingga melakukan tingkah laku yang tidak

umum atau aneh bahkan sampai kehilangan kontrol terhadap

perilakunya sendiri yang biasa disebut dengan skizofrenia. (Siswanto.

2007. Hlm: 84)

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

berbagai

area fungsi individu termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima,

menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukan emosi dan

berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.

(Isaacs.2004.Hlm:151) Skizofrenia adalah sebagai penyakit neurologis

yang memengaruhi persepsi klien,cara berfikir, bahasa, emosi, dan

perilaku sosialnya.(Melinda.2008). Skizofrenia adalah suatu bentuk

psikosa yang banyak di jumpai dimana-mana namun faktor

penyebabnya belum dapat di indentifikasi secara jelas. (Herman. 2011.

Hlm: 95 )

Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah 3 – 5 perseribu

penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta

orang akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih

660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang sangat

besar serta perlu penanganan yang serius. (Hawari, 2002). Skizofrenia

umumnya ditandai dengan gejala distrosi pikiran dan gangguan

persepsi yang khas, perasaan yang tidak wajar dan tumpul, waham

yang aneh atau dikendalikan. Halusinasi merupakan gejala yang


paling sering muncul pada pasien skizofrenia. Sekitar 70% dari

penderita skizofrenia pernah atau disertai dengan gejala adanya

halusinasi. (Stuart dan Sundeen, 2006)

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang linkungan

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien

mendengar suara-suara padahal tidak ada orang yang berbicara.

(Kusumawati. 2011. Hlm: 105). Halusinasi adalah persepsi klien

terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien

menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau

rangsangan dari luar. (Herman.2011.Hlm: 109). Menurut Cook dan

Fontaine perubahan persepsi sensori: halusinasi adalah salah satu

gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi

sensori seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan dan penciuman. Klien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi

bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek,

gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa stimulus. (Fitria. 2009.

Hlm: 51)

Penalaksanaan halusinasi secara individu dengan cara membantu

pasien mengenal halusinasi dan melatih pasien mengontrol halusinasi.

Untuk membantu pasien mengenal halusinasi, kita dapat melakukan


dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang

didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya

halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respons

pasien saat halusinasi muncul. Untuk membantu pasien agar mampu

mengontrol hasuninasi dapat melatih pasien dengan empat cara

menghardik halusinasi, bercakap – cakap dengan orang lain melakukan

aktivitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara teratur.

(Keliat.2007.hal149)

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

mengangkat masalah keperawatan utama halusinasi dalam bentuk

karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan jiwa Pada Nn.K

dengan Halusinasi pendengaran di Ruang Nakula RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum:

Mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa dengan perubahan

persepsi sensori: halusinasi dengar secara komprehensif.

Tujuan khusus:

Tujuan yang akan di capai adalah:


1. Mampu melakukan pengkajian data pada Nn. K dengan perubahan

sensori persepsi: halusinasi dengar.

2. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi

kebutuhan pasien dan mengatasi masalah pasien.

3. Mampu mengimplementasikan rencana yang telah disusun sesuai

dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan.

4. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah di lakukan

5. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam

melaksanakan pelayanan keperawatan terutama dalam menangani

pasien dengan gangguan halusinasi pendegaran.

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Sebagai bahan bacaan dan bahan masukan untuk upaya

peningkatan pelayanan dan pengembangan ilmu keperawatan di

rumah sakit.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Mengetahui tingkat kemampuan dan sebagai cara untuk

mengevaluasi materi yang telah diberikan kepada mahasiswa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Definisi

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang ataupun pada


panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun.

Dasar halusinasi tersebut mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun

histerik (Maramis, 2004).Halusinasi adalah hilangnya kemampuan

manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan

eksternal (dunia luar).Klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh

klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara

(Kusumawati & hartono, 2010, hlm. 96).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pada

individu yang di tandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan

sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau

penghiduan.Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat,

2009, hlm. 11).Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah dimana tidak

terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat

terwujud penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering

terjadi adalah halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi penglihatan

(visual), (Setiadi, 2006, hlm. 7)

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya suatu rangsangan (objek)

yang jelas dari luar diri klien terhadap panca indera pada saat klien dalam

keadaan sadar atau bangun (kesan/pengalaman sensoris yang salah),

(Azizah, 2011, hlm. 12).Menurut beberapa definisi di atas, Halusinasi

adalah keadaan dimana pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak

ada dan merupakan persepsi sensori yang palsu yang tidak ada dalam
kenyataan.

2. Jenis

Terdapat sepuluh jenis halusinasi. Kesepuluh jenis halusinasi tersebut

adalah:

a. Halusinasi penglihatan (optik, visual)

Ada tiga jenis yaitu tidak berbentuk (sinar, klilapan, pola cahaya),

berbentuk (orang, binatang, barang) dan berwarna atau tidak berwarna,

b. Halusinasi pendengaran (auditorik, akustik)

Dapat berupa suara manusia, hewan, mesin, musik, kejadian alamiah,

(Maramis, 2004, hlm. 20).

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan

dirasakan tidak enak, melambangkan bersalah pada penderita.Bau

dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai

kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan (gustorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu.

(Yosep, 2007, hlm. 18).

e. Halusinasi perabaan

Merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari, seperti ada ulat bergerak di


bawah kulitnya, (Maramis, 2004, hlm. 22).

f. Halusinasi kinestetik

Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang atau anggota badannya

bergerak (misalnya anggota badan bayangan/phantomlimb).(Maramis,

2004, hlm. 23).

3. Faktor penyebab halusinasi

a. Faktor predisposisi

1) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.

2) Psikologis

Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi

gangguan.Orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang respon.

3) Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti kemiskinan, konflik sosial budaya, dan kehidupan yang

terisolasi.

b. Faktor presipitasi

1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran bilik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang menyebabkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak

untuk diinterprestasikan.

2) Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya perilaku.

3) Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor.

(Direja, 2011, hlm. 109)

4. Proses Terjadinya Halusinasi

Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fase I: Comforting

Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan

Karakteristik: klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali

bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali

kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Merupakan halusinasi non

psikosis

Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata yang cepat, respon

verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan

asyik sendiri.

b. Fase II: Condemning

Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikan.

Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien

mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak

dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin

mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri

dari orang lain.

Merupakan halusinasi pada psikosis ringan

Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat

ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan

darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman

sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan

realita.

c. Fase III: Controlling

Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa.


Karakteristik: klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan

menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi

menarik.Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori

halusinasi berhenti.Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.

Perilaku klien: kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih

diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan orang lain

dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien

menunjukkan adanya tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat,

tremor, tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase IV: Conquering

Panik, umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya.

Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam

atau hari jika tidak ada intervensi terapetik. Merupakan halusinasi

pada keadaan psikosis berat.

Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat

untuk melakukan suicide atau homicide.Aktifitas fisik klien

merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi,

menarik diri atau katatonia.Klien tidak mampu berespon lebih dari satu

orang. (Direja, 2011, hlm. 111-112)

5. Batasan Karakteristik

Batasan karakteristik halusinasi menurut Carpenito (2000, hlm. 370)


sebagai berikut:

a. Mayor (Harus terdapat, satu atau lebih)

Tidak akuratnya interpretasi stimulus lingkungan dan/atau perubahan

negatif dalam jumlah atau pola stimulus yang datang.

b. Minor (Mungkin terdapat)

1) Disorientasi mengenai waktu atau tempat.

2) Perubahan perilaku atau pola komunikasi.

3) Halusinasi dengar atau halusinasi lihat.

4) Kegelisahan.

5) Perubahan kemampuan memecahkan masalah.

6) Peka rangsang konsentrasi buruk.

7) Disorientasi terhadap orang.

6. Rentang respon

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang - Gangguan pikiran /

- Persepsi akurat menyimpang waham

- Emosi konsistensi - ilusi - Halusinasi

dengan pengalaman - Reaksi emosional - Ketidakmampuan

- Perilaku sesuai berlebih/ berkurang untuk mengalami


emosi

- Hubungan sosial - Perilakuan aneh - ketidakteraturan

atau tak lazim perilaku

- Menarik diri - Isolasi sosial

( Stuart, 2006 )

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi

Menurut Keliat (2009, hlm. 149-159)

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien:

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

1) Strategi pelaksanaan melatih pasien mengontrol halusinasi. Yaitu

dengan keempat cara meliputi:

a) Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri

terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang

muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap

halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan

halusinasinya.Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu

mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang

muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan


kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa

yang ada dalam halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi:

(1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi

(2) Memperagakan cara menghardik

(3) Meminta pasien memperagakan ulang

(4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku

pasien

b) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat dengan bercakap-cakap

dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan

orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan

beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan

orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif

untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap

dengan orang lain.

c) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah

dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.

Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan

mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali

mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami

halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya


dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi

sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

Tahapan intervensinya sebagai berikut:

(1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk

mengatasi halusinasi.

(2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh

pasien

(3) Melatih pasien melakukan aktivitas

(4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan

aktivitas yang telahdilatih. Upayakan pasien mempunyai

aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari

dalam seminggu.

(5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan

penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.

d) Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus

dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan

program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah

seringkali mengalami putus obat sehingga mengakibatkan

pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi

maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.

Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai

program dan berkelanjutan.


Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:

(1) Jelaskan guna obat

(2) Jelaskan akibat bila putus obat

(3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat

(4) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar

dosis)

2. Strategi Pelaksanaan untuk Keluarga

Tujuan:

a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah

sakit maupun di rumah

b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

1) Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga

pasien halusinasi adalah:

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

pasien

b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,

jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala

halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat

pasien halusinasi.

c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan

cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan

pasien
d) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan

lanjutan pasien

C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Isolasi Diri: Menarik

Diri

Menurut Keliat (2009, hlm. 149-159)

1. Tindakan Keperawatan pada pasien

a. Membina Hubungan Saling Percaya

Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling

percaya, adalah:

1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama

panggilan yang sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan

pasien

3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

4) Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama

pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana

5) Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang

diperoleh untuk kepentingan terapi

6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien

7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

b. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial

Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai


berikut :

1) Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi

dengan orang lain.

2) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin

berinteraksi dengan orang lain.

c. Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan

orang lain.

Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien

memilikibanyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.

d. Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan

Dilakukan dengan cara:

1) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan

tidak bergaul dengan orang lain

2) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik

pasien.

3) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara

bertahap.

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien.

b. Menjelaskan tentang:

Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.Penyebab

isolasi sosial.
c. Caramerawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:

1) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan

carabersikap peduli dan tidak ingkar janji.

2) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk

bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain

yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan

pujian yang wajar.

3) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.

4) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.

5) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

a) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang

telah dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.

b) Menjelaskan perawatan lanjutan

BAB III

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Nn. K dengan perubahan sensori ersepsi : halusinasi

Pendengaran di ruang Nakula RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang mulai

tanggal 8 Januari 2014 selama empat hari sampai tanggal 11 Januari 2014.

A. Pengkajian
Nn. K umur 28 tahun, agama Islam, alamat Lemuru Raya, pendidikan

Sekolah Dasar, Pasien masuk RSJD Dr. Amino Gondohutomo pada tanggal 8

Januari 2013 pada pukul 08.00 WIB dengann diagnosa medis Skizofrenia

Paranoid. Pasien masuk dengan alasan bicara sendiri.

Faktor Presipitasi pasien tidak pernah kontrol dan minum obat secara

rutin. Faktor Predisposisi dari riwayat kesehatan jiwa ibu pasien mengatakan

pasien pernah mengalami gangguan kesehatan jiwa dan rawat inap di tahun

2010 di RSJD Dr. Amino Gondohutomo selama dua minggu dengan keluhan

yang sama yaitu bicara sendiri. Riwayat pengobatan pasien pernah berobat

dan pengobatan berhasil tetapi di enam bulan terakhir pasien tidak minum

obat dan tidak kontrol di karenakan kurang biaya. Riwayat trauma ibu pasien

mengatakan pernah mengalami trauma aniaya seksual waktu usia 24 tahun

dan efek yang ditimbulkan setelah kejadian tersebut adalah pasien menarik

diri sehingga muncul masalah keperawatan: syndrom trauma seksual.

Riwayat keluarga ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang

mengalami atau mempunyai riwayat kesehatan jiwa.

Pada pengkajian psikososial yang pertama yaitu genogram di dapatkan

pasien adalah anak ke tiga dari empat bersaudara. Ayah pasien sudah

meninggal pada tahun 2010 dan di dalam keluarga pasien tidak ditemukan

riwayat kesehatan jiwa, pasien tinggal bersama dengan ibu dan adik laki-

lakinya.

Pengkajian psikososial yang kedua yaitu konsep diri yang pertama citra

diri : pasien tidak rapi, pasien mengatakan menyukai anggota tubuhnya


karena tidak ada yang cacat. Anggota tubuh yang di sukai adalah rambutnya

karena panjang dan berwarna hitam. KeduaIdentitas diri : pasien adalah

seorang perempuan berumur 28 tahun dan pasien merasa puas menjadi

seorang perempuan. KetigaPeran Diri : pasien mengatakan berperan sebagai

seorang anak yang membantu ibunya. KeempatIdeal Diri: pasien bercita-cita

ingin menjadi seorang insinyur. Kelima Harga Diri : pasien megatakan malu

karena selama dirumah pasien selalu di ejek oleh tetangganya khususnya

adalah anak-anak sehingga membuat pasien sedih dan malu sehigga muncul

masalah keperawatan: Harga Diri Rendah.

Pengkajian psikososial yang ketiga yaitu hubungan sosial dan yang

pertama adalah orang terdekat, saat dirumah orang paling dekat dengan

pasien adalah ibunya, pasien saat dirumah tidak memiliki teman dekat selain

ibunya. Saat di rumah sakit pasien terlihat sangat dekat dengan ibunya dan

menangis saat ditinggal oleh ibunya pergi keluar. Kedua adalah peran serta

dalam kelompok, sebelum mengalami gangguan kesehatan jiwa pasien saat

dirumah bermain bersama temanya tanpa ada rasa malu dan setelah pasien

mengalami gangguan jiwa pasien tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok

dimasyarakat dan hanya dirumah karena merasa dikucilkan. Saat dirumah

sakit pasien terlihat mengurung dirinya di kamar tetapi hanya selama satu hari

karena pasien belum mengenal lingkungannya, pasien saat di rumah sakit

berbincang-bincang hanya dengan ibunya. Ketiga adalah hambatan dalam

berkelompok, saat dirumah pasien terganggu berhubungan dengan orang lain

karena pasien susah untuk di ajak berbicara dan masyarakat sekitar


mengucilkan pasien. Saat di rumah sakit pasien dapat berhubungan dengan

perawat dan mahasiswa dengan baik tanpa ada yang mengejek pasien.

Status Mental yang pertama penampilan di dapatkan pasien kurang rapi

rambut terlihat tidak disisir dan acak-acakan dan terlihat gigi pasien kotor

bekas makanan. Kedua pembicaraan didapatkan pasien berbicara dengan

nada pelan tidak jelas, bicara pelo dan kacau, terkadang pasien terlihat

bingung waktu diajak berbicara. Ketiga aktifitas motorik: pasien masih

mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Keempat alam perasaan : pasien

mengatakan sedih dan takut karena suara tersebut selalu muncul (masalah

keperawatan resiko mencederai diri sendiri dan orang lain). Kelima afek :

terlihat pasien expresi wajah polos dan pandangan mata pasien kosong.

Keenam interaksi selama wawancara: pasien saat diwawancarai tidak

mempunyai inisiatif untuk memulai pembicaraan namun pasien dapat

menjawab pertanyaan dengan baik. Ketujuh persepsi: pasien mengatakan jika

akan tidur dan sendiri pasien selalu mendengar bisikan-bisikan yang tak

tampak wujudnya dengan isi suara “ pasien di suruh untuk makan daging

kambing mentah” respon pasien saat suara tersebut muncul adalah ketakutan

dan pasien terkadang berbicara “astaugfirullah” suara tersebut muncul tidak

pasti dengan frekuensi suara kurang lebih dua kali sehari (masalah

keperawatan: perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran).

Kedelapan isi pikir: pasien selalu ketakutan seolah-olah akan ada yang

memotong kepalanya karena sering mendengar suara yang tak tampak

wujudnya (masalah keperawtan: Waham Curiga). Kesembilan proses pikir:


pembicaraan dan proses pikir pasien dapat dimengerti oleh perawat dan

pasien dapat diarahkan. Kesepuluh tingkat kesadaran: selama pengkajian

pasien tidak mengalami disorientasi baik waktu tempat dan orang. Kesebelas

memory: pasien dapat mengingat kejadian dimasa lalu dan sekarang

contohnya pasien ingat dimana dahulu pasien sekolah dan pasien juga masih

ingat trauma kejadian. Keduabelas tingkat konsentrasi dan berhitung: pasien

dapat melakukan perhitungan sederhana misalnya mengeja angka satu sampai

sepuluh. Ketiga belas kemampuan penilaian: pasien merupakan orang yang

diam dan bingung serta pasien selalu berkata ingin cepat pulang pasien pun

dalam melakukan kegiatan sehari-hari masih diingatkan dan dibantu noleh

ibunya. Keempatbelas daya tilik diri: pasien tahu bahwa dirinya ada dirumah

sakit jiwa.

Kebutuhan persiapan pulang yang pertama makan: pasien makan tiga kali

dalam sehari satu porsi selalu habis dengan menu makanan bervariasi. Kedua

eliminasi: pasien melakukan eliminasi secara mandiri dan setelah eliminasi

selalu dibersihkan. Ketiga mandi: pasien mandi dua kali sehari dan

dilakukanya secara mandiri tetatpi masih diingatkan oleh ibunya dan pakaian

pasien disiapkan oleh ibunya. Keempat berpakaian dan berhias: pasien dapat

berpakaian sendiri meskipun sedikit dibantu oleh ibunya dan pasien tidak

memakai pakaian yang di siapkan oleh rumah sakit serta pasien tidak berhias

karena tidak suka. Kelima istirahat dan tidur: pasien tidur siang 1-2 jam

sehari, klien tidur malam 6-7 jam sehari, mulai tidur jam sembilan dan

bangun jam lima pagi. Keenam penggunaan obat: pasien dapat minum obat
sendiri dengan obat disiapkan oleh perawat dan pasien belum tahu macam

obat dan penggunaanya. Ketujuh pemeliharaan kesehatan pasien harus

didukung dengan perawatan lanjutan dengan kontrol dan minum obat secara

teratur. Kedelapan aktifitas didalam rumah: pasien dapat makan/minum dan

personal hygiene dengan bantuan minimal dan perlu pengawasan dari

keluarga. Kesembilan aktifitas diluar rumah:L pasien tidak bersosialisasi di

masyarakat karena di ejek oleh tetangganya dan pasien malu (masalah

keperawatan: Menarik Diri).

Mekanisme koping pasien cenderung diam bila tak ditanya, pasien selalu

menceritakan masalahnya dengan ibunya.

Masalah psikososial dan lingkungan didapatkan pasien jarang keluar

rumah dan mengobrol dengan teman sebaya di lingkungan pasien tinggal.

Masalah pendidikan pasien hanya berpendidikan sekolah dasar saja tetapi

pasien sempat merasakan bangku SMP tetapi hanya sebentar karena tidak

mampu.

Dari pengetahuan pasien tahu bahwa dirinya sedang sakit untuk itu pasien

berobat dan rawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

Aspek Medis didapatkan diagnosa medis pasien adalah Skizofrenia

Paranoid. Dan di dapatkan program terapi yaitu obat secara oral Stelazin 2x5

mg dan Thrihexiphenidil 2x2 mg.

B. Analisa Data

Pada tahap analisa data dilakukan pada tanggal 8 januari 2014 hari Rabu
pada jam 10.00 WIB dengan didapatkan 2 masalah keperawatan yaitu yang

pertama adalah perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan

penglihatan dengan didukung data subyektif pasien mengatakan bila sedang

sendiri dan akan tidur di malam hari pasien selalu mendengar suara yang

tidak tampak wujudnya “untuk makan daging kambing mentah” dan pasien

juga melihat bayangan hitam besar yang mengganggu pasien, respon pasien

adalah ketakutan dengan intensitas muncul kurang lebih 2x dalam sehari. Dan

didapatkan data objektif pasien tampak gelisah, takut, tampak diam saat

ditanya, pandanga mata kosong.

Kedua yaitu isolasi diri: menarik diri dengan didukung data subyektif

pasien mengatakan sedih dan malu saat dirumah karena tetangganya selalu

mengejek dirinya khususnya adalah anak-anak sehingga pasien jarang keluar

rumah dan bersosialisasi dengan teman sebaya, pasien hanya dirumah

membantu ibunya dan menyendiri saat dirumah diam bila ditanya. Data

obyektif yang muncul adalah pasien tampak diam bila ditanya, terihat

bingung, belum memiliki teman saat di rumah sakit, terlihat hanya dikamar

dengan ibunya.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat diangkat yaitu ada dua antara lain:Perubahan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan Isolasi diri: menarik diri

D. Intervensi
Pada tanggal 8 Januari 2014 penulis membuat rencana tindakan

keperawatan dengan diagnosa yang pertama, gangguan persepsi sensorik

halusinasi.Tujuan umum yaitu pasien dapat mengontrol halusinasi yang

dialami.

Strategi pelaksanaan (SP) 1adalah membantu pasien mengenal halusinasi,

menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol

halusinasi dengan menghardik halusinasi dengan kriteria hasil pasien akan

mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasinya yang muncul.

Maka Intervensiyang akan dilakukan adalah menjelaskan cara menghardik

halusinasi, memperagakan cara menghardik,meminta pasien memperagakan

ulang dan memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.

(SP) 2adalah melatih pasien untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap

– cakap bersama orang lain dengan kriteria hasil fokus perhatian pasien akan

beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.

Maka Intervensiyang dilakukan adalah bercakap – cakap dengan orang lain.

(SP) 3 adalah melatih mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan

aktivitas yang terjadwal dengan kriteria hasil pasien tidak akan mengalami

banyak waktu luang sendiri sering kali mencetuskan halusinasi. Maka

intervensiyang akan dilakukan adalah menjelaskan pentingnya aktivitas yang

biasa dilakukan pasien, melatih pasien melakukan aktivitas, menyusun jadwal

aktivitas sehari – hari sesuai dengan aktivitas yang dilatih ( upayakan pasien

mempunyai aktivitas mulai dari pagi sampai bangun tidur malam ), dan

memantau pelaksanaan aktivitas kegiatan ; memberikan penguatan terhadap


perilaku pasien yang positif.

(SP)4adalah melatih pasien minum obat secara teratur dengan kriteria hasil

yang pasien harus dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan.

Maka intervensiyang akan dilakukan adalah jelaskan kegunaan obat, jelaskan

akibat jika putus obat, jelaskan cara mendapatkan obat/berobat dan jelaskan

cara minum obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa yang kedua isolasi sosial dengan tujuan umumyaitu pasien dapat

berinteraksi dengan orang lain sehigga tidak terjadi halusinasi.(SP) 1adalah

membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab

isolasi sosial, membanu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian

tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarka pasien berkenalan

dengan kriteria hasil pasien menunjukkan tanda – tanda perannya kepada

perawat, mau menyebu nama, mau menjawab salam dan pasien sudah

percaya dengan perawat. Maka intervensiyang akan dilakukan adalah

ucapkan salah setiap kali dengan pasien, berkenalan dengan pasien :

perkenalan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama

lengkap dan nama panggilan pasien, tanyakan perasaan dan keluhan pasien

saat ini, buat kontrak asuhan : apa yang akan perawat lakukan bersama

pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempat pelaksanaan kegiatan,

jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi, tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat dan

penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.

(SP)2adalah mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama yaitu perawat), (SP)3adalah melatih pasien berinteraksi

secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua). Maka intervensiyang akan

dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada pasien mempraktikkan

cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat,

mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau

keluarga ), jika pasien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah

interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.

E. Implementasi dan Evaluasi

Pelaksanaan pertemuan 1memberikan SP1P dilaksanakan pada tanggal 8

Januari 2014, pukul 13.00 – 13.30 WIB membina saling percaya,

mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi timbulnya halusinasi pasien.

Evaluasi pertemuan Idilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2014 pada

pukul 13.00 – 13.30 di dapatkan hasil.

SubyektifPasien mengatakan senang di latih cara mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik.Obyektifpasien belum mampu mengontrol

halusinasi pendengaran dengan cara menghardik secara optimal.

Analisatelah tercapai hubungan saling percaya pasien sudah mau

menceritakan apa yang pasien rasakan,pasien belum mampu mengatasi

suara – suara yang muncul dengan cara menghardik.

Perencanaan untuk perawatmemodifikasi SP 1, mengoptimalkan teknik

bagaimana mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

Perencanaan untuk pasienmelaporkan pada perawat apabila suara – suara


itu muncul.

Pelaksanaan pertemuan 2 memberikan (SP)1P yang dilaksanakan pada

tanggal 9 Januari 2014, pukul 09.00-10.00 yaitu mengidentifikasi jenis, isi,

waktu dan frekuensi timbul halusinasi pasien, melatih cara menghardik

halusinasi.

Evaluasi pertemuan ke 2 di laksanakan pada tanggal 9 januari 2014

pada pukul 09.00-10.00 dan ditemukan hasil: Subjektif pasien mengatakan

perasaanya lebih tenang setelah latihan mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik. Objektifpasien mampu mengulang kembali cara mengontrol

halusinasi dengan menghardik.Analisa strategi pelaksanaan pertama

(SP)1P teratasi. Perencanaan untuk perawatmelanjutkan (SP)2P dengan

cara bercakap-cakap dengan orang lain.Perencanaan untuk

pasienmenganjurkan kepada pasien untuk melatih cara mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik sebanyak dua kali dalam sehari atau

saat pasien mendengar suara tersebut.

Penatalaksanaan pertemuan ke 3 mengajarkan (SP)2P yang

dilaksanakan tanggal 10 Januari 2014 pukul 10.00 – 11.00 yaitu

menanyakan kembali latihan yang diajarkan pertemuan sebelumnya dan

melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan

orang lain.

Evaluasi pertemuandilaksanakan pada tanggal 10 Januari 2014 jam

10.00 – 11.00 didapatkan hasil: Subjektifpasien mengatakan perasaannya

lebih tenang setelah latihan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap –


cakap dengan orang lain, Objektif pasien mampu bercakap-cakap dengan

orang lain yaitu dengan perawat.Analisa pasien mampu mengontrol

halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Strategi

pelaksanaan yang kedua bercakap-cakap dengan orang lain belum

optimal.Perencanaan untuk perawat mengoptimalkan (SP)2P yaitu dengan

bercakap-cakap dengan orang lain saat suara muncul dan melanjutkan

(SP)3P dengan melakukan kegiatan sehari-hari yaitu membereskan tempat

tidur.Perencanaan untuk pasien menganjurkan kepada pasien untuk

melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain dan memasukan kegiatan mengontrol halusinasi dalam buku

kegiatan pasien.

Penatalaksanaan pertemuan ke 4 mengajarkan (SP)3P yang

dilaksanakan tanggal 11 Januari 2014 pukul 10.00 – 11.00 yaitu

menanyakan kembali latihan yang diajarkan dan melatih cara mengontrol

halusinasi dengan cara kegiatan sehari-hari yaitu dengan merapikan tempat

tidur.

Evaluasi pertemuan ke 4 dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2014

jam 10.00-11.00 dan didapatkan hasil: Subjektif pasien mengatakan lebih

senang karena mempunyai aktivitas terjadwal saat di rumah sakit yaitu

membersihkan tempat tidur dan menyapu kamarnya.Objektif pasien

mampu membersihkan tempat tidur dengan baik walaupun di bantu oleh

ibunya.Analisapasien mampu membersihkan tempat tidurnya dengan

optimal walaupun dibantu oleh ibunya. (SP)3P belum optimal.


Perencanaan untuk perawat mengoptimalkan cara mengontrol halusinasi

dengan aktifitas terjadwal dan melanjutkan dengan cara minum obat secara

teratur (menjelaskan manfaat dan efek samping obat).Perencanaan untuk

pasien menganjurkan kepada pasien untuk melakukan apa yang sudah

diajarkan oleh perawat yaitu dengan menghardik, bercakap dan aktifitas

terjadwal (membersihkan tempat tidur dan menyapu kamar sendiri) saat

suara tersebut muncul.

Penatalaksanaan pertemuan ke 5mengajarkan (SP)4P yang dilaksanakan

tanggal 11 Januari 2014 pukul 13.00 – 13.30 yaitu menanyakan kembali

latihan yang diajarkan beberapa jam yang lalu dan melatih cara

mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur serta

menjelaskan manfaat dan efeksamping obat.

Evaluasi pertemuan ke 5 dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2014

jam 13.00-13.30 dan didapatkan hasil:Subjektifpasien mengatakan masih

bingung dengan manfaat obatnya. Pasien mengatakan mau minum

obatnya.Objektif pasien masih tampak bingung ketika menjelaskan

kembali manfaat obatnya.Analisa pasien belum mampu menjelaskan

manfaat obat yang diminum. Tetapi obat selalu di minum oleh

pasien.Perencanaan untuk perawat Mengoptimalkan (SP)4P dengan cara

mendelegasikan kepada perawat ruangan.

Perencanaan untuk pasien menganjurkan kepada pasien untuk minum obat

secara teratur.

Implementasi kepada keluarga pasien Nn.K tidak di lakukan oleh


penulis karena penulis fokus terhadap pasien padahal keluarga sangat

penting dalam dukungan penyembuhan pasien, serta seharusnya keluarga

membantu mengingatkan minum obat pasien namun penulis tidak

mengikutsertakan keluarga dalam proses keperawatan. Serta diagnosa

isolasi sosial penulis juga tidak melakukan implementasi di karenakan

penulis berfokus pada penyelesaian masalah utama yaitu halusinasi

dengar namun penulis mendelegasikan kepada perawat di ruang Nakula

agar melanjutkan tindakan keperawatan yang belum penulis

implementasikan kepada pasien.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas pelaksanaan asuhan keperawatan pada

Nn.K yang dihubungkan dengan teori atau konsep teori yang telah ada. Dalam

memberikan asuhan keperawatan Nn.K penulis hanya mempunyai waktu 4 hari,

sehingga intervensi yang penulis buat disesuaikan dengan waktu, kemampuan

penulis, dan kondisi pasien tanpa mengesampingkan teori yang ada.


A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan selama 4 hari yang dimulai pada tanggal 8 Januari

2014 sampai dengan tanggal 11 Januari 2014. Pengkajian merupakan tahap

awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian ini terdiri

atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data

yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

(Direja, 2011, hlm. 36). Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat

dikelompokan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian

terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki

pasien. (Stuart dan Laria, 2001, hlm. 241). Pada tahap ini penulis mengkaji

dengan metode wawancara langsung dengan pasien, melakukan observasi,

mengambil data dari rekam medis, dan juga melakukan pengkajian terhadap

keluarga pasien.

Pada saat pengkajian penulis menemukan data-data di antaranya adalah

faktor presipitasi pasien tidak pernah kontrol dan minum obat secara rutin.

Menurut Davies (2009, hlm.216) ketidakpatuhan minum obat secara teratur

merupakan masalah utama untuk obat psikotropik, pasien yang tidak patuh

minum obat menunjukan gangguan yang lebih berat saat dirawat kembali,

menjadi lebih sering masuk kembali ke rumah sakit atau terjadi kekambuhan.

Sedangkan dari faktor predisposisi ditemukan pasien pernah mengalami

gangguan jiwa dan rawat inap di tahun 2010 di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo selama dua minggu dengan keluhan yang sama yaitu bicara

sendiri. Riwayat pengobatan pasien pernah berobat dan pengobatan berhasil


tetapi di enam bulan terakhir pasien tidak minum obat dan tidak kontrol di

karenakan kurang biaya.

Riwayat trauma, ibu pasien mengatakan pernah mengalami trauma aniaya

seksual waktu usia 24 tahun dan efek yang ditimbulkan setelah kejadian

tersebut adalah pasien menarik diri sehingga muncul masalah keperawatan:

syndrom trauma seksual. Menurut Isaacs (2004, hlm.209) penganiayaan

seksual adalah aktivitas seksual yang dipaksakan atau dibawah tekanan,

termasuk percakapan, tindakan yang distimulasi secara seksual, perabaan atau

hubungan seksual yang tidak tepat, perkosaan dan inses (perilaku seksual

antar saudara kandung). Menurut Isaacs (2004, hlm.211) akibat langsung dari

penganiayaan seksual itu adalah dapat berupa pola respon yang

diekspresikan, yaitu korban mengekspresikan perasaan takut, marah, ansietas,

atau pola respons terkendali yaitu mekanisme defensif penyangkalan yang

memungkinkan korban menjadi tenang dan sabar.

Korban dengan penganiayaan seksual juga akan menimbulkanefekdalam

jangka panjang dapat meliputi gejala PTSD, sulit menjalin hubungan dekat,

gangguan depresi, dan bahkan bunuh diri. Riwayat keluarga ibu pasien

mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami atau mempunyai

riwayat gangguan jiwa.Menurut Direja (2011, hlm. 110) faktor genetik atau

keturunan merupakan resiko penyebab terjadinya gangguan jiwa.

Data yang didapatkan dalam pengakajian Nn.K antara lain adalah data

subyektif pasien mengatakan bila sedang sendiri dan akan tidur di malam hari

pasien selalu mendengar suara yang tidak tampak wujudnya “untuk makan
daging kambing mentah” dan pasien juga melihat bayangan hitam besar yang

mengganggu pasien, respon pasien adalah ketakutan dengan intensitas

muncul kurang lebih 2x dalam sehari, saat mendengar suara tersebut yang

dilakukan pasien adalah terkadang mengucapkan astaugfirullah, pasien

mengatakan sedih dan malu saat dirumah karena tetangganya selalu mengejek

dirinya khususnya adalah anak-anak sehingga pasien jarang keluar rumah dan

bersosialisai dengan teman sebaya, pasien hanya dirumah membantu ibunya

dan menyendiri saat dirumah diam bila ditanya. Dan didapatkan data objektif

pasien tampak gelisah, takut, tampak diam saat ditanya, pandangan mata

kosong, terihat bingung, belum memiliki teman saat di rumah sakit, terlihat

hanya dikamar dengan ibunya, afek tumpul.

Menurut teori Direja (2011, hlm. 110) data pasien Nn.K masuk kedalam

fase kedua yaitu fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi

menjijikan, menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir

sendiri jadi dominan. Menurut Erlinafsiah (2010, hlm. 93) karakteristik pada

fase kedua ini adalah dimana pasien merasa dilecehkan oleh pengalaman

sensori, mulai merasakan kehilangan kontrol, pengalaman sensori menjadi

menakutkan, mulai menarik diri dari orang lain non psikotik. Dan perilaku

pada pasien Nn.K adalah pasien asyik dengan halusinasinya, tidak bisa

membedakan dengan realita, perhatian pasien dengan lingkungan berkurang.

Data tersebut sesuai dengan teori Erlinafsiah (2010, hlm. 93) pada perilaku

pasien fase kedua adalah dimana pasien terjadi peningkatan denyut jantung,

pernapasan, perhatian pasien dengan lingkungan berkurang, kehilangan


kemampuan membedakan dengan realita.

Berdasarkan hasil pengakajian penulis menunjukan penyebab pasien

mengalami halusinasi pendengaran adalah Isolasi sosial. Data yang

menunjukan pasien menarik diri adalah pasien selalu berdiam diri, murung,

tidak mau terlibat dalam kegiatan, pasien juga mengatakan malu karena

sering diejek temanya saat dirumah, mau berkomunikasi bila ditanya, kontak

mata cukup namun kadang merunduk dan menghindar. Menurut Keliat (2007,

hlm. 131) isolasi sosial adalah keadaan individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan

sekitarnya, pasien merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu

membina hubungan yang berarti dengan orang lain, dan karena berinteraksi

dengan diri sendiri, maka akan muncul gejala halusinasi sesuai dengan

perasaanserta obsesi pasien.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang penulis dapatkan sesuai dengan data pengakajian pada

Nn.K, diagnosa keperawatan perubahan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran. Menurut Erlinafsiah (2010, hlm. 88) halusinasi pendengaran

ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya

pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang

dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Halusinasi

pendengaran merupakan tanda mayor yang terjadi pada gangguan scizofrenia

dan satu syarat diagnostic minor untuk melankolia involusi, psikosa mania
depresi dan syndrome otak organik. Halusinasi pendengaran pada Nn.K

dapat terjadi karena pasien berinteraksi dengan dirinya sendiri yang

mengakibatkan suara itu muncul akibat perasaan dan obsesi pasien seperti apa

yang dipikirkanya.

Pengkajian pada Nn.K juga muncul diagnosa keperawatan isolasi sosial.

Diagnosa keperawatan ini sesuai teori Direja (2011, hlm. 125) yaitu

bercirikan kurang sosialisasi, apatis (acuh terhadap lingkungan, mengisolasi

diri, aktivitas menurun, rendah diri, ekspresi wajah kurang berseri, kurang

sadar terhdap lingkungan sekitar.

Berdasarkan pada pengkajian Nn.K penulis mendapatkan 2 masalah utama

pada pasien Nn.K yaitu perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran,

dan Isolasi sosial. Diagnosa tersebut sesuai dengan teori Direja (2011,

hlm.122)

Untuk diagnosa keperawatan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan penulis tidak mencantumkanya karena penulis tidak menemukan

data yang berhubungan tanda dan gejala yang mendukung diagnosa

keperawatan resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010, hlm. 108) perilaku kekerasan

adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri, orang lain yang diertai

dengan amuk, gaduh dan gelisah yang tak terkontrol.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas diagnosa keperawatan pada

Nn.K yaitu perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dikarenakan


perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran merupakan masalah yang

aktual sudah mengalami perubahan gangguan menjadi masalah utama untuk

perlu diambil tindakan keperawatan dan dapat membahayakan jiwa

sedangkan untuk masalah keperawatan yang lain masih bersifat resiko.

(Direja, 2011, hlm.37). Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan hasil

pengkajian, baik masalah yang bersifat aktual (gangguan jiwa) atau beresiko.

C. Intervensi

MenurutKeliat (2009, hlm. 149-159) Untuk mengatasi masalah

keperawatan pasien Nn.K dengan perubahan persepsi sensori : Halusinasi

pendengaran, penulis menyusun intervensi untuk tindakan keperawatan pada

diagnosa keperawatan perubahan sensori persepsi : halusinasi dengar

diharapkan asuhan keperawatan dapat mencapai empat strategi pelaksanaan

yang dilakukan untuk pasien dan tiga strategi pelaksanaan untuk keluarga

pasien dimana (SP) 1 P Mengontrol halusinasi dengan menghardik, yang

terdiri dari Bina hubungan saling percaya, diskusikan dengan pasien cara

mengenal halusinasi, isi, waktu, frekuensi, dan respon klien terhadap

halusinasi, melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik,

membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. (SP)2P

melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain.

(SP)3P melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa

dilakukan pasien). (SP)4P menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur

minum obat (prinsip 5 benar minum obat). Penulis juga kolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian obat anti psikotik (Stelazin 2x5 mg dan

Thrihexiphenidil 2x2 mg) untuk menangani halusinasi pada fase

IIcondemmingatau ansietas berat. Menurut teori Direja (2011, hlm. 110)

ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan, menakutkan, kecemasan

meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.

D. Implementasi

Implementasi yang dilakukan kepada Nn.K dimulai pada tanggal 8 Januari

2014 jam 13.00 dengan umum pasien akan mampu mengendalikan diri dan

tidak mengikuti halusinasinya yang muncul. (Keliat, 2007, hlm.131).

Sebelum pemberian implementasi (SP)1P penulis memberikan obat dari

tim medis untuk pemberian obat anti psikotik (Stelazin 2x5 mg dan

Thrihexiphenidil 2x2 mg). Menurut Doenges (2007, hlm. 256) obat ini

digunakan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat, dan

mengobati sesuai bentuk parkinson. Obat ini bekerja menghambat asetikolin,

sehingga mengurangi eksitasi basal ganglia. Menurut Videbeck (2008,

hlm.255) obat ini akan mengalami beberapa efek samping neurologis yang

serius meliputi efek samping ekstrapiramidal (reaksi distonia akut, akatsia,

dan parkinsonisme). Efek samping nonneurologis meliputi sedasi,

fotosensitivitas, dan gejala antikolinergik seperti mulut kering, pandangan

mata kabur. Pada pasien Nn. K hanya terdapat sedasi. Untuk menangani

halusinasi pasien pada tahap II atau fase condemming serta agar pasien

tenang sehingga saat dilakukan tindakan keperawatan (SP)1P pasien lebih


tenang dan dapat melakukannya dengan baik.

Pada pelaksanaan pertama penulis melaksanakan intervensi yang pertama

yaitu Strategi Pelaksanaan 1 atau SP(1) dengan tujuan pasien dapat membina

hubungan saling percaya, dapat mengenal halusinasinya, pasien dapat

mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik. Implementasi yang

dilakukan adalah menyapa pasien, memperkenalkan diri dengan sopan sambil

berjabat tangan, menunjukan rasa empati dan menerima pasien apa adanya,

mendiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasinya, frekuensi, situasi,

respon pasien saat mendengar halusinasi, kemudian mengajarkan cara

mengontrol halusinasi dengan menghardik yaitu dengan cara tutup telinga dan

mata dalam hati ucapakan pergi-pergi kamu suara palsu, saya tidak mau

dengar.Hal ini untuk mencegah halusinasi muncul.

Menurut Keliat (2011, hlm. 149) rasional dilakukanya startegi pelaksanaan

dengan menghardik adalah agar pasien dapat mengenali halusinasinya, serta

dapat mengendalikan diri terhadap halusinasi dan memutus atau menolak

siklus halusinasi yang muncul.

Hambatan pada pasien yang ditemui pada hari pertama yaitu pasien

terkesan malu-malu saat melakukan BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya)

dengan perawat mengenai halusinasinya namun pasien dapat menceritakan isi

halusinasinya walaupun dengan kata yang kacau. Menurut Riyadi (2009, hlm.

89) rasional bina hubungan saling percaya adalah untuk mengurangi ancaman

yang diperlihatkan perawat terhadap pasien serta menerima semua aspek

kepribadian dari pasien sehingga dapat mengumpulkan data yang akurat.


Hambatan tidak di temukan saat implementasi pertama, karena saat dilakukan

implementasi pada hari pertama, dilakukan di tempat yang tidak ramai atau di

dalam kamar pasien sehingga tidak menganggu interaksi pasien dan perawat.

Interaksi yang kedua penulis mengulang implementasi (SP)1P yaitu

melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik karena pasien masih

terkesan malu dan belum optimal. Pada pertemuan kedua ini perawat tidak

mengalami hambatan baik saat pasien mengulang cara mengontrol

halusinasinya dengan cara menghardik, pasien lebih percaya tehadap perawat

pada hari kedua ini sehingga pelaksanaan (SP)1 P dapat terlaksana dengan

baik. Karena saat di lakukan implementasi yang pertama belum terjalin

hubungan saling percaya, sehingga penulis mengulang kembali implementasi

agar pasien dan perawat terjalin hubungan saling percaya yang optimal.

Interaksi yang ketiga penulis melakukan implementasi (SP)2P yaitu

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain jika

halusinasi ini muncul, hal ini bertujuan untuk mencegah halusinasi muncul

pada pasien Nn.K.Hambatan yang muncul pada interaksi ketiga adalah pasien

masih terkesan malu-malu dalam menerapkan implementasi dengan

bercakap-cakap kepada perawat, untuk hambatan lingkungan tidak ada karena

perawat sudah mulai akrab dengan pasien sehingga tidak menggangu

implementasi. Menurut Riyadi (2009, hlm. 150) rasionalnya adalah

kemampuan interaksi dengan orang lain yang baik akan membantu pasien

memutus siklus halusinasinya.

Interaksi yang keempat adalah melakukan (SP)3P yaitu mengontrol


halusinasi dengan cara melakukan aktifitas terjadwal dengan membersihkan

tempat tidur pasien. Tujuanya adalah untuk mencegah halusinasi pasien Nn.K

muncul.Hambatan pada interaksi keempat adalah saat melakukan

impelementasi yang ketiga (SP)3P membersihkan tempat tidur pasien masih

dibantu oleh ibunya, belum bisa melakukanya secara mandiri. Hambatan lain

adalah seharusnya penulis membuatkan jadwal kegiatan supaya pasien

memiliki aktifitas terjadwal dan tidak melamun namun penulis tidak

melakukanya. Menurut Riyadi (2009, hlm. 56) rasionalnya adalah dengan

mendorong pasien melakukan aktifitas terjadwal pasien mampu mengontrol

halusinasinya dan pasien memiliki aktifitas saat di rumah sakit dan di rumah.

Interaksi yang kelima adalah melakukan (SP)4P yaitu mengontrol

halusinasi dengan minum obat secara teratur. Tujuanya adalah untuk

mencegah halusinasi pasien Nn.K muncul. Hambatan yang muncul saat

pelaksanaan (SP)4P adalah penulis tidak menanyakan kepada pasien apakah

kurang berminat untuk menjelaskan atau merespon dengan baik saat

penjelasan sehingga tujuan ini kurang optimal, namun saat obat disuruh

minum, pasien mengikuti perintah perawat tanpa menolaknya.Untuk

hambatan lingkungan tidak ada hambatan, lingkungan sangat mendukung

sehingga tidak menggangu interaksi dengan pasien. Menurut Riyadi (2009,

hlm. 137) dengan pemahaman dan peran serta pasien dalam perencanaan

pelayanan kesehatan meningkatkan kepatuhan.

Implementasi kepada keluarga pasien Nn.K tidak di lakukan oleh penulis

karena penulis fokus terhadap pasien padahal keluarga sangat penting dalam
dukungan penyembuhan pasien, serta seharusnya keluarga membantu

mengingatkan minum obat pasien namun penulis tidak mengikutsertakan

keluarga dalam proses keperawatan, hal ini sesuai dengan teori menurut

Isaacs (2004, hlm.307) keluarga adalah sistem sosial yang terdiri dari 2 orang

atau lebih, yang hidup bersama memiliki ikatan emosional yang kuat,

interaksi reguler dan berbagi kekhawatiran serta tanggung jawab. Menurut

Keliat (2009, hlm. 201) keluarga merupakan faktor yang sangat penting

dalam proses kesembuhan pasien gangguan jiwa, dengan keluarga bersikap

teraupetik dan mendukung pasien dalam masa kesembuhan, pasien dapat

disembuhkan secepat mungkin dan di pertahankan selama mungkin,

sebaliknya jika keluarga kurang mendukung maka angka kekambuhan pasien

akan lebih cepat.

Diagnosa isolasi sosial penulis tidak melakukan implementasi di

karenakan penulis berfokus pada penyelesaian masalah utama yaitu

halusinasi dengar namun penulis mendelegasikan kepada perawat di ruang

Nakula agar melanjutkan tindakan keperawatan yang belum penulis

implementasikan kepada pasien khusunya adalah tindakan keperawatan untuk

diagnosa yang kedua yaitu Isolasi sosial. Karena menurut penulis diagnosa

isolasi sosial penting untuk diatasi agar pasien tidak berinteraksi dengan

dirinya sendiri sesuai dengan apa yang pasien pikirkan atau diobsesikan

sehingga halusinasi dengar pasien diharapkan tidak muncul kembali. Menurut

Direja (2011, hlm. 122) isolasi sosial adalah suatu gangguan interpersonal

yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan


perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan

sosial.Dan untuk diagnosa yang ketiga risiko menciderai diri, orang lain dan

lingkungan penulis tidak melakukan implementasi dikarenakan penulis tidak

menemukan data yang mendukung pada diagnosa ini serta penulis berharap

implementasi pada diagnosa pertama berhasil dan tidak terjadi masalah lain

yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

E. Evaluasi

Menurut Direja (2011, hlm. 39) evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien, evaluasi dilakukan

secara terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan S.O.A.P

yaitu S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan pasien dapat diukur

dengan menanyakan. O: respon objektif pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur dengan mengobservasi

perilaku pasien pada saat tindakan dilakukan. A: analisis ulang atas data

subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah tetap atau muncul

masalah baru. P: perencanaan atau tindak lanjut.

Berdasarkan implementasi yang dilaksanakan selama empat hari, penulis

memperoleh data dari hasil evaluasi yang pertama (SP)1P belum teratasi

karena pasien belum mampu membina hubungan saling percaya.Sesuai

dengan teori Direja (2011, hlm. 113) dikatakan pasien mampu membina

hubungan saling percaya, pasien mampu memperagakan cara mengontrol


halusinasi dengan menghardik namun pada kasus tidak sesuai dengan teori

sehingga (SP)1P belum tercapai dengan baik dan di interaksi kedua penulis

mengulang kembali (SP)1P dan ditemukan hasil, pasien mampu membina

hubungan saling percaya sehingga (SP)1P teratasi.

Evaluasi yang didapatkan pada interaksi ketiga adalah (SP)2P yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain belum optimal dibuktikan pasien hanya

mampu bercakap-cakap dengan perawat dan ibunya dalam lingkup yang

kecil.

Evaluasi yang didapatkan pada interaksi keempat adalah (SP)3P yaitu

dengan melakukan aktifitas terjadwal belum optimal yaitu dibuktikan dengan

cara pasien membersihkan tempat tidurnya yaitu dengan dibantu oleh

ibunya.Menurut teori Direja (2011, hlm. 114) kriteria evaluasi yang

diharapakan adalah pasien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah

dilakukan, pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu

melakukanya secara mandiri namun pada kasus belum sesuai dengan apa

yang diharapkan.

Evaluasi yang didapatkan pada interaksi kelima adalah (SP)4P yaitu

dengan minum obat secara teratur, pasien sudah minum obat secara teratur

walaupun pasien belum mampu menjelaskan kembali manfaat dan jenis obat

yang diminumnya. Menurut teori Azizah (2011, hlm. 132) kriteria evaluasi

pada tahap ini adalah diharapkan pasien dan keluarga mampu menyebutkan

manfaat, dosis, dan efek samping obat, pasien minum obat secara teratur,

pasien dapat memahami bila berhenti minum obat namun pada kasus
ditemukan data, pasien belum mampu menjelaskan kembali jenis, manfaat

dan efeksamping obat di karenakan konsentrasi pasien yang kurang seperti

ekspresi wajah yang datar, saat berkomunikasi dengan perawat pasien

mengalihkan perhatian, sehingga perawat harus menjelaskan jenis dan

manfaat obat tidak hanya satu atau dua kali penjelasan melainkan penjelasan

yang bertahap sehingga kriteria evaluasi yang harus dicapai penulis belum

sesuai dengan yang diharapkan.

Sampai dengan hari keempat,penulis dimudahkan untuk melakukan

evaluasi dengan baik dimana pasien mampu melakukan bina hubungan saling

percaya, mampu mengenal halusinasinya, dan dapat mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan

aktifitas terjadwal yaitu dengan membersihkan tempat tidurnya, serta

mendemonstrasikan kepatuhan minum obat secara teratur walaupun sebagian

itu pasien belum optimal untuk melakukanya, namun pasien dapat

mengulangi dan menerapkan strategi pelaksanaan yang diajarkan perawat

kecuali jenis dan manfaat obat yang diminum pasien Nn.K. Dan selama

empat hari di ajarkan strategi pelaksanaan cara mengontrol halusinasi, pasien

menunjukan tanda-tanda yang signifikan yaitu dibuktikan dengan halusinasi

yang sering Nn.K dengar semakin berkurang dan pasien mampu

mengontrolnya.
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil yang didapatkan penulis dari penulisan Karya Tulis Ilmiah

ini mengenai asuhan keperawatan jiwa di ruang Nakula RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian tanggal 8 Januari sampai 11 Januari 2014 dapat

disimpulkan timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi pada Nn.K

diawali dengan putus obat di enam bulan terakhir, pasien mulai bicara

sendiri, mendengar suara yang tak tampak wujudnya, menarik diri.

Dalam pengkajian Nn.K mengalami halusinasi pendengaran yang

menyuruhnya untuk makan daging kambing mentah.

2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Nn.K adalah gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran serta Isolasi social : Menarik

Diri

3. Rencana tindakan keperawatan pada Nn.K menggunakan strategi

pelaksanaan (SP) 1 , (SP) 2, (SP) 3 dan (SP) 4 yaitu bina hubungan saling

percaya, identifikasi jenis halusinasi ( ajarkan cara mengontrol halusinasi

dengan menghardik, melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas terjadwal, dan

minum obat secara teratur).

4. Implementasi sudah sesuai dengan intervensi yang diberikan untuk

mengatasi halusinasi pada Nn.K yaitu SP 1 , SP 2, SP 3, dan SP 4 yaitu

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan

orang lain, melakukan aktifitas terjadwal, dan minum obat secara teratur.

5. Evaluasi dilakukan melalui pendekatan S.O.A.P, pada kasus dapat

dianalis bahwa masalah teratasi. Yang dibuktikan pasien mampu

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan

orang lain, melakukan aktivitas terjadwal serta pasien mampu minum


obat secara teratur.

B. Saran

1. Bagi penulis

Penulis hendaknya mempersiapkan lebih matang sebelum memulai

interaksi kepada pasien dan menjaga lingkungan agar tetap nyaman serta

menghargai setiap ungkapan pasien sehingga penulis dapat menerapkan

pengetahuan secara langsung dan mampu membandingkan antara teori

dan kasus. Penulis juga hendaknya memberikan pendidikan kesehatan

kepada keluarga bagaimana cara merawat pasien saat dirumah sehingga

keluarga mampu memberikan perawatan mandiri.

2. Bagi institusi pendidikan

Mampu menciptakan idea atau gagasan atau teori baru untuk

penyempurnaan asuhan keperawatan jiwa.

3. Bagi Instansi Rumah Sakit Jiwa

Dapat meningkatkan sarana dan prasarana demi terciptanya asuhan

keperawatan yang bermutu dan professional serta dapat memberikan

bimbingan pada mahasiswa didalam pemberian asuhan keperawatan

selama praktek di rumah sakit, khususnya bagaimana melaksanakan

asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

4. Bagi Keluarga

Hendaknya keluarga ikut serta dalam merawat pasien dengan cara sering

berkunjung atau menemani pasien karena dukungan keluarga akan


mempercepat penyembuhan pasien.

5. Bagi Masyarakat

Sebaiknya masyarakat mampu menerima pasien dalam kegiatan sosial,

tidak mengucilkan dan memberikan reinforcement positif.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik M. 2011. Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik). Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Budi anna keliat, akemat. Dkk. 2009. Keperawatan Kesehatan jiwa Komunitas.
Jakarta: EGC

Dalami, ermawati. 2010. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: TIM
Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta:EGC

Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta:TIM

Fitria, Nita. 2009. Laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan.


Jakarta:Salemba Medika

Harold I. Kaplan, benjamin. Dkk. 2001. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan


perilaku psikiatri klinis edisi 7 jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara

Herman Surya direja, Ade. 2011. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta:Nuha
Medika

Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida. 2010. Buku ajar keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika

Marilyn e Doenges, dan Townsend. 2006. Rencana asuhan keperawatan psikiatri.


edisi 3. Jakarta: EGC

Rasmun. 2001. Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan


keluarga. Jakarta : CV Sagung Seto

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan, dan Perkembanganya.


Yogyakarta:Penerbit Andi

Sumiati. Dinarti. Dkk. 2009. Kesehatan jiwa remaja dan konselling. Jakarta: TIM

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NN. K DENGAN


HALUSINASI PENDENGARAN DIRUANG NAKULA
RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

Tanggal Masuk : 8 Januari 2014 Jam 08.00


Bangsal dirawat : Ruang Nakula
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. K
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lemuru Raya
Pekerjaan :-
Pendidikan : SD
Diagnosa Medis : skizofrenia paranoid
B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Alamat : Lemuru Raya
Pekerjaan :
Hub. dg pasien : Kakak
II. ALASAN MASUK
A. FAKTOR PRESIPITASI
Pasien tidak pernah kontrol dan minum obat secara rutin.
B. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Riwayat Kesehatan Jiwa
Ibu pasien mengatakan pasien pernah mengalami gangguan jiwa
dan riwayat rawat inap di tahun 2010 di rumah sakit jiwa Dr.
Amino Gondohutomo Semarang selama kurang lebih 2 minggu
dengan keluhan yang sama yaitu bicara sendiri.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat dan pengobatan berhasil tetapi di 6 bulan
terakhir pasien tidak kontrol dan berhenti minum obat dikarenakan
kurang biaya.
3. Riwayat Trauma
Ibu pasien mengatakan, pasien pernah mengalami trauma aniaya
seksual waktu usia 24 tahun dan efek yang ditimbulkan setelah
kejadian tersebut adalah pasien menarik diri.
Masalah Keperawatan: Syndrom trauma seksual
4. Riwayat Keluarga
Ibu pasiean mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami
atau mempunyai riwayat kesehatan jiwa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanda tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 22x/menit
Keluhan fisik : pasien mengatakan pusing
Pemeriksaan fisik :
- Kepala : Rambut hitam panjang kotor
- Mata : Konjungtiva tidak aneis sklera tak ikterik
- Telinga : tidak ada gangguan pendengaran
- Mulut : bicara pelo air liur menetes gigi kotor
- Kulit : hitam tidak lesi

IV. PSIKOSOSIAL
A. Genogram

X X X X

X
2
8

Keterangan:
: perempuan

: laki-laki
: menikah
: serumah
: pasien
X : meninggal

Keterangan :
Pasien adalah anak ketiga dari 4 bersaudara ayah pasien sudah meninggal pada
tahun 2010 di dalam keluarga pasien tidak ditemukan riwayat keturunan gangguan
jiwa. Pasien tinggal serumah bersama ibu dan adik laki-lakinya.

B. Konsep Diri
1. Citra Tubuh : ps. mengatakan menyukai seluruh anggota
tubuhnya.
2. Identitas : pasien mengatakan seorang perempuan berumur
28 tahun,
pasien puas mejadi perempuan.
3. Peran diri : pasien mengatakan berperan sebagai seorang anak
kegiatan
sehari membantu ibunya.
4. Ideal Diri : pasien mengatakan bercita cita sebagai insinyur.
5. Harga Diri : pasien mengatakan malu karena selama dirumah
pasien selalu di ejek oleh tetangganya sehingga membuat pasien
sedih dan malu.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah
C. Hubungan Sosial
1. Orang terdekat
Dirumah : saat dirumah orang paling dekat denganya adalah
ibunya. Tidak memiliki teman selain ibunya setelah kejadian
tersebut.
Di RS : saat di rumah sakit terlihat pasien dekat dengan
ibunya. Menangis bila di tinggal oleh ibunya.
2. Peran serta dalam kelompok
Dirumah : sebelum mengalami gangguan jiwa pasien saat
dirumah bermain bersama teman dan setelah pasien mengalami
gangguan jiwa pasien dirumah tidak ikut kegiatan kelompok atau
hanya dirumah.
Di RS : pasien saat di RS terlihat mengurung dirinya
dikamar tetapi hanya selama 1 hari karena pasien belum mengenal
lingkungan yang baru. Ps saat di RS hanya berbincang-bincang
dengan ibunya.

3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


Dirumah : saat dirumah pasien terganggu hubungan dengan
orang lain karena pasien susah untuk di ajak berbicara dan
masyarakat sekitar mengejek pasien.
Di RS : saat dirumah sakit pasien dapat berhubungan
dengan perawat dan mahasiswa praktek dengan baik tidak ada yang
mengejek pasien.

V. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Pasien bernampilan kurang rapi, rambut terlihat acak-acakan dan
terlihat gigi pasien kotor sehabis makan.
2. Pembicaraan
Pasien pembicaraan dengan nada pelan, kacau terkadang pasien
bingung waktu di ajak berbicara (bicara pelo)
3. Aktifitas motorik
pasien dapat melakukan aktifitas dan tidak tremor.
4. Alam perasaan
Pasien mengatakan sedih dan takut saat mendengar suara tersebut.
5. Afek
Terlihat ekspresi wajah polos
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancarai ps tidak mempunyai inisiatif membuka
pembicaraan. Terkadang tidak nyambung
7. Persepsi
Pasien mengatakan jika akan tidur dan sendiri pasien mendengar suara
yang tidak tampak wujudnya yang isinya pasien disuruh makan daging
kambing mentah repon pasien adalah gelisah takut dan membaca doa,
frekuensinya adalah 2x/hari.
Masalah keperawatan: Halusinasi pendengaran
8. Proses pikir
Pembicaraan pasien di mengerti dan dapat diarahkan
9. Isi pikir
pasien ketakutan seolah olah akan ada yang memotong kepalanya
karena sering mendengar suara yang tak tampak wujudnya.
MK: waham curiga
10. Tingkat kesadaran
Selama pengkajian pasien tidak mengalami disorientasi baik waktu
tempat dan orang.
11. Memory
Pasien dapat mengingat kejadian masa lalu dan sekarang contohnya
pasien ingat dimana dahulu pasien sekolah dan pasien juga masih ingat
trauma kejadian.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien dapat mengalami perhitungan sederhana. Misalnya mengeja
angka satu sampai sepuluh
13. Kemampuan penilaian
Pasien merupakan orang yang pendiam dan bingung pasien sering
berkata ingin cepat pulan. Pasien dalam melakukan ADL di ingatkan
oleh ibunya.
14. Daya tilik diri
Pasien tau bahwa dirinya ada di rumah sakit jiwa

VI. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Pasien makan 3 kali sehari satu porsi selalu habis dengan menu
masakan yang bervariasi.
2. Eliminasi
Pasien selalu melakukan eliminasi dan defekasi secara mandiri.
3. Mandi
Pasien mandi 2 x/hari dan dilakukanya secara mandiri kadang dibantu
oleh ibunya.
4. Berpakaian dan berhias
Pasien dapat berpakaian sendiri tidak mau memakai pakaian yang dari
RS dan pasien tidak berhias diri.
5. Istirahat dan tidur
Pasien tidur siang 1-2 jam /hari
Tidur malam 6.7 jam/hari
6. Penggunaan obat
Pasien dapat minum obat sendiri obat disiapkan oleh perawat pasien
belum tau macam obatnya dan kegunaanya.
7. Pemeliharaan kesehatan
Pasien harus di dukung perawatan lanjutan dengan kontrol rutin dan
minum obat tratur.
8. Aktifitas dalam rumah
Pasien dapat makan dan minum dan personal higienes dengan bantuan
minimal perlu pengawasan dari keluarga
9. Aktifitas di luar rumah
Pasien tidak bersosialisasi di masyarakat karena di ejek oleh tetangga
dan anak kecil.

VII. MEKANISME KOPING


Pasien cenderung diam bila tidak ditanya. Pasien selalu menceritakan
masalanya kepada ibunya.

VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1. Masalah dengan lingkungan
Pasien mengatakan jarang keluar rumah dan mengobrol dengan teman
sebaya di lingkungan tempat tinggal.
2. Masalah pendidikan
Pasien hanya berpendidikan SD tapi sempat merasakan bangku SMP
tapi hanya sebentar karena tidak mampu.

IX. PENGETAHUAN
Pasien tahu bahwa dia sedang menderita gangguan jiwa untuk itu pasien
berobat dan rawat inap.

X. ASPEK MEDIS
Diagnosa medis : Skizofrenia paranoid
Program terapi : - 0ral : Stelazin 2x5 mg
: - Trihexiphenidil 2x2 mg
Diit : diit bebas
Laboratorium : tidak ada

XI. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Syndrom trauma sexsual
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi pendengaran
4. Isolasi sosial

XII. ANALISA DATA


NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS: Perubahan persepsi
pasien mengatakan bila sedang sendiri sensori: halusinasi
pasien sering mendengar suara yang tak pendengaran
tampak wujudnya “ untuk makan daging
kambing mentah dan melihat bayangan
hitam besar yang mengganggu pasien.
Respon pasien takut dan gelisah
frekuensi muncul kurang lebih 2x/hari
DO:
Pasien tampak gelisah
Takut
Tampak diam saat ditanya
Pandangan mata kosong

2 DS: Isolasi sosial: menarik


Pasien mengatakan sedih saat dirumah diri
karena pasien sering di ejek oleh
tetangganya. Saat dirumah pasien hanya
mengurung diri di rumah tidak
bersosialisasi dengan masyarakatpasien
hanya dekat dengan ibunya. Pasien selalu
menyendiri saat dirumah.
DO
dirumah sakit pun pasien menyendiri dan
diam bila ditanya.
Belum memiliki teman
Terlihat hanya dikamar dengan ibunya

XIII. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain akibat

Perubahan persepsi
sensori:halusinasi pendengaran Core problem

Isolasi sosial: menarik diri penyebab


XIV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial: menarik diri

XV. INTERVENSI
XVI. IMPLEMENTASI
Hari/ tanggal No Dx Implementasi Evaluasi TTD
Jam

Rabu SP1P Mengajarkan cara S: Pasien mengatakan


8 januari 2014 mengontrol lebih lega saat diajarkan
Jam 13.00 halusinasi dengan teknik menghardik.
teknik menghardik O: Pasien dapat
“ kedua tangan melakukan teknik
menutup telinga menghardik namun
mata tertutup dan belum optimal
dalam hati A: SP1P belum teratasi
mengatakan saya P; mengoptimalkan SP1P
tidak mau dengar (latih menghardik 2x
itu suara palsu” sehari atau setiap suara
muncul)
Kamis SP2P -Mengingatkan S: pasien mengatakan
9 januari 2014 kembali cara lebih lega karena dapat
Jam 09.00 mengontrol bercerita dengan perawat
halusinasidengan dengan yang apa yang
menghardik didengar.
-Mengajarkan O: pasien sudah dapat
SP2P yaitu dengan melaukan SP1P dengan
bercakap-cakap optimal, dan bercakap
dengan orang lain dengan perawat pasien
masih terlihat bingung.
A: SP1P teratasi dan
Sp2P belum optimal
P: optimalkan SP2P
Jumat SP2P Mengajarkan SP2P S: pasien mengatakan
10 Januari dengan bercakap- senang bisa bercakap-
2014 cakap dengan cakap dengan orang lain
Jam 10.00 orang lain O: pasien terlihat lebih
cakap namun terlihat
masih bingung dan malu.
A: SP2P teratasi
P: lanjutkan SP3P
dengan melakukan
kegiatan sehari-hari
(membersihakan tempat
tidur)
Jumat SP3P Mengajarkan SP3P S: pasien mengatakan
10 Januari yaitu dengan senang di ajarkan
2014 melakukan membersihkan tempat
Jam 13.00 kegiatan sehari-hari tidur
membersihkan O: pasien masih bingun
tempat tidur. dan dibantu oleh perawat
A: SP3P belum teratasi
P: optimalkan SP3P
Sabtu SP3P Mengevaluasi cara S: pasien mengatakan
11 Januari mengontrol pasien senang membersihkan
2014 dengan menghardik tempat tidurnya.
Jam 10.00 Mengevaluasi cara O: pasien terlihat
dengan bercakap- membersihkan tempat
cakap ridur
Memotivasi pasien A: SP1P optimal, SP2P
untuk melakukan optimal. SP3P belum
ulang SP3P yaitu optimal.
dengan P: Optimalkan SP3P
membersihkan
tempat tidur.

Anda mungkin juga menyukai