Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

CEREBRAL PALSY

Disusun Oleh:
Amanda Safitria NIM 1610029032
Anissa NIM 1610029002

Pembimbing:
dr. Nurindah Isty Rachmayanti, Sp. KFR

LAB/SMF REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD AJI MUHAMMAD PARIKESIT TENGGARONG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya penyusun
dapat menyelesaikan Laporan Kasus tentang “Cerebral Palsy”. Laporan kasus ini disusun
dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Rehabilitas Medik Rumah Sakit
Umum Daerah Aji Muhammad Parikesit Tenggarong.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurindah Isty Rachmayanti,
Sp.KFR selaku dosen pembimbing Laporan Kasus yang telah memberikan bimbingan kepada
penyusun dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan
dalam laporan kasus ini, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan. Akhir kata, semoga makalah ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, 4 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB1PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB 2 LAPORAN KASUS ..................................................................................................... 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7
3.1 Definisi ........................................................................................................................ 7
3.2 Epidemiologi ............................................................................................................... 8
3.3 Etiologi ........................................................................................................................ 9
3.4 Patofisiologi .............................................................. Error! Bookmark not defined.
3.5 Manifestasi Klinis ..................................................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Klasifikasi.................................................................................................................. 14
3.7 Diagnosis ................................................................... Error! Bookmark not defined.
3.8 Penatalaksanaan ........................................................................................................ 28
3.9 Prognosis ................................................................................................................... 32
BAB 4 KESIMPULAN .......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 34

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Cerebral Palsy pertama kali dijelaskan pada tahun 1862 oleh seorang ahli bedah
ortopedi bernama William James Little. Sebuah gangguan motorik yang disebabkan
oleh kerusakan yang tidak progresif pada perkembangan otak. Pada dasarnya
cerebral palsy akan menunjukkan berbagai macam gangguan klinis dari kerusakan
korteks serebral atau kerusakan subkortikal yang terjadi selama awal tahun
kehidupan. Cerebral palsy sangat berisiko tinggi terjadi pada bayi prematur.1
Cerebral palsy merupakan suatu kondisi umum perkembangan saraf yang
dihadapi oleh dokter anak. Kondisi ini dapat terjadi dengan sendirinya dengan
banyak spektrum klinis yang berbeda. Penyebab dan faktor risikonya banyak dan
sangat penting untuk mengetahui interaksi dari berbagai macam faktor yang dapat
menyebabkan cerebral palsy. Dalam banyak kasus, penyebab cerebral palsy
mungkin tidak tampak. Kondisi tersebut menimbulkan tantangan diagnostik dan
terapeutik kepada dokter dengan tingkat keterlibatan mulai dari ringan dengan cacat
minimal sampai parah, terkait dengan beberapa kondisi komorbiditas. Ini adalah
salah satu dari tiga kecacatan perkembangan jangka panjang yang paling umum. Dua
hal lainnya adalah autism dan retardasi mental yang meyebabkan kesulitan yang
cukup besar sehingga mempengaruhi individu dan keluarganya.2
Cerebral palsy selalu dikaitkan dengan banyak defisit seperti keterbelakangan
mental, gangguan bicara, bahasa dan oromotor. Penilaian menyeluruh terhadap
perkembangan saraf anak dengan Cerebral Palsy harus mencakup evaluasi terkait
defisit sehingga program intervensi dini yang komprehensif dapat direncanakan dan
dilaksanakan.2
Pentingnya kasus Cerebral Palsy ini diketahui para klinisi termasuk dokter
umum, sehingga pada laporan kasus ini, akan dibahas sebuah kasus pasien mengenai
-cerebral palsy yang dialami oleh anak laki-laki usia 2 tahun. Hal ini penting dibahas
agar dokter umum mengetahui anatara lain cara mendiagnosis cerebral palsy,
pemberian edukasi pada keluarga pasien dan melaksanakan rujukan agar pasien pat
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:
Nama : An. MH
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke :1
Alamat : Tenggarong

Riwayat Saudara-Saudara Pasien


No. Aterm/ Persalinan Usia Sehat/ Umur Sebab
prematur/ spontan/ tidak meninggal meninggal
lahir mati SC
1 Prematur Spontan 2tahun Tidak - -

Anamnesis:
1. Keluhan Utama
Tumbuh kembang anak terlambat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa orang tuanya ke RS Parikesit dengan keluhan tumbuh kembang
pasien terlambat tidak seperti yang seharusnya. Saat ini pasien berusia 2 tahun,
dengan BB 6 kg dan TB 63 cm.Saat ini pasien baru dapat merayap, belum dapat
merangkak, berdiri, ataupun berjalan. Pasien dapat menggenggam erat dan mulai
sering memasukkan benda yang dipegang ke mulutnya. Pasien hanya dapat
memakan makanan lunak. Pasien tidak tersedak saat makan maupun minum.
Pasien baru dapat mengucap “ma-ma”. Pasien juga mengalami gangguan
pendengaran di kedua telinganya, sehingga orangtua megalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengalami diare saat usia 1 tahun 6 bulan hingga dirawat di RSUD AW
Sjahranie akibat kekurangan cairan. Saat itu, dokter yang merawat melihat adanya
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien. Dokter kemudian
mengusulkan agar dilakukan pemeriksaan BERA, dan didapatkan pasien
mengalami tuli sensorineural di kedua telinganya. Pasien juga sudah mendapat

2
fisioterapi sebanyak 1 siklus sebelum kemudian pasien pindah tempat tinggal di
Tenggarong. Riwayat kejang dan trauma kepala disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Orangtua mengaku tidak ada keluarga yang memiliki kelainan yang serupa.
- Riwayat Pre Natal
Ibu rutin melakukan pemeriksaan ANC ke bidan ataupun dokter kandungan
terdekat setiap 1 bulan. Saat melakukan ANC di usia kehamilan 5 bulan, dokter
melakukan USG dan menyatakan berat janin kurang dari normal, yaitu hanya
900 gram. Saat usia kehamilan 8 bulan, ibu melakukan aktivitas yang
melibatkan penekanan otot perut. Ibu lalu merasakan perut kencang-kencang
beberapa jam setelahnya.Esoknya, ibu memeriksakan kandungannya, dan
didapatkan pembukaan 3cm serta keluar air-air dan lendir darah.

- Riwayat Natal
Pasien lahir secara spontan pada usia kandungan 8 bulan di RS. Pasien lahir
dengan BB 1300 gram dan PB 36 cm. Bayi menangis kuat saat lahir.

- Riwayat Post Natal


Pasien dirawat di NICU selama 11 hari karena merupakan BBLR. Riwayat
kejang dan trauma kepala disangkal.

5. Riwayat Makanan & Minuman


Pasien diberi minum ASI dan susu formula oleh orang tua dari lahir hingga usia 6
bulan. Orang tua menambahkan makanan lunak sejak usia 6 bulan hingga saat ini.

6. Riwayat Imunisasi
Usia saat imunisasi
Imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG + /// ///// ///// /////// ///////
Polio + + + + /////// ///////
Campak + + ///// ///// /////// ///////
DPT + + + ///// - -
Hepatitis B + + + ///// - -

3
7. Pertumbuhan dan perkembangan anak
BB Lahir : 1300 gram BB sekarang : 6 kg
PB Lahir : 36 cm TB sekarang : 63 cm
Gigi keluar : 10 bulan Berdiri : belum bisa
Tersenyum : ibu lupa Berjalan : belum bisa
Miring : ibu lupa Berbicara 2 suku kata: belum bisa
Tengkurap : 1 tahun Masuk TK :-
Duduk : belum bisa Masuk SD :-
Merangkak : belum bisa Sekarang kelas: -

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis, E4V5M6

Tanda-tanda vital
a. Frekuensi nadi :92x/menit kuat angkat
b. Frekuensi nafas :22x/menit

Status Gizi
a. Berat Badan : 6 kg
b. Panjang Badan : 63 cm

Status Generalisata
Kepala
a. Bentuk : mikrosefal, lingkar kepala 40 cm (<-2SD)
b. Rambut : hitam, tebal, tidak mudah dicabut
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik, kedua alis
mata menyatu
d. Hidung : kecil, upturned nose(+), napas cuping hidung (-)
e. Telinga : low-set ears, sekret (-)
f. Mulut : mukosa basah, tidak pucat, tidak sianosis, faring tidak
hiperemis, dentis (+)
g. KGB : pembesaran (-)

Thorax
a. Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-)

4
b. Palpasi : gerakan dinding dada simteris D=S
c. Perkusi : sonor di semua lapangan paru
d. Auskultasi : wheezing (-/-), rhonki (-/-), S1S1tunggal reguler, murmur
(-)

Abdomen
a. Inspeksi : distended (-)
b. Palpasi : soefl, organomegali (-)
c. Perkusi : timpanik seluruh kuadran
d. Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
b. Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Skala Ashworth
T Kanan Sendi T Kiri
0 Abduktor Hip 0
0 Adduktor Hip 0
0 Endorotator Hip 0
0 Eksorotator Hip 0
0 Fleksor Hip 0
0 Ekstensor Hip 0
0 Fleksor Knee 0
0 Ekstensor Knee 0
0 Plantar Fleksor Ankle 0
0 Dorsal Fleksor Ankle 0
0 Fleksor Trunk 0
0 Ekstensor Trunk 0

Menurut kategori Levine, pada pasien ini ditemukan kelainan motorik mayor
berupa:
1. Pola gerak dan postur
2. Pola gerak oral
3. Strabismus
4. Evolusi reaksi postural dan kelainan lain yang mudah dikenal

Penilaian 7 refleks:
ATNR ( - ): 0
STNR ( - ): 0
5
Neck righting ( - ): 0
Extensor thrust ( - ): 0
Moro ( - ): 0
Paracute ( - ): 1
Foot placement ( - ): 1
Total skor : 2

Diagnosis
Diagnosis klinis : Cerebral Palsy
Diagnosis etiologi : Tidak diketahui
Diagnosis topis : Cortex cerebri

Diagnosis Fungsional
Impairment : Keterlambatan tumbuh kembang
Disability : Tidak dapat mencuci tangan, menyikat gigi, menggunakan sendok,
menyusun balok, berbicara, duduk, berdiri, dan berjalan.

Handicap : Aktivitas harian pasien tergantung sepenuhnya pada orang tua.

Penatalaksanaan
o Medikamentosa: -
o Non medikamentosa:
Fisioterapi dengan metode Neuro Development Treatment (NDT)
Prognosis
Berdasarkan pemeriksaan 7 refleks didapatkan skor 2. Maka prognosis untuk dapat
berjalan buruk

6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap
dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basalis dan
serebellum dan kelainan mental.3
Cerebral Palsy pada dasarnya adalah gangguan terhadap pergerakan dan
postur tubuh. Hal ini diistilahkan sebagai “payung” yang mencakup gangguan
pengontrolan gerakan akibat adanya lesi atau kelainan terhadap perkembangan otak
di awal tahap kehidupan dengan latar belakang penyakit yang tidak progresif. Ini
dapat di tetapkan sebagai static encephalopathy yang dimana, meskipun kelainan
atau kerusakan lesi primer tetap, namun tampakan pola klinis mungkin dapat berubah
seiring berjalannya waktu karna pertumbuhan dan perkembangan plastisitas dan
pematangan sistem saraf pusat.2
Cerebral Palsy adalah gangguan yang tidak progresif dari fungsi otak yang
disebabkan faktor prenatal pada kasus berat. Asal dari faktor prenatal tersebut belum
di ketahui sebabnya, perinatal faktor seperti asfiksia dan trauma lahir bertanggung
jawab terhadap terjadinya kurang lebih 10% dari kasus tersebut. Saat dilakukan
pemeriksaan, akan ditemukan hasil abnormal dari pemeriksaan neurologis terhadap
neonatus tersebut. Risiko cerebral palsy rendah pada neonatus tanpa gejala meski
pada saat terjadi komplikasi persalinan.4
Definisi dari cerebral palsy terdiri dari beberapa kondisi,yaitu: lokasi lesi
terdapat di otak, lesi permanen dan tidak progresif meski gambaran kliniknya dapat
berubah seiring waktu, lesi muncul di awal kehidupan dan mengganggu
perkembangan otak yang normal, gambaran kliniknya didominasi oleh gangguan
gerak dan postur dan gangguan kemampuan pasien untuk menggunakan ototnya
secara sadar. Mungkin juga disertai komplikasi lain dari gangguan neurologisdan
tanda maupun gejala mental.3
Pada anak-anak, hubungan antara lesi di sistem saraf pusat (SSP) dan
gangguan fungsional dapat berubah seiring berjalannya waktu. Ketidaknormalan

7
tonus motorik atau pergerakan pada beberapa minggu awal atau bulan setelah
kelahiran dapat membaik secara bertahap selama tahun pertama dan berproses
hingga cerebral palsy hilang dapat berlanjut setelah tahun pertama. Pada kolaborasi
proyek perinatal, kurang lebih dua per tiga dari anak-anak dengan spastik diplegia
dan setengah dari semua anak-anak dengan cerebral palsy pada ulang tahun pertama
mereka “sembuh (out-grew)” atau kehilangan tanda motorik dari cerebral palsy pada
tahun ketujuh. Sebaliknya, tanda motorik tidak spesifik relatif seperti hipotonia yang
terlihat pada minggu awal ataubulan dari awal kehidupan dapat lebih berkembang
pada tahun pertama atau kedua menjadi spastisitas dan kelainan ekstrapiramidal.
Beberapa telah menyarankan bahwa diagnosis pasti dari cerebral palsy ditunda
sampai setelah anak ulang tahun yang kedua. Apabila dokter menyatakan diagnosis
sebelum akhir dari tahun pertama anak, maka harus di sampaikan kepada keluarga
bahwa diagnosis tersebut bersifat sementara.5

3.2 Epidemiologi
Cerebral palsy adalah masalah umum yang terjadi di seluruh dunia,
insidennya 2-2,5 dari tiap 1000 kehidupan neonatus. Ketika William Little pertama
kali mendeskripsikan cerebral palsy, dia sudah mengaitkan faktor risiko terjadinya
cerebral palsy adalah akibat terjadinya trauma lahir, dan pandangan ini sudah di
pertahankan selama beberapa dekade. Kemajuan manajemen neonatus dan perawatan
obstetri belum menunjukkan penurunan kejadian cerebral palsy. Sebaliknya, dengan
penurunan angka kematian bayi sebenarnya telah terjadi peningkatan insiden dan
keparahan dari cerebral palsy. Insiden pada bayi prematur lebih tinggi dibanding
bayi cukup bulan.2
Cerebral palsy ditandai dengan adanya gangguan motorik dan dapat
menunjukkan adanya disfungsi mental. Pada 2001, United Cerebral Palsy
Foundation memperkirakan bahwa 764.000 anak dan dewasa di United States
didiagnosis kariercerebral palsy. Dengan kata lain, diperkirakan 8000 bayi dan
neonatus ditambah 1200 hingga 1500 anak pra-sekolah didiagnosis dengan cerebral
palsy tiap tahun di United States.6
Seperti diketahui bahwa insiden cerebral palsy di seluruh dunia adalah
sekitar 2-2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Dimana hal ini sangat terkait dengan usia
kehamilan, terjadi pada 1 dari 20 bayi prematur yang masih hidup. Penting untuk
diketahui bahwa meskipun prematuritas adalah faktor risiko yang paling umum
terhadap terjadinya cerebral palsy, sebagian besar anak-anak yang terkena dampak
jangka panjang. Meskipun terjadi penurunan tingkat kelahiran dengan asfiksia dari
8
40/100.000 pada tahun 1979 menjadi 11/100.000 pada tahun 1996, namun tidak
tampakterjadinya penurunan prevalensi cerebral palsy.
Insiden cerebral palsy dan jumlah kasus baru yang terjadi selama beberapa
periode terakhir sangat bervariasi dan berbeda berdasarkan kriteria, waktu dan studi
komunitas. Angka dari 1 hingga 3 kasus tiap 1000 bayi lahir hidup telah dijadikan
acuan. Angka akurat tersebut hanya dapat diperoleh di banyak Negara berkembang.
Di Denmark angka kejadian sekitar 3/1000 di awal tahun 1950 turun menjadi 2/1000
di pertengahan tahun 60-an (Glenting 1973). Di swedia antara tahun 1954 dan 1970
penurunan drastis tercatat dari 2,24 menjadi 1,34/1000.7
Prevalensi dari cerebral palsy adalah jumlah kasus yang muncul selama
beberapa tahun terakhir. Itu menunjukkan pengukuran cerebral palsy lebih berguna
berdasarkan tingkatprevalensi umur yang spesifik. Prevalensi kelahiran
mengindikasikan jumlah dari kasus cerebral palsy per 1000 neonatal hidup.
Prevalensi dari cerebral palsy pada umur berikutnya bisa berbeda, setelah beberapa
anak cerebral palsy mengalami kematian dan klinik dari waktu ke waktu sehingga
dapat berakibat pada penetapan diagnosis yang berbeda.7

3.3 Etiologi
Cerebral palsy adalah kondisi neurologis yang di sebabkan oleh cedera pada otak
yang terjadi sebelum perkembangan otak sempurna. Karena perkembangan otak
berlangsung selama dua tahun pertama. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh cedera
otak yang terjadi selama periode prenatal, perinatal, dan postnatal. Sekitar 70-80%
kasus cerebral palsy diperoleh selama masa prenatal dan sebagian besar penyebab
tidak diketahui.
Lebih dari 50 % penyebab cerebral palsy tidak diketahui. Etiologi dapat
diklasifikasikan berdasarkan waktu dari gangguan selama masa prenatal, perinatal,
dan postnatal. Sistem klasifikasi etiologi yang lain berdasarkan penyebab sebenarnya
seperti kongenital (sindrome, malformasi, developmental) atau acquired (trauma,
infeksi, hipoksia, iskemik, infeksi TORCH, dll). Perinatal asfiksia hanya sekitar 8-
15% dari seluruh kasus cerebral palsy dan kasus cerebral palsy pada masa postnatal
sekitar 12-21%.
1. Pranatal:
a. Inheritance: Jika diduga lebih dari satu kasus cerebral palsy ditemukan pada
saudara kandung. Terjadinya lebih dari satu kasus cerebral palsy pada satu
keluarga tidak membuktikan adanya kondisi genetik. Penyebabnya mungkin

9
lesi otak perinatal sebagai komplikasi persalinan (persalinan prematur) yang
dapat terjadi lebih dari satu kali pada ibu yang sama.
b. Infeksi: jika ibu mengalami infeksi organisme yang dapat menembus plasenta
dan menginfeksi janin, proses ini meyebabkan prenatal brain injury. Infeksi
janin tersering adalah sifilis, toksoplasmosis, rubella, CMV. Semua dapat
menyebabkan gejala dan tanda akut pada neonatus diikuti dengan kerusakan
otak permanen saat masa kanak-kanak. Didominasi temuan retardasi mental
tapi gangguan gerak juga dapat muncul.
c. Komplikasi lain selama kehamilan: komplikasi selama kehamilan seperti
episode anoksia, radiasi x-ray, intoksikasi maternal dapat mempengaruhi
fetus. Jika terjadi kondisi yang menyebabkan gangguan pada otak fetus,
biasanya akan terjadi retardasi yang biasanya di kombinasi dangan cerebral
palsy.
2. Perinatal:
a. Anoksia: penyebab tersering cerebral palsy adalah masih trauma otak yang
terjadi selama periode perinatal meskipun insiden menurun terus menerus
dengan peningkatan pelayanan obsetri dan neonatal care. Anoksia dapat
terjadi seketikasebelum atau setelah kelahiran. Resiko meningkat jika proses
persalinan mengalami komplikasi seperti posisi abnormal janin atau
disproporsional antara pelvis ibu dan kepala janin menyebabkan partus lama.
b. Perdarahan intrakranial: kondisi yang sama yang dapat menyebabkan anoksia
juga dapat menyebabkan perdarahan intrakranial. Ini dapat terdiri dari
perdarahan berat dari sinus venosus, biasanya akibat sobekan tentorium
cerebelli. Perdarahan dapat berlokasi di dalam otak dan menyebabkan
cerebral palsy.
c. Prematur: bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan
otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan. Karena pembuluh darah,
enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d. Ikterik: ikterik selama periode neonatal dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen dengan cerebral palsy akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal.
e. Meningitis Purulen: meningitis purulen dimana pada periode perinatal
biasanya akibat bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan cedera otak
dengan komplikasi cerebral palsy.
f. Expansive hydrocephalus
3. Postnatal:

10
Beberapa cedera otak yang terjadi selama periode postnatal dari perkembangan otak
dapat menyebabkan cerebral palsy. Contohnya trauma yang menyebabkan
kecelakaan fisik trauma kepala, meningitis, ensefalitis.

3.4 Patofisiologi5
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia
yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi
neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular
leucomalacia atau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40 menyebabkan focal
atau multifocal cerebral injury.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat
terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke
otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap
penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang
terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel
atau iskemik yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy
necrosis di daerah paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus
pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh
tergantung tempat yang terkena.
Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang
menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
kejadian cerebral palsy.
Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan
tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter.
Hipoperfusi dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau
periventricular leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.
Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak
dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari arterycerebral mayor, yang
selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga dapat
terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
koreoathetoid atau distonik. Kerusakan vaskular yang terjadi pada saat perawatan
seringkali terjadi dalam distribusi artery cerebral bagian tengah, yang menyebabkan
terjadinya fenotip spastik hemiplegia.

11
Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan
kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.
Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap
asfiksia perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia.
Terjadinya kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional
dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan sinaps.
Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan,
area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan
terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap
kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik
diplegia.Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari
korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata,
yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

3.5 Klasifikasi

(Laurie Glazener, 2009)

Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan gejala dan tanda neurologis:


a. Tipe Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak
terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis. Tipe ini
merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80
% dari penderita.
Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus),
hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu juga
dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan gangguan

12
berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral
palsy dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan.
Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu:
- Monoplegi
Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak atas.
- Diplegi
Disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus corticospinalbillateral.
Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak, sedangkan sistem–sistem lain
normal. Anggota gerak bawah biasanya lebih berat dibanding dengan anggota
gerak atas.
- Triplegi
Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya menyerang
pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak bawah.
- Tetraplegi atau quadriplegi
Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga terjadi
keterbatasan pada tungkai.
b. Tipe Diskinetik
Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan badan secara
spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul
gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan
semakin memburuk. Gerakan akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat
ditemukan pada 10 – 15 % kasus cerebral palsy.
Terdiri atas 2 tipe, yaitu:
- Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga menyebabkan
gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal.
- Athetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya pada
lengan, tangan dan kaki serta sekitar mulut.
c. Tipe Ataxsia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga mempengaruhi
koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur. Tipe ini merupakan tipe
cerebral palsy yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari
penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus,

13
tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol
gerak motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.
d. Tipe Campuran
Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari dua tipe
cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan
athetoid.

Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional:


i. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau aktifitas
sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
ii. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga
membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan
lain lain.
iii. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas
fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun
pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam
rumah perawatan khusus.

3.6 Manifestasi Klinis


a. Terdapat spastisitas, terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,
khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau
campuran.
b. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.
Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau hipotonus, dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat
lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
c. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih tinggi,
seperti refleks landau atau parasut.
d. Penglihatan
Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy adalah
strabismus. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter karena
dapat menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja.
e. Pendengaran
Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmia dan
penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada tidaknya
infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks).
14
Pada sebagian penderita diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan ketulian
sensorineural frekuensi tinggi. Gangguan pendengan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan bahasa atau komunikasi.
f. Kesulitan makan dan komunikasi
Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya
air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi pneumonia yang
berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru.
Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari
kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian
awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara dan
bahasa adalah penting dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai sebagai
alternatif untuk membantu berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk
memantau perkembangan kognitif anak.
g. Pertumbuhan
Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan semestinya.
Anak tersebut dapat kekurangan berat badan.
h. Kesulitan belajar
Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu
pemahan, walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal tersebut.
i. Gangguan tingkah laku
Anak cerebral palsy mengalami kesulitan dalam komunikasi dan gerak,
sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu pelajaran atau
hal baru akan mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih sabar dalam
menghadapinya.

3.7 Diagnosis
Asesmen merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data
pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasikan urutan
masalah yang timbul pada kasus Cerebral Palsy kemudian menjadi dasar dari
penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien
serta lingkungan sekitar pasien. Dalam asesmen meliputi:
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
antara sterapis dengan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya anamnesis
dibedakan atas dua yaitu: Autoanamnesis, merupakan anamnesis yang langsung
ditujukan kepada pasien yang bersangkutan dan Alloanamnesis, merupakan
15
anamnesis yang dilakukan terhadap orang lain yaitu keluarga, teman, ataupun
orang terdekat dengan pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut.
Anamnesis yang akan dilakukan berupa:
- Identitas Penderita atau Anamnesis Umum
Anamnesis ini berisi tentang: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, hobi dan agama. Identitas pasien harus diisi selengkap mungkin, ini
bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian tindakan.
Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai keadaan
sosial ekonomi, budaya dan lingkungan dari pendidikan terakhir dan pekerjaan
pasien. Sehingga kita dapat memberikan tindakan dan edukasi yang sesuai bagi
pasien.
- Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu pasien pada
saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan dalam menggali
informasi lebih dalam, melakukan pemeriksaan dan pemberian tindakan. Pada
anak, keluhan utama yang ditanyakan anak belum bisa apa dan sudah bisa apa.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama, yang
berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap
serta keterangan tentang riwayat pengobatan yang pernah dilakukan
sebelumnya dan hasil yang diperoleh. Riwayat penyakit sekarang harus
meliputi: lokasi dan penjalaran, intensitas atau keparahan, disabilitas, durasi,
frekuensi, kondisi atau keadaan saat munculnya gejala, faktor pencetus, faktor
yang memperberat, faktor yang memperingan, kaitannya dengan aktivitas
sehari-hari. Hal ini bertujuan sebagai acuan dalam melakukan pemeriksaan
serta pemberian tindakan.
- Riwayat Prenatal
Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan atau tidak, rutin
kontrol ke dokter atau dokter atau tidak, selama hamil ibu mengalami trauma,
perdarahan, dan menderita penyakit lainnya atau tidak, mengkonsumsi obat-
obatan atau jamu-jamuan tidak.
- Riwayat Natal
Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau SC, ditolong oleh siapa,
dimana, langsung menangis atau tidak, berat badan lahir, panjang badan lahir,
saat lahir apakah anak berwana biru atau kuning tidak.

16
- Riwayat Post Natal
Mencakup penah kejang atau tidak, berwana biru atau kuning tidak, anak
minum ASI sampai usia berapa tahun.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik maupun
psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi, anak pernah deman,
kejang, diare, atau penyakit lainnya yang tidak berhubungan secara langsung
dengan keluhan utama anak atau tidak, pernah dirawat di rumah sakit atau
tidak, dimana, kapan atau saat usia berapa tahun, dan berapa lama.
Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa penyakit yang sekarang
dialami ada hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami sebelumnya
serta sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan tindakan yang akan
dilakukan.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi kesehatan
seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu orang keluarga terdekat
dapat meningkatkan resiko untuk menderita penyakit tersebut. Penyakit yang
muncul bersamaan pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih
besar, misalnya diabetes dan penyakit jantung.
- Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial pada kasus anak berisikan anak tersebut anak ke
berapa dari berapa bersaudara, usia, pendidikan, dan pekerjaan orang tua,
sehari-hari anak diasuh oleh siapa. Pentingnya mengetahui riwayat psikososial
adalah untuk merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien.
- Riwayat Imunisasi
Berisikan imunisasi apa saja yang pernah diberikan kepada anak tersebut.

(Gunardi, et al., 2017)

17
- Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi: fase-fase perkembangan
dan pertumbuhan anak dapat dilalui pada saat usia anak berapa tahun, senyum
pada orang untuk pertama kali; berbicara pertama kali, pemberian ASI sampai
dengan usia berapa tahun, pemberian susu formula sejak usia berapa, alasan
pemberian susu formula, cara minumnya, jenis makanan yang dapat dimakan
oleh anak pada saat ini, cara makannya, bahasa yang dapat anak ucapkan saat
itu.

b. Pemeriksaan
Pemeriksaan terdiri dari:
- Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal, digendong, atau
menggunakan alat bantu, kesadaran,koperatif atau tidak, tensi, pemeriksaan
lingkar kepala, nadi,respirasi rate, status gizi, suhu tubuh.
- Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1. Composmentis atau conscious, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat, waktu,
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang atau mudah dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun atau tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

- Tensi atau Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung.
18
Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan darah yang digambarkan pada
rentang di antara grafik denyut jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan
sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Pengukuran tekanan
darah pada anak-anak dilakukan pada kasus-kasus tertentu.
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorangadalah:
Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg
Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg
Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg
Usia 1 – 4 tahun : 99/65 mmHg
Usia 4 – 6 tahun : 160/60 mmHg
Usia 6 – 8 tahun : 185/60 mmHg
Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg

- Lingkar Kepala
Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui perkembangan
otaknya. Meskipun ukuran lingkar kepala anak tidak berpengaruh pada tingkat
kecerdasannya, namun ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume
otaknya. Lingkar kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan juga
dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Lingkar kepala pada anak laki-laki

Grafik lingkaran kepala anak laki-laki (berdasarkan Nelhaus G. Pediatr. 41: 106;
1986) dalam Arif Mansjoer 2000.

19
Lingkar kepala pada anak perempuan

Grafik lingkaran kepala anak perempuan (berdasarkan Nelhaus G. Pediatr. 41: 106;
1986) dalam Arif Mansjoer 2000.

- Nadi
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan fisik
yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung bekerja.
Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi 1 menit.

Frekuensi denyut nadi normal:


Usia Denyut Nadi
1 minggu 100 – 140 kali/menit
2 – 8 minggu 90 – 130 kali/menit
3 – 12 bulan 90 – 130 kali/menit
1 – 6 tahun 75 – 115 kali/menit
7 – 12 tahun 70 – 80 kali/menit
(Pamela, 1993)

Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama.

Pola nadi Deskripsi


Bradikardia Frekuensi nadi lambat.
Takikardia Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada ketakutan,
menangis, aktivitas meningkat, atau demam yang menunjukan
penyakit jantung.
Aritmia Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun selama
ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi normal pada anak,
khususnya selama tidur.

- Respirasi Rate

20
Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per menit. Tingkat
respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam posisi diam dan hanya
melibatkan menghitung jumlah napas selama satu menit dengan menghitung
berapa kali dada meningkat.

Tabel respirasi rate normal pada anak


Usia Pernapasan
1 minggu 30 – 60 kali/menit
2 – 8 minggu 30 – 40 kali/menit
3 – 12 bulan 20 – 30 kali/menit
1 – 6 tahun 19 – 29 kali/menit
7 – 12 tahun 15 – 20 kali/menit
(Pamela, 1993)

- Suhu Tubuh
Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai ini akan
menunjukkan peningkatan bila pengeluaran panas meningkat. Kondisi
demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi
dan lain-lain. Demikian sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka
nilai suhu tubuh akan menurun. Memeriksa suhu badan bias menggunakan
punggung tangan. Afebris berarti dalam batas normal, subfebris berarti demam
yang tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam.

- Status Gizi
Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva
mata, dan proporsi tubuh. Namun, untuk lebih meyakinkannya lagi, dapat
dihitung dari rumus:

Panjang badan = 80 + 5n
Berat badan = 8 + 2n

Dimana n adalah umur dalam tahun (Arif Mansjoer, 2000).

c. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus terdiri dari:
1. Pengamatan Posisi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas
abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal. Pengamatan posisi
21
dilakukan pada saat terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk,
duduk, merangkak, ke berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi anak
dilakukan sesuai dengan kemampuan anak. Setiap posisi memiliki
komponennya masing – masing.
a. Terlentang
Komponen yang dilihat:
1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi)
2.) Posisi kepala
3.) Posisi trunk (simetris atau tidak simetris)
4.) Posisi shoulder
5.) Posisi elbow
6.) Posisi wrist
7.) Posisi jari
8.) Posisi hip
9.) Posisi knee
10.) Posisi ankle

b. Berguling
Komponen yang dilihat:
1.) Via (hip atau shoulder)
2.) Rotasi trunk (ada atau tidak)

c. Telungkup
Komponen yang dilihat:
1.) Head lifting
2.) Head control
3.) Forearm support
4.) Hand support
5.) Posisi trunk
6.) Posisi hip
7.) Posisi knee
8.) Posisi ankle

d. Merayap
Komponen yang dilihat:
1.) Head control
22
2.) Forearm support
3.) Rotasi trunk
4.) Gerakannya simultan
5.) Transfer weight bearing

e. Duduk
Komponen yang dilihat:
1.) Head control
2.) Trunk control
3.) Hand support
4.) Weight bearing
5.) Sitting balance
6.) Protective reaction

f. Ke duduk
Komponen yang dilihat:
1.) Posisi awal
2.) Proses
3.) Head control
4.) Forearm support
5.) Hand suppport
6.) Fiksasi gerakan
7.) Transfer weight bearing

g. Merangkak
Komponen yang dilihat:
1.) Head control
2.) Weight bearing
3.) Rotasi trunk
4.) Transfer wieght bearing
5.) Gerakannya simultan atau tidak

h. Berdiri
Komponen yang dilihat
1.) Head control
2.) Posisi shoulder
23
3.) Posisi elbow
4.) Posisi wrist
5.) Posisi jari-jari
6.) Posisi trunk
7.) Trunk control
8.) Posisi hip
9.) Posisi knee
10.) Posisi ankle
11.) Weight bearing
12.) Standing balance

i. Ke berdiri
Komponen yang dilihat:
1.) Posisi awal
2.) Proses
3.) Head control
4.) Trunk control
5.) Weight bearing
6.) Transfer weight bearing
7.) Pola ke berdiri

j. Berjalan
Komponen yang dilihat:
1.) Head control
2.) Trunk control
3.) Rotasi trunk
4.) Transfer weight bearing

2. Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada Upper Motor Neuron.
Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan
apabila ada kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat
menggunakan ashworth.
Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)
0: Tidak terdapat peningkatan tonus postural.
24
1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir Lingkup
Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari ½ Lingkup Gerak
Sendi.
2: Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup Gerak Sendi, namun
masih bisa digerakkan
3: Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit dilakuakan.
4: Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi (Malene
Wesselhoff, 2012).

3. Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini disebut klonus.
Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau
tiga kali gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada
penyakit Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu
istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-
ulang.

4. Tightness
a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip pada sisi
kontralateral terangkat.
b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas
Posisi os : telungkup
Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.
c. Pemeriksaan tightness tendon achilles
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit didorsofleksikan.

5. Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan. Pemeriksaan
7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia kurang dari 7 tahun.
Pemeriksaan 7 refleks meliputi (Pamela, 1993):
a. ATNR atau Asymetrical Tonic Neck Reflex
Lokasi :Brainstem

25
Muncul saat usia : 2 bulan
Hilang saat usia : 4 bulan
Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala pada midline,
kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika elbow dan
knee pada ipsilateral fleksi, dan pada sisi kontralateral: shoulder
abduksi, elbow ekstensi.

b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex


Lokasi : Brainstem
Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan
Hilang saat usia : 10 bulan
Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan pemeriksa. Kemudian
kepala anak difleksikan atau diekstensikan. Positif jika saat kepala
difleksikan, maka kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika
saat kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai fleksi.

c. Neck Righting
Lokasi : Midbrain
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan
Cara pemeriksaaan: anak dalam posisi terlentang. Kemudian kepala
dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika tubuh berputar mengikuti
kepala, mulai dari shoulder, trunk, dan pelvis, serta anggota gerak bawah.

d. Extensor Thrust
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan: knee anak dalam posisi fleksi. Kemudian telpak kaki
digores atau disentuh. Positif jika knee menjadi lurus.

e. Moro
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala dan punggung
anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian secara tiba-tiba jatuhkan
26
pegangan kepala anak tanpa ditekan. Positif jika ada reaksi seperti
terkejut, yaitu kedua elbow fleksi dengan forearm supinasi.

f. Parachute
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan
Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan terjun, handling
pemeriksa pada bagian torakal, posisi kepala lebih rendah dari kaki.
Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-jari tangan diekstensikan seolah
hendak mendarat, atau sering disebut handsupport.

g. Foot placement
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : Baru lahir
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling pada axilla anak.
Kemudian punggung tungkai anak digoreskan pada meja. Positif jika
kaki anak naik ke atas meja.

Penilaian 7 refleks:
ATNR ( - ): 0
STNR ( - ): 0
Neck righting ( - ): 0
Extensor thrust( - ): 0
Moro ( - ): 0
Paracute ( + ): 0
Foot placement ( + ): 0

Keterangan:
Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.
Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat bantu.
Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.

6. Pemeriksaan Fungsi Bermain


Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak terisi. Melalui
bermain anak akan mengeksplorasi dan memanipulasi benda-benda di
27
sekitarnya. Setelah mengenali dan mempelajari, selanjutnya anak akan
menyimpannya di dalam sel-sel memori atau otak. Semakin banyak sel
memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya melalui permainan,
maka akan semakin meningkatkan kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain
anak berbeda-beda sesuai dengan usianya.
Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk
screening perkembangan anak dari lahir sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4
aspek penilaian yaitu personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus.

Untuk memudahkan penegakan diagnosis Cerebral Palsy, Levine membagi


kelainan motorik pada Cerebral Palsy menjadi 6 kategorik mayor: (Levine, 1980)
1. Pola gerak dan postur
2. Pola gerak oral
3. Strabismus
4. Tonus otot
5. Evolusi reaksi postural dan kelainan lain yang mudah dikenal
6. Refleks tendon, primitif dan plantar
Anak dengan 4 atau lebih kelainan motorik mayor di atas dapat didiagnosis
dengan Cerebral Palsy.

3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kasual pada cerebral palsy tidak ada, hanya simtomatik. Pada
keadaan ini diperlukan teamwork dengan rencana pendekatan kepada masalah
individu anak. Anak, orang tua, dokter anak, dokter saraf, ahli terapi fisik, psikiater
dan pihak sekolah harus turut serta. Secara garis besar, penatalaksanaan penderita
cerebral palsy adalah sebagai berikut:

1. Aspek medis
a. Aspek medis umum:
- Gizi: masalah gangguan pola makan yang berat pada anak dengan cerebral
palsy tampak pada beberapa kelompok anak yang tidak menjaga status gizi
normal dan menandakan kegagalan pertumbuhan.
Masalah pola makan mereka biasanya di awali dari saat lahir dan mereka bisa
diidentifikasi dini dari lama waktu mengunyah danmenelan jumlah standar
makanan dan dibandingkan dengan kontrol berat badan mereka (Gisel &
Patrick 1988). Nutrisi yang adekuat pada anak tersebut tidak dapat dicapai
dengan tambahan makanan dari nasogastric tube bahkan dengan gastrostomy
28
walaupun metode tersebut mungkin bermanfaat. Pencatatan rutin
perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.
b. Aspek medis lain: Disfungsi traktus urinarius bawah pada anak dengan
cerebral palsy dengan inkontinensia urinarius sebagai gejala paling umum.
Pengobatan berdasarkan temuan urodinamik dan adanya infeksi saluran
kemih adalah antibiotik propilaksis dan kateterisasi intermiten. Masalah
gangguan tidur biasa terjadi pada pasien cerebral palsy, pengobatan pada
gangguan tidur berat pada anak cerebral palsy dengan memberikan melatonin
oral dosis 2-10 mg tiap waktu tidur. Osteopenia adalah masalah yang lebih
umum pada cerebral palsy biasanya diterapi dengan biophosphonates selama
12-18 bulan dan menunjukkan peningkatan densitas tulang sekitar 20-40%.
c. Terapi obat-obatan: obat pada gangguan motorik cerebral palsy dibatasi,
namun tetap harus diberikan utamanya pada bentuk spastik. Diazepam jarang
digunakan karena kurang membantu dan dapat menyebabkan kantuk dan
kadang menimbulkan hipotonia namun pada sindrom diskinetik kadang dapat
mengurangi gerakan involunter. Lioresal (baclofen) telah terbukti sangat
efektif pada beberapa kasus hemiplegia dan diplegia dalam mengurangi
spatisitas dan memudahkan fisioterapi namun kontraindikasi pada anak
dengan riwayat kejang.
d. Terapi aspek orthopedi: kontribusi orthopedi penting, perencanaan yang hati-
hati dari prosedur orthopedi berpengaruh terhadap pengobatan, dan hal
tersebut membantu ahli bedah mengedintifikasi pasien lebih dini sehingga
mereka dapat merencanakan kemungkinan intervensi yang akan dilakukan
bersama, dengan pendekatan kolaborasi dengan spesialis anak, fisioterapis
dan orang tua. Splint dan calipers dibatasi pada pasien cerebral palsy meski
dalam beberapa kasus hal terssebut berguna.
Splint soft polyurethane foam telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi
fleksi berat pada lutut. Pemberian boots dan sepatu membutuhkan
pertimbangan pelan-pelan dan ahli bedah orthopedi berkontribusi banyak
dalam hal ini. Bentuk spastik dari cerebral palsy paling sering di lakukan
pembedahan. Elongasi tendon Achilles pada satu atau kedua sisi dan prosedur
untuk mengurangi adduksi hip dan fleksi lutut adalah prosedur yang relatif
simpel dan sangat membantu fungsinya. Waktu pembedahan sangat penting
dan harus selalu dikombinasi dengan fisioterapi.
e. Fisioterapi: tindakan ini harus segera dilakukan secara intensif. Orang tua
turut membantu program latihan di rumah. Untuh mencegah kontraktur perlu
29
diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan.
Fisioterapi dilakukan sepanjang penderita hidup.

Program Pemeriksaan Fisioterapi


1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik
Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik yang
bersangkutan.
2. Metode Pemberian Fisioterapi
Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas dan tingkat
keparahan dari problem. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau
memodifikasi satu atau lebih prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir
dan hasil yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien.
Metode tersebut meliputi:
1.) Metode Bobath atau Neuro Development Treatment(NDT)
a. Konsep Neuro Development Treatment
Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan
antara normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural
normal), yang merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga
postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme
refleks postural normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1)
normal postural tone, (2) normal reciprocal innervations, dan (3) variasi
gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme refleks
postural normal dapat terjadi dengan baik: (1) righting reaction yang
meliputi labyrinthine righting reaction, neck righting reaction, body on
body righting reaction, body on head righting reaction, dan optical
righting reaction, (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan
mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3) protective
reaction, yang merupakan gabungan antara righting reaction dengan
equilibrium reaction (The Bobath Centre of London, 1994).
b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT
Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment atau
NDT meliputi 3 hal:
1. Patterns of movement
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola
tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level
30
kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan
sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana
dapat berupa dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak
abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya
kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan
pergerakan yang minim.
2. Use of handling
Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus,
membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan
ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita
dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak
dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.
3. Prerequisites for movement
Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang
mendasari atau prerequisites yaitu (1) normal postural tone mutlak
diperlukan agar dapat digunakan untuk melawan gravitasi, (2) normal
reciprocal innervations pada kelompok otot memungkinkan terjadinya
aksi kelompok agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan
seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan sehingga
kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota gerak saat
terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.

c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT)


Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-
teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks
(Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut meliputi:
1. Inhibisi
Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang
bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang
abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang
abnormal. Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan
tingkat affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari
proksimal.
2. Fasilitasi

31
Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural,
memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk
memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari).
3. Propioceptive Stimulation
Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus
otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan
reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi
oleh gaya gravitasi secara otomatis.
4. Key Points of Control (KPoC)
Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya
terletak di proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi
tonus maupun menuntun gerak aktif yang normal. Letak Key Points of
Control (KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang
panggul.
5. Movement Sequences and Functional Skill
Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk
menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan
fungsional anak.

d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT)


Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT)
adalah menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitasi
gerakan yang normal, serta meningkatkan kemampuan aktivitas pasien.

2. Aspek non medis:


Pendidikan dan pekerjaan: penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan
tingkat inteligensinya. Di sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa
bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama
seperti anak yang normal yaitu pulang kerumah dengan kendaraan bersama-sama
sehingga mereka merasa tidak diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua
janganlah melindungi anak secara berlebihan. Untuk mendapatkan pekerjaan di
populasi biasa sangat sulit dengan kecacatan yang dialami sang anak, prospek untuk
pekerjaan saat anak sudah melewati bangku sekolah harus dipikirkan dan
direncanakan matang-matang.

3.9 Prognosis3,7
32
Di negara yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinvia terdapat 20-25%
penderita cerebral palsy sebagai buruh penuh dan 30-50% butuh penanganan dan
perawatan di institute cerebral palsy. Prognosis pada penderita dengan gejala
motorik ringan adalah baik. Makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala
motoriknya makin buruk prognosisnya. Komplikasi seperti retardasi mental, epilepsi,
gangguan pendengaran dan visual.

Anak-anak dengan cerebral palsy berat dan keterbelakangan mental juga kadang
mengalami epilepsi dan berisiko tinggi mengalami chest infection, status epileptikus
dan masalah lainnya. Cerebral palsy berat juga menyebabkan prognosis yang buruk
pada pasien yang lebih tua. Perkiraan yang tepat dari kelangsungan hidup dari
cerebral palsy berat sangat sulit, tapi yang penting adalah perencanaan untuk
kebutuhan pasien dan keperluan tujuan medikolegal.

33
BAB 4
KESIMPULAN

Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal
dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan
merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basalis dan
serebellum dan kelainan mental.
Cerebral palsy adalah masalah umum yang terjadi di seluruh dunia.
Insidennya 2-2,5 dari tiap 1000 kehidupan neonatus. Lebih dari 50% penyebab
cerebral palsy tidak diketahui. Etiologi dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu
dari gangguan selama masa prenatal, perinatal, dan postnatal.
Observasi dari keterlambatan perkembangan motorik,kelainan tonus otot,
dan postur tubuh yang tidak biasa adalah penanda penting dalam mendiagnosis
cerebral palsy.Pengobatan kasual pada cerebral palsy tidak ada, hanya
simtomatik. Pada keadaan ini diperlukan teamwork dengan rencana pendekatan
kepada masalah individu anak. Anak, orang tua, dokter anak, dokter saraf, ahli
terapi fisik, psikiater dan pihak sekolah harus turut serta.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Jan MMS. Cerebral Palsy: Comperhensive Review and Update.Ann Saudi Med
2006;26(2):123-132.
2. Munkur N, C S. Cerebral Palsy-Definition, Classification, Etiology and Early
Diagnosis.Indian Journal Pediatric,Volume 72.
3. Hasan R, H A. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.
4. J G. Basic Neurology: Pegamon Press.
5. K.C.K Kuban, A L. Review Article Cerebral Palsy. The New England Journal
Medicine.
6. Krigger K W. Cerebral Palsy: An Overview. American Family
Physician.Volume 73.
7. M BE. Pediatric Neurology.
8. I G. Paediatric Neurology. Division of Child Neurology, Department of
Paediatric, University Hospital, Uppsala, Swedden.
9. Levine, M. S. 1980. Cerebral Palsy Diagnosis in Children over Age 1 Year:
Standard Criteria. Arch Phys Med Rehabil.

35
LAMPIRAN

36

Anda mungkin juga menyukai