Anda di halaman 1dari 14

STRATEGI PENINGKATAN PERAN KOMITE SEKOLAH SEBAGAI

PEMBERI PERTIMBANGAN, PENDUKUNG, PENGONTROL DAN


MEDIATOR DI SEKOLAH
(Sebuah Studi Preskriptif di SD Negeri Kotaraja Jayapura Papua)

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya

pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan.

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan,

diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan

menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi,

dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di

tingkat Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan.

Dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan amanat rakyat yang

tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional (Propernas 2000 – 2004). Amanat rakyat ini selaras dengan

kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota sebagai

pemegang kewenangan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan

pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada

kabupaten/kota, melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada

satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.

Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan tidak

hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah

propinsi, kabupaten/kota, pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau

1
2

stakeholder pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep partisipasi berbasis

masyarakat (community-based participation) dan manajemen berbasis sekolah

(school-based management).1

Paradigma manajemen berbasis sekolah (MBS) beranggapan bahwa,

satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju peningkatan mutu pendidikan

adalah demokratisasi, partisipasi dan akuntabilitas pendidikan. Kepala

sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai

penanganan persoalan pendidikan pada tingkat mikro harus dihasilkan dari

interaksi ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan

yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena

mereka adalah pembayar pendidikan melalui pembayaran pajak, sehingga

sekolah-sekolah harus bertanggungjawab terhadap masyarakat.2

Namun demikian, entitas yang disebut “masyarakat” itu sangat

kompleks dan tak terbatas sehingga sangat sulit bagi sekolah untuk

berinteraksi dengan masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Untuk

penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu perlu

disederhanakan agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan

dengan masyarakat. Penyederhanaan konsep masyarakat dilakukan melalui

“perwakilan” fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk komite sekolah di

tingkat satuan pendidikan.

1
Andang Suhartanto, “Peran dan Fungsi Komite Sekolah (Antara Seharusnya dan
Kenyataan”, diakses dari http://awasibos.org pada tanggal 16 Juni 2016.
2
Hasbullah, 2006, Otonomi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 89.
3

Komite sekolah hendaknya merepresentasikan keragaman yang ada

agar benar-benar dapat mewakili masyarakat. Interaksi antara masyarakat

dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan keputusan antara sekolah

dengan komite sekolah. Dengan demikian, komite sekolah merupakan badan

yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka

meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di

tingkat satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan

sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Disamping itu, komite sekolah

merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, yang

dibentuk berdasarkan musyawarah demokratis oleh para stakeholder

pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai

unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil

pendidikan.3

Keberadaan lembaga serupa komite sekolah sudah ada sejak dikenal

sekolah. Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan

masing-masing sekolah telah membentuk persatuan orang tua dan guru

(POMG). POMG dibubarkan awal tahun 1974 dan dibentuk suatu badan yang

dikenal dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Seiring

dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan

hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah dan dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan dan

efisiensi penyelenggaraan pendidikan, serta tercapainya demokratisasi di

bidang pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk
3
Hamzah B. Uno, 2007, Profesi Kependidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal. 25.
4

bersinergi dalam suatu wadah yang lebih dari sekedar lembaga pengumpul

dana pendidikan dari orang tua siswa. Dalam memasuki era MBS, lembaga

seperti BP3 perlu dibenahi agar selaras dengan tuntutan perubahan yang

dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun

budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah”

yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk itu

dibentuklah komite sekolah sesuai dengan SK Mendiknas Nomor

044/U/2002.4

Adapun peran yang dijalankan komite sekolah adalah:

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan

pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan

pendidikan.

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan

pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan

pendidikan.5

Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan misalnya dalam

penyusunan RAPBS, sebagai pendukung misalnya dalam pelaksanaan

program sekolah, sebagai pengontrol misalnya dalam pertanggungjawaban


4
Ibid.
5
Lampiran I Keputusan Menteri Pendid1kan Nasional Nomor 044/U/2002 Tanggal 2
April 2002.
5

keuangan sekolah, dan sebagai mediator misalnya dalam memediatori pihak

sekolah dengan pihak luar sekolah. Komite Sekolah pada saat ini telah

menjadi perangkat sekolah yang dapat memberikan masukan apa saja, yang

berkaitan dengan konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah, yang pada

dasarnya akan dapat meningkatkan efektivitas manajemen sekolah.

Untuk menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi

sebagai berikut:

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia

usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan

pendidikan mengenai:

a. Kebijakan dan program pendidikan;

b. Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS/RKAS);

c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;

d. Kriteria tenaga kependidikan;

e. Kriteria fasilitas pendidikan; dan

f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.


6

5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan

guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.6

Komite sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan

akuntabilitas sebagai berikut:

1. Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah

kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan

maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

2. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik

berupa materi (dana, barang bergerak dan tak bergerak), maupun non

materi (tenaga dan pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

Jika dilihat dari peran dan fungsinya, maka peran komite sekolah

sangat besar bagi kemajuan sekolah. Akan tetapi dalam prakteknya, banyak

hal yang tidak sesuai dengan harapan. Bila dikelompokkan setidaknya ada 3

kelompok yang membedakan komite sekolah di dalam memainkan peran dan

fungsinya:

1. Sering disebut Komite Sekolah Tukang Stempel: Pembentukan komite

sekolah model ini dapat dipastikan tidak melaksanakan prinsip dan

mekanisme pembentukan yang telah diatur dalam Kepmendiknas

6
Lampiran I Keputusan Menteri Pendid1kan Nasional Nomor 044/U/2002 Tanggal 2
April 2002.
7

044/U/2002. Kepala sekolah hanya menetapkan pengurus BP3 (yang

dianggap sejalan dan dapat dikendalikan) dan diberikan SK sebagai

Komite Sekolah. Komite sekolah seperti ini hanya mengekor kepala

sekolah, tidak memiliki ide serta tidak dapat melaksanakan fungsi dan

tugasnya dengan baik. Program kepala sekolah itulah yang menjadi

program komite sekolah (komite sekolah hanya memberi tanda tangan dan

stempel).

2. Sering disebut Komite Sekolah Eksekutor: Komite sekolah model ini

beranggapan bahwa komite sekolah adalah legislatif dan kepala sekolah

adalah eksekutif. Kedudukan sebagai kepala sekolah dijadikan sebagai

incaran, kepala sekolah tidak boleh salah. Jika kepala sekolah terindikasi

telah melakukan penyimpangan, komite sekolah tidak segan-segan

mengajukan rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala

sekolah itu.

3. Sering disebut Komite Sekolah Normatif: Komite sekolah model ini

mengerti, memahami, dan melaksanakan fungsinya, yakni (1) memberikan

pertimbangan, (2) memberikan dukungan, (3) melakukan pengawasan, dan

(4) menjadi mediator.

Yang diharapkan oleh setiap sekolah adalah terbentuknya komite

sekolah normatif yang sesuai dengan norma-norma dan ketentuan

Kepmendiknas 044/U/2002. Akan tetapi banyak sekolah yang tidak memiliki

komite sekolah seperti itu, termasuk di SD Negeri Kotaraja Jayapura Papua.

Komite sekolah di SD Negeri Kotaraja Jayapura Papua terpecah menjadi dua


8

kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang sesuai dengan Komite

Sekolah Normatif. Mereka ini berasal dari para pelaksana pendidikan (guru,

dosen, pemerhati pendidikan). Para anggota komite ini mengerti fungsinya

sebagai komite sekolah dan telah menjalankan perannya sebagai pemberi

pertimbangan, pemberi dukungan, pelaksana pengawasan, dan sebagai

mediator. Akan tetapi kepala sekolah kurang memperhatikan masukan dan

saran yang diberikan komite sekolah dan cenderung mengabaikan peran yang

diberikan para anggota komite ini. Akibatnya, komite sekolah dalam

kelompok pertama ini tetap tidak bisa berperan optimal karena “terganjal”

sikap kepala sekolah yang kurang kooperatif dengan komite sekolah.

Kelompok kedua adalah kelompok yang lebih mengarah ke Komite

Sekolah Tukang Stempel saja. Bila para anggota komite diberikan undangan

rapat, lebih banyak yang tidak hadir daripada yang hadir. Alasan yang

diberikan adalah mereka sibuk dengan pekerjaan dan urusan masing-masing,

akan tetapi sebenarnya mereka kurang mengerti akan fungsinya sebagai

anggota komite sekolah, sehingga mereka tidak tahu harus memberikan

kontribusi apa. Hal inilah yang sebenarnya membuat mereka malas untuk

hadir memenuhi undangan rapat komite sekolah dengan kepala sekolah.

Komite yang seperti ini sudah dapat dipastikan hanya meng-iya-kan saja

program-program yang disodorkan oleh kepala sekolah, sehingga tepat jika

disebut sebagai anggota Komite Sekolah Tukang Stempel saja.

Dari fenomena di atas, baik fenomena kelompok pertama maupun

fenomena kelompok kedua menyebabkan komite sekolah di SD Negeri


9

Kotaraja selama ini belum melaksanakan peran dan fungsinya dengan

optimal. Hal tersebut menarik minat penulis untuk meneliti strategi

peningkatan peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan,

pendukung, pengontrol dan mediator di sekolah.

Dalam rangka menghasilkan strategi yang tepat dalam meningkatkan

peran komite sekolah dengan segala keadaannya, maka perlu dilakukan

terlebih dahulu sebuah analisis mengenai strategi yang akan dilakukan.

Analisis strategi dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya

menggunakan analisis SWOT (Stength/Kekuatan, Weakness/Kelemahan,

Opportunity/Peluang dan Threath/Ancaman).7 Melalui analisis SWOT akan

diketahui Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman yang dimiliki dan

dihadapi oleh komite sekolah. Setelah semua itu diketahui, barulah

dirumuskan strategi yang tepat untuk melakukan peningkatan peran komite

sekolah.

B. Fokus Penelitian

Untuk bisa menghasilkan strategi yang baik dalam meningkatkan

peran kedua kelompok komite sekolah (normatif dan tukang stempel saja)

yang ada di SD Negeri Kotaraja Jayapura, maka fokus pertama penelitian

adalah meneliti pelaksanaan fungsi sebagai komite sekolah dari masing-

masing kelompok. Fungsi dimaksud adalah berkaitan dengan fungsi:

7
Thomas L. Wheelen and J. David Hunger, 2011, Strategic Management and Business
Policy Toward Global Sustainability, Singapore: Hill Book Company, hal. 90.
10

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia

usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan

pendidikan mengenai:

a. Kebijakan dan program pendidikan;

b. Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS/RKAS);

c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;

d. Kriteria tenaga kependidikan;

e. Kriteria fasilitas pendidikan; dan

f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna

mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Setelah diketahui pelaksanaan fungsi komite sekolah dari masing-

masing kelompok, penelitian difokuskan kepada perumusan strategi untuk


11

meningkatkan peran masing-masing kelompok. Perumusan strategi diawali

dengan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman yang dihadapi komite sekolah. Hasil kajian menghasilkan dua

strategi yang berbeda sesuai dengan keadaan masing-masing kelompok.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan fungsi dan peran komite sekolah “kelompok

normatif” dan kelompok “tukang stempel saja” di SD Negeri Kotaraja

Jayapura Papua?

2. Bagaimana hasil analisis SWOT komite sekolah “kelompok normatif” dan

kelompok “tukang stempel saja” di SD Negeri Kotaraja Jayapura Papua?

3. Bagaimana strategi yang dapat dilakukan guna meningkatkan peran Komite

Sekolah sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol dan mediator

di sekolah baik dari “kelompok normatif” maupun kelompok “tukang stempel

saja”?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui secara obyektif pelaksanaan fungsi dan peran komite

sekolah “kelompok normatif” dan kelompok “tukang stempel saja” di SD


12

Negeri Kotaraja Jayapura Papua.

2. Untuk mengetahui secara obyektif hasil analisis SWOT komite sekolah

“kelompok normatif” dan kelompok “tukang stempel saja” di SD Negeri

Kotaraja Jayapura Papua.

3. Untuk merumuskan strategi yang dapat dilakukan guna meningkatkan peran

Komite Sekolah sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol dan

mediator di sekolah baik dari “kelompok normatif” maupun kelompok

“tukang stempel saja”.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis

Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat bisa digunakan untuk

mengembangkan teori baru mengenai strategi yang bisa diterapkan untuk

meningkatkan peran komite sekolah, sehingga bisa diterapkan semua

sekolah yang mengalami masalah yang sama.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini memberikan manfaat:

a. Bisa diterapkan untuk meningkatkan peran komite sekolah di SD

Negeri Kotaraja Jayapura Papua sehingga komite sekolah dapat

berperan nyata dalam membantu penyelenggaraan pendidikan pada

umumnya dan peningkatan kualitas sekolah pada khususnya.

b. Bagi penulis, secara praktis penelitian ini merupakan wahana


13

penambahan ilmu di luar ilmu yang di dapat dari perkuliahan yang

dapat memperkaya pengetahuan praktis dan empiris penulis.

c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan

bagi penelitian selanjutnya yang lebih kompleks dan komprehensif.


14

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Hasbullah, 2006, Otonomi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B., 2007, Profesi Kependidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wheelen, Thomas L. and J. David Hunger, 2011, Strategic Management and


Business Policy Toward Global Sustainability, Singapore: Hill Book
Company

B. Peraturan perundang-undangan

Keputusan Menteri Pendid1kan Nasional Nomor 044/U/2002 Tanggal 2 April


2002.

C. Artikel

Suhartanto, Andang, “Peran dan Fungsi Komite Sekolah (Antara Seharusnya dan
Kenyataan”, diakses dari http://awasibos.org pada tanggal 16 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai