Anda di halaman 1dari 66

PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP

KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI


SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

Oleh :
SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT
NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP
KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI
SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT
NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian


Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922.

Nama : Siti Noor Edayu bin Endut

NIM : 080100277

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Farhat, Sp.THT-KL (K)) (dr. Ilhamd, Sp. PD)


NIP : 19700316 200212 1 002 NIP: 19662304 199603 1 001

Penguji II

(dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp. KJ)


NIP: 19780330 200501 1 003

Medan, 21 Desember 2011


Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)


NIP: 19540220 198011 1 001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi,
ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya
penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis
kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan
kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor
risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat
kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 060922.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total
sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang.
Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis
kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai
karakteristiknya
Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan.
Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-
laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan
kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus
tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan
juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai
persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden
dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi
Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan
mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar
(SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan


memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa.
Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan
anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan
penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.

Kata kunci : tonsilitis kronik, kebersihan mulut, sekolah dasar

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated


acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as
sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated
Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated
acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor.
The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the
incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922.
This study uses Total Sampling technique where the population of the
samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total
samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic
tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of
their characteristic.
The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis
is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents
(41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils
from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis
(69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of
having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with
poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with
good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study
indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of
chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
Other researchers are encouraged to continue this research by increasing
the number of samples included children at school age and adolescents. Other
researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity
and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.

Keywords: chronic tonsillitis, oral hygiene, children, elementary school

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, rahmat
kesehatan dan keselamatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “Perbedaan Tingkat
Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922”.
Dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti telah banyak mendapat
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. dr. Farhat, SpTHT-KL(K) selaku dosen pembimbing, dr. Ilhamd, Sp.PD selaku
dosen penguji 1 dan dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ selaku dosen penguji 2
serta seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa
pendidikan.
2. Teman-teman kelompok satu bimbingan yaitu Yeong Huei Yiaw dan Siska
Febrina serta teman-teman peneliti lainnya yaitu Wan Alyaa Atiqah binti Wan
Zainalam, Syarifah Emirlia binti Sawaludin, Maidzatul Syima binti Mahadzir,
Farhana binti Mohd. Amirruddin dan Nazrul Amar bin Husin yang telah
banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penyusunan
hasil penelitian.
3. Orang tua peneliti yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
material dan keluarga yang telah banyak memberikan motivasi kepada peneliti.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan hasil penelitian ini masih terdapat


banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, semua saran dan kritik
akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan penelitian
ini.

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya peneliti ingin mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara, serta pengembangan ilmu
pengetahuan.

Medan, 21 Desember 2011,


Peneliti,

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT


NIM : 080100277

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..................................................................................... i


Abstrak.......................................................................................................... ii
Abstract............................................................................................................. iii
Kata Pengantar................................................................................................. iv
Daftar Isi ....................................................................................................... vi
Daftar Istilah/Singkatan ............................................................................... viii
Daftar Gambar ............................................................................................. ix
Daftar Tabel .................................................................................................. x
Daftar Lampiran........................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………........ 4


2.1. Anatomi Rongga Mulut ............................................................ 4
2.2. Tonsilitis Kronik....................................................................... 5
2.2.1. Definisi .......................................................................... 5
2.2.2. Etiologi .......................................................................... 6
2.2.3. Patofisiologi ................................................................... 6
2.2.4. Manifestasi Klinis .......................................................... 7
2.2.5. Pemeriksaan ................................................................... 8
2.2.6. Penatalaksanaan ............................................................. 10
2.2.7. Komplikasi .................................................................... 11
2.3. Kebersihan Mulut ..................................................................... 11
2.3.1. Definisi......... ................................................................. 11
2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik ................. 12
2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut.............................................. 13
2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut . 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL........... 16


3.1. Kerangka Konsep.......................................................................... 16
3.2. Defenisi Operasional..................................................................... 16
3.3. Skala Pengukuran.......................................................................... 19
3.4. Hipotesa........................................................................................ 19

Universitas Sumatera Utara


BAB 4 METODE PENELITIAN................................................................... 20
4.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 20
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 20
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 20
4.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 20
4.5. Pengolahan dan Analisa Data.................................................... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 22


5.1. Hasil Penelitian ………………………………………………... 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ……….........................
22
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………………..
22
5.1.3. Hasil Analisa Data.…............................................... 33
5.2. Pembahasan………………………………………………….….
35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 37


6.1. Kesimpulan................................................................................. 37
6.2. Saran........................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 39

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

1. GALT gut associated lymphoid tissue


2. GABHS group A β-hemolytic Streptococcus
3. ISPA infeksi saluran pernafasan akut
4. LED laju endap darah
5. OHI-S Oral Hygiene Index Simplified
6. UKG Ultra Korte Golof
7. SPSS Statistical Package for the Social Sciences

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian............................................ 16

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964).............. 14
Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964).......... 14
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin…………………………………………………… 23
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok
Umur……………………………………………………… 23
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Ekonomi………………………………………………….. 24
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi 25
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat
Perawatan Gigi…………………………………………… 25
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Kebersihan Mulut………………………………………… 26
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa
Tonsilitis Kronik…………………………………………. 26
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut
Berdasarkan Kelompok Umur……………………………. 27
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik
Berdasarkan Jenis Kelamin………………………………. 28
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik
Berdasarkan Kelompok Umur……………………………. 29
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik
Berdasarkan Status Ekonomi…………………………….. 30

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik
Berdasarkan Status Gizi………………………………….. 31
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik
Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi……………………. 32
Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut
dan Kejadian Tonsilitis Kronik…………………………… 33

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………. 25


LAMPIRAN 2 FORMULIR PERSETUJUAN
(Informed Consent)........................................... 26
LAMPIRAN 3 DAFTAR PEMERIKSAAN PENELITIAN.... 28
LAMPIRAN 4 TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR
(CDC 2000)………………………………….. 30
LAMPIRAN 5 SURAT IZIN PENELITIAN
(Ethical Clearance)…………………………… 49
LAMPIRAN 6 SURAT PERNYATAAN SEKOLAH……… 50
LAMPIRAN 7 DATA INDUK……………………………… 51
LAMPIRAN 8 FREKUENSI DAN DESKRIPTIF
RESPONDEN………………………………. 59
LAMPIRAN 9 UJI HIPOTESIS…………………………….. 74

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi,
ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya
penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis
kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan
kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor
risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat
kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 060922.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total
sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang.
Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis
kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai
karakteristiknya
Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan.
Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-
laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan
kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus
tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan
juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai
persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden
dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi
Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan
mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar
(SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan


memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa.
Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan
anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan
penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.

Kata kunci : tonsilitis kronik, kebersihan mulut, sekolah dasar

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated


acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as
sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated
Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated
acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor.
The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the
incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri
060922.
This study uses Total Sampling technique where the population of the
samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total
samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic
tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of
their characteristic.
The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis
is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents
(41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils
from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis
(69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of
having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with
poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with
good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study
indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of
chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
Other researchers are encouraged to continue this research by increasing
the number of samples included children at school age and adolescents. Other
researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity
and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.

Keywords: chronic tonsillitis, oral hygiene, children, elementary school

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kebersihan (hygiene) merupakan satu bidang pengetahuan yang
berhubungan dengan lingkungan dan meneliti tentang kepentingan lingkungan
dan kesannya terhadap tubuh manusia. Dalam konsep yang lain, kebersihan mulut
merupakan faktor yang penting yang dapat mengelakkan seseorang daripada
menderita karies gigi dan penyakit-penyakit mulut yang lain. Edukasi tentang
kebersihan mulut juga sangat penting dalam bidang kedokteran gigi karena ia
merupakan satu cara dalam meningkatkan kesedaran dan memotivasi masyarakat
umum tentang mengekalkan kebersihan mulut yang bagus (Krawczyk et al.,
2006).
Tonsil adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain
kelenjar limfe, limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan
limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut
associated lymphoid tissue (GALT), dan sum-sum tulang. Jaringan limfoid
mengacu secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau
mengolah limfosit. Limfosit yang menempati tonsil berada di tempat yang
strategis untuk menghalang mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau
dari mulut (Sherwood, 2001).
Tonsilitis kronik pula merupakan peradangan pada tonsila palatina yang
lebih dari 3 bulan ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut kajian yang
dilakukan oleh National Center of Health Statistics pada Januari 1997 di United
State, penyakit kronik pada tonsil dan adenoid adalah tinggi, dengan prevalensi
24,9% per 1000 orang anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. (Collin, 1997).
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada
tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi
setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di
RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15
tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai

Universitas Sumatera Utara


dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari
seluruh jumlah kunjungan (Farokah et al., 2007).
Mengingat pentingnya menjaga kebersihan mulut untuk mencegah
terjadinya infeksi pada rongga mulut terutama pada tonsil yang bertindak sebagai
sistem pertahanan tubuh, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini
dan melihat bagaimanakah perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik dikalangan anak-anak.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Diperlukan suatu penelitian evaluatif untuk menjawab pertanyaan
bagaimana perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik
dikalangan anak-anak. di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

1.3. TUJUAN PENELITIAN


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap penjagaan kebersihan
mulut di kalangan anak-anak sekolah dasar
2. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap kejadian tonsilitis kronik
di kalangan anak-anak sekolah dasar
3. Mengetahui perbedaan jenis kelamin terhadap kejadian tonsilitis kronik
di kalangan anak-anak sekolah dasar
4. Mengetahui perbedaan tingkat status ekonomi terhadap kejadian tonsilitis
kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar
5. Mengetahui perbedaan tingkat status gizi terhadap kejadian tonsilitis
kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar
6. Mengetahui perbedaan tingkat riwayat perawatan gigi terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

Universitas Sumatera Utara


1.4. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan kepada masyarakat
terutama orang tua yang mempunyai anak-anak usia sekolah dasar dalam
menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut yang merupakan salah satu
usaha pencegahan tonsilitis kronik.

2. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu
metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang dampak
penjagaan kebersihan mulut yang kurang terhadap kejadian tonsilitis
kronik di kalangan anak-anak usia sekolah dasar.

3. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk
penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI RONGGA MULUT


Tonsil adalah satu struktur yang sangat penting dalam sistem pertahanan
tubuh terutama pada protein asing yang dimakan atau dihirup. Sifat mekanisme
pertahanan pada tonsil adalah secara spesifik atau non spesifik. Sel-sel fagositik
mononuklear akan mengenal dan mengeliminasi antigen apabila patogen
menembus lapisan epitel. Tonsil berbentuk oval dan berada di ruang berbentuk
segitiga yang dibentuk oleh palatum dan lidah (palatoglossus) yang juga dikenal
sebagai plika anterior dan ruang antara palatum dan faring (palatofaringeus) yang
juga dikenali sebagai plika posterior. Pada masa anak, ukuran tonsil adalah paling
besar dan ukuran ini akan mengecil secara bertahap pada saat pubertas (Farokah et
al., 2007).
Jaringan limfoid di dalam mulut tidak berhubungan dengan mulut, tidak
seperti jaringan limfoid pada usus yang berhubungan dengan usus (gut-associated
lymphoid tissues) serta jaringan limfoid pada paru-paru yang berhubungan dengan
bronkus. Agregasi limfoid di dalam mulut terdiri dari 3 tipe yang utama dan
berperanan sebagai pengawasan imunologi jaringan mulut.
1. Tonsil palatum : Tonsil palatum merupakan massa limfoid yang berpasangan
antara mulut dan faring yang tertanam di antara glosso-palatinal dan
lengkungan faringopalatinal. Tonsil ini dibungkus oleh sel-sel gepeng yang
menyusup ke dalam jaringan limfoid membentuk 10-20 lubang. Sel-sel
retikulum dan limfosit ditemukan di bawah epitel. Peningkatan permeabilitas
benda-benda asing dikawal oleh epitel kripta yang dapat ditemukan di dalam
makrofag. Folikel limfoid mengandung sel-sel B yang berpoliferasi dalam
pusat germinal dan bergerak sebagai limfosit B atau sel plasma; karena itu sel-
sel ini berkembang secara lokal di dalam tonsil. Studi imunofluresensi
menunjukkan bahwa sel selaput IgG yang terwarnai jauh lebih banyak
dibanding dengan IgA dan selaput IgA sebaliknya lebih banyak dibandingkan
dengan sel IgM, IgD sedangkan yang paling jarang adalah sel IgF. Antigen

Universitas Sumatera Utara


serta mitogen sel-T dan sel-B yang dapat menimbulkan kekebalan primer dan
sekunder bereaksi in vintro dengan sel tonsil yang menyerupai kelenjar getah
bening. Jalur aferen antigen langsung melewati kripta, sehingga hanya antigen
lokal yang dapat masuk. Antibodi dan sel-sel yang peka dapat melewati epitel
dan oleh itu mempunyai fungsi perlindungan lokal dalam membentengi saluran
pencernaan dan pernafasan.
2. Tonsil lidah : Merupakan struktur yang kurang menonjol pada tiap sisi lidah, di
belakang papilla sirkumvalat. Kripta terhasil daripada epitel-epitel gepeng yang
menyusup masuk ke dalam jaringan limfoid. Sel-sel dibersihkan dengan
adanya duktus kelenjar mukosa yang bermuara ke dalam kripta. Semua ini
memungkinkan tonsil lidah bebas dari sisa-sisa kotoran dan infeksi.
3. Tonsil faring (adenoid) : Merupakan massa jaringan limfoid yang sederhana,
terdapat di bawah mukosa nasofaring. Walaupun terdapat di luar rongga mulut,
adenoid melengkapi cincin jaringan limfoid yang memisahkan mulut dan
hidung dari faring (Lehner, 1995).

2.2. TONSILITIS KRONIK


2.2.1. Definisi
Secara umum, tonsilitis kronik dapat didefinisikan sebagai infeksi atau
peradangan pada tonsila palatina lebih dari 3 bulan. Kronik yang dimaksudkan
adalah terjadinya perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan
fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.
Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi
bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi
adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produk-
produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi (Siswantoro,
2003).

Universitas Sumatera Utara


2.2.2. Etiologi
Tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diterapi,
diobati dengan obat yang tidak adekuat, atau menyebarnya infeksi kronik seperti
sinusitis dan rinitis. Higiene mulut yang jelek, iritasi kronik akibat rokok atau
makanan, sistem imun tubuh yang rendah, dan pengaruh cuaca dapat menjadi
faktor risiko terjadinya tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak
mungkin disebabkan oleh karena anak sering menderita infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau
dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat
pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil
penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : streptokokus alfa merupakan penyebab
tersering dan diikuti stafilokokus aureus, streptokokus beta hemolitikus grup A,
stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, pseudomonas
aeruginosa,klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan
tenggorok. (Farokah et al., 2007)
Produksi bahan-bahan oksidasi terjadi semasa proses inflamasi
berlangsung. Antioksidan berperan dalam meneutralkan kerusakan yang berlaku
akibat proses inflamasi. Oleh karena tonsilitis kronik merupakan proses
peradangan yang kronik pada orofaring dan nasofaring, terdapat satu
kemungkinan yang bermakna pada keseimbangan bahan oksidan dan antioksidan
yang terlibat dalam proses dan tingkat keparahan penyakit ini. Walau
bagaimanapun, patogenesis bagaimana bahan oksidan dan antioksidan ini dalam
menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik belum dapat difahami dengan sempurna
(Yılmaz et al., 2004).

2.2.3. Patofisiologi
Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah
terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan :
1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa
2. Peptida pada epitel mukosa mulut

Universitas Sumatera Utara


3. Barier elektrik dimana terdapat beda muatan pada dinding sel antara
pejamu dan mikroba
4. Barier imunologik dari sel-sel pembentuk imunologi
5. Barier fagosit yang terdiri dari sistem retikuloendotelial
Penetrasi bakteri dapat dicegah dan dikurangi oleh sistem barier ini yang
bekerjasama pada keadaan normal. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik
atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri
dan produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan
melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Tonsil yang
bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap
stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi
sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme
jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil (Santoso et al., 2009).
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke
tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan
dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil
berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak
memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa
membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan
akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.
Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan
imun yang menurun (Siswantoro, 2003).

2.2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis tonsilitis ditandai oleh gejala-gejala di hidung, nyeri
tenggorok, dan kemerahan yang menyeluruh pada tonsil. Umumnya disebabkan
oleh virus. Tonsilitis streptokokus lebih jarang ditemukan dan biasanya ditandai
dengan demam (Hull dan Johnston, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala
yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala sistemik
tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak
enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti benda asing
(pancingan) di tenggorok. Pada tonsil yang mengalami infeksi kronik, akan terjadi
fibrotasasi yaitu sebagian jaringan tonsil akan rusak dan digantikan oleh jaringan
ikat. Tarikan-tarikan pada lobuli tonsil akan terjadi karena adanya fibrosis
sehingga kripta akan melebar dan menyebabkan permukaan tonsil akan menjadi
tidak rata dan berbenjol-benjol. Pembesaran kelenjar limfe subangulus dapat
terjadi karena tonsil mempunyai saluran limfe eferen ke kelenjar tersebut dan
menyebabkan infeksi kelenjar subangulus (Farokah et al., 2007).
Tonsilitis kronik akan menyebabkan sakit tenggorokan rekuren, atau
persisten dan gangguan menelan atau pernafasan, walaupun yang terakhir
disebabkan oleh kelenjar adenoid yang membesar. Tonsila akan memperlihatkan
pelbagai darjat hipertrofi dan dapat bertemu di garis tengah. Nafas penderita
bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat
obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal (Delf dan Manning, 1996).

2.2.5. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi
kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus
atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher
dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan (Herawati dan Rukmini S, 2003).
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau
atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane
(1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :

Universitas Sumatera Utara


T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior uvula
T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½
jarak pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾
jarak pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes.
Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila
tes dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal,
material lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan
lain akan terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah
lekosit dan LED. Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara
4000-10000/mm3 darah. Tes yang dapat dilakukan adalah seperti :
1. Tes masase tonsil : salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5
menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit lebih
dari 1200/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10 mm
dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.
2. Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam
kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah
lekosit lebih dari 2000/mm3 atau kenaikan LED lebih dari 10 mm dibandingkan
sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.
3. Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah lekosit, LED dan temperatur
oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam setelah diinjeksi, jika
didapati kenaikan temperatur 0.3o C, kenaikan jumlah lekosit lebih dari
1000/mm3 serta kenaikan LED lebih dari 10 mm maka tes ini dianggap positif.

Universitas Sumatera Utara


Terjadinya peningkatan lekosit karena lekosit terutama akan tertarik
terhadap produk-produk yang dihasilkan kuman dan dilepaskan oleh jaringan
yang cedera. Namun, bakterimia yang terjadi karena rangsang terhadap fokal
infeksi biasanya bersifat sementara dengan demikian akan terjadi kenaikan jumlah
lekosit dan LED yang bersifat sementara juga (Siswantoro, 2003).

2.2.6. Penatalaksanaan
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering
dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan
pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi
dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi
seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi (Amarudin dan
Christanto, 2007).
Tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit otorinolaring yang paling
sering dan tonsilektomi merupakan satu dari bermacam prosedur operasi yang
dilakukan sebagai tatalaksana untuk pasien yang menderita penyakit tonsilitis
kronik. Masih terdapat kontroversi tentang keefektifan tonsilektomi yang
dilakukan pada pasien yang dewasa karena kurangnya bukti tentang hal tersebut.
Penelitian banyak menunjukkan bahwa kaedah tonsilektomi sangat efektif
dilakukan pada pasien anak-anak yang menderita tonsilitis berulang (Skevas et al.,
2010).
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala
yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh
streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid,
klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang
menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh itu penggunaan antibiotik
tambahan mungkin akan berguna (Desai et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.2.7. Komplikasi
Tonsil dan adenoid yang sangat besar dapat menyebabkan obstruksi jalan
nafas sehingga menimbulkan apnea ketika tidur dan hipertensi pulmonal yang
jarang terjadi. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien dengan tonsilitis
kronik adalah scarlet fever, glomerulonefritis akut dan demam rematik tetapi
jarang dijumpai (Hull dan Johnston, 2008).
Anak dengan tonsilitis kronik dapat terganggu fisiologisnya bahkan
kadang sampai tidak sekolah karena sakit yang selanjutnya dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajarnya. Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan
obstruksi saluran nafas atas yang dapat mengakibatkan gangguan pada kondisi
fisiologis dan psikologis sehingga proses belajar menjadi terganggu yang pada
akhirnya mempengaruhi prestasi belajar. Ganong (1977) menyebutkan bahwa
dalam keadaan hipoksia maka otak merupakan salah satu organ yang pertama
terkena akibatnya. Hipoksia dapat menyebabkan mengantuk, gelisah, perasaan
sakit yang samar-samar, sakit kepala, anoreksia, nausea, takikardi dan hipertensi
pada hipoksia yang berat. (Farokah et al., 2007)

2.3. KEBERSIHAN MULUT


2.3.1. Definisi
Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan
dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat. Rongga mulut
telah diketahui dapat menjadi satu tempat yang efektif untuk patogen membiak.
Kebersihan mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti
tonsilitis, gingivitis, halitosis, xerostomia, pembentukan plak dan karies gigi.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi
pada rongga toraks dengan kebersihan mulut yang jelek. Penjagaan kebersihan
mulut adalah sangat penting dan perlu dijadikan sebagai satu rutin kebersihan
secara general pada seseorang (Satku, 2004).
Penjagaan kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mendapat penyakit pada mulut terutamanya akumulasi bakteri
pada rongga mulut yang bisa menyebabkan tonsilitis. Hubungan antara kejadian

Universitas Sumatera Utara


infeksi terutamanya infeksi bakteri group A β-hemolytic Streptococcus (GABHS)
sehingga berlanjut ke komplikasi yang lebih parah telah lama diketahui. Satu
penelitian mendapati adanya hubungan antara infeksi GABHS yang persisten dan
penggunaan sikat gigi yang dicuci dengan cairan steril mendapati kultur GABHS
adalah negatif dalam masa 3 hari, dan pada sikat gigi yang tidak dicuci dengan
cairan steril, kultur GABHS adalah persisten hingga 15 hari (Desai et al., 2008).

2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik


Kebersihan sisi-sisi mulut secara alami dipertahankan oleh kerja otot lidah,
pipi dan bibir. Aktivitas ini banyak dibantu oleh saliva dengan penambahan
lubrikasi pada pergerakan semasa berbicara, menghisap, menelan yang
memungkinkan bakteria, leukosit, jaringan dan sisa-sisa makanan ke dalam perut,
tempat di mana bakteria atau bahan-bahan yang dapat menyebabkan penyakit
menjadi tidak aktif.
Kebiasaan meludah, secara fisiologik adalah efektif bagi individu dalam
mempertahankan kebersihan mulut, tetapi berbahaya terhadap lingkungan karena
dapat menyebarkan jasad renik yang infeksius. Aliran terus-menerus dari saliva
tanpa stimulasi ataupun pada keadaan istirahat, menunjukkan rata-rata 19 ml/jam.
Jumlah ini akan meningkat dengan rangsangan psikis, seperti pada saat
memikirkan makanan. Walau bagaimanapun, terdapat perbedaan yang besar pada
aliran saliva pada masing-masing individu semasa keadaan istirahat (0,5-
111ml/jam). Pada suatu waktu penderita dengan demam dan dehidrasi sering
mengalami infeksi sepanjang duktus kelenjar liur, yang disebabkan oleh
penurunan aliran saliva dan seterusnya menyebabkan menurunnya tahap
kebersihan mulut. Hal ini akan mengakibatkan stasis dan infeksi pada duktus,
yang sering menyebabkan parotitis dan tonsilitis (Lehner, 1995).
Penggunaan sikat gigi merupakan lini pertama dalam pembersihan mulut
kecuali pada pasien yang sering mengalami perdarahan, nyeri atau aspirasi.
Rasional menggunakan sikat gigi karena sikat gigi sangat efektif untuk
mengurangkan plak dan mengelakkan terjadinya infeksi pada mulut. Selain itu,
sikat gigi juga berperan dengan lebih baik dalam membersihkan daerah yang

Universitas Sumatera Utara


aproksimal dan celah-celah gigi serta lebih ekonomis. Sikat gigi yang bagus
digunakan adalah sikat gigi yang mempunyai bulu yang lembut dan ujung yang
kecil karena dapat menyingkirkan plak dengan efisien dan meminimalkan
kejadian trauma pada gusi. Gigi harus disikat sekurang-kurangnya 2 kali sehari,
sebaiknya selepas bangun dari tidur dan sebelum tidur.
Busa pembersih (foam swabs) pula kebanyakannya digunakan apabila
penggunaan sikat gigi tidak direkomendasikan seperti pada orang-orang tua dan
pasien yang sering mengalami pendarahan gusi. Rasionalnya adalah karena busa
pembersih lebih lembut berbanding sikat gigi dan dapat mengurangkan terjadinya
trauma pada rongga mulut. Pasien dengan jumlah platlet yang kurang lebih rentan
terhadap terjadinya pendarahan gusi semasa menyikat gigi. Oleh itu, busa
pembersih dapat digunakan sebagai pengganti sikat gigi untuk tetap menjaga
kebersihan dan kesehatan mukosa pada rongga mulut serta mengurangkan
terjadinya abrasi dan trauma pada rongga mulut. Busa pembersih juga dapat
meningkatkan peredaran darah pada rongga mulut dan seterusnya meningkatkan
produksi saliva yang bertindak secara alami dalam menjaga rongga mulut agar
tetap bersih dan sehat. Walau bagaimanapun, perlu diingatkan bahwa penggunaan
busa pembersih tidak boleh digunakan berlama-lama tanpa keperluan. Berbanding
sikat gigi, busa pembersih menyingkirkan debris dan plak lebih sedikit pada gigi,
terutama di area yang terlindung pada gigi dan jaringan gusi. Penggunaan yang
berlama-lama boleh memperparah masalah gigi tersebut (Satku, 2004).

2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut


Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dalam suatu kriteria
penilaian khusus yaitu Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene dan
Vermillion. Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris
dan karang gigi kalkulus. Indeks debris yang dipakai adalah Debris Index (D.I)
Greene and Vermillion (1964) dengan kriteria sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)
NILAI KRITERIA DEBRIS LUNAK
0 tidak ada debris lunak
1 terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan
gigi
2 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi
tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2001

Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Index (C.I.)


Greene and Vermillion (1964) yaitu :

Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964)


NILAI KRITERIA KALKULUS SUPRAGINGIVA
0 tidak ada kalkulus
1 kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi
2 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi
tidak lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa
bercak hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
3 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau
kalkulus subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau
terdapat keduanya
Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2001

Universitas Sumatera Utara


Kriteria debris lunak dan kalkulus supragingiva diperiksa pada 1 buah gigi
di setiap 6 segmen tertentu yaitu bukal kiri, labial dan bukal kanan untuk rahang
atas dan rahang bawah. Jadi, jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah. Untuk
mengetahui indeks debris lunak, nilai kriteria debris lunak yang didapat pada
setiap segmen dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah segmen yaitu 6. Pengiraan
yang sama dilakukan untuk mengetahui indeks kalkulus supragingiva. Indeks
kebersihan mulut diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris dan indeks
kalkulus (Raharjanto, 2006).

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut


Kesehatan mulut tergantung pada keutuhan mukosa yang merupakan
kesatuan sejumlah struktur anatomi berkaitan dengan kesinambungan kulit bibir
pada pertemuan mukokutaneus dengan faring ataupun laring melalui orofaring.
Terdapat faktor lain yang berperan dalam mempertahankan kesehatan mulut
supaya tetap berada di tahap yang sehat yaitu aliran saliva, cairan saku gingival,
dan sistem pertahanan humoral dan selular (Lehner, 1995).
Pada bidang kesehatan gigi, kebersihan mulut mempunyai peranan
penting, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan timbulnya
berbagai macam penyakit baik lokal maupun sistemik. Tingkat kebersihan mulut
yang telah dijelaskan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pola makan,
kebiasaan menggosok gigi secara benar dan teratur, susunan gigi geligi dan
komposisi dan sekresi saliva (Beck, 2002).

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP


Yang menjadi kerangka konsep pada penelitian dengan judul “Perbedaan
Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik di
Kalangan Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922” dapat dilihat
pada bagan sebagai berikut:
Infeksi
Kejadian
Tonsilitis Kronik
Kebersihan Mulut di Kalangan
Anak-anak
Sekolah Dasar
- Usia
- Jenis kelamin
- Status ekonomi
- Status gizi
- Riwayat perawatan gigi
Variabel Independen Variabel
Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. DEFINISI OPERASIONAL


3.2.1. Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan
dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat yang
dilihat berdasarkan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and
Vermillion (1964).
a) Cara ukur: Melakukan pemeriksaan debris dan kalkulus pada
responden sesuai daftar pemeriksaan dengan bantuan dokter
pendamping

Universitas Sumatera Utara


b) Hasil ukur:

HASIL JUMLAH INDEKS DEBRIS DAN


INDEKS KALKULUS
Baik 0,0 – 1,2
Sedang 1,3 – 3,0
Jelek 3,1 – 6,0

3.2.2. Usia adalah karakteristik usia yang dikaji berdasarkan golongan usia anak-
anak di sekolah dasar yaitu 5 – 12 tahun.

3.2.3. Jenis kelamin adalah anak-anak laki-laki dan perempuan.

3.2.4. Status ekonomi adalah kemampuan suatu keluarga untuk memenuhi


kebutuhan sandang pangan dan kebutuhan lain yang menunjang dalam
hidup bermasyarakat.
a) Cara ukur: Menanyakan pada responden jumlah gaji orang tua dan
dibagikan kepada status ekonomi tinggi, sedang dan rendah
berdasarkan Upah Minimal Regional Kota Medan 2011.
b) Hasil ukur :

STATUS EKONOMI JUMLAH GAJI ORANG TUA


Tinggi >Rp2.000.000,00
Sedang Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00
Rendah < Rp1.000.000,00

3.2.5. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status
gizi anak dilihat pada tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index)
berdasarkan umur anak yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara


a) Cara ukur: Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
responden kemudian dilakukan pengiraan Indeks Massa Tubuh bagi
setiap responden. Status gizi responden diinterpretasikan sesuai dengan
tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak
yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2000.
b) Hasil ukur:

STATUS GIZI INTERPRETASI PADA TABEL


Kurang < 5th percentile
Normal 5th – 85th percentile
Lebih > 85th percentile

3.2.6. Riwayat perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap
sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Riwayat perawatan gigi dilihat
berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth) yang menggambarkan
banyaknya karies yang diderita seseorang. Indeks DMF-T (DMF-Teeth)
diguna pakai untuk menilai tahap kesehatan gigi anak dan dewasa. Yang
dimaksudkan dengan DMF-T adalah:
- Decay :Jumlah gigi karies yang tidak ditambal / yang masih dapat
ditambal.
- Missing : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut / gigi yang telah
hilang karena karies.
- Filling : Jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.
a) Cara ukur: Menghitung indeks DMF-T pada responden yaitu dengan
menggunakan rumus DMF-T : D + M + F.
b) Hasil ukur:
HASIL SKOR
Baik ≤3
Kurang baik >3

Universitas Sumatera Utara


3.2.7. Tonsilitis kronik adalah infeksi atau peradangan pada tonsila palatine
lebih dari 3 bulan.
a) Cara ukur: Menilai adanya tanda-tanda tonsilitis kronik pada tonsil
seperti kripta yang melebar, derajat hipertrofi tonsil, pembentukan
fibrotasi dan ada atau tidaknya dendritus.
b) Hasil ukur: YA atau TIDAK

3.3. SKALA PENGUKURAN


3.3.1. Skala nominal
Tingkatan skala yang paling lemah. Skala ini mengklasifikasikan obyek
pengamatan kepada beberapa kelompok dan obyek tersebut hanya masuk
ke salah satu kelompok saja. Pada penelitian ini, yang termasuk dalam
skala nominal adalah jenis kelamin.
3.3.2. Skala ordinal
Skala ini membagi obyek penelitian menjadi kelompok yang ada
hubungan (ranking) tetapi tidak tumpang tundik. Perkaitan antara
kelompok dapat dinyatakan dengan baik, cukup, dan kurang atau rendah,
menengah, dan tinggi. Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kebersihan mulut, usia, tingkat kelas, status ekonomi, status gizi
dan riwayat perawatan gigi .

3.4. HIPOTESA
Terdapat 2 hipotesis yang dapat diperoleh:
1. Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak
2. Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN


Penilitian ini adalah penelitian analitik yang telah dilakukan dengan
pendekatan pada desain cross sectional study, dimana akan dilakukan
pengumpulan data berdasarkan pemeriksaan dan survei terhadap anak-
anak yang menderita dan tidak menderita tonsilitis kronik.

4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


4.2.1. Lokasi
Penelitian ini telah dijalankan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
4.2.2. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September hingga November
2011.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa di Sekolah Dasar (SD)
Negeri 060922.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah semua populasi siswa yang menderita dan tidak menderita
tonsilitis kronik di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922. Sampel diambil
dengan cara total sampling dan mengikut keterbatasan waktu penelitian.

4.4. METODE PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
data primer yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan sesuai daftar
pemeriksaan yang telah dikonsultasi kepada dokter spesialis THT di RSUP
H. Adam Malik, Medan. Kemudian dilakukan pemeriksaan tonsil terhadap

Universitas Sumatera Utara


sampel-sampel penelitian. Responden juga perlu mengisi data berdasarkan
daftar pemeriksaan. Seterusnya, dilakukan pencatatan sesuai penelitian.

4.5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data
mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis agar
memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam
penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan
bantuan program komputer yaitu Statistical Package for the Social
Sciences (SPSS) Version 17.0 for Windows.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 yang
terletak di Jalan Kemuning, Medan 20155. Sekolah ini merupakan salah sebuah
sekolah yang berlokasi di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Tanjung Rejo.
Sekolah ini diselenggarakan oleh pemerintah dengan status Sekolah Negeri
dibawah selenggaraan DIKNAS. Selain itu, sekolah ini terletak bersebelahan
dengan sebuah sekolah negeri yang lain yaitu Sekolah Dasar (SD) Negeri 068083.
Kedua-dua sekolah ini terletak di dalam suatu kawasan yang sama.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden


Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling
dimana populasi sampel ini terdiri dari anak-anak siswa di Sekolah Dasar (SD)
Negeri 060922, Medan dari kelas I sehingga kelas VI dengan jumlah total 425
orang. Dari total sampel 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan. Hal
ini karena 107 orang tidak menyerahkan kembali lembar pemeriksaan, 58 orang
tidak mengisi lembar pemeriksaan dengan lengkap dan 40 orang tidak diberikan
izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat dievaluasi
adalah sebanyak 220 orang.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan penelitian ini dijalankan
adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian
tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922,
Medan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka diperlukan kelompok
responden yang tidak menderita tonsilitis kronik sebagai kelompok kontrol, dan
kelompok responden yang menderita tonsilitis kronik bertindak sebagai kelompok
penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Semua responden yang terdiri dari penderita dan bukan penderita tonsilitis
kronik dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai
karakteristiknya. Berikut adalah tabel-tabel yang mendiskripsikan karakteristik
responden dalam penelitian ini:

5.1.2.1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 Laki-laki 97 44.1
2 Perempuan 123 55.9
Jumlah 220 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki adalah 97 orang (44.1%) dan jumlah
responden dari jenis kelamin perempuan adalah lebih tinggi dari responden laki-
laki yaitu 123 orang (55.9%).

5.1.2.2. Kelompok Umur Responden

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur


No. Kelompok Umur Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 5-7 tahun 79 35.9
2 8-11 tahun 121 55.0
3 12-15 tahun 20 9.1
Jumlah 220 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun adalah
79 orang (35.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8
hingga 11 tahun adalah yang paling tinggi yaitu 121 orang (55.0%) dan jumlah
responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun adalah paling
rendah dengan jumlah 20 orang (9.1%).

5.1.2.3. Status Ekonomi Responden

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Ekonomi


No. Status Ekonomi Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 Tinggi 23 10.5
2 Sedang 62 28.2
3 Rendah 135 61.4
Jumlah 220 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari status ekonomi tinggi adalah yang paling rendah yaitu 23
orang (10.5%). Jumlah responden dari status ekonomi sedang adalah 62 orang
(28.2%) dan jumlah responden dari status ekonomi rendah adalah yang paling
tinggi yaitu 135 orang (61.4%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.4. Status Gizi Responden

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi


No. Status Gizi Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 Baik 127 57.7
2 Lebih 9 4.1
3 Kurang 84 38.2
Jumlah 220 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah
responden dengan status gizi yang baik adalah paling tinggi dengan jumlah 127
orang (57.7%). Jumlah responden dengan status gizi yang lebih adalah yang
paling rendah dengan jumlah 9 orang (4.1%) dan jumlah responden dengan status
gizi yang jelek adalah 84 orang (38.2%).

5.1.2.5. Riwayat Perawatan Gigi Responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi


No. Riwayat Frekuensi Persentase
Perawatan Gigi (orang) (%)
1 Baik 81 36.8
2 Jelek 139 63.2
Jumlah 220 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik adalah 81 orang
(36.8%) dan jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek adalah
lebih rendah yaitu 139 orang (63.2%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.6. Tingkat Kebersihan Mulut Responden

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kebersihan Mulut


No. Tingkat Kebersihan Frekuensi Persentase
Mulut (orang) (%)
1 Baik 52 23.6
2 Sedang 122 55.5
3 Jelek 46 20.9
Jumlah 220 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan kebersihan mulut yang baik adalah 52 orang (23.6%).
Jumlah responden dengan kebersihan mulut yang sedang adalah yang paling
tinggi yaitu 122 orang (55.5%) dan jumlah responden dengan kebersihan mulut
yang jelek adalah 46 orang (20.9%).

5.1.2.7. Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Responden

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa Tonsilitis Kronik
No. Tonsilitis kronik Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1 Ada 85 38.6
2 Tidak ada 135 61.4
Jumlah 220 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden yang menderita tonsilitis kronik adalah 85 orang (38.6%) dan
jumlah responden yang tidak menderita tonsilitis kronik adalah lebih tinggi
daripada yang menderita tonsilitis kronik yaitu 135 orang (61.4%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan
Kelompok Umur

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan Kelompok


Umur
Baik Sedang Jelek
Kelompok Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
umur (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%)
5-7 tahun 15 28.8 48 39.3 16 34.8
8-11 tahun 34 65.4 63 51.6 24 52.2
12-15 tahun 3 5.8 11 9.0 6 13.0
Jumlah 52 100 122 100 46 100

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 15 orang (28.8%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 48 orang (39.3%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 16 orang (34.8%). Jumlah
responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 34 orang (65.4%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 63 orang (51.6%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%). Jumlah
responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 3 orang (5.8%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan
mulut yang sedang adalah 11 orang (9.0%) dan jumlah responden yang
mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis
Kelamin

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis


Kelamin
Tonsilitis Kronik
Jenis Ada Tiada
Kelamin Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Laki-laki 50 58.8 47 34.8
Perempuan 35 41.2 88 65.2
Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden laki-laki yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 50 orang
(58.8%) dan jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki yang tidak mempunyai
tonsilitis kronik adalah 47 orang (34.8%). Jumlah responden perempuan yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 35 orang (41.2%) dan jumlah responden dari
jenis kelamin perempuan yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 88 orang
(65.2%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.10. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan
Kelompok Umur

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan


Kelompok Umur

Tonsilitis Kronik
Kelompok Ada Tiada
umur Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
5-7 tahun 20 23.5 59 43.7
8-11 tahun 59 69.4 62 45.9
12-15 tahun 6 7.1 14 10.4
Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 20 orang (23.5%). Untuk kelompok usia yang
sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang
(43.7%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11
tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang (69.4%). Untuk
kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis
kronik adalah 62 orang (45.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu
dari usia 12 hingga 15 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 6 orang
(7.1%) dan untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak
mempunyai tonsilitis kronik adalah 14 orang (10.4%)

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.11. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status
Ekonomi

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status


Ekonomi

Tonsilitis Kronik
Status Ada Tiada
Ekonomi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Tinggi 9 10.6 14 10.4
Sedang 19 22.4 43 31.9
Kurang 57 67.1 78 57.8
Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dari status ekonomi tinggi yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 9 orang (10.6%) dan 14 orang (10.4%) dari status ekonomi tinggi tidak
mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari status ekonomi sedang yang
mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (22.4%) dan 43 orang (31.9%) dari
status ekonomi sedang tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari
status ekonomi rendah yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 57 orang
(67.1%)dan 78 orang (57.8%) dari status ekonomi rendah tidak mempunyai
tonsilitis kronik.

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.12. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status
Gizi

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status


Gizi
Tonsilitis Kronik
Ada Tiada
Status Gizi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Baik 46 54.1 81 60.0
Lebih 3 3.5 6 4.4
Kurang 36 42.4 48 35.6
Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan status gizi baik yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 46 orang (54.1%) dan 81 orang (60.0%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.
Jumlah responden dengan status gizi lebih yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 3 orang (3.5%) dan 6 orang (4.4%) tidak mempunyai tonsilitis kronik.
Jumlah responden dengan status gizi kurang yang mempunyai tonsilitis kronik
adalah 36 orang (42.4%) dan 48 orang (35.6%) mempunyai tonsilitis kronik.

Universitas Sumatera Utara


5.1.2.13. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan
Riwayat Perawatan Gigi

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Riwayat


Perawatan Gigi
Tonsilitis Kronik
Ada Tiada
Riwayat Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Perawatan (orang) (%) (orang) (%)
Gigi
Baik 19 22.4 62 45.9
Jelek 66 77.6 73 54.1
Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden,
jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik dan mempunyai
tonsilitis kronik adalah 19 orang (22.4%) dan 62 orang (45.9%) tidak mempunyai
tonsilitis kronik dengan riwayat perawatan gigi yang baik. Jumlah responden
dengan riwayat perawatan gigi yang jelek dan mempunyai tonsilitis kronik adalah
66 orang (77.6%) dan 73 orang (54.1%) tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan
riwayat perawatan gigi yang jelek.

Universitas Sumatera Utara


5.1.3. Hasil Analisa Data

Untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian


tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922
digunakan uji chi-square. Hasil uji tabulasi silang antara kebersihan mulut dan
kejadian tonsilitis kronik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut dan Kejadian
Tonsilitis Kronik

Kebersihan Mulut Responden

Baik Sedang Jelek Jumlah

Kejadian Tonsilitis Ada 9 50 26 85


Pada Responden (17.3%) (41.0%) (56.5%) (38.6%)

Tidak ada 43 72 20 135

(82.7%) (59.0%) (43.5%) (61.4%)

Jumlah 52 122 46 220

(100.0%) (100.0%) (100.0%) (100.0%)

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat


kebersihan mulut yang baik dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang
(17.3%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan
tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 43 orang (82.7%). Jumlah responden
dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang dan mempunyai tonsilitis kronik
adalah 50 orang (41.0%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis
kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 72 orang (59.0%).
Jumlah responden dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek dan mempunyai
tonsilitis kronik adalah 26 orang (56.5%) dan jumlah responden yang tidak
mempunyai tonsilitis kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah
20 orang (43.5%).

Universitas Sumatera Utara


Di dalam penelitian ini, telah ditetapkan dua hipotesis:
- Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis
kronik di kalangan anak-anak
- Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik di
kalangan anak-anak

Menguji hipotesis:
Dalam penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Uji Chi
Square menyatakan bahwa:

Ho ditolak dan Ha diterima apabila nilai p (probabilitas) yang dihitung <


nilai α yang telah ditentukan. Nilai α adalah nilai kemaknaan dalam
penelitian ini yang telah ditetapkan sebelumnya dengan nilai α = 5%

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 16.468 a 2 .000


Likelihood Ratio 17.482 2 .000

Linear-by-Linear 16.016 1 .000


Association
N of Valid Cases 220

Berdasarkan hasil tes dalam penelitian ini, nilai p < 0.001 dan hubungan nilai p
dan nilai α adalah p < α  Ho ditolak.

Kesimpulan : Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis


kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

Universitas Sumatera Utara


5.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan


mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar
(SD) Negeri 060922. Penelitian dilakukan secara deskriptif-retrospektif dan
mendapatkan data responden secara langsung dari pemeriksaan yang telah
dilakukan.

1. Penelitian menunjukkan responden dari status ekonomi rendah adalah paling


banyak yaitu 135 orang berbanding responden dari status ekonomi sedang dan
status ekonomi tinggi yaitu masing-masing 62 orang (28.2%) dan 23 orang
(10.5%). Menurut pendapat peneliti, hal ini disebabkan lokasi sekolah yang
terletak di kawasan perumahan yang mayoritasnya adalah penduduk dengan status
ekonomi rendah dan ini menyebabkan sekolah ini menjadi pilihan orangtua karena
biaya sekolah yang tidak mahal.

2. Penelitian ini menunjukkan responden dari kelompok umur 2 yaitu dari umur 8
hingga 11 tahun mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik, sedang dan jelek
yang paling tinggi yaitu masing-masing 34 orang (65.4%), 63 orang (51.6%) dan
24 orang (52.2%). Menurut pendapat peneliti, hal ini wajar karena responden dari
kelompok umur 2 merupakan responden yang paling banyak yaitu 121 orang jika
dibandingkan dengan responden dari kelompok 1 yang hanya berjumlah 79 orang
dan kelompok umur 3 yang berjumlah 20 orang.

3. Data menunjukkan kelompok umur yang paling tinggi menderita tonsilitis


kronik adalah kelompok umur 2 yaitu sebanyak 59 orang (69.4%). Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Kota Semarang tentang
hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar siswa (Farokah et al., 2007).
Menurut pendapat peneliti, hal ini dikarenakan usia 8 tahun dan ke atas
merupakan usia dimana anak-anak sudah terpapar dengan berbagai zat dan faktor

Universitas Sumatera Utara


risiko seperti makanan atau lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi tonsil
sebagai sistem pertahanan tubuh sehingga tonsil lebih rentan terhadap infeksi.

4. Penelitian juga menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak


menderita tonsilitis kronik yaitu sebanyak 50 orang (58.8%) berbanding
responden perempuan yaitu sebanyak 35 orang (41.2%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Kota Semarang yang
mendapatkan siswa laki-laki lebih ramai menderita tonsilitis kronik dibandingkan
dengan siswa perempuan (Farokah et al., 2007).

5. Data menunjukkan bahwa responden dari status ekonomi rendah paling banyak
menderita tonsilitis kronik yaitu sebanyak 57 orang (67.1%) berbanding
responden dari status ekonomi sedang dan tinggi yaitu masing-masing 19 orang
(22.4%) dari status ekonomi sedang dan 9 orang (10.6%) dari status ekonomi
tinggi. Pada pendapat peneliti, hal ini dimungkinkan karena pada anak-anak dari
keluarga dengan status ekonomi yang rendah kurang memperhatikan kebersihan
mulut.

6. Dari total sampel sebanyak 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan.
Hal ini karena sebanyak 107 orang tidak menyerahkan kembali formulir
pemeriksaan, 58 orang tidak mengisi borang dengan lengkap dan 40 orang tidak
diberikan izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat
dievaluasi adalah sebanyak 220 orang. Menurut pendapat peneliti, jumlah
responden yang dieksklusikan agak besar dan ini mungkin dapat mempengaruhi
hasil penelitian. Ini karena penelitian ini bersifat Total Sampling dimana kesemua
siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 seharusnya dilakukan pemeriksaan
supaya dapat mewakili besar sampel yang telah ditentukan sehingga diperlukan
perbaikan dalam menentukan jumlah siswa jika ada dilakukan penelitian yang
seterusnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

6.1.1. Kelompok umur responden yang paling banyak adalah kelompok umur 2
yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding kelompok umur 1 dan 3
yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun bagi kelompok 1 dan siswa dari umur 12
hingga 15 tahun bagi kelompok 3.

6.1.2. Jenis kelamin yang paling banyak menderita tonsilitis kronik pada siswa di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 adalah siswa lelaki berbanding siswa
perempuan.

6.1.3. Kelompok umur yang paling ramai menderita tonsilitis kronik adalah
kelompok umur 2 yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding
kelompok umur 1 yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun dan kelompok umur 3
siswa dari umur 12 hingga 15 tahun.

6.1.4. Siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 dari status ekonomi rendah
paling banyak menderita tonsilitis kronik berbanding siswa dari status ekonomi
sedang dan tinggi.

6.1.5. Hasil penelitian ini diuji dengan menggunakan uji chi-square dengan
menggunakan nilai pembatasan (α = 0.05). Dari uji ini menunjukkan ada
perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di
kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Universitas Sumatera Utara


6.2. SARAN

6.2.1. Semua instansi kesehatan dan institusi pendidikan diharapkan agar lebih
sering melakukan upaya promotif agar masyarakat terutama usia persekolahan
dapat mengetahui kaidah menjaga kebersihan mulut mereka supaya dapat
mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik.

6.2.2. Semua orangtua dan penjaga diharapkan agar sentiasa menjaga kesehatan
anak-anak mereka terutama kesehatan mulut supaya dapat mengurangi risiko
terjadi tonsilitis kronik dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.

6.2.3. Semua responden dan pembaca diingatkan agar sentiasa menjaga kesehatan
dan kebersihan mulut supaya dapat mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik
dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.

6.2.4. Semua peneliti yang lain diharapkan agar dapat meneruskan penelitian ini
dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia persekolahan dan
usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambah variabel-variabel lain seperti
kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit
dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Amarudin T., Christanto A., 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Riyanto
W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34 (2)

Beck J.D., Arbes J.J., 2002. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease.
In: Newman M.G., Takei H.H., Carranza F.A., (eds). Cilinical
Periodontology, 9th ed, London, Toronto. WB Saunders Co, Philadelphia, 73
– 92

Cody D., Thane R., Kem E.B., Pearson B.W., 1993. Penyakit hidung, telinga dan
tenggorok. Editor : Petrus Andrianto. Jakarta. EGC.

Delf M. H, Manning R. T, 1996. Sejarah Ilmu Penyakit Anak dan Penilaian Fisik.
Dalam: Dharma A., (ed). Major Diagnosis Fisik, Edisi 9, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 564 – 600

Desai S., Scannapieco F.A., Lepore M., Anolik R., Glick M., 2008. Disease of the
Respiratory Tract. In: Greenberg M.S., Glick M., Ship J.A., (eds). Burket’s
Oral Medicine. Hamilton, Ontario. Petrice Custance, 305 - 306.

Farokah, Suprihati, Suyitno S., 2007. Hubungan Tonsilitis Kronis dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam:
Riyanto W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34
(2)

Herawati S., Rukmini S., 2003. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Dalam: drg.
Lilian Juwono, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta. EGC.

Universitas Sumatera Utara


Hull D., Johnston I.D., 2008. Jalan Nafas dan Paru-paru. Dasar-dasar Pediatri
(Essential Paediatrics), Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 117
– 118

Krawczyk D., Pels E,, Prucia G., Kosek K., Hoehne D., 2006. Students’
Knowledge of Oral Hygiene VS Its Use in Practise. In: Advances in Medical
Sciences. Medical University of Lublin, Poland. Vol. 51.

Lehner T., 1995. Organisasi Jaringan Limfoid Mulut. Imunologi Pada Penyakit
Mulut, Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1

Raharjanto Wildam S.R., 2006. Pengaruh Kebersihan Mulut Ibu Terhadap


Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Kurang Bulan. Artikel Penelitian.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Santoso O., Aditya W., Retnoningrum D., 2009. Hubungan Kebersihan Mulut dan
Gingivitis Ibu Hamil Terhadap Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Kurang Bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Jejaringnya. Artikel
Penelitian. Media Medika Indonesiana. 43 (6).

Satku K., 2004. Ministry of Health, Singapore Nursing Management of Oral


Hygiene : Guidelines and Recommendations. MOH Nursing Clinical Practice
Guidelines 1/2004, Singapore, 14 – 24

Sherwood L., 2001. Pertahanan Tubuh, Leukosit Sebagai Sel-sel Efektor Pada
Sistem Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 368-369

Universitas Sumatera Utara


Siswantoro B., 2003. Pengaruh Tonsilektomi Terhadap Kejadian Bakterimia
Pasca Operasi. Artikel Penelitian Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro/SMF Kesehatan THT-KL RS Dr.
Kariadi, Semarang.

Skevas T., Klingmann C., Sertel S., et al, 2010. Measuring Quality of Life in
Adult Patients with Chronic Tonsillitis. The Open Otorhinolaryngology
Journal. University of Heidelberg, Germany. Vol. 4 : 34-46

Yılmaz T., Koçan E.G., Besler H.T., 2004. The Role of Oxidants and
Antioxidants in Chronic Tonsillitis and Adenoid Hypertrophy in Children.
International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine,
Hacettepe University, Hacettepe Ankara, Turkey. Vol. 68 : 1053-1058

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Siti Noor Edayu binti Endut


TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Malaysia / 12 Oktober 1989
AGAMA : Islam
ALAMAT : Jl. Perjuangan Kompleks Griya Setiabudi No. D4 Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. TABIKA Kg. Kebor Besar Terengganu
2. Sek Keb. Seri Bandi Terengganu
3. MRSM Kuala Lipis Pahang
4. Kolej Sentral Pahang
RIWAYAT ORGANISASI : 1. Secretary M.E.T-PMUSU
2. Panitia Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia USU 2009 & 2010
3. Panitia Program Sunatan 2009 & 2010

LAMPIRAN 2

Universitas Sumatera Utara


FORMULIR PERSETUJUAN
(Informed Consent)

Saya Siti Noor Edayu binti Endut adalah mahasiswa dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
hubungan kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di
Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.
Bagi mendukung penelitian ini, saya akan melakukan pemeriksaan berpandukan
daftar pemeriksaan seperti yang terlampir untuk mendapatkan data-data yang saya
butuhkan untuk melengkapkan analisis. Oleh karena itu, saya berharap responden
bersedia untuk dilakukan pemeriksaan yang diperlukan.
Setiap data yang ada di kuesioner ini tidak akan disebarluaskan. Data-data
tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.

SURAT PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN:

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat Lengkap :
Hubungan dengan siswa :

Data siswa yang berkaitan:


Nama :
Umur :
Jenis kelamin :

Setelah mendapat keterangan secukupnya dan mengerti manfaat penelitian


tersebut dibawah ini yang berjudul “Hubungan Kebersihan Mulut dan Kejadian
Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922”.

Universitas Sumatera Utara


Dengan sukarela menyetujui siswa yang berkaitan diikutsertakan dalam penelitian
di atas, dengan catatan bila sewaktu-waktu merasa dirugikan dalam bentuk
apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Mengetahui, Medan, 2011


Penangungjawab penelitian, Yang menyetujui,

(SITI NOOR EDAYU BT ENDUT) (…………………..……….)


NIM: 080100277
Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara,
2011.

LAMPIRAN 3

DAFTAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


Hubungan Kebersihan Mulut dan Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-
anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

No. Responden : ______


Nama : _______________________________________________
Alamat : _______________________________________________
________________________________________________
Usia : _______ tahun Kelas SD : _____
Berat badan : _______ kg Tinggi badan : _____ cm
Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

1. Tonsilitis kronik : Adanya tanda-tanda tonsilitis kronik


o YA
o TIDAK

2. Kebersihan mulut : Tahap penjagaan mulut oleh anak dilihat berdasarkan


Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and Vermillion (1964).
o Baik (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah
0,0 – 1,2)
o Sedang (apabila jumlah indeks debris dan indeks
kalkulus adalah 1,3 – 3,0)
o Jelek (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah
3,1 – 6,0 )

Universitas Sumatera Utara


3. Status ekonomi : Sosial ekonomi anak dilihat berdasarkan jumlah gaji
kedua orang tua
o Sosial ekonomi tinggi (apabila jumlah gaji orang tua > Rp2.000.000,00)
o Sosial ekonomi sedang (apabila jumlah gaji orang tua adalah
Rp1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00)
o Sosial ekonomi rendah (apabila jumlah gaji orang tua adalah
<Rp1.000.000,00)

4. Status gizi : Status gizi anak dilihat berdasarkan tabel Indeks Massa
Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak
o Gizi kurang (apabila interpretasi pada tabel < 5th percentile)
o Gizi normal (apabila interpretasi pada tabel 5th – 85th percentile)
o Gizi lebih (apabila interpretasi pada tabel > 85th percentile)

5. Riwayat perawatan gigi : Riwayat perawatan gigi dilihat berdasarkan


Indeks DMF-T (DMF-Teeth)
o Baik (apabila jumlah D + M + F ≤ 3)
o Kurang baik (apabila jumlah D + M + F >3 )

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 4

TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR (CDC 2000)

TABEL

Universitas Sumatera Utara


TABEL

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 5

Ethical clearance

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 6

Surat sekolah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai