Oleh :
SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT
NIM: 080100277
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Oleh :
SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT
NIM: 080100277
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
NIM : 080100277
Pembimbing, Penguji I,
Penguji II
Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi,
ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya
penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis
kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan
kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor
risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat
kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 060922.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total
sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang.
Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis
kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai
karakteristiknya
Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan.
Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-
laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan
kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus
tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan
juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai
persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden
dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi
Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan
mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar
(SD) Negeri 060922, Medan.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, rahmat
kesehatan dan keselamatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “Perbedaan Tingkat
Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922”.
Dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti telah banyak mendapat
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. dr. Farhat, SpTHT-KL(K) selaku dosen pembimbing, dr. Ilhamd, Sp.PD selaku
dosen penguji 1 dan dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ selaku dosen penguji 2
serta seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa
pendidikan.
2. Teman-teman kelompok satu bimbingan yaitu Yeong Huei Yiaw dan Siska
Febrina serta teman-teman peneliti lainnya yaitu Wan Alyaa Atiqah binti Wan
Zainalam, Syarifah Emirlia binti Sawaludin, Maidzatul Syima binti Mahadzir,
Farhana binti Mohd. Amirruddin dan Nazrul Amar bin Husin yang telah
banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penyusunan
hasil penelitian.
3. Orang tua peneliti yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
material dan keluarga yang telah banyak memberikan motivasi kepada peneliti.
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 39
LAMPIRAN
Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi,
ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya
penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis
kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan
kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor
risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat
kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 060922.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total
sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang.
Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis
kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai
karakteristiknya
Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan.
Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-
laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan
kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus
tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan
juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai
persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden
dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi
Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan
mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar
(SD) Negeri 060922, Medan.
2. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu
metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang dampak
penjagaan kebersihan mulut yang kurang terhadap kejadian tonsilitis
kronik di kalangan anak-anak usia sekolah dasar.
3. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk
penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
2.2.3. Patofisiologi
Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah
terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan :
1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa
2. Peptida pada epitel mukosa mulut
2.2.5. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi
kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus
atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher
dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan (Herawati dan Rukmini S, 2003).
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau
atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane
(1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :
Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes.
Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila
tes dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal,
material lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan
lain akan terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah
lekosit dan LED. Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara
4000-10000/mm3 darah. Tes yang dapat dilakukan adalah seperti :
1. Tes masase tonsil : salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5
menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit lebih
dari 1200/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10 mm
dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.
2. Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam
kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah
lekosit lebih dari 2000/mm3 atau kenaikan LED lebih dari 10 mm dibandingkan
sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.
3. Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah lekosit, LED dan temperatur
oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam setelah diinjeksi, jika
didapati kenaikan temperatur 0.3o C, kenaikan jumlah lekosit lebih dari
1000/mm3 serta kenaikan LED lebih dari 10 mm maka tes ini dianggap positif.
2.2.6. Penatalaksanaan
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering
dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan
pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi
dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi
seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi (Amarudin dan
Christanto, 2007).
Tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit otorinolaring yang paling
sering dan tonsilektomi merupakan satu dari bermacam prosedur operasi yang
dilakukan sebagai tatalaksana untuk pasien yang menderita penyakit tonsilitis
kronik. Masih terdapat kontroversi tentang keefektifan tonsilektomi yang
dilakukan pada pasien yang dewasa karena kurangnya bukti tentang hal tersebut.
Penelitian banyak menunjukkan bahwa kaedah tonsilektomi sangat efektif
dilakukan pada pasien anak-anak yang menderita tonsilitis berulang (Skevas et al.,
2010).
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala
yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh
streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid,
klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang
menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh itu penggunaan antibiotik
tambahan mungkin akan berguna (Desai et al., 2008).
3.2.2. Usia adalah karakteristik usia yang dikaji berdasarkan golongan usia anak-
anak di sekolah dasar yaitu 5 – 12 tahun.
3.2.5. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status
gizi anak dilihat pada tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index)
berdasarkan umur anak yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2004.
3.2.6. Riwayat perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap
sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Riwayat perawatan gigi dilihat
berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth) yang menggambarkan
banyaknya karies yang diderita seseorang. Indeks DMF-T (DMF-Teeth)
diguna pakai untuk menilai tahap kesehatan gigi anak dan dewasa. Yang
dimaksudkan dengan DMF-T adalah:
- Decay :Jumlah gigi karies yang tidak ditambal / yang masih dapat
ditambal.
- Missing : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut / gigi yang telah
hilang karena karies.
- Filling : Jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.
a) Cara ukur: Menghitung indeks DMF-T pada responden yaitu dengan
menggunakan rumus DMF-T : D + M + F.
b) Hasil ukur:
HASIL SKOR
Baik ≤3
Kurang baik >3
3.4. HIPOTESA
Terdapat 2 hipotesis yang dapat diperoleh:
1. Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak
2. Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki adalah 97 orang (44.1%) dan jumlah
responden dari jenis kelamin perempuan adalah lebih tinggi dari responden laki-
laki yaitu 123 orang (55.9%).
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari status ekonomi tinggi adalah yang paling rendah yaitu 23
orang (10.5%). Jumlah responden dari status ekonomi sedang adalah 62 orang
(28.2%) dan jumlah responden dari status ekonomi rendah adalah yang paling
tinggi yaitu 135 orang (61.4%).
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah
responden dengan status gizi yang baik adalah paling tinggi dengan jumlah 127
orang (57.7%). Jumlah responden dengan status gizi yang lebih adalah yang
paling rendah dengan jumlah 9 orang (4.1%) dan jumlah responden dengan status
gizi yang jelek adalah 84 orang (38.2%).
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik adalah 81 orang
(36.8%) dan jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek adalah
lebih rendah yaitu 139 orang (63.2%).
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan kebersihan mulut yang baik adalah 52 orang (23.6%).
Jumlah responden dengan kebersihan mulut yang sedang adalah yang paling
tinggi yaitu 122 orang (55.5%) dan jumlah responden dengan kebersihan mulut
yang jelek adalah 46 orang (20.9%).
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa Tonsilitis Kronik
No. Tonsilitis kronik Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 Ada 85 38.6
2 Tidak ada 135 61.4
Jumlah 220 100
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden yang menderita tonsilitis kronik adalah 85 orang (38.6%) dan
jumlah responden yang tidak menderita tonsilitis kronik adalah lebih tinggi
daripada yang menderita tonsilitis kronik yaitu 135 orang (61.4%).
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 15 orang (28.8%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 48 orang (39.3%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 16 orang (34.8%). Jumlah
responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 34 orang (65.4%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 63 orang (51.6%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%). Jumlah
responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 3 orang (5.8%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 11 orang (9.0%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%).
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden laki-laki yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 50 orang
(58.8%) dan jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki yang tidak mempunyai
tonsilitis kronik adalah 47 orang (34.8%). Jumlah responden perempuan yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 35 orang (41.2%) dan jumlah responden dari
jenis kelamin perempuan yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 88 orang
(65.2%).
Tonsilitis Kronik
Kelompok Ada Tiada
umur Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
5-7 tahun 20 23.5 59 43.7
8-11 tahun 59 69.4 62 45.9
12-15 tahun 6 7.1 14 10.4
Jumlah 85 100 135 100
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 20 orang (23.5%). Untuk kelompok usia yang
sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang
(43.7%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11
tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang (69.4%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis
kronik adalah 62 orang (45.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu
dari usia 12 hingga 15 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 6 orang
(7.1%) dan untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak
mempunyai tonsilitis kronik adalah 14 orang (10.4%)
Tonsilitis Kronik
Status Ada Tiada
Ekonomi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Tinggi 9 10.6 14 10.4
Sedang 19 22.4 43 31.9
Kurang 57 67.1 78 57.8
Jumlah 85 100 135 100
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari status ekonomi tinggi yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 9 orang (10.6%) dan 14 orang (10.4%) dari status ekonomi tinggi tidak
mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari status ekonomi sedang yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (22.4%) dan 43 orang (31.9%) dari
status ekonomi sedang tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari
status ekonomi rendah yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 57 orang
(67.1%)dan 78 orang (57.8%) dari status ekonomi rendah tidak mempunyai
tonsilitis kronik.
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan status gizi baik yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 46 orang (54.1%) dan 81 orang (60.0%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.
Jumlah responden dengan status gizi lebih yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 3 orang (3.5%) dan 6 orang (4.4%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.
Jumlah responden dengan status gizi kurang yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 36 orang (42.4%) dan 48 orang (35.6%) mempunyai tonsilitis kronik.
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik dan mempunyai
tonsilitis kronik adalah 19 orang (22.4%) dan 62 orang (45.9%) tidak mempunyai
tonsilitis kronik dengan riwayat perawatan gigi yang baik. Jumlah responden
dengan riwayat perawatan gigi yang jelek dan mempunyai tonsilitis kronik adalah
66 orang (77.6%) dan 73 orang (54.1%) tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan
riwayat perawatan gigi yang jelek.
Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut dan Kejadian
Tonsilitis Kronik
Menguji hipotesis:
Dalam penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Uji Chi
Square menyatakan bahwa:
Berdasarkan hasil tes dalam penelitian ini, nilai p < 0.001 dan hubungan nilai p
dan nilai α adalah p < α Ho ditolak.
2. Penelitian ini menunjukkan responden dari kelompok umur 2 yaitu dari umur 8
hingga 11 tahun mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik, sedang dan jelek
yang paling tinggi yaitu masing-masing 34 orang (65.4%), 63 orang (51.6%) dan
24 orang (52.2%). Menurut pendapat peneliti, hal ini wajar karena responden dari
kelompok umur 2 merupakan responden yang paling banyak yaitu 121 orang jika
dibandingkan dengan responden dari kelompok 1 yang hanya berjumlah 79 orang
dan kelompok umur 3 yang berjumlah 20 orang.
5. Data menunjukkan bahwa responden dari status ekonomi rendah paling banyak
menderita tonsilitis kronik yaitu sebanyak 57 orang (67.1%) berbanding
responden dari status ekonomi sedang dan tinggi yaitu masing-masing 19 orang
(22.4%) dari status ekonomi sedang dan 9 orang (10.6%) dari status ekonomi
tinggi. Pada pendapat peneliti, hal ini dimungkinkan karena pada anak-anak dari
keluarga dengan status ekonomi yang rendah kurang memperhatikan kebersihan
mulut.
6. Dari total sampel sebanyak 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan.
Hal ini karena sebanyak 107 orang tidak menyerahkan kembali formulir
pemeriksaan, 58 orang tidak mengisi borang dengan lengkap dan 40 orang tidak
diberikan izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat
dievaluasi adalah sebanyak 220 orang. Menurut pendapat peneliti, jumlah
responden yang dieksklusikan agak besar dan ini mungkin dapat mempengaruhi
hasil penelitian. Ini karena penelitian ini bersifat Total Sampling dimana kesemua
siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 seharusnya dilakukan pemeriksaan
supaya dapat mewakili besar sampel yang telah ditentukan sehingga diperlukan
perbaikan dalam menentukan jumlah siswa jika ada dilakukan penelitian yang
seterusnya.
6.1. KESIMPULAN
6.1.1. Kelompok umur responden yang paling banyak adalah kelompok umur 2
yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding kelompok umur 1 dan 3
yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun bagi kelompok 1 dan siswa dari umur 12
hingga 15 tahun bagi kelompok 3.
6.1.2. Jenis kelamin yang paling banyak menderita tonsilitis kronik pada siswa di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 adalah siswa lelaki berbanding siswa
perempuan.
6.1.3. Kelompok umur yang paling ramai menderita tonsilitis kronik adalah
kelompok umur 2 yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding
kelompok umur 1 yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun dan kelompok umur 3
siswa dari umur 12 hingga 15 tahun.
6.1.4. Siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik berbanding siswa dari status ekonomi
sedang dan tinggi.
6.1.5. Hasil penelitian ini diuji dengan menggunakan uji chi-square dengan
menggunakan nilai pembatasan (α = 0.05). Dari uji ini menunjukkan ada
perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di
kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
6.2.1. Semua instansi kesehatan dan institusi pendidikan diharapkan agar lebih
sering melakukan upaya promotif agar masyarakat terutama usia persekolahan
dapat mengetahui kaidah menjaga kebersihan mulut mereka supaya dapat
mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik.
6.2.2. Semua orangtua dan penjaga diharapkan agar sentiasa menjaga kesehatan
anak-anak mereka terutama kesehatan mulut supaya dapat mengurangi risiko
terjadi tonsilitis kronik dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.
6.2.3. Semua responden dan pembaca diingatkan agar sentiasa menjaga kesehatan
dan kebersihan mulut supaya dapat mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik
dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.
6.2.4. Semua peneliti yang lain diharapkan agar dapat meneruskan penelitian ini
dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia persekolahan dan
usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambah variabel-variabel lain seperti
kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit
dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.
Amarudin T., Christanto A., 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Riyanto
W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34 (2)
Beck J.D., Arbes J.J., 2002. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease.
In: Newman M.G., Takei H.H., Carranza F.A., (eds). Cilinical
Periodontology, 9th ed, London, Toronto. WB Saunders Co, Philadelphia, 73
– 92
Cody D., Thane R., Kem E.B., Pearson B.W., 1993. Penyakit hidung, telinga dan
tenggorok. Editor : Petrus Andrianto. Jakarta. EGC.
Delf M. H, Manning R. T, 1996. Sejarah Ilmu Penyakit Anak dan Penilaian Fisik.
Dalam: Dharma A., (ed). Major Diagnosis Fisik, Edisi 9, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 564 – 600
Desai S., Scannapieco F.A., Lepore M., Anolik R., Glick M., 2008. Disease of the
Respiratory Tract. In: Greenberg M.S., Glick M., Ship J.A., (eds). Burket’s
Oral Medicine. Hamilton, Ontario. Petrice Custance, 305 - 306.
Farokah, Suprihati, Suyitno S., 2007. Hubungan Tonsilitis Kronis dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam:
Riyanto W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34
(2)
Herawati S., Rukmini S., 2003. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Dalam: drg.
Lilian Juwono, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta. EGC.
Krawczyk D., Pels E,, Prucia G., Kosek K., Hoehne D., 2006. Students’
Knowledge of Oral Hygiene VS Its Use in Practise. In: Advances in Medical
Sciences. Medical University of Lublin, Poland. Vol. 51.
Lehner T., 1995. Organisasi Jaringan Limfoid Mulut. Imunologi Pada Penyakit
Mulut, Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1
Santoso O., Aditya W., Retnoningrum D., 2009. Hubungan Kebersihan Mulut dan
Gingivitis Ibu Hamil Terhadap Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Kurang Bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Jejaringnya. Artikel
Penelitian. Media Medika Indonesiana. 43 (6).
Sherwood L., 2001. Pertahanan Tubuh, Leukosit Sebagai Sel-sel Efektor Pada
Sistem Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 368-369
Skevas T., Klingmann C., Sertel S., et al, 2010. Measuring Quality of Life in
Adult Patients with Chronic Tonsillitis. The Open Otorhinolaryngology
Journal. University of Heidelberg, Germany. Vol. 4 : 34-46
Yılmaz T., Koçan E.G., Besler H.T., 2004. The Role of Oxidants and
Antioxidants in Chronic Tonsillitis and Adenoid Hypertrophy in Children.
International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine,
Hacettepe University, Hacettepe Ankara, Turkey. Vol. 68 : 1053-1058
LAMPIRAN 2
Saya Siti Noor Edayu binti Endut adalah mahasiswa dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
hubungan kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
Bagi mendukung penelitian ini, saya akan melakukan pemeriksaan berpandukan
daftar pemeriksaan seperti yang terlampir untuk mendapatkan data-data yang saya
butuhkan untuk melengkapkan analisis. Oleh karena itu, saya berharap responden
bersedia untuk dilakukan pemeriksaan yang diperlukan.
Setiap data yang ada di kuesioner ini tidak akan disebarluaskan. Data-data
tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.
LAMPIRAN 3
4. Status gizi : Status gizi anak dilihat berdasarkan tabel Indeks Massa
Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak
o Gizi kurang (apabila interpretasi pada tabel < 5th percentile)
o Gizi normal (apabila interpretasi pada tabel 5th – 85th percentile)
o Gizi lebih (apabila interpretasi pada tabel > 85th percentile)
TABEL
Ethical clearance
Surat sekolah