Anda di halaman 1dari 18

Referat

Benign Renal Tumors dan


Tumor Retroperitoneal

Pembimbing :
dr. N. Abraham, Sp. U

Disusun oleh:
Nuramalina binti Reman
NIM: 112016183

KEPANITERAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM TARAKAN
PENDAHULUAN

Tumor jinak ginjal termasuk dalam salah satu lesi yang sering ditemukan pada kelainan
ginjal. Kelainan yang ditemukan antaranya kista ginjal simpel, kista ginjal kompleks, adenoma
kortikal dan metanephric, angiomyolipoma, oncocytoma, kista nephroma langka, tumor
epithelial-stromal dan leiomyoma. Penanganan pada setiap lesi dapat bervariasi, dari tiada
penanganan pada kasus kista ginjal sederhana sehingga embolisasi pada angiomyolipomas dan
tindakan ekstirpasi pada kasus massa keras di ginjal apabila ada kecurigaan adanya sel
karsinoma ginjal. Dengan meningkatnya penggunaan pencitraan pada abdomen dan ginjal
terutamanya, dijangkakan identifikasi kasus tumor jinak dan ganas pada ginjal akan meningkat.
Ditambah dengan penggunaan dan penambahbaikan tehnik biopsi ginjal, diduga penanganan
pada kasus neoplasma ginjal akan semakin berkembang dari aspek indikasi terapi dan jenis
terapi pada tahun-tahun mendatang.

Walaubagaimanapun, pada saat ini, penggunaan pencitraan seperti ultrasonography,


computed tomography (CT), atau magnetic resonance imaging (MRI) menjadi pilihan utama
oleh ahli urologi dalam menentukan apakah massa yang ditemukan bersifat jinak atau ganas
sebelum pemilihan terapi dilakukan. Kebanyakan kasus tumor jinak ginjal hanya ditemukan
setelah terapi definitif seperti pembedahan dilakukan sekiranya tidak ditemukan tanda khas
pada gambaran radiografi. Gejala klinis yang cenderung kearah tumor jinak seperti ukuran
massa yang kecil, kelamin perempuan dan usia lanjut walaubagaimanapun tidak dapat
dijadikan patokan untuk menyingkirkan tindakan intervensi dalam mendapatkan diagnosis
pasti.

Tumor retroperitoneal primer (TRP) adalah kumpulan kelainan neoplasma langka yang
timbul pada rongga retroperitoneum dan pelvik. Oleh kerana traktus urinarius terletak di rongga
retroperitoneum dan pelvik sehingga sering menjadi sebagian dari TRP yang memerlukan
penanganan khusus dari bidang urologi. TRP berkongsi ciri yang sama yang membedakannya
dari bentuk tumor yang lain. Berbeda dengan bentuk karsinoma yang lain, ciri TRP tidak
dipengaruhi oleh jaringan organ primer. Ciri-ciri ini termasuklah kecenderungan pertumbuhan
ekstensif, disseminasi secara hematologi ke paru dan hati serta invasi lokal pada organ
berdekatan. Pada kebanyakan kasus, TRP berasal dari jaringan normal pada rongga peritoneum
dan pelvik, bukan dari organ tertentu.
TRP terdiri dari gabungan secara majoritas kanker mesenchymal maligna dan minoritas lesi
jinak. Sarcoma retroperitoneal mewakili semua kanker mesenchymal yang biasanya mengenai
ekstremitas, kepala, leher dan genital.

Benign renal tumor/ Tumor jinak ginjal

1. Kista ginjal

Penemuan kista ginjal merupakan hasil dari analisa genetik pada sindroma kista ginjal
familial seperti autosomal dominant polycystic kidney disease (ADPKD) dan autosomal
recessive polycystic kidney disease (ARPKD). Penelitian mendapatkan hilangnya gen tertentu
seperti PKD1(kode untuk protein polycystin-1) dan PKD2 (kode untuk protein polycystin-2)
menjadi penyebab terjadinya pembentukan kista pada ADPKD dikarenakan hilangnya
disregulasi kalsium intrasel. Penelitian lain mendapatkan mutasi pada PKHD1 (polycystic
kidney and hepatic disease 1) menyebabkan kegagalan pembentukan protein
fibrosistin/poliductin merupakan penyebab terjadinya autosomal recessive polycystic kidney
disease (ARPKD).

Kista ginjal merupakan tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan dengan 70%
bersifat asimptomatik sehingga tidak memerlukan tindakan lanjut. Walaubagaimanapun, kista
yang semakin membesar dapat menimbulkan nyeri dan keluhan lain seperti hipertensi. Keluhan
juga dapat timbul sekiranya terjadi perdarahan dalam kista dan ruptur spontan atau traumatik
kista. Kista ginjal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, penderita
hipertensi dan insufisiensi ginjal serta penderita gagal ginjal stadium lanjut yang menjalani
terapi dialysis. Kista ginjal dapat ditemukan pada pemeriksaan menggunakan USG, CT dan
MRI. Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran kantong berisi cairan dengan dinding licin
dan penyangatan pada dinding posterior.

Gambar 1. Gambaran CT kista ginjal


Klasifikasi dari Bosniak merupakan cara yang paling sering digunakan dalam
menentukan sifat kista ginjal dan menyingkirkan kecurigaan keganasan dengan berdasarkan
gambaran radiografi dan patologi. Menurut klasifikasi Bosniak kelas I, II dan IIF lebih
cenderung bersifat jinak sehingga tidak perlu diterapi. Manakala pada kelas III dan IV lebih
cenderung kearah keganasan sehingga memerlukan penanganan definitif seperti eksisi,
krioterapi dan ablasi dengan radiofrekuensi.

Gambar 1. Klasifikasi Bosnik

Pelbagai intervensi dapat digunakan pada kasus lesi kista ginjal termasuklah aspirasi,
reseksi, dekostikasi kista dan skleroterapi. Insidens terjadinya rekurensi lebih tinggi dengan
metode aspirasi. Menghitung kedudukan lesi yang berdekatan pembuluh darah ginjal dan
sistem kolekting sehingga metode laparoskopik lebih selamat dan efisien.

2. Adenoma papil ginjal

Adenoma papil ginjal adalah lesi kecil dengan ukuran <5mm, berbatas tegas yang
terdiri atas sel basofilik atau eosinophil dengan susunan secara papil, tubular atau
tubulopapilar. Insidens lesi ini meningkat dengan usia (40% diatas usia 70tahun) dan lebih
sering pada laki-laki. Tumor ini sering tumor ini juga telah dikaitkan dengan penyakit kista
ginjal yang ditemukan pada pasien hemodialisis dengan kegagalan ginjal stadium akhir.
Penelitian berdasarkan analisa secara immunohistologikimia juga mendapatkan lesi ini
mempunyai ciri precursor premalignansi. 82% adenoma papil ginjal mempunyai profil yang
sama secara immunohistologikimia dan sitogenetik dengan sel karsinoma ginjal dan positif
pada pewarnaan dengan AMACR yang membuktikan bahwa lesi ini mempunyai potensi
menjadi prekursor keganasan.

Majoritas kasus bersifat asimptomatik dan sulit dideteksi secara radiogafi dikarenakan
ukurannya yang kecil dan tidak memerlukan terapi lanjut. Namun,
diagnosis adenoma papilaris masih kontroversial dan banyak yang percaya bahwa semua massa
yang berasal dari ginjal adalah epitelium yang berpotensi ganas sehingga harus menjalani
perawatan.

3. Adenoma metanefrik

Adenoma metanefrik merupakan lesi yang paling terbaru ditemukan (1995) dengan ciri
khas dan bersifat jinak walaupun kadang ditemukan dengan gejala dan ukuran yang besar.
Antara gejala yang didapatkan adalah nyeri pinggang, gross hematuria, teraba massa,
polisitemia dan hiperkalsemia. Polisitemia dipercayai disebabkan oleh produksi eritropoetin
dan sitokin lainnya oleh tumor. Tumor ini lebih sering ditemukan pada perempuan dan usia 50
tahun. Secara pemeriksaan CT, didapatkan gambaran kalsifikasi sentral atau peripheral dan
hipovaskular dengan kontras. Pada USG didapatkan gambaran hiperekoik. Tumor ini bersifat
tunggal, isodens/hipodens dengan tepi tidak tegas serta kurang menyangat berbanding medulla
dan korteks. Tumor ini terdiri atas sel epitel basofilik kecil yang membentuk asini kecil.

Gambar 3. Sel epitel basofilik pada adenoma metanefrik

Pelbagai pemeriksaan imunohistokimia membantu membedakan adenoma metanephric


dari neoplasma ginjal lainnya. Penanda tumor Wilms WT1 sering dutemukan dalam adenoma
metanephric. α-Methylacyl-CoA racemase (AMACR) adalah kurang diekspresikan dengan
pada adenoma metanephric tetapi diekspresikan dalam papillary RCC, sedangkan S-100
protein ekspresi sangat tinggi pada adenoma metanephric, lemah dalam Wilms tumor, dan tidak
ada pada papillary RCC. Penelitian juga menunjukkan utilitas potensial dari panel ekspresi
untuk membantu membedakan papiler RCC dan adenoma metanephric menggunakan panel
cytokeratins 7, 8, 18, dan 19 dan vimentin. Penggunaan berbagai penanda ini membantu
meningkatkan hasil diagnostik biopsi perkutan dan aspirasi jarum halus, tetapi indeks
kecurigaan awal harus tinggi untuk biopsi dipertimbangkan.

Mengingat kelangkaan tumor ini dan kurangnya sangat prediktif kriteria klinis atau
radiografi, adenoma metanephric tetap dianggap patologis. Jika temuan radiografi meningkat
indeks kecurigaan, kemudian biopsi inti perkutan dengan fine needle aspiration dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis untuk pengobatan tetapi kebanyakan pasien akan
membutuhkan operasi eksisi karena khawatir akan keganasan.

4. Onkositoma

Onkositoma ginjal adalah tumor jinak yang paling umum yang muncul sebagai massa
ginjal yang menyangat pada pencitraan cross-sectional dan diduga sebagai RCC hingga eksisi
bedah dilakukan. Pelbagai penelitian dilakukan membuktikan sifat jinak dari lesi ini secara
histologi dengan sel origin dan abnormalitas gen yang khas. Lebih sering terjadi pada pasien
usia lanjut dan jenis kelamin perempuan.

Secara makroskopik, tumor ini bewarna kecoklatan, homogen, berbatas tegas dengan
pseudokapsul dan bagian tengah berbentuk radier. Secara mikroskopik, tumor terdiri atas sel
bulat/polygonal, ukuran besar, uniform dan tinggi eosinophil dengan mitokondria yang banyak.
Kelainan genetic paling sering adalah hilangnya kromosom 1 dan/atau 14.

Gambar 4. Potongan cross-sectional onkositoma

Berbagai marker lain digunakan untuk membedakan oncocytoma dari RCC, terutama
kromofobia RCC, tetapi kegunaan secara klinis sebagian besar belum sepenuhnya
dikembangkan. ada beberapa kesamaan yang khas pada chromophobe RCC, yang juga berasal
dari tubulus ginjal distal. Kromofob RCC, khususnya varian eosinofilik, dan oncocytoma
secara histologis mirip dan perbedaan mereka sering membutuhkan pengujian patologis dan
radiografi tambahan. Dahulu, penggunaan aspirasi jarum halus atau biopsi inti mempunyai
tingkat tinggi hasil negatif palsu. Namun, akurasi diagnostik biopsi perkutan telah nyata
meningkat, terutama ketika biopsi inti dilakukan sebagai tambahan aspirasi jarum halus dan
diperkuat dengan penggunaan immunostains sehingga mendorong beberapa peneliti untuk
meninjau kembali peran biopsi dalam penatalaksanaan beberapa pasien dengan insidental
tumor ginjal.

Pilihan pengobatan untuk oncocytoma bervariasi dari observasi hingga ablasi termal,
laparoskopi atau nefrektomi parsial terbuka, dan bahkan nephrectomy radikal tergantung pada
kondisi klinis dan ketidakpastian mengenai diagnosis. Jika oncocytoma sangat dicurigai dan
operasi diindikasikan, pendekatan nephronsparing lebih dipilih , mengingat sifat jinak lesi dan
kemungkinan kekambuhan yang sangat rendah. Pada pasien usia tua observasi lebih
diutamakan berbanding pilihan reseksi pada pasien lebih muda.

5. Angiomiolipoma

Angiomiolipoma ditemukan kurang dari 10% dari keseluruhan kasus tumor ginjal.
Tumor ini tergolong dalam tumor sel epitel perivascular yang terdiri atas pembuluh darah
berdinding tebal, otot polos dan jaringan adipose dengan maturasi bervariasi. Tumor sangat
mengekspresikan reseptor estrogen β, reseptor progesteron dan reseptor androgen yang
sebagian besar ditemukan pada perempuan usia pertengahan, jarang terjadi sebelum pubertas
serta menurun dengan meningkatkannya usia menunjukkan potensi pengaruh hormonal. Studi
genetik menemukan mutasi TSC1 pada kromosom 9q (kode protein hamartin) dan TSC2 pada
kromosom 16p (kode protein tuberin) pada penderita angiomiolipoma. Tumor ini merupakan
penyebab perdarahan spontan perirenal.

Kebanyakan kasus angiomyolipoma ditemukan secara eksidental dan apabila telah


terjadi komplikasi antaranya perdarahan massif retroperitoneal. Angiomyolipoma adalah satu-
satunya tumor ginjal jinak yang dapat didiagnosis dengan pasti dengan pencitraan cross-
sectional. Gambaran lemak pada pemeriksaan CT dalam lesi ginjal dianggap sebagai tanda
diagnostic pasti. Pada USG didapatkan gambaran lesi berbatas tegas dan hiperekoik berbayang.
Manakala ditemukan dilatasi aneurism pada angiorafi dimana risiko ruptur berkorelasi dengan
ukuran aneurism.

Gambar 5. A, Computed tomography scan menunjukkan angiomyolipomas renal bilateral besar pada pasien
dengan tuberous sclerosis. B, Angiogram ginjal menunjukkan peningkatan vaskularisasi dan dilatasi aneurisma
pada angiomyolipoma. C, penampilan mikroskopis khas angiomyolipoma dengan pencampuran jaringan adiposa
matang, otot polos, dan berdinding tebal pembuluh darah.

Meskipun sifat angiomyolipoma yang selalu jinak diterima dengan baik, kejadian
ekstrarenal bisa terjadi dan ditemukan di kelenjar getah bening hilus, retroperitoneum, dan hati
dengan ekstensi langsung ke dalam sistem vena. Imunoreaktivitas positif untuk HMB-45,
monoklonal antibody terhadap antigen terkait melanoma, merupakan karakteristik untuk
angiomyolipoma dan dapat digunakan untuk membedakan tumor ini dari sarkoma dan tumor
lainnya, bahkan pada spesimen biopsi.

Manajemen harus mempertimbangkan ukuran tumor, adanya gejala, dan faktor pasien
khususnya risiko perdarahan harus diperhatikan selama evaluasi. Secara umum,
angiomiolipoma paling memberikan gejala serta kebanyakan penelitian membuktikan terjadi
pada batas ukuran 4cm. penelitian melaporkan bahwa pasien dengan angiomyolipomas dengan
ukuran lebih besar dari 4 cm, 52% mempunyai gejala dan 30% membutuhkan intervensi bedah,
sedangkan pasien dengan tumor yang lebih kecil tidak membutuhkan pembedahan dan 76%
tanpa gejala.

Tumor yang lebih kecil (<4cm) dan tanpa gejala hanya diobservasi dengan pencitraan
berulang pada 6 hingga 12 bulan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan perubahan klinis
yang signifikan dengan tindak lanjut dilakukan hanya setahun atau dua tahun sekali untuk
tumor yang lebih kecil. Intervensi harus dipertimbangkan untuk tumor yang lebih besar,
terutama jika pasien bergejala, dengan mempertimbangkan usia pasien, komorbiditas, dan
faktor terkait lainnya. Pada wanita usia subur dan pasien dengan akses terbatas ke pengawasan
atau ke perawatan darurat, pendekatan proaktif juga harus dipertimbangka. Pendekatan nefron-
sparing, baik secara selektif embolisasi atau nefrektomi parsial terbuka atau laparoskopi atau
robotik, jelas lebih dipilih daripada nefrektomi radikal pada pasien dengan angiomyolipomas
yang membutuhkan intervensi. Namun, sebagian besar pasien mengalami gejala persisten atau
berulang atau perdarahan sehingga intervensi sekunder dilakukan. Embolisasi selektif harus
dijadikan sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan akut atau terjadi perdarahan yang
berpotensi mengancam jiwa.

6. Tumor campuran mesenkim dan epitel (MESTs)

Kista nefroma dan MESTs adalah neoplasma renal jinak yang berkongsi gejala klinis,
karakteristik morfologis, dan imunohistokimia. Predileksi perempuan dan riwayat terapi ablasi
hormonal pada pria, dikombinasikan dengan ekspresi estrogen dan reseptor progesteron,
menunjukkan bahwa hormone seks-steroid memainkan peran terjadinya lesi ini.

7. Kista nefroma

Kista nefroma adalah lesi jinak dengan distribusi usia bimodal yaitu sering ditemukan
pada 2-3 tahun pertama kehidupan, lebih sering pada laki-laki dan pada usia 40-50 tahun
dengan prevalensi perempuan lebih tinggi. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah teraba
massa abdomen, nyeri dan hematuri walaupun sebagian besar ditemukan secara eksidental.
Secara radiologis, sebagian besar nefrom kistik bersifat soliter, terletak ditengah, ukuran
bervariasi (rata-rata ukuran 9 cm) dan umumnya menunjukkan kalsifikasi lengkung, herniasi
ke dalam sistem pengumpulan ginjal, dan penyangatan septum.
Gambar 6. Ukuran kista yang bervariasi dan dilapisi oleh epitel gepeng

Secara histologis, nefrom kistik diliputi oleh pseudokapsul berserat tebal dan tersusun
atas kista yang berbentuk gepeng atau kuboid. Studi imunohistokimia menunjukkan afinitas
komponen epitel untuk cytokeratin, sedangkan komponen stroma memberi hasil positif untuk
pewarnaan CD10, calretinin, inhibin, reseptor estrogen, dan progesterone. Karena
kekhawatiran untuk tumor kista Wilms, kebanyakan anak-anak dengan nephromas kistik
ditangani dengan nefrektomi radikal, sedangkan pendekatan nephron-sparing dengan
nefrektomi parsial, jika memungkinkan, adalah pilihan pada orang dewasa.

8. Tumor campuran epitel dan stroma (MEST)


MEST adalah neoplasma ginjal dewasa jinak yang langka dengan variabel
pencampuran komponen epitel dan mesenkimal. MEST lebih sering terjadi pada perempuan
dengan kejadiaan tertinggi pada usia 50 tahun. Penderita perempuan dengan MEST biasanya
mempunyai riwayat pengobatan dengan terapi hormone estrogen dan androgen jangka masa
panjang untuk pengobatan kanker prostat pada laki-laki. MEST mempunya gejala seperti kista
nefroma dan sering terdeteksi secara incidental.
Secara radiologi, MEST memberi gambaran massa kista ginjal kompleks, biasanya
diklasifikasi sebagai Bosniak kelas III atau IV. MEST tampak berkapsul dengan ukuran 2
hingga 24 cm. Sering juga ditemukan keterlibatan hilum ginjal dan sistem pelvicalix tanpa
infiltrasi langsung ke parenkim ginjal terdekat. Komponen epitel bervariasi dari tubulus biasa
hingga struktur tubulopapiler kompleks dengan atau tanpa dilatasi kistik, dilapisi oleh kuboid
ke epitel gepeng dan memiliki penampilan hobnail yang khas.

Gambar 7. A Gambaran hasil nefrectomi MEST berupa kista ukuran bervariasi dipisahkan oleh septum tebal. B
Kista dilapisi sel hobnail dan stroma dengan sel spindle

Diagnosis MEST pra operasi harus mempertimbangkan wanita perimenopause yang


menerima terapi hormon; namun, karena diferensiasi radiologis dari RCC tidak dapat
diandalkan, bedah intervensi, sebaiknya dengan pendekatan nefron-sparing, harus ditawarkan
kepada pasien yang dipilih secara tepat.

9. Leiomioma
Leiomioma adalah tumor jinak langka yang berasal dari sel-sel otot polos saluran
genitourinari. Tumor ini paling sering timbul di kapsul ginjal, pelvis ginjal dan vena renalis.
Leiomioma ditemukan pada otopsi dengan frekuensi 4,2% hingga 5,2%, tetapi hanya minoritas
yang ditemukan secara klinis, mewakili sekitar 1,5% dari semua ginjal jinak tumor yang diobati
melalui pembedahan. Sebagian besar leiomioma ditemukan secara kebetulan.
Secara makroskopik, leiomyoma bersifat kenyal dan berkapsul. Pemeriksaan histologi
mendapatkan gambaran serat otot polos yang bertumpangtindih tanpa hiprselularitas,
pleomorfism, aktivitas mitosis atau nekrosis. Leiomyoma memberikan hasil positif secara
immunohistokimia dengan marker desmin dan caldesmon membuktikan adanya otot polos.
Lesi besar diterapi dengan nephrectomi radikal, tetapi pendekatan nephron-sparing harus
dipertimbangkan untuk lesi perifer.
Gambar 8. Pewarnaan imunohistokimia pada otot polos di leiomioma.

10. Tumor jinak ginjal lainnya

Hemangioma adalah tumor vaskular jinak yang menyerang dewasa muda tanpa
predileksi jenis kelamin. Tumor ini biasanya tunggal, unilateral dan sebagian besar terjadi
bagian piramida dan pelvik ginjal. Mereka tidak memiliki kapsul, berwarna merah berongga,
dengan ruang vaskular tidak teratur yang dilapisi oleh satu sel lapisan endotel.
Limfangioma adalah tumor jinak langka yang timbul dari kapsul ginjal dan tumbuh
sebagai massa sinus ginjal atau massa peripelvis. Beberapa pasien menunjukkan kelainan
genetik seperti trisomi 7, monosomi X, dan abnormalitas VHL. Limfangioma berkapsul dengan
kapsul difus yang dihubungkan dengan serat septum yang dilapisi sel gepeng endotel.
Sel tumor juxtaglomerulus/reninoma adalah tumor jinak pada sistem sel
juxtaglomerulus ginjal. Sering terkena pada perempuan usia 30-40 tahun. Tumor disebabkan
hipersekresi renin, hipetensi, hipokamialgia dan gejala penyerta seperti polidipsi, poliuri,
myalgia dan nyeri kepala. Secara radiologi ditemukan massa solid hipovaskular. Dengan eksisi,
diikuti penurunan cepat kadar renin plasma, tekanan darah dan gejala penyerta.
Tumor sel interstisial renomedula biasanya ditemukan pada otopsi berukuran kurang
dari 5 mm, dan biasanya tanpa gejala, tanpa mempengaruhi tekanan darah. Sel berbentuk
poligonal atau stellata dalam stroma basofilik dan mengandung kolagen minimal.

Tumor retroperitoneal (RPT)

Epidemiologi, etiologi dan pathogenesis


RPT merupakan gabungan sarkoma dan lesi jinak dan ganas ginjal sehingga jumlah
sebenar kejadian tidak diketahui. Sarcoma merupakan lesi yang paling sering ditemukan. Di
Amerika Serikat, terdapat 12,020 ditemukan pada tahun 2013 dengan jumlah kematian 4740
pada dewasa dan anak akibat sarcoma. Kedudukan anatomi sarkoma adalah pertimbangan
penting dalam manajemen dan perawatan. Dilaporkan bahwa 60% dari sarkoma berasal dari
ekstremitas, 20% dari batang, 15% dari retroperitoneum, dan 5% hingga 10% dari kepala dan
leher (Pisters et al, 2011). Prognosis sarkoma retroperitoneal umumnya jelek kerana
keudukannya yang lebih jauh didalam rongga peritoneum dan sulit ditemukan pada saat
pemeriksaan. Tumor dapat membesar dalam rongga abdomen yang sehingga 50% dari
ditemukan dengan ukuran >15cm dan berat > 30kg. Kebanyakan tumor ditemukan pada usia
60 tahun dan lebih sering pada laki-laki.
Penyebab pasti dari sarcoma masih belum diketahui. Riwayat pajanan radiasi, biasanya
> 10 tahun, ditemukan pada 0,1% pasien. Faktor risiko lain termasuk predisposisi genetik;
eksposur untuk karsinogen tertentu, terutama dioksin; infeksi virus; dan imunodefisiensi.
Sarkoma juga bisa tumbuh dalam bekas luka atau lokasi cedera dan peradangan. Beberapa
sindrom herediter dan kelainan bawaan telah dikaitkan dengan tumor jaringan lunak
membuktikan adanya factor genetik.
Sarkoma jaringan lunak dipercayai berasal dari sel stem mesodermal embrion yang
menjadi dormant dalam jaringan ikat dewasa. Sel ini teraktivasi oleh stimulus seperti pajanan
radiasi, inflamasi dan aberasi genetic oleh karsinogen atau virus. Tumor biasanya tumbuh
secara de novo tanpa riwayat perubahan tumor jinak menjadi ganas.

1. Lesi jinak
Lesi jinak lebih jarang ditemukan pada RPT. Lesi yang sering ditemukan antaranya
lipoma, myelolipoma, leiomyoma, schwannoma, extra-adrenal pheochromocytoma,
paraganglioma dan cystadenoma. Lesi ini berukuran kecil (<6cm), batas tegas, sel berbentuk
spindle dengan sitoplasma dan inti bening. Biasanya ditemukan secara eksidental kerana
bersifat asimptomatik. Lesi jinak memberi gambaran homogen, hipodense dengan batas tegas
atau berkapsul. Secara mikroskopik, tampak sel besar dengan sitoplasma kaya lemak sehingga
mendesak inti menjadi gepeng. Granule lemak ini memberikan hasil positif dengan pewarnaan
Sudan. Dapat juga ditemukan pembuluh darah dan kolagen yang berlebihan.
Schwannomas, ganglioneuroma, dan paraganglioma tumor myxoid jinak sering
ditemukan di daerah paravertebral. Mereka berbentuk oval, kecil dengan batas tegas dan
menyebabkan penekanan pankreas atau pembuluh darah besar. Schwannomas adalah tumor
jinak yang muncul dari sel-sel pendukung syaraf biasanya tanpa gejala, manakala
paragangliomas terdiri dari sel saraf adrenergic dan mampu melepaskan norepinefrin
menimbulkan sindrom mirip dengan pheochromocytoma, secara fungsional menghasilkan
katekolamin.

2. Lesi ganas
Lesi ganas biasanya ditemukan dengan ukuran besar, batas tidak tegas, menimbulkan
gejala dan menyebabkan penekanan pada organ sekitarnya. Dapat juga ditemukan kalsifikasi
dalam lesi. Lesi ganas ini dapat memberikan gambaran yang mirip dengan massa
retroperotineal yang lain sehingga perlu dilakukan pemeriksaan pada massa testicular dan
marker. Lesi ini diklasifikasi berdasarkan jaringan mesenkim originnya. Liposarcoma adalah
lesi yang paling sering ditemukan. Liposarkoma dapat dikategorikan kepada lima yaitu
myxoid, diferensiasi baik, sel bulat, tidak berdiferensiasi dan pleomorfik. Setiap dari kategori
ini memberikan gambaran histologi yang bervariasi.

Gambar 10. Klasifikasi tumor mesenkim

Histiocytoma berserat adalah lesi ganas terbentuk dari sel histiosit. Temuan
mikroskopis termasuk sel bulat histiocyte seperti, fibroblas berbentuk spindle, sel berbusa, sel
raksasa, dan limfosit. Prognosis baik bagi tipe myxoid walaupun subtipe lainnya bersifat
agresif dan menunjukkan kecenderungan tinggi untuk bermetastasis. Selain itu, beberapa
penelitian telah menunjukkan hubungan antara gangguan limfoproliferatif termasuk leukemia,
dan kedua Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin, dan perkembangan keganasan histiocytoma
berserat. Penyebab hubungan yang jelas ini antara histiocytoma berserat ganas dan keganasan
hematologi masih belum jelas.
Leiomyosarcomas retroperitoneal biasanya terjadi pada wanita usia diatas 70
tahun. Tumor mencapai ukuran yang sangat besar dengan degenerasi kista dan nekrosis.
Temuan mikroskopis termasuk sel berbentuk spindle, kaya sitoplasma dan nukleus berbentuk
cerutu. Parameter sugestif keganasan adalah ukuran, pleomorphism, selilaritas, nekrosis dan
sifat mitotik. Sifat mitotic adalah ciri penting dalam kecurigaan keganasan.

2.1 Staging sarcoma

Penyebaran tumor ganas adalah secara hematogen dan bermetastse ke paru dan hati.
Dalam penentuan staging, dapat digunakan pencitraan CT terutama pada toraks, tulang dan
otak untuk mengetahui adanya metastase. Staging dapat dilakukan seperti berikut:

T0 Tidak ditemukan tumor


T1 Tumor berukuran <5 cm
T2 Tumor berukuran ≥5 cm
T3 Invasi ke organ sekitar
N0 Tidak melibatkan nodul limfe sekitarnya
N1 Melibatkan nodul limfe sekitarnya
M0 Tiada metastasis
M1 Metastasis (+)

Selain dari staging, parameter histologi juga penting untuk menentukan prognosis.
Grading tumor adalah komponen penting dengan mempertimbang selularita, pleomorphism,
nekrosis, anaplasia dan sifat mitotik tumor. Selain itu, penggunaan marker untuk menganalisa
ploiditas, kelainan kromosom, indeks proliperatif dan agen promoter dan suppressor tumor
untuk menentukan prognosis.

2.2 Gejala klinis dan pemeriksaan penunjang

Pencitraan merupakan alat paling umum digunakan dalam menemukan lesi ganas.
Penggunaan CT atau MRI dapat memberikan gambaran tepat dari segi ukuran tumor, lokasi,
hubungan dengan jaringan sekitar, heterogenitas, batas, gambaran vaskularisasi, nekrosis dan
kalsifikasi. MRI sangat berguna untuk melihat tumor yang kaya lemak manakala penggunaan
PET-CT kurang dianjurkan pada kebanyakan kasus tumor ganas.
Dikarenakan lokasi yang jauh kedalam rongga retroperitoneum, tumor dapat
membesar ke suatu ukuran yang maksimal (>15cm) tanpa disadari oleh penderita. Tanpa
metastase jauh atau keterlibatan organ sekitar, biasanya tumor bersifat asimtomatik. Gejala
yang biasa timbul adalah teraba massa intrabdomin, nyeri abdomen, penurunan berat badan,
lemas dan kebutuhan metabolic bertambah. Kelainan neurologik juga bias terjadi. Penekanan
pada organ sekitar dapat memberikan keluhan ketidaknyamana pada daerah abdomen, mual,
nyeri pinggang atau panggul, dan hematuri.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa intraabdomen dan diraba pada saat
palpasi sekiranya tumor sudah cukup besar. USG dapat digunakan untuk mengevaluasi
sekiranya ada kecurigaan tumor. Namun, CT dan MRI adalah alat yang paling akurat untuk
mengdiagnosis dan menentukan staging lokal.

2.3 Kepentingan biopsi


Biopsi dilakukan apabila terdapat kecurigaan limfoma kerana supaya penanganan
berupa kemoterapi sistematik dapat dimulakan segera. Biopsi juga diindikasikan pada pasien
dengan kecurigaan metastase secara klinis atau gambaran radiologi, tumor yang tidak dapat
diangkat secara operasi dan membantu kemoterapi. Biopsi juga penting dilakukan untuk
menentukan grading dan komposisi histologi tumor yang mendasari prognosis dan penanganan
yang akan dilakukan terutama pada penderita yang memerlukan terapi sebelum pembedahan
(radioterapi atau terapi sistemik). Namun pada kasus seperti liposarcoma retroperitoneal yang
memerlukan terapi pembedahan sebagai terapi definitis, tindakan biopsi tidak perlu dilakukan.

Biopsi dapat dilakukan dengan bantuan pencitraan (USG/CT/MRI) atau dengan insisi
minimal. Biopsi dengan dibantu pencitraan lebih dianjurkan untuk mengelakkan kerusakan
pada diseminasi tumor. Sebisa mungkin biopsy dilakukan dengan bantuan pencitraan kerana
pengambilan specimen menggunakan aspirasi jarum halus tidak adekuat untuk mendapatkan
diagnosis. Untuk tumor yang terletak di rongga toraks, abdomen dan pelvik dapat digunakan
endoskopi untuk pengambilan specimen.

2.4 Penanganan

Pembedahan reseksi merupakan pilihan terapi utama pada tumor retroperitoneal.


Pada kondisi tidak memungkinkan reseksi dilakukan dan adanya hubungan tumor dengan
organ yang lainnya, pilihan terapi radioterapi atau terapi sistemik harus dilaksanakan terlebih
dahulu. Hal ini walaubagaimanapun menyebabkan angka kematian yang tinggi terutama pada
tumor derajat ringan hingga pertengahan. Penelitian telah dilakukan dan memperkenalkan cara
pembedahan yang lebih agresif yaitu organ yang dicurigai terlibat turut direseksi secara en bloc
apabila memungkinkan.

Gambar 11. Algoritme penanganan sarcoma retroperitoneal

Terapi pembedahan dianjurkan pada pasien dengan tumor grade ringan kerana
potensi metastse yang rendah. Pertimbangan yang harus dilakukan preoperatif adalah kondisi
pasien, komorbiditas, faktor anatomi dan prognosis yang diharapkan oleh dokter dan pasien.
Pengkajian CT dengan kontras serta biopsi merupakan modalitas yang digunakan terutama
dalam mementukan terapi yang tepat sesuai tipe tumor yang ditemukan.
Tehnik yang sering digunakan dalam pembedahan adalah insisi midline atau
subcostal kerana tehnik ini memberikan akses yang cukup ke rongga abdomen dan pelvik serta
struktur vascular. Untuk RPT yang terletak di quadran kanan atas, insisi yang dilakukan pada
torakoabdominal untuk mendapatkan akses ke organ terkait seperti hati, inferior vena cava,
ginjal dan kelenjar adrenal. Pada tumor yang ditemui berdekatan ureter, dapat dilakukan
pemasangan stent menggunakan cystoscopy sebagai penanda bagi mengelakkan terjadi cedera
ureter intraoperatif.

2.5 Radioterapi

Radioterapi adalah pendekatan primer yang diberikan sebelum operasi dan setelah
operasi. Antara tehnik yang dilakukan dalam pemberian radiasi adalah brachytherapy,
intensity-modulated radiation therapy (IMRT), dan intraoperative radiation therapy (IORT).
Penelitian membuktikan IORT dapat membantu mengurangkan kadar survival dan morbiditas
disebabkan oleh terapi. IMRT dapat membantu mennyalurkan radiasi dosis tinggi dengan
kerusakan jaringan sekitar yang minimal.
Radioterapi diberikan sebelum operasi dalam penanganan tumor besar dan kurang
berdiferensiasi. Hal ini kerana volume terapi lebih sempit dan resiko penyebaran kanker akibat
reseksi lebih kecil akibat efek radioterapi. Kekurangan dari radioterapi perioperatif adalah
menganggu penyembuhan luka (3-6 minggu) sehingga pemberian dosis radiasi terganggu.
Radioterapi menggunakan 50 Gy dan disertai reseksi margin negatif menunjukkan 95% kontrol
lokal.
Radioterapi post operasi atau adjuvant diindikasikan pada jaringan residual secara
mikroskopik jika reseksi ulang tidak memungkinkan. Cara ini terbukti dapat meningkatkan
kontrol lokal dengan reseksi margin positif. Radioterapi dapat diberikan secara external beam
radiotherapy, brachytherapy, dan IORT. Radioterapi post operasi tidak harus diberikan bagi
tujuan kompensasi pembedahan yang gagal kerana tujuan utama pembedahan adalah reseksi
komplit dengan margin negative dan mempertahan organ sehat sekitarnya.

2.6 Terapi sistemik


Pemberian terapi sistemik diikuti tindakan pembedahan tidak memberikan perbedaan
signifikan berbanding hanya pembedahan sahaja. Pemberian terapi sistemik lebih bermanfaat
diberikan pada post operasi (adjuvan) dan terbukti meningkatkan angka survival tanpa
rekurensi sebanyak 13% dalam tempoh 2 tahun dan meningkat 19% dalam tempoh 4 tahun.
Pemberian terapi dalam diberikan secara tunggal (dacarbazine, doxorubicin, epirubicin dan
ifosfamide) atau kombinasi (doxorubin/epirubicin diberikan dengan ifosfamide dan atau
dacarbazine) terutama pada tumor yang tidak boleh direseksi. Menurut penelitian pemberian
terapi kombinasi lebih efektif meningkatkan kadar survival.

Anda mungkin juga menyukai