Anda di halaman 1dari 19

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Defenisi

Diare adalah kondisi dimana terjdi frekuensi defekasi yang

tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah

dan konsistensi (feses cair). Hal ini biasnaya berkaitan dengan

dorongan, rasa tak nyaman pada area perianal, inkontinensia atau

kombinasi dari faktor ini (Suddarth, 2013).

2.1.2 Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut/diare adalah masuknya virus

(rotavirus adenovirus enteritis, virus norwalk), bakteri atau toksin

(compytobacter, cyptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen

ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin

atau cytotoksin di mana merusak sel-sel atau melekat pada dinding

usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis/diare bisa

melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa

kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan

minuman yang terkontaminasi. (Bararah, 2013).

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan

osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehongga terjadi


10

pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus

berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan

sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan

elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motalitas usus

yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari

diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektolit (dehidrasi) yang

mengakibatkan gangguan asma basa (asidosis metabolik dan

hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),

hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Bararah, 2013).

2.1.3 Penyebab diare

Ada beberapa faktor penyebab diare pada balita seperti

kualitas jamban, sumber air minum, kebiasaan mencuci tangan,

kebiasana menyuapi balita, pemberian air susu ibu pada balita, umur

balita, jenis kelamin balita, statu gizi balita, tingkat pendidikan ibu

dan pendapatan keluarga. Berdasarkan kelompok faktor penyebab

maka faktor predisposisi diare balita yaitu kebiasaan mencuci tangan,

kebiasaan menyuapi balita, pemberian air susu ibu pada balita,

tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluiarga. Faktor risiko yaitu

jenis kelamin balita, status gizi balita, kualitas jamban dan sumber air

minum. Faktor pemicu yaitu keberadaan agen penyakit diare yaitu

virus, bakteri dan protozoa (Sumampouw, 2017).


11

2.1.4 Faktor-faktor yang menyebabkan diare

Menurut Widjaja, (2009), diare disebabkan oleh faktor

infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan

faktor psikologis.

a. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab

utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya

menyerang sebagai berikut:

1). Infeksi bakteri oleh kuman E. Coli, salmonela, vibrio cholerae

(kolera), dan serangan bakteri lan yang jumlahnya berlebihan dan

patogenik.

2). Infeksi basil (disentri)

3). Infeksi virus enterovirus dan adenovirus

4). Infeksi parasit oleh cacing

5). Infeksi jamur

6).Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan

radang tenggorokan.

7). Keracunan makanan

b. Faktor infeksi

1) Malabsorpsi karbohidrat

Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu

formula menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat,


12

tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering

terkena diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.

2) Malabsorpsi lemak

Dalam makanan terdapat lemak yang disebut

triglyseridda, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah

lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak

ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi

muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya

adalah tinja mengandung lemak.

c. Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan

yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah, dan

kurang matang.

d. Faktor psikologis

Rasa takut, cemas dan tegang

2.1.5 Manifestasi klinis

Menurut Suddarth (2013), tanda dan gejala dari diare adalah

sebagai berikut:

a. Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dalam feses

b. Kram abdomen, distensi, bising usus, anoreksia dan rasa haus

c. Rasa sakit dari anus dan mengejan tak efektif mungkin terjadi

setiap kali defekasi


13

d. Sifat dan awitannya dapat bertahap. Gejala yang berkaitan adalah

dehidrasi dan kelemahan

e. Feses yang banyak mengandung air menandakan penyakit usus

halus

f. Feses yang lunak, semi padat berkaitan dengan kelainan kolon.

g. Feses berwarna keabu-abuan menandakan malabsorspi usus

h. Mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau

kolitis.

i. Bercak minyak pada air toilet merupakan diagnostik dari

insufisiensi pankreas.

2.1.6 Dampak diare

Menurut Widjaja (2009), akibat lanjut jika diare tidak diberi

penanganan yaitu:

a. Dehidrasi

Dehidrasi akan menyebabkan gangguan keseimbangan

metabolisme tubuh. Gangguan ini dapat mengakibatkan kematian

pada anak. Kematian ini lebih sering disebabkan anak kehabisan

cairan tubuh. Banyak orang mengganggap bahwa pengeluaran

cairan seperti ini adalah hal biasa dalam diare. Namun, akibatnya

sungguh berbahaya. Persentase kehilangan cairan tiddak harus

banyak baru menyebabkan kematian. Dehidrasi dibagi menjadi

tiga macam, yakni dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan


14

dehidrasi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang

hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut

dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat volume darah berkurang,

denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetepi melemah,

tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun,

dan penderita sangat pucat.

b. Gangguan pertumbuhan

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan terhenti

sementara pengeluaran zat gizi terus berjalan. Jika tidak ditangani

dengan benar, diare akan menjadi kronis. Pada kondisi ini, obat-

obatan yang diberikan tidak menyembuhkan diare. Pemberian

makanan yang dilakukan sebelum waktunya pada bayi juga dapat

menyebabkan diare.

2.1.7 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Rubenstein (2009), pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada penderita diare adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan darah lengkap

Untuk mencari anemia dan kultur darah untuk salmonella

typhi S.Paratyphi, dan S.enteritidis, khususnya bila ada riwayat

perjalanan ke luar negeri.


15

b. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur,

dan parasit (ameba, giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid)

c. Sigmoidoskopi

Khususnya pada dugaan kolitis ulseratif atau kanker (atau

kolitis ameba). Biospsi dan histologi bisa memiliki nilai

diagnostik.

2.1.8 Penataklasanaan diare

Menurut Abata (2014), beberapa cara penanggulangan diare

antara lain:

a. Jaga hidrasi dengan elektrolit yang seimbang. Ini merupakan cara

paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri.

Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi dengan

elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan elektrolit yang berbahaya dan dalam beberapa

kasus langka dapat berakibat fatal.

b. Mencoba makan lebih sering tapi dengan porsi yang lebih sedikit,

frekuensi teratur, dan jangan makan atau minum terlalu cepat.

c. Cairan intravenous: kadangkala, terutama pada anak-anak,

dehidrasi dapat mengancam jiwa dan cairan intravenous mungkin

dibutuhkan.
16

d. Terapi rehidrasi oral: meminum solusi gula/garam, yang dapat

diserap oleh tubuh.

e. Menjaga kebersihan dan isolasi : kebersihan tubuh merupakan

faktor utama dalam membatasi penyebaran penyakit.

2.1.9 Pencegahan diare

Menurut Kemenkes RI (2011), pencegahan diare dapat

dilakukan dengan kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar

dan efektif yang dapat dilakukan adalah :

a. Perilaku Sehat

1) Pemberian ASI

ASI Adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh

kelenjar mammae ibu, dan berguna sebagai makanan bayi

(Maryunani,2012).

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain

seperti susu formula, atau cairan lain yang disiapkan dengan

air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol

yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan

lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari

bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan

diare (Kemenkes,2013).
17

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik

dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.

ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi

yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya

lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian

ASI yang disertaI dengan susu botol. Flora normal usus bayi

yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol

untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang

dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Kemenkes,2013).

Berbagai manfaat pemberian ASI adalah sebagai

berikut

1. ASI dapat melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi

telinga, infeksi kandung kemih, infeksi paru-paru, dan

kegemukan

2. ASI bisa mencegah terjadinya infeksi pada bayi, serta

mendukung perkembangan sistem pertahanan tubuh.

3. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif selama lebih dari 3

bulan memiliki IQ lebih tinggi ketimbang bayi yang diberi

susu formula

4. Menyusui bayi dapat melindungi ibu dari kanker ovarium dan

payudara, serta peretakan pinggul


18

5. Menyusui bayi bisa mengurangi lemak yang menumpuk

dalam tubuh ibu saat hamil (Maryunani,2012).

Menurut WHO dan UNICEF bila memungkinkan para

ibu memberikan ASI sampai 6 bulan dengan menerapkan :

a. Inisiasi menyusu dini selama 1 jam setelah kelahiran bayi

b. ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa

makanan tambahan atau minuman.

c. ASI diberikan secara ‘on demand’ atau sesuai kebutuhan

bayi, setiap hari setiap malam.

d. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun dot

(Maryunani,2012).

2) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi

secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang

dewasa. Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian

makanan pendamping ASI, yaitu:

a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan

dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam

makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.

Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak

berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak


19

dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI

bila mungkin.

b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur

dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan

susu, telur, ikan, daging, kacang- kacangan, buah-buahan

dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi

anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.

d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada

tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum

diberikan kepada anak.

3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk

ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang

tercemar dengan tinja, misalnya jari- jari tangan, makanan

yang wadah atau tempat makan- minum yang dicuci dengan

air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air

yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare

lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak

mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko

terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang


20

bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari

sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus

diperhatikan oleh keluarga :

a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta

gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk

mandi anak-anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai

mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan

air yang bersih dan cukup.

4) Mencuci Tangan

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang

air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan

makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,

mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan

angka kejadian diare). (Kemenkes,2013).

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat

berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat

menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta

menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam


21

tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare,

kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,

setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi

makan anak dan sebelum menyiapkan makanan (lestari,2016).

5) Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa

upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar

dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga

yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan

keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus

diperhatikan oleh keluarga :

a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik

dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar

6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak

berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula

menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja

bayi harus dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan oleh

keluarga:
22

a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan

mudah di jangkau olehnya.

c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja

seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci

tangan dengan sabun.

b. Penyehatan Lingkungan

1) Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat

ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri,

hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit

lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan

kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air

sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,

penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus

tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap

dilaksanakan.
23

2) Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat

berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk,

tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah

dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti

bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak

dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting,

untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah

harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan

dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak

terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat

pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah

dengan cara ditimbun atau dibakar.

3) Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah

tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi

sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah

yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,

mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan

nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi

menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk

daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air


24

limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air

limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang

tidak sedap.

2.2 Balita

2.2.1 Defenisi

Balita adalah periode usia manusia setelah bayi sebelum anak

awal, yaitu usia dua sampai lima tahun. Pengertian balita ini juga

ditunjang dengan dibutuhkannya pola makan yang cukup atau

kecukupan gizi yang seimbang. Karena anak balita biasanya rentan

terhadap penyakit, sehingga pola makan dan kehidupannya sangat

berpengaruh pada kondisi kesehatannya (Putra, 2012).

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental

yang pesat. Pada masa ini ibu telah siap menghadapi berbagai

stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita

memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Balita

membutuhkan lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat.

(Proverawati, 2009).

2.2.2 Tumbuh kembang balita

Proses tumbuh kembanganya seorang balita ditentukan oleh

makanan yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan gizi balita ditentukan

oleh umur, jenis kelamin, kegiatan serta suhu lingkungan. Dari hal-

hal yang disebut perlu diperhatikan jumlah kebutuhan karbohidrat,


25

protein, dan lemak yang diperlukan. Zat kalsium yang diperlukan

untuk pertumbuhan tulang balita cukup dengan diberikan 3 gelas

susu setiap hari (Adiningsih, 2010).

2.3 Kebiasaan mencuci tangan

2.3.1 Defenisi

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan

sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan

air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan

mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal sebagai

salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena

tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan

menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik

dnegan kontak langsung ataupun tidak langsung (Kemenkes RI,

2014).

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan

yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

Mencuci ta ngan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,

sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai

dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare

sebesar 47%) (Kemenkes 2011).


26

2.4 Riwayat pemberian ASI

2.4.1 Defenisi

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat

makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk

dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Pemberian ASI saja,

tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang

akan menyebabkan diare. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,

pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan

makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif

secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang

dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.

Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai

daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian

ASI yang disertaI dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang

disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu

formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat

mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Kemenkes 2011).

ASI yang pertama kali diberikan kepada bayi berbeda dengan

ASI yang diisap pada menit terakhir. ASI pada menit pertama lebih

cepat encer, dan kemudian akan lebih kental. ASI pada menit
27

terakhir mengandung lemak 4-5 kali dan protein 1,5 kali lebih

banyak daripada ASI pada beberapa menit pertama (Bahiyatun,

2009).

Ibu harus memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.

Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-

12 kali dalam 24 jam. Bila bayi tidak minta diberi ASI, anjurkan ibu

untuk memberi ASI nya pada bayi setidaknya setiap 4 jam. Namun,

selama 2 hari pertama sesudah lahir, beberapa bayi tidur panjang

selama 6-8 jam. Untuk memberi ASI pada bayi setiap atau sesudah 4

jam, yang paling baik adalah membangunkannya selama siklus

tidurnya. Pada jari ketiga setelah lahir, sebagian besar bayi menyusui

setiap 2-3 jam (Bahiyatun, 2009).

2.5 Kerangka teori

Kerangkateori

Pencegahandiare:
 Pemberian ASI
 Memberikan makanan pendamping ASI
 Menggunakan air bersih yang cukup Kejadian diare
 Mencuci tangan
 Menggunakan jamban sehat
 Membuang tinja bayi yang benar
 Penyediaan air bersih
 Pengelolaan sampah yang baik
 Sarana pembuangan air limbah yang
tersedia.

Sumber: Kemenkes, 2013

Anda mungkin juga menyukai