Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TUGAS TEORI KONTINGENSI

PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN

Disusun oleh:
Seno Lukito H 149114104
Theodora BR Purba 149114164
Anissa Wilis Safitri 159114021
Cellinda Ayu M 159114104

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
Teori Kontingensi
Teori kontingensi memberikan gagasan bahwa pemimpin yang efektif
didapatkan dengan memilih pemimpin yang tepat dalam situasi yang mendukung
atau merubah situasi agar sesuai dengan karakter pemimpin. Dengan kata lain
efektivitas seorang pemimpin bergantung pada gaya kepemimpinan dan situasi yang
disukai oleh pemimpin. Beberapa pemimpin lebih baik di situasi tertentu namun
kurang dapat menjadi pemimpin yang efektif di situasi lainnya. Untuk memahami
teori kontingensi ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui.

1. Teori Path Goals


Path-goal meyakini bahwa pemimpin yang efektif adalah pemipin yang
membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan
menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi
hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002). Dalam teori ini, suatu perilaku pemimpin
dirasa memberikan motivasi ketika membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam
pencapaian kinerja yang efektif, dan mampu menyediakan ajaran, arahan, dukungan
dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Robert House mengenali empat perilaku pemimpin:
1. Supportive Leadership: Gaya kepemimpinan ini menunjukkan perhatian pada
kebutuhan pribadi karyawannya. Pemimpin jenis ini berusaha
mengembangkan kepuasan hubungan interpersonal diantara para karyawan
dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat di dalam organisasi.
2. Directive Leadership: Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada
Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja
kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.
3. Achievement Oriented Leadership: Pemimpin yang menetapkan tujuan yang
menantang pada bawahannya dan meminta bawahan untuk mencapai level
performens yang tinggi.
4. Participative Leadership: Pemimpin yang menerima saran-saran dan nasihat-
nasihat bawahan dan menggunakan informasi dari bawahan dalam
pengambilan keputusan organisasi.
Dua fungsi dasar model path-goal kepemimpinan:
1. Fungsi Pertama : memberi kejelasan alur dimana seorang pemimpin
harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara
kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua : adalah meningkatkan jumlah hasil bawahannya
dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

2. Teori kontingensi (LPC kontingensi)


Teori kontingensi Fiedler 1967 melihat bahwa kelompok efektif tergantung
pada kecocokan dan kebutuhan antara gaya pemimpin yang berinteraksi sehingga
situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Para pemimpin
mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya
dengan situasi-situasi yang spesifik. Karena situasi yang berbeda-beda maka
diperlukan strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke
situasi lainnya sesuai dengan permasalahan yang ada.
Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan:
1. Leader Orinetation : pemimipin berorinetasi pada relationship atau
beorintasi pada task. Leader Orientation diketahui dari Skala semantic
differential dari rekan yang paling tidak disenangi dalam organisasi (Least
preffered coworker = LPC) . LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi
rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan pemimpin yang siap
menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang tinggi menujukkan
bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC yang
rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang
mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para
pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi
kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya
sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High
LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol
situasinya moderat.
2. Situation favorability : sejauh mana pemimpin tersebut dapat
mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oleh 3 variabel situasi, yaitu :
a. Hubungan pemimpin-anggota: tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan
rasa hormat para anggota terhadap pemimpin mereka. Dalam dimensi ini
Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin.
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama
anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap
kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
b. Struktur tugas: tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan
diprosedurkan (yaitu terstruktur atau tidak terstruktur). Pada dimensi ini
Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas
dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan
dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak
jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada
penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota
kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja,
daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Wewenang posisi pemimpin (position power ): tingkat pengaruh yang
dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel-variabel wewenang seperti
perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan kenaikan gaji. Kekuasaan
atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang
berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise
power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai
anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia
bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh
berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).

Fiedler meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang
berhasil adalah gaya kepemimpinan dasar seseorang individu. Jadi, ia mulai dengan
berusaha mencari tahu apa gaya dasar tersebut. Fiedler lalu menyusun suatu
kuesioner rekan kerja yang paling tidak disukai (least preferred coworker-LPC-
questionnaire) dengan tujuan mengukur apakah seorang pemimpin berorientasi tugas
(task-oriented) atau hubungan (relationship-oriented). Kuesioner LPC merupakan
kumpulan 16 kata sifat yang saling berlawanan (seperti menyenangkan-tidak
menyenangkan, efisien- tidak efisien, terbuka-tertutup, suportif-bermusuhan).
Dalam penilainanya, bila nilai (score) yang didapat dari kuesioner tersebut
berada diatas atau sama dengan 73. Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa
pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana
menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini
berorientasi ke hubungan (relationship oriented).
Sedangkan apabila score yang dihasilkan oleh kuesioner berada dibawah atau
sama dengan 64. Skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin

3
untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin
demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented).
Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas)
cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang
menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke
hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok
yang sederajat dengan keuntungannya.

Fiedler mengidentifikasikan tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya


menentukan faktor-faktor situasional utama yang menentukan efektifitas
kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan pemimpin dengan anggota
(leader-member relations), struktur tugas (task structure), dan wewenang posisi
pemimpin (position power). Ketiga faktor tersebut dijelaskan leibh lanjut sebagai
berikut:

1. Hubungan pemimpin-anggota: tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa


hormat para anggota terhadap pemimpin mereka. Dalam dimensi ini Fiedler
menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin.
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama
anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap
kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
2. Struktur tugas: tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diprosedurkan
(yaitu terstruktur atau tidak terstruktur). Pada dimensi ini Fiedler
berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan
orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan
situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas.
Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan
kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat
lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada
apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
3. Wewenang posisi pemimpin (position power ): tingkat pengaruh yang
dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel-variabel wewenang seperti
perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan kenaikan gaji.
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber
kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau
keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang
pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah
/ dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana
kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi
(organizational authority).

3. Model kepemimpinan situasional


Model kepemimpinan situasional ini, dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard.Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard teori situational leadership
model (SLM) memberi penekanan lebih pada pengikut dan tingkat kematangan
mereka. Para pemimpin harus bisa menilai dengan tepat atau menilai secara baik-
baik tingkat kematangan pengikut mereka dan menggunakan gaya kepemimpinan
yang sesuaai dengan tingkat kematangan tersebut. Kesiapan disini didefinisikan
sebagai kemampuan dan kesediaan seorang pengukut untuk mengambil tanggung
jawab perilaku mereka.

Ada dua tipe kesiapan yang dipandang penting :


1. Pekerjaan : Seorang yang memiliki kesiapan kerja tinggi memiliki
pengetahuan dan kemampuan melakukan tugas mereka tanpa perlu arahan
dari manajer.
2. Psikologis : Seorang yang tingkat kesiapan psikologis yang tinggi
memiliki tingkat motivasi diri dan keinginan untuk melakukan kerja
berkualitas tinggi. Orang ini juga tidak membutuhkan supervise.

Hersey dan Blanchard mengggunakan penelitian Ohio State University untuk


kemudian mengembangkan 4 gaya kepemimpinan yang bisa dipakai oleh para
pemimpin, antara lain :
1. Telling – menyuruh, pemimpin menetapkan peran yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas dan memerintahkan para pengikutnya apa, dimana,
bagaimana dan kapan melakukan tugas tersebut.

5
2. Selling – menjual, yaitu pemimpin memberikan intruksi terstruktur, tetapi
juga bersifat supportif.
3. Participating – berpartisipasi, yaitu pemimpin dan para pengikutnya
bersama-sama memutuskan bagaimana cara terbaik menyelesaikan suatu
pekerjaan.
4. Delegating – delegasi, yaitu pemimpin tidak banyak memberikan arahan yang
jelas dan spesifik ataupun dukungan pribadi kepada para pengikutnya. Gaya
kepemimpinan yang tepat akan tergantung pada orang atau kelompok yang
dipimpin.

Teori Kepemimpinan Situasional HerseyB lanchard mengidentifikasi empat


tingkat Kematangan M1 melalui M4:
1. M1 – Adalah karyawan yang tidak memiliki keterampilan khusus yang
diperlukan untuk pekerjaan, tidak mampu dan tidak mau melakukan atau
mengambil tanggung jawab untuk pekerjaan atau tugas.
2. M2 – Adalah bawahan yang tidak dapat mengambil tanggung jawab untuk
tugas yang dilakukan, namun mereka bersedia bekerja pada tugas. Mereka
adalah pemula tapi memiliki antusiasme dan motivasi.
3. M3 – Adalah karyawan yang berpengalaman dan mampu melakukan tugas
tetapi tidak memiliki keyakinan atau kemauan untuk mengambil tanggung
jawab.
4. M4 - Mereka berpengalaman pada tugas, dan nyaman dengan kemampuan
mereka sendiri untuk melakukannya dengan baik. Mereka mampu dan
bersedia untuk tidak hanya melakukan tugas, tetapi untuk mengambil
tanggung jawab untuk tugas tersebut.
Daftar pustaka:

Yukl Gary. 2017. Kepemimpinan dalam Organisasi, edisi ketujuh. Jakarta Barat.
Penerbit: Permata Puri Media.

Hughes, Richard L. 1999. Leadership: Enhancing The Lessons of Experience


International Edison, Singapore, Penerbit: Mc Graw- Hill Book

Anda mungkin juga menyukai