Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan gangguan sistem gastrointertinal


yang

bersifat kronis dan ditandai dengan rasa nyeri atau sensasi tidak nyaman pada
abdomen, kembung, dan perubahan kebiasaan buang air besar. Penyakit ini didasari
oleh perubahan psikologis atau fisiologis yang mempengaruhi regulasi sistem
gastrointestinal, persepsi visceral dan integritas mukosa (Camilleri M,2008).

Prevalensi IBS secara global sangat bervariasi, karena perbedaan dari


kriteria diagnostic yang digunakan pada masing masing wilayah dan juga
ketidaksediaannya data dari bberapa wilayah. Dia Asia Pasifik, prevalensi IBS
meningkat terutama pada negara negara berkembang. Prevalensi IBS di beberapa
negara Asia Pasifik antara lain Beijing (0.82%), daerah Selatan Cina (5,7%), Hong
Kong (6,6%), Singapura (8,6%), Pakistan (14%), dan Taiwan (22,1%) (Quigley E,
2009). Sedangkam prevalensi INS di Amerika Utara sekitar 12%. IBS paling umum
terjadi di Amerika selatan (21.0%) dan paling jarang terjadi di Asia Tenggara (7.0%)
(Lovell RM, 2012). Di Indonesia sendiri, belum ada data nasional mengenai angka
kejadian IBS, namun terdapat data untuk wilayah Jakarta. Dri 305 kasung
gangguang pencernaan yang tergabung dalam penelitian Asian Functional
Gastrointestinal Disorders Study (AFGID) tahun 2013, dilaporkan angka kejadian
konstipasi fungsional sebesar 5.3% dan angka kejadian IBS tipe konstipasi sebear
10.5%. Kejadian IBS pada wanita sekitar 1,5 – 2 kali angka kejadian laki-laki. IBS
dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan mayoritas pada usia 20-30 tahun
dan kecenderungan menurun seiring dengan usia (Brandt LJ, 2009).

IBS termasuk dalam kelompok penyakit gastrointestinal kronik yang disebut


dengan functional bowel disorders (FBD) yang diklasifikasikan oleh the Rome

1
foundation (Grundmann O, 2010). Gejala klinis IBS berupa nyeri perut atau rasa
tidak nyaman di abdomen dan perubahan pola buang air besar seperti diare ,
konstipasi atau diare dan konstipasi bergantian serta rasa kembung. IBS dapat
didiagnosa atas dasar gejala-gejala yang khas tanpa adanya gejala alarm seperti
penurunan berat badan, perdarahan per rektal, demam atau anemia. Pemeriksaan
fisik dan tes diagnostic yang sekarang tersedia tidak cukup spesifik untuk
menegakkan diagnosis IBS, sehingga diagnosis IBS ditegakkan atas dasar gejala-
gejala yang khas tersebut (Grundmann O, 2010). Gejala IBS berlangsung dalam
jangka panjang, bersifat berulang, bervariasi, dapat terkait makanan, mengganggu
kehidupan sehari hari dan terkadang merupakan akibat dari infeksi usus berat atau
keadaan stress psikologis (Quigley E, 2009)

Inflammatory Bowel Disease adalah penyakit inflamasi yang melibatkan


saluran cerna dengan penyebab yang belum diketahui pasti. IBD dibedakan atas
dua entisitas utama, yaitu Kolitis Ulseratif dan Crohn’s disease, bila sulit
membedakan kedua nya maka dimasukkan dalam kategori Interminate Colitis. IBD
merupakan penyakit yang dimediasi oleh respon imun kompleks terhadap berbagai
macam faktor penyebab (Brant SR, 2013). Secara umum diperkirakan faktor yang
dapat mencetuskan terjadinya IBD adalah infeksi, toksin, produk bakteri atau diet
yang terjadi pada individu dengan respon imun yang rentan sehingga terjadi
kaskade proses inflamasi pada dinding usus (Franke, A et al , 2010)

1.2 Pentingnya Pembahasan

Irritable Bowel Syndrome merupakan kompetensi 3A sesuai dengan SKDI 2010


dimana dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan misalnya pemeriksaan lab atau x-ray dan
dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan. Sehingga perlu dibahas lebih lanjut terkait dengan
bagaimana etiologi, patofisiologi, dan pengobatan untuk IBS agar dapat memberikan
pelayanan yang efektif dan meningkatkan kualitas hidup orang orang yang
menderita IBS.

2
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi, etiologi dan patofisiologi dari Irritable Bowel Syndrome

2. Mengetahui faktor resiko dan cara mendiagnosis Irritable Bowel Syndrome

3. Mengetahui Penatalaksanaan Irritable Bowel Syndrome

4. Mengetahui Perbedaan Irritable Bowel Syndrome dengan Inflammatory


Bowel Disease

1.5 Manfaat Penulisan

Menambah wawasan tenaga kesehatan, terutama dokter muda, mengenai


penyakit Irritable Bowel Syndrome yang ada di masyarakat mulai dari definisi,
etiologi, patofisiologi, dan faktor resiko. Serta mengenai tatalaksana dari Irritable
Bowel Syndrome

3
4

Anda mungkin juga menyukai