Anda di halaman 1dari 5

2, BE & GG, Teguh Budi Santoso, Hapzi Ali, Ethic Of Consumer Protection, Universitas Mercu Buana,

2018

Etika Perlindungan Konsumen


Teguh Budi Santoso

Dosen Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA


Universitas Mercu Buana

Perlindungan konsumen merupakan suatu masalah yang sangat penting bagi masyarakat,
yang notabene tidak pernah lepas dari kegiatan konsumsi. Perlindungan konsumen sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dimanapun ia berada. Oleh karena itu perlindungan konsumen
sangat perlu diwujudkan dalam suatu kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan
kepentingan konsumen. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan
berbagai dimensi yang satu sama lain memiliki keterkaitan dan ketergantungan antara
konsumen, pengusaha dan pemerintah
Produsen seringkali lebih mementingkan keuntungan yang akan diperolehnya daripada
kepentingan hak-hak para konsumennya.

1. Konsumen
a. Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

b. Konsumen adalah Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang terpenting


Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu
manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu organisasi
atau perusahaan. Suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu
tersebut dapat dikatakan sebagai stakeholder jika mereka memiliki karekteristik
seperti memiliki kekuasaan dan kepentingan terhadap organisasi atau
perusahaan.
Pelanggan adalah asset terbesar dalam perusahaan, karena tanpa mereka
perusahaan tidak akan ada, keberlangsungan suatu bisnis mutlak tergantung dari
keberadaan kebutuhan pelanggan. Pelanggan adalah tujuan dari bisnis itu sendiri,
dimana pelanggan sebagai pengguna produk dan jasa dari Perusahaan yang
bisnisnya di bidang penyedia jasa atau penyedia produk.

2. Hidden taxation on society


Sebagaimana diketahui bahwa Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang sehingga apabila tidak dipatuhi atau dilanggar maka akan menimbulkan
sanksi bagi pelakunya. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia adalah Self
Assessment dimana Wajib pajak diberi kepercayaan untuk mendaftar,
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
Konsekuensi dari penerapan Self assessment ini memberikan tanggungjawab
besar pada Wajib Pajak untuk melakukan kepatuhannya secara sukarela. Potensi
pelanggaran dari kepatuhan sukarela tersebut adalah :
a. Penghindaran Pajak (Tax avoidance) adalah Suatu bentuk transaksi yang
ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan-
b. Penggelapan Pajak (TaxEvasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu
bentuk memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan

Untuk menghindari hal hal tersebut, regulator dan otoritas di industri maupun yang menangani
perpajakan mewajibkan perusahaan perusahaan melakukan pengawasan yang dilakukan
oleh external dalam hal ini audit external dengan Kantor Akuntan Publik yang teregister,
diperiksa oleh otoritas, dan dirjen pajak. Secara internal diwajibkan melakukan praktik praktik
operasional yang memenuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG) yaitu implementasi
TARIF (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibility, Independency dan Fairness) dengan
membentuk komite komite, Komisaris dan Dewan Pengawas, Satuan Pengawasan Intern dan
Unit Kepatuhan/Compliance.

3. Stakeholder alliance
Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu
manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu organisasi atau
perusahaan. Suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu tersebut
dapat dikatakan sebagai stakeholder jika mereka memiliki karekteristik seperti
memiliki kekuasaan dan kepentingan terhadap organisasi atau perusahaan.
Bisnis harus memusatkan upaya membangun aliansi pada para pemangku
kepentingan yang memiliki kepentingan kuat dan pengaruh kuat karena mereka
adalah pemangku kepentingan yang dapat membantu bisnis dan dapat dibujuk
menjadi aliansi.

Aliansi bisnis berdasarkan kepentingannya dapat dikategorikan menjadi:


a. Kebutuhan Bisnis dan Keinginan Pemangku Kepentingan
Bisnis telah mengidentifikasi para pemangku kepentingan yang dapat berguna
untuk itu dalam suatu aliansi, bisnis itu kemudian perlu meneliti keinginan para
pemangku kepentingan dan bagaimana ia dapat memuaskan keinginan-
keinginan yang sama.
b. Menciptakan Aliansi Bisnis dan Pemangku Kepentingan
Setelah bisnis memahami kebutuhannya sendiri, kebutuhan para pemangku
kepentingan yang diinginkannya sebagai mitra, dan sarana yang melaluinya
aliansi dapat membantu memuaskan kedua set hasrat itu, bisnis itu dapat
menggunakan informasi tersebut untuk menciptakan syarat-syarat proposal
aliansi.

4. Consumer protection
Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh
para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen
atau pelaku usaha
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh
para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen
atau pelaku usaha.
5. Implementasi dari Ethic Consumer Protection.
implementasi di bidang Jaminan Sosial Nasional. Implementasi perlindungan
konsumen dilandasi oleh Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Otoritas dan Regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN), diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Undang Undang N0 8 tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia
b. Undang undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. Undang Undang no 40 tahun 2004 tentang SJSN
d. Undang undang no 24 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
e. Peraturan Pemerintah no 60 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah no 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan JHT
f. PP no 46 tahun 2015 tentang JHT
g. PP no 45 tahun 2015 tentang JP
h. PP no 44 tahun 2015 tentang JKK dan JK
i. POJK no 5/POJK.05/2013 tentang PENGAWASAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
Pengelolaan secara GCG
Di BPPJS sebagai Badan Hukum Publik yang menyelenggarakan jaminan sosial
nasional, dalam implementasi pelaksanaannya adalah dengan menunjuk Direksi
dan Dewan Pengawas yang sejajar melalui Pansel yang ditunjuk oleh Presiden,
adapun dalam implementasinya untuk memenuhi Good Corporate Governance
Transparansi, Akuntabilitas, Responsibility, Independency dan Fairness (TARIF)
pengawasan dilakukan oleh:
a. Pemerintah: DJSN, OJK, BPK, BPKP, KPK, Dewan Pengawas, Komite
b. Dari unsur external adalah : KAP, LSM, Ombusdment dan Serikat Pekerja
dan Masyarakat
c. Dewan Pengawas terdiri dari 4 unsur:
- Unsur Pemerintah
- Unsur Masyarakat
- Unsur Serikat Pekerja
- Unsur Pengusaha
Di lingkungan masyarakat telah tumbuh etika bisnis – khususnya berkaitan dengan
perlindungan konsumen yang pada pokoknya telah cukup memberikan perlindungan
kepada konsumen dari tindakan-tindakan pelaku bisnis/pelaku usaha.
Hubungan dan transaksi bisnis antara penjual/produsen dengan pembeli/konsumen
harus dilandasi dengan aspek aspek:
Pemenuhan hak-hak konsumen yang diatur dalam UU Nomer 8 tahun 1999
yang menyebutkan :
a. Hak atas keyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan
jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijaminkan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
dan/atau jasa.
d. Hak untuk mendapatkan dan keluhan atas barang dan/atau barang yang
digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advikasi, perlindugnan, dan upaya penyelesaian
sengkata perlindungan konsumen secara pantas.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, dan tidak
diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjajian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Sementara kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur;
c. memperlakukan konsumen tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang sesuai standar yang berlaku;

Penyelesaian pengaduan Pasal 48


1. BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan
pengaduan Peserta
2. BPJS wajib menangani menangani pengaduan pengaduan aling lama 5 (lima)
lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan

Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Pasal 49


1. Pihak yg merasa dirugikan yg pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh
unit sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1), penyelesaian
sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi
2. Mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
bantuan mediator yg disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis
3. Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak penanda tanganan kesepakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) oleh kedua belah pihak
4. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan
kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat

Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan Pasal 50


Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan
dan penanganan pengaduan pengaduan Peserta Peserta melalui melalui
mekanisme mekanisme mediasi mediasi tidak dapat terlaksana, penyelesaiannya
dapat diajukan ke pengadilan negeri diwilayah tempat tinggal pemohon.

Penyelesaian sengketa melalui : berdasarkan pilihan para pihak,


1. Pengadilan (Litigasi), Mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang
berlaku
2. Diluar Pengadilan (Non Litigasi),
• Tidak menghilangkan tanggung jawab pidana
• Bila gagal, (yang dinyatakan oleh satu atau para pihak) bisa ke pengadilan

Daftar Pustaka:
1. Business Ethics & GG Pusat Bahan Ajar dan eLearning Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali,
MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
2. http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-8-tahun-1999-tentang-
perlindungan-konsumen/
3. http://www.legalakses.com/peraturan-perundang-undangan-bidang-
ketenagakerjaan/
4. https://mutupelayanankesehatan.net/images/agenda/persi/SUHARTINI
HADAD_Prospek Implentasi SJSN&BPJS Dalam Perlindungan
Konsumen.pdf
5. https://ekonomi.kompas.com/read/2016/04/14/083000826/Apa.Perbedaan.Pr
aktik.Penghindaran.Pajak.dan.Penggelapan.Pajak.
6. https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/POJK-tentang-
Pengawasan-Badan-Penyelenggara-Jaminan-Sosial-oleh-Otoritas-Jasa-
Keuangan

Anda mungkin juga menyukai