OLEH :
NIM : P07120016054
A. Masalah Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
B. Proses Terjadinya
1. Pengertian
1) Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang sebenarnya
tidak ada (Hartono:2012).
2) Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart:2007).
3) Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indera tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis:2005).
4) Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati:2012).
5) Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
halusinasi, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan
yang nyata.
2. Jenis
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
1) Halusinasi Pendengaran (Akustik, Audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara
orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual)
Stimulus visual dalam betuk beragam seperti bentuk pancaran sinar, gambaran
geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Bisa
juga berupa orang atau tokoh seperti manusia. Bayangan bias bisa
menyenangkan atau menakutkan. Misalnya, seseorang merasa ada orang
berdiri di belakangnya.
3) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang-
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan demensia.
4) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan. Biasanya pengalaman ini tidak menyenangkan.
Misalnya, seorang individu mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus
menerus.
6) Halusinasi Sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukkan
urine. (Yoseph Iyus:2007)
7) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. (Damaiyanti:2012)
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parientalis. Misalnya
sering merasa dirinya terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi.
3. Tanda dan Gejala
Semakin berat tahap atau fase halusinasi yang diderita klien, maka akan
semakin berat klien mengalami ansietas. Berikut ini merupakan tingkat intensitas
halusinasi yang disertai dengan karakteristik dan tanda dan gejala pada perilaku
klien dibagi dalam tabel berikut (Stuart:2007).
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku klien
Fase I. Orang yang berhalusinasi mengalami 1. Menyeringai atau
Comforting
keadaan emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
Ansietas sedang kesepian, merasa bersalah, dan takut sesuai.
2. Menggerakkan
serta mencoba untuk memusatkan pada
Halusinasi
bibirnya tanpa
penenangan pikiran untuk mengurangi
bersifat tidak
menimbulkan suara.
ansietas, individu mengetahui bahwa
menyenangkan 3. Gerakan mata yang
pikiran dan sensori yang dialaminya
cepat.
tersebut dapat dikendalikan jika 4. Respons verbal yang
ansietasnya bisa diatasi. lamban.
(Nonpsikotik) 5. Diam dan dipenuhi
sesuatu yang
mengasikkan
4. Rentang Respons
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukkan adanya halusinasi, respon yang terjadi dapat berada dalam
rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat disajikan dalam gambar berikut.
c) Respon Maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita sosial.
2. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
3. Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk
mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4. Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan
yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
5. Penyebab
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis klien
yang mengalami psikotik, khususnya skizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh
faktor-faktor penyebab (Stuart dan Laraia:2005) sebagai berikut.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang memengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya mengenai faktor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor-faktor yang
memengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stres. Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada
munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain:
1) Genetik
Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika dizygote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah
satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya akan menjadi 35%.
2) Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
3) Neurobiology
Ditemukan bahwa korteks pre-frontal dan korteks limbic pada klien dengan
skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter juga tidak ditemukan tidak normal, khusunya dopamine,
serotonin dan glutamat.
4) Study neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmiter serta dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotinin.
5) Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya
stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimentytranferase (DMP).
6) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
7) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis menjadi faktor predisposisi skizofrenia, antara
lain anak yang diperlakukan oleh ibunya yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal yang tidak
harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima
oleh anak akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan
berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
8) Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman atau tuntuan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi atau isolasi
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena proses penghambatan dalam
proses tranduksi dari suatu impuls yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan dalam proses interpretasi dan interkoneksi sehingga dengan
demikian faktor-faktor pencetus respon neurobiologis dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gatting
abnormal).
3. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku seperti yang tercantum pada tabel berikut ini.
6. Sumber Koping
Sumber daya keluarga amat diperlukan dengan mengetahui dan mengerti
tentang penyakit, finansial keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia dan
kemampuan keluarga memberikan asuhan Sumber daya keluarga merupakan
bagian penting karena keluarga pemberi asuhan sekurang-kurangnya 65% pasien
skizoprenia (Stuart & Laraia, 2005). Keluarga sebagai sumber pendukung sosial
dapat menjadi kunci utama dalam pemilihan pasien dengan masalah psikiatrik
(Videbeck, 2008).
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada dilingkungannya. Sumber koping tersebut
dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan
keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang efektif (Fitria, 2009).
7. Mekanisme Koping
Menurut Keliat (2009) perilaku yang mewakili untuk menanggulangi diri
sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi.
1. Retensi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mampu sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari sehingga klien menjadi malas beraktivitas.
2. Proteksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
3. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus internal.
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami.
8. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006), suatu keadaan dimana
seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko
melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan
perilaku :
1. Data subjektif :
a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data objektif :
a) Wajah tegang, merah
b) Mondar-mandir
c) Mata melotot rahang mengatup
d) Tangan mengepal
e) Keluar keringat banyak
f) Mata merahh
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
C. Pohon Masalah
( Effect )
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
( Core Problem )
D. Masalah Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri)
Tujuan Umum : klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
TUK 1 Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikasikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beri tahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna,
semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beri tahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan
kelebihan yang dimiliki klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang
dimiliki klien.
6. Beri tahu ada hikmah dibalik kekurangan yang dimiliki.
Rasional 1. Mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang memiliki
kekurangan.
3. Menghadirkan realita kepada klien.
4. Memberikan harapan kepada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi agar klien tidak
merasa putus asa.
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya
setelah satu kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak
menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.
TUK 2 Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di
RS, rencana klien setelah pulang, dan apa cita-cita yang ingin
dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan
yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
Rasional 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai
kemampuannya setelah satu kali pertemuan.
TUK 3 Klien dapat mengevaluasi dirinya
Intervensi 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil
dicapai.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan klien.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab-
sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan
cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat
menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang.
Rasional 1. Mengingatkan bahwa klien tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut menganggu klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah satu
kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah
satu kali pertemuan.
TUK 4 Klien dapat membuat rencana yang realistis
Intervensi 1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah
dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai
klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan
kelompok.
Rasional 1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah satu
kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah
satu kali pertemuan.
TUK 5 Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga
dirinya
Intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan
menghargai klien serta tidak mengejek dan tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan
berhasil kepada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien pada setiap
pertemuan keluarga.
Rasional 1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan kepada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi 1. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah :
mengatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak
mampu, pesimis, dan menarik diri dari realita.
2. Keluarga dapat merespon dan memperlakukan klien secara
tepat setelah dua kali pertemuan.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha
Medika.
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
1) Data subjektif
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruh klien untuk
memukul seseorang.
2) Data objektif
a. Klien tampak berbicara sendiri
b. Klien tampak sering mendekatkan telinganya ke arah tertentu
c. Klien tampak sering menutup telinga
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
3. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria sebagai berikut:
a. Ekspresi wajah bersahabat.
b. Menunjukkan rasa senang.
c. Klien bersedia diajak berjabat tangan.
d. Klien bersedia menyebutkan nama.
e. Ada kontak mata.
f. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat.
g. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
2) Membantu klien mengontrol halusinasinya dengan membuat dan melaksanakan
aktivitas terjadwal.
4. Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara membuat dan melaksanakan
aktivitas terjadwal.
1. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Ibu, sedang apa?”
“Kenalkan nama saya Dita Agustiari. Ibu bisa panggil saya Dita. Saya
mahasiswa keperawatan dari Poltekkes Denpasar.”
“Ibu namanya siapa?”
“Wah, namanya bagus sekali. Ibu senangnya dipanggil siapa?” (Sambil
berjabat tangan).
“Ohh Ibu (nama pasien). Ibu (nama pasien), saya yang akan merawat Ibu
dari jam 7 sampai jam 2 siang nanti. Jadi, kalau Ibu ingin menceritakan
sesuatu, Ibu bisa menceritakannya kepada saya.”
b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu (nama pasien) hari ini?”
“Oh, jadi Ibu (nama pasien) merasa mengantuk. Apa yang menyebabkan
Ibu (nama pasien) mengantuk?”
“Jadi, Ibu (nama pasien) mengantuk karena semalam tidak bisa tidur.
Mengapa semalam Ibu tidak bisa tidur?”
“Jadi, semalam Ibu tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara itu. Coba
ibu ceritakan sedikit tentang suara-suara yang Ibu dengar.”
“Oh, jadi Ibu (nama pasien) mendengar suara orang yang menyuruh Ibu
memukul seseorang.”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah, bagaimana kalau sekarang kita membuat sesuatu agar suara
orang itu tidak mengganggu Ibu lagi, dengan cara membuat jadwal
aktivitas yang biasa ibu lakukan mulai dari bangun pagi sampai akan
tidur malam harinya. Apa Ibu setuju ?”
“Nah, nanti perhatian Ibu pasti bisa teralihkan dengan melakukan
aktivitas terjadwal ini dan suara-suara itu tidak akan menganggu Ibu
lagi.”
2) Waktu
“Saya rasa, kita membutuhkan waktu 30 menit untuk menyelesaikan
jadwal aktivitas ini. Apakah Ibu bersedia?”
3) Tempat
“Di mana tempat yang Ibu sukai untuk menyelesaikan jadwal aktivitas
ini?”
2. Tahap Kerja
“ Ibu (nama pasien) ini saya punya kertas dan pulpen. Nanti, Ibu bisa menulis
semua kegiatan ibu di sini sehingga nanti kalau lupa Ibu bisa membaca
kembali catatannya. Apakah Ibu sudah mengerti ?”
“ Ibu mau menulis sendiri atau saya yang membantu untuk menuliskan?”
“ Bagus. Ibu sangat antusias membuat jadwal aktifitas ini. Baiklah, sebelum
itu saya akan menjelaskan sedikit caranya yaitu, disini kan terdapat tiga
kolom: di kolom pertama Ibu bisa tuliskan nomor, di kolom kedua Ibu
tuliskan kegiatan yang biasa Ibu lakukan, kemudian di kolom ketiga Ibu tulis
setelah Ibu selesai melakukan kegiatan apakah kegiatan itu Ibu lakukan
sendiri, diingatkan ners, atau Ibu tidak melakukannya. Contohnya begini:
misalnya nomor 1 kegiatannya membersihkan halaman dan Ibu
melakukannya sendiri tanpa diingatkan oleh ners. Jadi, di kolom pertama ini
Ibu tulis angka 1, kolom kedua Ibu tulis membersihkan halaman, dan kolom
ketiga Ibu tulis huruf “M”. Baiklah, sebelum kita mulai apa Ibu sudah
mengerti atau ada yang mau Ibu tanyakan ?”
“ Baiklah, bisa kita mulai sekarang bu ?”
“ Kegiatan apa saja yang biasa Ibu (nama pasien) lakukan mulai dari pagi ?”
“ Baiklah, kegiatan pertama Ibu bisa menulisnya di sini.”
“ Wah, tulisannya Ibu bagus. Baiklah, kegiatan selanjutnya apa bu ?”
“ Untuk kegiatan selanjutnya, Ibu (nama pasien) bisa membuatnya di bawah
kegiatan pertama yang sudah Ibu buat tadi.” (Terus dikaji hingga didapatkan
kegiatannya sampai malam)
“ Apakah sudah semua kegiatannya tercatat bu ?”
“ Wah, bagus sekali Ibu (nama pasien) memiliki banyak kegiatan.”
“ Baiklah, untuk hari ini kita akan berlatih dua kegiatan untuk mengontrol
halusinasi atau suara-suara yang tak berwujud itu. Apa kegiatan yang ingin
Ibu (nama pasien) lakukan hari ini ?”
“ Wah, bagus sekali Ibu sudah mau berlatih kegiatan ..... dan ..... hari ini.”
“ Baiklah, sekarang kita akan berlatih dua kegiatan yang tadi Ibu pilih untuk
mencegah suara-suara tak berwujud muncul.” (Latihan kegiatan tersebut)
“ Bagus sekali, Ibu (nama pasien) sudah dapat melakukannya dengan baik.”
“ Kegiatan ini dapat Ibu lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul dan
untuk kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan. Sebelumnya, apa ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan atau Ibu
ungkapan kepada saya ?”
“ Nah, Ibu (nama pasien) dapat mencegah suara-suara tak berwujud muncul
itu dengan melakukan aktivitas yang sudah Ibu buat tadi, maka aktivitas
tersebut akan dimasukkan dalam jadwal aktivitas Ibu sehari-hari. Ibu ingin
berlatihnya berapa kali sehari ?”
“ Wah, bagus Ibu (nama pasien) sudah mau berlatih mengontrol suara-suara
dengan melakukan aktivitas terjadwal..... kali sehari.”
“ Ibu (nama pasien) ingin melakukannya pada jam berapa saja?”
“ Baiklah bu, saya telah memasukkan aktivitas terjadwal untuk mengontrol
suara tak berwujud yang Ibu dengan pada jam, .... , ..... , dan .....”
“ Saya ingatkan kembali ya bu. Jika Ibu (nama pasien) berlatih tanpa
diingatkan oleh ners, Ibu dapat mengisi di sebelah kolom aktivitas ini dengan
huruf “M”. Jika Ibu berlatih dengan diingatkan ners, maka Ibu (nama pasien)
mengisi dengan huruf “B”. Dan jika Ibu tidak berlatih atau lupa, Ibu (nama
pasien) mengisi dengan huruf “T” di kolom pelaksanaan yaitu kolom ketiga.
Apakah Ibu (nama pasien) sudah mengerti ?”
“ Jika Ibu sudah mengerti, bisakah Ibu mencoba mengulang yang saya
jelaskan tadi ?”
3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu (nama pasien) setelah kita berlatih cara untuk
mengontrol suara-suara tak berwujud dengan melakukan aktivitas
terjadwal?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba Ibu (nama pasien) peragakan kembali cara mengontrol suara-suara
dengan melakukan aktivitas terjadwal yang telah kita lakukan tadi.”
2) Waktu
“Untuk latihan besok kita akan bertemu pada pukul 08.00 pagi ya bu.
Berapa lama Ibu ingin latihan untuk besok ?”
3) Tempat
“Baiklah, kalau begitu di mana tempat yang Ibu inginkan untuk kita
latihan besok ?