ttd
Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)
Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V
dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam
terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka
pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.
“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung
besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut
menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk
semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi
khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang
mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil
dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap
wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa
perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi
Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-
anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan
jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan
beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan
istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan
putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya
dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu
diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil
puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh
Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari
kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh
tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat
memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar,
sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul
Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak
dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918.
Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan
Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada
sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!
Sumber; Harb, Muhammad (1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam, ; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (2003). Bangkit dan
Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar, 403-425