Lapkas Selesai
Lapkas Selesai
Lapkas Selesai
PENDAHULUAN
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu
ibu. AIDS pertama kali diketahui di Amerika Serikat pada musim semi 1981, ketika U.S.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan pneumonia Pneumocystis
carinii pada lima orang homoseksual yang sebelumnya sehat di Los Angeles. Dalam beberapa
bulan kemudian, penyakit ini menjangkiti perempuan dan laki-laki pengguna suntikan intra
vena dan lalu pada penerima transfusi darah dan pasien hemofilia. Ketika gambaran
epidemiologinya berlipat dua, menjadi jelas bahwa mikrobanya ditularkan melalui kontak
Di seluruh dunia tahun 2007 diperkirakan terdapat 30,6 juta hingga 36,1 juta orang
dengan HIV dan AIDS. Remaja 15-24 tahun adalah populasi paling berrisiko yang cukup
tinggi, mencapai 52 persen pada penasun, 45 persen pada penjaja seks, dan 31 persen pada
pelanggan penjaja seks. Diperkirakan pada 2007 akan terjadi jumlah infeksi baru HIV yang
terbesar pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun. Perkembangan epidemi HIV di Indonesia
termasuk tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya tergolong
rendah, hanya 0.1 %. Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan melaporkan
penambahan pasien AIDS sejumlah 2190 orang pada 2007 dan secara komulatif menjadi
10.384 orang
1
BAB II
TINJAUA PUSTAKA
2.1 Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya .
HIV adalah retrovirus yang menginfeksi organ vital pada sistem imun tubuh manusia,
seperti sel T CD4+, makrofag dan sel dendrit. Secara langsung dan tidak langsung
menghancurkan sel T CD4+, yang sangat diperlukan dalam sistem imun tubuh. HIV menekan
sel T CD4+ sampai mencapai jumlah < 200 sel T CD4+ / μL darah. Hal ini menyebabkan
imunitas sel hilang, berlanjut pada kondisi yang kita kenal sebagai AIDS. AIDS merupakan
sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya
system kekebalan tubuh seseorang. Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2
bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor
2
yang mempengaruhinya adalah daya tahantubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi
kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi . AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and
Prevention ).
2.2 Epidemiologi
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada tahun 1981.
Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat.
Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk
dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 juta orang
diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus
HIV.
Pada Desember 2006, di seluruh dunia terdapat penderita HIV sebanyak 39,5 juta
yaitu 37,2 juta orang dewasa (17,7 juta perempuan) dan 2,3 juta anak <15 tahun. Pada tahun
2006, 4,2 juta orang terinfeksi HIV baru dan 2,9 juta orang meninggal karena AIDS. Dua
pertiga (63%) dari semua orang dewasa dan anak yang terinfeksi HIV hidup di sub-Sahara
Afrika, dan hampir tiga perempat (72%) kematian orang dewasa dan anak yang disebabkan
oleh AIDS.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang hidup dengan HIV telah
meningkat di setiap wilayah di dunia, tetapi kenaikan paling mencolok terjadi di timur Asia,
Eropa Timur, dan Asia tengah dengan jumlah penderita HIV meningkat sebesar 21% dari
tahun 2004-2006
3
Di Amerika Serikat, ketersediaan terapi antiretroviral telah mengakibatkan penurunan
80% angka kematian AIDS antara tahun 1990 dan 2003. Pada tahun lalu, sekitar 30.000
orang meninggal karena AIDS, sedangkan diperkirakan 1,2 juta orang terinfeksi HIV.
Sebagian besar orang (25%) tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi HIVdan sekitar 65.000
tertular infeksi HIV pada tahun lalu. Ras dan etnis minoritas terus terpengaruh oleh HIV,
antara tahun 2001 dan 2004, 50% AIDS di diagnosis dari kalangan kulit hitam (yang hanya
merupakan 12% dari populasi Amerika Serikat) dan 20% AIDS didiagnosis dari kalangan
Hispanik (yang merupakan 14%dari populasi AS). Dibandingkan dengan orang kulit putih,
tingkat HIV baru atau diagnosa AIDS adalah 7 kali lebih tinggi pada laki-laki kulit hitam dan
Penularan HIV melalui hubungan seksual tetap merupakan penyebab utama infeksi,
dengan seks yang tidak aman antara pria terhitung sekitar 44% kasus, dan pada hubungan
heteroseksual terdapat sekitar 34% kasus. Proporsi perempuan yang baru didiagnosa HIV
telah meningkat secara dramatis (dari 15% pada tahun 1995 menjadi 27% pada tahun 2004).
Selain itu, pasien berumur > 50 tahun merupakan kelompok yang berkembang pesat terhadap
4
2.3 Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-
kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan
keadaan inaktif.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung
terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor
Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia,
maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol,
jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
2.4 Patofisiologi
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk
kedalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau rusak oleh virus
5
seperti HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. Sistem imun terdiri atas
organ dan jaringan limfoid, termasuk didalamnya sum-sum tulang, thymus, nodus limfa,
limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah dan pembuluh limfa. Seluruh komponen dari sistem
imun tersebut adalah penting dalam produksi dan perkembangan limfosit atau sel darah putih.
Limfosit B dan T di produksi oleh sel utama sum-sum tulang. Sel B tetap berada di sum-sum
tulang untuk melengkapi proses maturasi sedangkan limfosit T berjalan ke kelenjar thymus
Limfosit T atau sel T mempunyai fungsi utama sebagai regulasi sistem imun dan
membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus. Masing-masing sel sel T
mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+ yang membedakannya
dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel, dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh
HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD4+ dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen gp 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam
respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T4 yang juga dapat dipengaruhi oleh respon imun sel killer. HIV
menyerang CD4+ secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV
yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak
langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi
dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen
(APC).
6
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptor bagian sampul tersebut
melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk kedalam sel membran. Pada
bagian inti terdapat enzin reverse transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan
ribonuklease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA polimerase menyusun copy
DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase
kemudian membentuk copy DNA kedua dari DNA yang pertama yang tersusun sebagai
cetakan.
Setelah terbentuk, kode genetik DNA berupa untai ganda akan masuk ke inti sel.
Kemudian oleh enzim integrase, DNA copy dari dari virus disisipkan dalam DNA
pasien.HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+ kemudian bereplikasi, menyebabkan
sel limfosit CD4+ mengalami sitolisis. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem
imun seluler mulai melemah secara progresif, diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag serta menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat
tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama itu pula
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel/ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar
Sewaktu sel T mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi (herpes zoster dan jamur
oportunistik) muncul, jumlah sel T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru dan
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seseorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel/ml darah atau
7
Gambar 2. Mekanisme patofisiologi HIV – AIDS
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan
kesehatan sel saraf. Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari
Toxoplasma gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di
8
Permulaan diperantarai sel kekebalan terhadap T gondii disertai dengan transformasi
parasit ke dalam jaringan kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup. Mekanisme
bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini
meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan
aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan
produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai
respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari
Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV
dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.
Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala
(55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya
tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit
neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan
bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik,
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk
validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4< 200sel/mL
9
2.5 Gambaran Klinis
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan
tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi
membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan
kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang
berulang.
Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus
HIV.
Fase klinis berguna untuk menilai kondisi awal (diagnosa pertama infeksi HIV) atau
tahap lanjut untuk memonitor terapi, untuk menetapkan dimulainya terapi ARV (Anti
Stadium 1
kelenjar/pembuluh limfe) generalisata yang menetap dan infeksi akut primer dengan
penyakit penyerta.
Stadium 2
Penurunan Berat badan (<10%) tanpa sebab, infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis,
tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. herpes zoster, infeksi sudut bibir,
10
Stadium 3
Penurunan Berat badan (<10%) tanpa sebab, diare kronik tanpa sebab sampai lebih
dari 1 bulan, demam menetap (intermiten atau tetap < 1 bulan), kandidiasis oral
menetap, tuberkulosis pulmonal (paru) plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat
pada otot skelet, infeksi sendi dan tulang), meningitis, bakteremia, gangguan
Stadium 4
infection.
2.6 Diagnosis
antigen dalam tabung, maka antibody tersebut akan berikatan dengan antigen dalam tabung.
Setelah diinkubasi selama beberapa waktu, tabung dicuci untuk menyingkirkan komponen
lain dalam serum dan kelebihan antibody yang tidak berikatan dengan antigen dalam tabung.
Secondary antibody akan berikatan dengan antibody pasien dalam tabung. Pada secondary
antibody terdapat enzim yang mengkatalisis reaksi kimia substrat dan menimbulkan
perubahan warna yang dapat dilihat dengan mata (gambar 1) (Yoveline dkk., 2008)
11
Gambar 3. Prinsip kerja metode ELISA
Penilaian serum pasien yang diperiksa dengan metode ELISA adalah positif, negative,
atau indeterminate. Apabila hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Hasil
positif ELISA diulang sebanyak 2 kali, dan jika salah satu atau kedua tes ini reaktif, maka
dilakukan tes konfirmasi dengan metode western blood untuk diagnosis akhir (Dipiro et al.,
2008).
Metode ini mendeteksi antibody HIV-1 dengan sensitifitas dan spesivitas yang tinggi
(>99%), tetapi dapat terjadi hasil positif palsu atau negative palsu (Dipiro et al., 2008).
12
Positif palsu adalah kesalahan tes yang menunjukkan bahwa terdapat HIV pada pasien yang
tidak terinfeksi, sedangkan negative palsu adalah kesalahan tes yang menunjukkan bahwa
Metode western blood digunakan sebagai tes konfirmasi adanya infeksi HIV. Apabila
dikombinasi, sensitivitas pemeriksaan HIV dengan ELISA dan Western Blood >99,99%.
Apabila ELISA dan tes konfirmasi menunjukkan hasil positif maka pasien diindikasikan
terinfeksi HIV. Jika hasil tes konfirmasi menunjukkan hasil indeterminate, maka dapat
dilakukan pengujian ulang 30 hari kemudian atau dilakukan tes viral load jika pasien berisiko
tinggi atau terdapat gejala klinis yang mendukung infeksi HIV (Dipiro et al., 2008).
Indonesia, digunakan criteria Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yaitu hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila terdapat dua diantara tiga protein HIV, yaitu p24,
g41, dan gp120/160. Hasil pemeriksaan dinyatakan negative apabila tidak ditemukan pita
protein. Hasil lain diluar dua ketentuan tersebut dinyatakan sebagai indeterminate (Yoveline
dkk, 2008).
Setelah didiagnosis, penyakit HIV dipantau terutama oleh dengan dua cara yaitu,
jumlah viral load dan Cluster of Differentiation 4 (CD4) (Dipiro et al., 2008). Viral Load
HIV adalah jumlah partikel virus HIV yang ditemukan dalam setiap mililiter darah. Semakin
banyak jumlah partikel virus HIV di dalam darah, semakin cepat sel-sel CD4 dihancurkan
dan semakin cepat pasien menuju ke arah AIDS. Salah satu cara pengukuran jumlah viral
load dengan menggunakan metode Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR). Hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai copies/ml atau dalam perhitungan matematik
logaritma atau ‘log’. Sebagai contoh, jika pasien dengan jumlah awal viral load 100.000
13
kopi/mL (105 kopi/mL) dan kemudian memiliki viral load 10.000 kopi/mL (104 kopi/mL),
maka penurunan viral load adalah 1 log10 (Dipiro et al., 2008). Viral load menunjukkan
tingginya replikasi HIV dan kecepatan penghancuran CD4. Jumlah limfosit CD4 dalam darah
dapat dijadikan penanda perkembangan penyakit. Jumlah CD4 dewasa normal berkisar 500-
1600 sel /mikroliter, atau 40% sampai 70% dari semua limfosit. Penurunan sel CD4 telah
2.7 Tatalaksana
Sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran
sekunder adalah peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran
Pengukuran peridik, teratur tingkat RNA HIV di plasma dan hitung CD4 untuk
menentukan kemajuan terapi dan untuk mengawali atau memodifikasi regimen terapi.
Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan bebas virus
Penggunaan kombinasi ARV poten untuk menekan replikasi HIV sampai dibawah
tingkat sensitivitas penetapan virus hiv yang membatasi kemampuan memilih varian
HIV resisten terhadap ARV, yaitu faktor utama yang membatasi kemampuan ARV
Setiap orang yang terinfeksi HIV bahkan dengan beban virus dibawah batas yang
dapat terdeteksi harus dipertimbangkan yang dapat menularkan dan harus diberi
konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan penggunaan obat yang berkaitan
14
Tabel 1. Rekomendasi untuk memulai terai dengan Antiretroviral (ARV) pada
Terapi menggunakan kombinasi ARV yang dapat menghambat replikasi virus merupakan
strategi pada terapi HIV. Ada tiga macam golongan obat ARV yaitu :
Mekanismenya adalah Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung
glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya obat
(ZDV/AZT)dan stavudin (d4T), analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC),
15
Pada Analog nukleotida (NtRTI) mekanisme kerjanya pada penghambatan
replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi.
Nonnukleosida (NNRTI)
berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan nukleotida
natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat. Comtohmya adalah nevirapin
protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir
pematangan virus. PI adalah ARV yang potensial. Contohnya saquinavir (SQV), indinavir
Strategi yang paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah dengan pemberian ARV
secara kombinasi.
16
Triple NRTI ( Nucleosid Reverse Transkriptase Inhibitor )
Tabel 2. Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan lini kedua infeksi HIV
17
2.8 Pencegahan
Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang
orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu
Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS
adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang
18
memiliki status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU (
kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui
seks.
Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National
Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki
Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,
19
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Pasien laki –laki , Tn.Sukin, umur 50 tahun, alamat Sei Tengah RT01/04 Sabak Auh ,
Siak. Datang ke Unit Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siak
Tengku Rafi’an pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 11.05 WIB, dengan
Keluhan badan terasa lemas dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Badan dirasakan tidak
bertenaga sama sekali dan hanya berbaring ditempat tidur. Keluhan ini disertai dengan tidak
nafsu makan sejak 5 hari yang lalu. Makan hanya sedikit- sedikit. Mual dan muntah disangkal
oleh pasien. Diare disangkal. Demam disangkal. Sejak 3 hari SMRS pasien memiliki riwayat
BAB berwarna hitam. Dengan frekuensi , dan konsistensi keras. Pasien pernah dirawat di
RSUD Tengku Rafi’an Siak 8 bulan yang lalu, selama 1 minggu. Pasien di diagnosis
Riwayat Pengobatan : Pasien riwayat konsumsi ARV FDC ( TDF + 3TC + EF) 1x1
20
OBJECTIVE
VITAL SIGN
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 80 x/meni
Suhu : 36,5°C.
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephali
Mata
Tenggorokan/Hidung/ Mulut
21
Thorak
Paru
Inspeksi : Dada tampak simetris, gerakan dada kanan serentak dengan dada kiri.
Jantung
Perkusi : Batas jantung kanan di linea sternalis dextra, batas jantung kiri di RIC
Abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Bawah : Akral hangat, oedema (-), reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-).
22
HASIL LABORATORIUM
ASSEMNET
PLANNING
mg/ 8 jam
23
FOLLOW UP
Tampak multipel lesi hipodense bentuk bulat dengan perifokal edema di sekitarnya, ukuran
rata – rata 0,9 cm di basal ganglia kanan kiri, occipital kanan kiri dan parietal kiri. Pada
pemberian kontras tampak rim kontras enhancment. Midline shifting (-). Sistem ventrikel dan
sisterna tidak tampak kelainan. Pons, Cerebellum dan Cerebelepontine angle tak tampak
kelainan. Tak tampak kalsifikasi abnormal. Orbita, sinus paranasalis dan mastoid kanan kiri
tak tampak kelainan. Craniocerebral space tak tampak melebar. Calvaria Intak
Kesan
Multipel rim enhancing lession di basal ganglia bilateral, occipital bilateral dan parietal kiri
24
26/07/2018 S : Lemas, tidak mau makan
O : ku lemah, Sens Apatis TD 100/70 mmHg HR : 78x/i, RR 22 X/i
A : AIDS
P : advice dr.Karim Sp.PD
O2 3- 4 Lpm
IVFD RL 2o Tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
Inj. Neurobion 1 Amp / 12 jam
Inj Omeprazol / 12 jam
Curcuma 3 x 1
Advice dr. Rivita Sp.S
Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
Clobazam1 x 1,5 mg tab
Haloperidol 1 x 1,5 mg tab
27/07/2018 S : Badan terasa lemas, Anggota gerak terasa lemas , tidak selera makan
O : Ku lemah, TD 110/70 mmHg, HR 87X/i, RR 28 x/i
A : HIV AIDS
P : Advice dr.Karim Sp.PD
Candestatin drop
Curcuma 3 x 1
Clobazam 1 x 1,5 mg
Inj.Citicolin 500 mg/8 jam
Inj.Ceftriaxon 1 Gram / 12 jam
Haloperidol 1x 1,5 mg
Inj.Neurobion 1Amp/ 8 jam
Inj. Asam Traneksamat 500 /8jam
Inj. Omeprazole / 12 jam
25
Advice, dr. Rivita Sp.s
Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
Clobazam1 x 1,5 mg tab
Haloperidol 1 x 1,5 mg tab (stop)
26
RESUME
Pasien Laki -laki, TN.Sukin , umur 50 tahun. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama yaitu
badan terasa lemas sejak 5 hari yang lalu dan dirasakan tidak bertenaga. Pasien hanya
berbaring di tempat tidur. Keluhan juga disertai dengantidak nafsu makan. Sejak 3 hari yang
lalu pasien mengeluhakan BAB hitam dengan frekuensi 2x dengan konsitensi keras. Pasien
pernah dirawat di Tengku Rafi’an Siak 8 bulan yang lalu dan di diagnosis menderita penyakit
Toksoplasmosis ensefalitis dan HIV AIDS. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan
umum lemah, TD 100/70 mmHg, HR 80 x/i, RR 20 x/i dan dijumpai nyeritekan epigastrium,
dan penurunan kekuatan otot. Pasien dilakukan pemeriksan laboratorium di dapati penurunan
+
nilai elektrolit Na 127 mmol/L. Pada pemeriksan CT SCAN kepala di jumpai kesan
toksoplasmosis ensefalitis.
Terapi :
O2 3 – 4 Lpm Curcuma 3 x 1
27
BAB 1V
PENUTUP
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut
merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya
AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV, Human Immunodeficiency Virus.
Apabila anda terinfeksi HIV, maka tubuh anda akan mencoba untuk melawan infeksi
tersebut. Tubuh akan membentuk “antibodi”, yaitu molekul-molekul khusus untuk melawan
HIV. Tes darah untuk HIV berfungsi untuk mencari keberadaan antibodi tersebut. Apabila
anda memiliki antibodi ini dalam tubuh anda, maka artinya anda telah terinfeksi HIV.
terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran sekunder adalah
peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran akhir adalah penurunan
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA), Jakarta.
2. Helms, R.A., Quan, D.J., Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2006, Textbook of
Therapeutic Drug and Disease Management, 8th Ed., W & W Publs., Philadelphia.
3. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes . 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang
5. Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008,
6. Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
29