Anda di halaman 1dari 3

1.

Hematopoiesis, proses pembentukan sel darah, postnatal terjadi di red bone marrow
(RBM). Pada janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm, hepar, limpa, dan timus, lalu
diambil alih oleh RBM di trimester akhir.

Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang sangat tervaskularisasi yang terletak
pada rongga-rongga mikroskopik diantara traberkula jaringan tulang spons. RBM
terutama terdapat pada tulang aksial, pektoral, dan pelvis, dan pada epifisa proksimal dari
humerus dan femur. Sekitar 0,005-0,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari mesenkim,
yang dinamakan pluripotent stem cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki
kapasitas untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain. Pada bayi yang baru lahir,
seluruh bone marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi sel darah. Seiring
dengan pertumbuhan individu, rata-rata produksi sel darah berkurang; RBM pada rongga
medular tulang panjang menjadi tidak aktif dan digantikan oleh yellow bone marrow
(YBM) yang merupakan sel-sel lemak. Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat terjadi
pendarahan, YBM dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM kearah YBM, dan
repopulasi YBM oleh pluripotent stem cells.

Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri, berproliferasi, dan berdiferensiasi
menjadi sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel darah, makrofag, sel
retikular, sel mast, dan adiposit. Sebagian stem cells juga membentuk osteoblast,
chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular memproduksi serabut retikular, yang
membentuk stroma untuk menunjang sel-sel RBM. Saat sel darah selesai diproduksi di
RBM, sel tersebut masuk ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus), kapiler-kapiler yang
membesar dan mengelilingi sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel darah
tidak membelah setelah meninggalkan RBM.

Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells di RBM memproduksi 2 jenis stem
cells lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa jenis sel.
Sel-sel ini dinamakan myeloid stem cells dan lymphoid stem cells. Sel myeloid memulai
perkembangannya di RBM, dan selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah merah,
platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di
RBM dan mengakhiri perkembangannya di jaringan-jaringan limpatik; sel-sel ini akan
membentuk limfosit.

Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel


progenitor. Sel myelod yang lain dan sel-sel lymphoid berkembang langsung menjadi sel
prekursor. Sel-sel progenitor tidak lagi memiliki kemampuan untuk memperbanyak
dirinya sendiri, dan sebagai gantinya membentuk elemen darah yang lebih spesifik.

Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel prekursor, dikenal juga dengan sebutan
blast. Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini berkembang menjadi sel darah
yang sebenarnya. Sebagai contoh, monoblast berkembang menjadi monosit, myeloblast
eosinofilik berkembang menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor dapat dikenali
dan dibedakan gambaran mikroskopisnya.
2. Beberapa hormon yang dinamakan faktor pertumbuhan hematopoietik (hematopoietic growth
factors) meregulasi diferensiasi dan proliferasi dari sel progenitor. Eritropoietin atau EPO
meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang terletak
diantara tubulus-tubulus ginjal (sel intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal ginjal,
pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah merah menjadi tidak adekuat. Trombopoietin
atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan
platelet (trombosit) dari megakariosit. Beberapa sitokin yang berbeda meregulasi
perkembangan berbagai jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein kecil yang diproduksi
oleh sel, seperti sel RBM, leukosit, makrofag, fibroblast, dan sel endotel. Sitokin umumnya
bekerja sebagai hormon lokal (autokrin atau parakrin), yang menstimulasi proliferasi sel-sel
progenitor di RBM dan meregulasi aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan nonspesifik
(seperti fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). Dua keluarga penting sitokin yang
menstimulasi pembentukan sel darah putih adalah colony-stimulating factors (CSFs) dan
interleukin.
3. - Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan
karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan
terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal
hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV
- Pada Hipersensitivitas Tipe I atau reaksi anafilaktik, memiliki tiga tahapan utama berupa fase
sensitisasi, fase aktivasi dan fase efektor. Fase sensitisasi merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada
permukaan.
4. Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi saluran nafas pada tingkat seluler termasuk
eosinophil, limfosit T, sel mast dan sel dendrik. Hal ini terjadi dengan menghambat perekrutan
sel inflamasi ke dalam saluran nafas melalui penekanan produksi mediator kemotaktik dan
molekul adhesi serta menghambat keberadaan sel inflamasi dalam saluran nafas misalnya
eosinophil, sel limfosit T, dan sel mast. Target seluler utama kortikosteroid inhalasi adalah sel
epitel. Kortikosteroid memiliki spectrum efek antiinflamasi luas pada asma dengan menghambat
berbagai mediator serta sel inflamasi. Mekanisme molekul aksi kortikosteroid yaitu Remodeling
kromatin dan ekspresi gen, reseptor glukokortkoid, aktivasi gen penyandi protein antiinflamasi
serta inaktivasi gen inflamasi.
5. A
6. Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan
tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35
dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari
aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan
tubuh dari 3 sumber, yaitu:
- pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
- katabolisme zat organic
- disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion
H.

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
- perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
- mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
- mempengaruhi konsentrasi ion K

bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:

- mengaktifkan sistem dapar kimia


- mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
- mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar:

- Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat
- Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
- Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
- Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

7. 1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati

3. Gangguan konyugasi bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonyu-gasi dalam empedu akibat faktor intra-hepatik dan
ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanikHiperbilirubinemia tak
terkonyugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan
mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.

Anda mungkin juga menyukai