Lapkas Selesai

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit HIV/AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV

ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu

ibu. AIDS pertama kali diketahui di Amerika Serikat pada musim semi 1981, ketika U.S.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan pneumonia Pneumocystis

carinii pada lima orang homoseksual yang sebelumnya sehat di Los Angeles. Dalam beberapa

bulan kemudian, penyakit ini menjangkiti perempuan dan laki-laki pengguna suntikan intra

vena dan lalu pada penerima transfusi darah dan pasien hemofilia. Ketika gambaran

epidemiologinya berlipat dua, menjadi jelas bahwa mikrobanya ditularkan melalui kontak

hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual).

Di seluruh dunia tahun 2007 diperkirakan terdapat 30,6 juta hingga 36,1 juta orang

dengan HIV dan AIDS. Remaja 15-24 tahun adalah populasi paling berrisiko yang cukup

tinggi, mencapai 52 persen pada penasun, 45 persen pada penjaja seks, dan 31 persen pada

pelanggan penjaja seks. Diperkirakan pada 2007 akan terjadi jumlah infeksi baru HIV yang

terbesar pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun. Perkembangan epidemi HIV di Indonesia

termasuk tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya tergolong

rendah, hanya 0.1 %. Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan melaporkan

penambahan pasien AIDS sejumlah 2190 orang pada 2007 dan secara komulatif menjadi

10.384 orang

1
BAB II

TINJAUA PUSTAKA

2.1 Definisi

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang

system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat

menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul

secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah

sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab

yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut seperti keganasan,

obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya .

HIV adalah retrovirus yang menginfeksi organ vital pada sistem imun tubuh manusia,

seperti sel T CD4+, makrofag dan sel dendrit. Secara langsung dan tidak langsung

menghancurkan sel T CD4+, yang sangat diperlukan dalam sistem imun tubuh. HIV menekan

sel T CD4+ sampai mencapai jumlah < 200 sel T CD4+ / μL darah. Hal ini menyebabkan

imunitas sel hilang, berlanjut pada kondisi yang kita kenal sebagai AIDS. AIDS merupakan

tahap akhir dari HIV.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti

sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya

system kekebalan tubuh seseorang. Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS

adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2

bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor

2
yang mempengaruhinya adalah daya tahantubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi

kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi . AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari

infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata

hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa

kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and

Prevention ).

2.2 Epidemiologi

Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada tahun 1981.

Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat.

Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk

dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 juta orang

diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus

HIV.

Pada Desember 2006, di seluruh dunia terdapat penderita HIV sebanyak 39,5 juta

yaitu 37,2 juta orang dewasa (17,7 juta perempuan) dan 2,3 juta anak <15 tahun. Pada tahun

2006, 4,2 juta orang terinfeksi HIV baru dan 2,9 juta orang meninggal karena AIDS. Dua

pertiga (63%) dari semua orang dewasa dan anak yang terinfeksi HIV hidup di sub-Sahara

Afrika, dan hampir tiga perempat (72%) kematian orang dewasa dan anak yang disebabkan

oleh AIDS.

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang hidup dengan HIV telah

meningkat di setiap wilayah di dunia, tetapi kenaikan paling mencolok terjadi di timur Asia,

Eropa Timur, dan Asia tengah dengan jumlah penderita HIV meningkat sebesar 21% dari

tahun 2004-2006

3
Di Amerika Serikat, ketersediaan terapi antiretroviral telah mengakibatkan penurunan

80% angka kematian AIDS antara tahun 1990 dan 2003. Pada tahun lalu, sekitar 30.000

orang meninggal karena AIDS, sedangkan diperkirakan 1,2 juta orang terinfeksi HIV.

Sebagian besar orang (25%) tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi HIVdan sekitar 65.000

tertular infeksi HIV pada tahun lalu. Ras dan etnis minoritas terus terpengaruh oleh HIV,

antara tahun 2001 dan 2004, 50% AIDS di diagnosis dari kalangan kulit hitam (yang hanya

merupakan 12% dari populasi Amerika Serikat) dan 20% AIDS didiagnosis dari kalangan

Hispanik (yang merupakan 14%dari populasi AS). Dibandingkan dengan orang kulit putih,

tingkat HIV baru atau diagnosa AIDS adalah 7 kali lebih tinggi pada laki-laki kulit hitam dan

21 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam.

Penularan HIV melalui hubungan seksual tetap merupakan penyebab utama infeksi,

dengan seks yang tidak aman antara pria terhitung sekitar 44% kasus, dan pada hubungan

heteroseksual terdapat sekitar 34% kasus. Proporsi perempuan yang baru didiagnosa HIV

telah meningkat secara dramatis (dari 15% pada tahun 1995 menjadi 27% pada tahun 2004).

Selain itu, pasien berumur > 50 tahun merupakan kelompok yang berkembang pesat terhadap

efek terapi antiretroviral yang efektif memperpanjang hidup.

Gambar 1.Grafik kasus HIV –AIDS di indonesia

4
2.3 Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-

kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),

sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas

kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.

Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA Dalam bentuknya

yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia

masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai

reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat

berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan

keadaan inaktif.

Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian

selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA

(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung

terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor

Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia,

maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar

matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol,

jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.

2.4 Patofisiologi

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk

kedalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau rusak oleh virus

5
seperti HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. Sistem imun terdiri atas

organ dan jaringan limfoid, termasuk didalamnya sum-sum tulang, thymus, nodus limfa,

limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah dan pembuluh limfa. Seluruh komponen dari sistem

imun tersebut adalah penting dalam produksi dan perkembangan limfosit atau sel darah putih.

Limfosit B dan T di produksi oleh sel utama sum-sum tulang. Sel B tetap berada di sum-sum

tulang untuk melengkapi proses maturasi sedangkan limfosit T berjalan ke kelenjar thymus

untuk melengkapi proses maturasi. Di kelenjar thymus inilah limfosit T bersifat

imunokompeten, multipel, dan mampu berdiferensiasi.

Limfosit T atau sel T mempunyai fungsi utama sebagai regulasi sistem imun dan

membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus. Masing-masing sel sel T

mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+ yang membedakannya

dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel, dan

makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh

virus atau bakteri seperti sel kanker.

HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD4+ dengan bagian

virus yang bersesuaian yaitu antigen gp 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam

respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan

banyaknya kematian sel T4 yang juga dapat dipengaruhi oleh respon imun sel killer. HIV

menyerang CD4+ secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV

yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak

langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi

dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen

(APC).

6
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptor bagian sampul tersebut

melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk kedalam sel membran. Pada

bagian inti terdapat enzin reverse transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan

ribonuklease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA polimerase menyusun copy

DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase

kemudian membentuk copy DNA kedua dari DNA yang pertama yang tersusun sebagai

cetakan.

Setelah terbentuk, kode genetik DNA berupa untai ganda akan masuk ke inti sel.

Kemudian oleh enzim integrase, DNA copy dari dari virus disisipkan dalam DNA

pasien.HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+ kemudian bereplikasi, menyebabkan

sel limfosit CD4+ mengalami sitolisis. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem

imun seluler mulai melemah secara progresif, diikuti berkurangnya fungsi sel B dan

makrofag serta menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat

tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama itu pula

jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel/ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar

200 – 300 sel/ml darah setelah 2 – 3 tahun terinfeksi.

Sewaktu sel T mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi (herpes zoster dan jamur

oportunistik) muncul, jumlah sel T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru dan

akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seseorang

didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel/ml darah atau

apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau dimensia AIDS.

7
Gambar 2. Mekanisme patofisiologi HIV – AIDS

2.4.1 Patofisiologi Toksoplasmosis pada HIV AIDS

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita

HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan

kesehatan sel saraf. Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari

Toxoplasma gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di

mana mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan.

8
Permulaan diperantarai sel kekebalan terhadap T gondii disertai dengan transformasi

parasit ke dalam jaringan kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup. Mekanisme

bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini

meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan

aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan

produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai

respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari

perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV

dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.

Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala

(55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya

tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit

neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan

kejang pada 30 % kasus.

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan

bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik,

disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk

validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4< 200sel/mL

kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

9
2.5 Gambaran Klinis

Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan

tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu

tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi

membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan

kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang

berulang.

Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV

terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus

HIV.

Fase Klinis HIV - AIDS

Fase klinis berguna untuk menilai kondisi awal (diagnosa pertama infeksi HIV) atau

tahap lanjut untuk memonitor terapi, untuk menetapkan dimulainya terapi ARV (Anti

Retroviral) dan intervensi lain pada terapi HIV.

 Stadium 1

Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), limfadenopati (gangguan

kelenjar/pembuluh limfe) generalisata yang menetap dan infeksi akut primer dengan

penyakit penyerta.

 Stadium 2

Penurunan Berat badan (<10%) tanpa sebab, infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis,

tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. herpes zoster, infeksi sudut bibir,

dermatitis, infeksi jamur pada kuku.

10
 Stadium 3

Penurunan Berat badan (<10%) tanpa sebab, diare kronik tanpa sebab sampai lebih

dari 1 bulan, demam menetap (intermiten atau tetap < 1 bulan), kandidiasis oral

menetap, tuberkulosis pulmonal (paru) plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat

(Misalnya: pneumonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama di pleura), abses

pada otot skelet, infeksi sendi dan tulang), meningitis, bakteremia, gangguan

inflamasi berat pada pelvik

 Stadium 4

Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), Pneumocystis pneumonia (pneumonia

karena pneumonia carinii), pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes simplex

kronik, TBC estrapulmonal, kaposi sarcoma, cytomegalovirus infection (retinitis atau

organ lain), toksoplasma di susunan saraf pusat, HIV encephalopathy, extrapulmonary

cryptococcosis termasuk meningitis, disseminated non-tubercolous mycobacteria

infection.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Metode ELISA (Enzyme Linked Imunosorbent Assay).

Pada pemeriksaan ELISA, apabila serum pasien mengandung antibody terhadap

antigen dalam tabung, maka antibody tersebut akan berikatan dengan antigen dalam tabung.

Setelah diinkubasi selama beberapa waktu, tabung dicuci untuk menyingkirkan komponen

lain dalam serum dan kelebihan antibody yang tidak berikatan dengan antigen dalam tabung.

Selanjutnya diteteskan secondary antibody, yaitu antibody terhadap antibody manusia.

Secondary antibody akan berikatan dengan antibody pasien dalam tabung. Pada secondary

antibody terdapat enzim yang mengkatalisis reaksi kimia substrat dan menimbulkan

perubahan warna yang dapat dilihat dengan mata (gambar 1) (Yoveline dkk., 2008)

11
Gambar 3. Prinsip kerja metode ELISA

Penilaian serum pasien yang diperiksa dengan metode ELISA adalah positif, negative,

atau indeterminate. Apabila hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Hasil

positif ELISA diulang sebanyak 2 kali, dan jika salah satu atau kedua tes ini reaktif, maka

dilakukan tes konfirmasi dengan metode western blood untuk diagnosis akhir (Dipiro et al.,

2008).

Gambar 4.Alur Pemeriksaan HIV dengan Metode ELISA

Metode ini mendeteksi antibody HIV-1 dengan sensitifitas dan spesivitas yang tinggi

(>99%), tetapi dapat terjadi hasil positif palsu atau negative palsu (Dipiro et al., 2008).

12
Positif palsu adalah kesalahan tes yang menunjukkan bahwa terdapat HIV pada pasien yang

tidak terinfeksi, sedangkan negative palsu adalah kesalahan tes yang menunjukkan bahwa

tidak terdapat HIV pada pasien yang terinfeksi.

2.6.2 Metode Western blood

Metode western blood digunakan sebagai tes konfirmasi adanya infeksi HIV. Apabila

dikombinasi, sensitivitas pemeriksaan HIV dengan ELISA dan Western Blood >99,99%.

Apabila ELISA dan tes konfirmasi menunjukkan hasil positif maka pasien diindikasikan

terinfeksi HIV. Jika hasil tes konfirmasi menunjukkan hasil indeterminate, maka dapat

dilakukan pengujian ulang 30 hari kemudian atau dilakukan tes viral load jika pasien berisiko

tinggi atau terdapat gejala klinis yang mendukung infeksi HIV (Dipiro et al., 2008).

Kriteria hasil positif pada pemeriksaan Western Blood bermacam-macam. Di

Indonesia, digunakan criteria Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yaitu hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila terdapat dua diantara tiga protein HIV, yaitu p24,

g41, dan gp120/160. Hasil pemeriksaan dinyatakan negative apabila tidak ditemukan pita

protein. Hasil lain diluar dua ketentuan tersebut dinyatakan sebagai indeterminate (Yoveline

dkk, 2008).

Setelah didiagnosis, penyakit HIV dipantau terutama oleh dengan dua cara yaitu,

jumlah viral load dan Cluster of Differentiation 4 (CD4) (Dipiro et al., 2008). Viral Load

HIV adalah jumlah partikel virus HIV yang ditemukan dalam setiap mililiter darah. Semakin

banyak jumlah partikel virus HIV di dalam darah, semakin cepat sel-sel CD4 dihancurkan

dan semakin cepat pasien menuju ke arah AIDS. Salah satu cara pengukuran jumlah viral

load dengan menggunakan metode Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-

PCR). Hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai copies/ml atau dalam perhitungan matematik

logaritma atau ‘log’. Sebagai contoh, jika pasien dengan jumlah awal viral load 100.000

13
kopi/mL (105 kopi/mL) dan kemudian memiliki viral load 10.000 kopi/mL (104 kopi/mL),

maka penurunan viral load adalah 1 log10 (Dipiro et al., 2008). Viral load menunjukkan

tingginya replikasi HIV dan kecepatan penghancuran CD4. Jumlah limfosit CD4 dalam darah

dapat dijadikan penanda perkembangan penyakit. Jumlah CD4 dewasa normal berkisar 500-

1600 sel /mikroliter, atau 40% sampai 70% dari semua limfosit. Penurunan sel CD4 telah

dikaitkan dengan perkembangan infeksi oportunistik dan keganasan AIDS lainnya.

2.7 Tatalaksana

Prinsip Pengobatan HIV –AIDS

 Sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran

sekunder adalah peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran

akhir adalah penurunan mortalitas dan morbiditas.

 Pengukuran peridik, teratur tingkat RNA HIV di plasma dan hitung CD4 untuk

menentukan kemajuan terapi dan untuk mengawali atau memodifikasi regimen terapi.

 Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan bebas virus

 Penggunaan kombinasi ARV poten untuk menekan replikasi HIV sampai dibawah

tingkat sensitivitas penetapan virus hiv yang membatasi kemampuan memilih varian

HIV resisten terhadap ARV, yaitu faktor utama yang membatasi kemampuan ARV

menghambat replikasi virus dan menghambat perbaikan.

 Setiap orang yang terinfeksi HIV bahkan dengan beban virus dibawah batas yang

dapat terdeteksi harus dipertimbangkan yang dapat menularkan dan harus diberi

konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan penggunaan obat yang berkaitan

dengan penularan HIV dan infeksi patogen lain.

14
Tabel 1. Rekomendasi untuk memulai terai dengan Antiretroviral (ARV) pada

remaja dan dewasa berdasarkan fase klinik dan terapi imunologi.

Terapi menggunakan kombinasi ARV yang dapat menghambat replikasi virus merupakan

strategi pada terapi HIV. Ada tiga macam golongan obat ARV yaitu :

 Penghambat masuknya virus

Mekanismenya adalah Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung

glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya obat

penghambat fusi ini adalah enfuvirtid.

 Penghambat reverse transcriptase enzyme (Reverse Transcriptase Inhibitor)

Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI)

Mekanisme analog nukleosida adalah NRTI diubah secara intraseluler dalam 3

tahap penambahan 3 gugus fosfat) dan selanjutnya berkompetisi dengan natural

nukleotida menghambat RT sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain

itu NRTI juga menghentikan pemanjangan DNA. Contohnya analog thymin:zidovudin

(ZDV/AZT)dan stavudin (d4T), analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC),

analog adenin : didanosine (ddI) analog guanin : abacavir(ABC)

15
Pada Analog nukleotida (NtRTI) mekanisme kerjanya pada penghambatan

replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi.

Contoh obatnya adalah analog adenosin monofosfat: tenofovir

Nonnukleosida (NNRTI)

Mekanismenya adalah tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler tetapi

berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan nukleotida

natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat. Comtohmya adalah nevirapin

(NVP) dan efavirenz (EFV)

Penghambat enzim protease (PI) ritonavir (RTV)

Mekanismenya adalah Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim

protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir

pematangan virus. PI adalah ARV yang potensial. Contohnya saquinavir (SQV), indinavir

(IDV) dan nelfinavir (NFV)

Regimen kombinasi ARV

Strategi yang paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah dengan pemberian ARV

secara kombinasi.

 NNRTI ( Non Nucleosid Reverse Transkriptase Inhibitor ) + 2 NRTI

 Efavirenz + Lamivudine + Zidovudine

 Efavirenz + Emtricitabine + Zidovudine

 Efavirenz + Lamivudine / Emtricitabine + Didanosine

 PI ( Protease Inhibitor) sebagai basis regimen + 2 NRTI

 Lapinovir/ Ritonavir + Lamivudine + Zidovudine

 Amprenavir / Ritonavir + Lamivudine / Emtricitabine + Zidovudine

16
 Triple NRTI ( Nucleosid Reverse Transkriptase Inhibitor )

 Abacavir + Lamivudine + Zidovudine

 Abacavir + Lamivudine + Stavudine

Tabel 2. Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan lini kedua infeksi HIV

Tabel 3 . Golongan Obat dan Efek Samping

17
2.8 Pencegahan

Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda belumnterinfeksi

HIV AIDS. Yaitu :

 Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang

orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu

mengetahui status HIV AIDS patner seks sangatlah penting.

 Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS

adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang

18
memiliki status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU (

injection drug user).

 Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan

kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui

seks.

 Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National

Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki

resiko 53 % lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.

 Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,

sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali

19
BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Pasien laki –laki , Tn.Sukin, umur 50 tahun, alamat Sei Tengah RT01/04 Sabak Auh ,

Siak. Datang ke Unit Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siak

Tengku Rafi’an pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 11.05 WIB, dengan

Keluhan utama : Badan terasa lemas sejak 5 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluhan badan terasa lemas dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Badan dirasakan tidak

bertenaga sama sekali dan hanya berbaring ditempat tidur. Keluhan ini disertai dengan tidak

nafsu makan sejak 5 hari yang lalu. Makan hanya sedikit- sedikit. Mual dan muntah disangkal

oleh pasien. Diare disangkal. Demam disangkal. Sejak 3 hari SMRS pasien memiliki riwayat

BAB berwarna hitam. Dengan frekuensi , dan konsistensi keras. Pasien pernah dirawat di

RSUD Tengku Rafi’an Siak 8 bulan yang lalu, selama 1 minggu. Pasien di diagnosis

menderita penyakit Toksoplasmosis Ensefalitis dan HIV/AIDS. Lalu pasien mendapatkan

pengobatan rawat jalan dan rutin minum obat.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat Hipertensi (+)

 Riwayat TBC (+)

Riwayat penyakit keluarga : Istri mengidap penyakit HIV AIDS

Riwayat Pengobatan : Pasien riwayat konsumsi ARV FDC ( TDF + 3TC + EF) 1x1

Dengan CD4 = 95 sel/mikroliter darah (21 maret 2018)

Riwayat Alergi : Tidak Dijumpai

20
OBJECTIVE

VITAL SIGN

 Keadaan umum : Tampak lemah

 Kesadaran : Komposmentis

 Tekanan darah : 80/60 mmH

 Nadi : 80 x/meni

 Frekuensi nafas : 20 x/meni

 Suhu : 36,5°C.

 Berat badan : 45 kg.

 Tinggi badan : 160 cm

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala dan leher

 Kepala : Normocephali

 Mata

Konjungtiva : Tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

Reflek cahaya : (+/+)

Pupil : Bulat, isokhor, ± 3mm.

 Tenggorokan/Hidung/ Mulut

Lidah : Normal, kotor (-), tremor (-), Oral trash (+)

Tenggorokan : Dalam batas normal

 Leher : JVP 5-2 cmH2O.

Kelenjar Tiroid : Kelenjar tiroid dalam batas normal

Pembesaran KGB : (-)

21
Thorak

 Paru

Inspeksi : Dada tampak simetris, gerakan dada kanan serentak dengan dada kiri.

Palpasi : Fremitus kanan sama dengan fremitus kiri.

Perkusi : Sonor, batas paru hepar di RIC VI linea midklavikula dextra.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-).

 Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Teraba di RIC V,1 jari medial linea midklavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan di linea sternalis dextra, batas jantung kiri di RIC

V, 1 jari medial linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung reguler , bunyi tambahan (-).

Abdomen

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-).

Auskultasi : Bising usus normal.

Ekstremitas

Atas : Kulit hangat, Oedem tidak dijumpai

Bawah : Akral hangat, oedema (-), reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-).

22
HASIL LABORATORIUM

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


Hematologi:
- Haemoglobin 14,4 G/dl 12-14 gr/dl
- Leukosit 4300 /ul 4,4 – 10 x 103 /ul
- Trombosit 206.000 /ul 150 – 450 x 103 /m
- Hematokrit 42,5 % 26 – 48%
Kimia Darah
- Gula darah Sewaktu 148 mg/dl < 200mg/dl
- Ureum 24 mg/dl 10 -50mg/dl
- Kreatinin 0,61 mg.dl 0,6 – 1,1 mg.dl
- SGOT 2I U/I 25 U/I
- SGPT 17 U/I 29 U/I
Elektrolit
- Na+ 127 mmol/L
- K+ 4,0 mmol/L
- CL- 98 mmol/L

ASSEMNET

AIDS on ARV dengan Low Intake + Melena

PLANNING

Konsul dr. Karim Sp. PD, Advice

 IVFD RL guyur 2 kolf dilanjutkan 20 Tpm  Inj. Omeorazole 1 vial / 12 jam

 Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam  Curcuma 3 x1

 Inj. Neurobion 1 Amp / 12 jam  Inj. Asam Traneksamat 500

mg/ 8 jam

Konsul dr.Ningsih , Advive Terapi ARV diteruskan

23
FOLLOW UP

25/07/2018 S : Badan masih terasa lemas dan tidak selera makan


O : TD :110/ 80 mmHg, HR 80X/i, RR 36X/i
A : AIDS On ARV dengan Low Intake + Melena
P : dr. Karim Sp.PD
 Konsul dr. Rivita Sp.s
 IVFD RL 20 Tpm
 O2 3 – 4 Lpm
 Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
 Inj. Neurobion 1 Amp / 12 jam
 Inj. Asam Traneksamat 500 mg/ 8 jam
 Inj Omeprazol / 12 jam
 Curcuma 3 x 1
dr. Rivita Sp.S Post TE + Gangguan Mental Organik +AIDS
 Cek CD4 dan Head CT SCAN kontras
 Haloperidol 1 x 1,5 mg tab

HASIL CT SCAN KEPALA TANPA DAN DENGAN KONTRAS

Tampak multipel lesi hipodense bentuk bulat dengan perifokal edema di sekitarnya, ukuran

rata – rata 0,9 cm di basal ganglia kanan kiri, occipital kanan kiri dan parietal kiri. Pada

pemberian kontras tampak rim kontras enhancment. Midline shifting (-). Sistem ventrikel dan

sisterna tidak tampak kelainan. Pons, Cerebellum dan Cerebelepontine angle tak tampak

kelainan. Tak tampak kalsifikasi abnormal. Orbita, sinus paranasalis dan mastoid kanan kiri

tak tampak kelainan. Craniocerebral space tak tampak melebar. Calvaria Intak

Kesan

Multipel rim enhancing lession di basal ganglia bilateral, occipital bilateral dan parietal kiri

sesuai gambran toxoplasmosis

24
26/07/2018 S : Lemas, tidak mau makan
O : ku lemah, Sens Apatis TD 100/70 mmHg HR : 78x/i, RR 22 X/i
A : AIDS
P : advice dr.Karim Sp.PD
 O2 3- 4 Lpm
 IVFD RL 2o Tpm
 Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
 Inj. Neurobion 1 Amp / 12 jam
 Inj Omeprazol / 12 jam
 Curcuma 3 x 1
Advice dr. Rivita Sp.S
 Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
 Clobazam1 x 1,5 mg tab
 Haloperidol 1 x 1,5 mg tab

27/07/2018 S : Badan terasa lemas, Anggota gerak terasa lemas , tidak selera makan
O : Ku lemah, TD 110/70 mmHg, HR 87X/i, RR 28 x/i
A : HIV AIDS
P : Advice dr.Karim Sp.PD
 Candestatin drop
 Curcuma 3 x 1
 Clobazam 1 x 1,5 mg
 Inj.Citicolin 500 mg/8 jam
 Inj.Ceftriaxon 1 Gram / 12 jam
 Haloperidol 1x 1,5 mg
 Inj.Neurobion 1Amp/ 8 jam
 Inj. Asam Traneksamat 500 /8jam
 Inj. Omeprazole / 12 jam

25
Advice, dr. Rivita Sp.s
 Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
 Clobazam1 x 1,5 mg tab
 Haloperidol 1 x 1,5 mg tab (stop)

28/07/2018 S : Badan terasa lemah, bicara pelo


O : Ku Lemah, TD 120/70 mmHg, HR 80x/i, RR 20 x/i,
A : HIV AIDS + Dyspepsia
P : advice dr.Karim Sp,PD
 Candestatin drop
 Curcuma 3 x 1
 Clobazam 1 x 1,5 mg
 Inj.Citicolin 500 mg/8 jam
 Inj.Ceftriaxon 1 Gram / 12 jam
 Haloperidol 1x 1,5 mg
 Inj.Neurobion 1Amp/ 8 jam
 Inj. Asam Traneksamat 500 /8jam
 Inj. Omeprazole / 12 jam
Advice dr. Aiko Sp. S
 Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
 Clobazam1 x 1,5 mg tab
 Primetamin 2 x 100 (H1)
 Clindamicin 4 x 600 mg
29/07/2018 S : Badan lemas, Nafsu makan sudah mulai
O : TD 110/70 mmHg, HR 86 x/i, RR 20 x/i
A : HIV AIDS + Dyspepsia + Toksoplasmosis Ensefalitis
P : Pasien sudah bisa pulang
 Clindamycin 4 x 600 mg
 Cotrimoxsazol 1 x 960 mg
 Curcuma 3 x1
 Haloperidol 1 x 1,5mg
 Candistatin drop 3 x0,6 cc
 Omz 2 x 1 tab

26
RESUME

Pasien Laki -laki, TN.Sukin , umur 50 tahun. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama yaitu

badan terasa lemas sejak 5 hari yang lalu dan dirasakan tidak bertenaga. Pasien hanya

berbaring di tempat tidur. Keluhan juga disertai dengantidak nafsu makan. Sejak 3 hari yang

lalu pasien mengeluhakan BAB hitam dengan frekuensi 2x dengan konsitensi keras. Pasien

pernah dirawat di Tengku Rafi’an Siak 8 bulan yang lalu dan di diagnosis menderita penyakit

Toksoplasmosis ensefalitis dan HIV AIDS. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan

umum lemah, TD 100/70 mmHg, HR 80 x/i, RR 20 x/i dan dijumpai nyeritekan epigastrium,

dan penurunan kekuatan otot. Pasien dilakukan pemeriksan laboratorium di dapati penurunan
+
nilai elektrolit Na 127 mmol/L. Pada pemeriksan CT SCAN kepala di jumpai kesan

toksoplasmosis ensefalitis.

Diagnosa : AIDS + Dyspepsia + Toksoplasmosis Ensefalitis

Terapi :

 O2 3 – 4 Lpm  Curcuma 3 x 1

 IVFD RL 20 tpm  Haloperidol 1 x 1,5 mg

 Inj. Ceftriaxon / 12 jam  Clobazam 1 x 10 mg

 Inj. Neurobion / 12 jam  Candestatin 3 x 0,6 cc

 Inj .A.Traneksmat /8 jam  Primetamin 4 x 100

 Inj. Omeprazole / 12 jam  Clindamicin 3 x 600

 Inj. Citicolin 500/ 12 jam  Cotrimoksazol 1 x 960 mg

27
BAB 1V

PENUTUP

Penyakit HIV/AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut

merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya

tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV, Human Immunodeficiency Virus.

Apabila anda terinfeksi HIV, maka tubuh anda akan mencoba untuk melawan infeksi

tersebut. Tubuh akan membentuk “antibodi”, yaitu molekul-molekul khusus untuk melawan

HIV. Tes darah untuk HIV berfungsi untuk mencari keberadaan antibodi tersebut. Apabila

anda memiliki antibodi ini dalam tubuh anda, maka artinya anda telah terinfeksi HIV.

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi (Human

Immunodeficiency Virus) yang digunakan sebagai terapi pengobatan HIV/AIDS. Sasaran

terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran sekunder adalah

peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran akhir adalah penurunan

mortalitas dan morbiditas.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA), Jakarta.

2. Helms, R.A., Quan, D.J., Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2006, Textbook of

Therapeutic Drug and Disease Management, 8th Ed., W & W Publs., Philadelphia.

3. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes . 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang

Dengan HIV/AIDS. Depkes RI : Jakarta

4. Dipiro,JT., Talbert,R.L., Yee,G.C., Matzke,G.R. Wells, B.G., Posey,L. 2009.

Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill : New York

5. Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008,

Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach, Seven Edition, Mc. Graw Hill

Medical Publishing, New York.

6. Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.

Volume 1. Jakarta: EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai