Anda di halaman 1dari 22

ETIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

LATAR BELAKANG

Berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh


kehidupan semua manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diharapkan dan
dituntut untuk menawarkan sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak sekedar
menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan.
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk
melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain,
perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat
esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-
undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian


untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen
sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hak konsumen yang
diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi
dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk
barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik
melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak
berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya
akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
DEFINISI PERLINDUNGAN KONSUMEN

Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal
1 butir 1,2 dan 3:

1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya


kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat


mengajukan perlindungan adalah:

1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat
(1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3821.

3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif


Penyelesian Sengketa.
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan
dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001


Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas
Indag Prop/Kab/Kota.

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795


/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri;

 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya


dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;

 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan


menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur


kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;

 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan


konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;

 Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan


usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
HAK-HAK KONSUMEN

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak


Konsumen adalah:

 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan/atau jasa;

 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;

 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;

 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian


sengketa perlindungan konsumen secara patut;

 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang


dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;

 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

KEWAJIBAN KONSUMEN

Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga


memuat kewajiban konsumen, antara lain :

 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara


patut.

AZAS PERLINDUNGAN KONSUMEN

Azas Perlindungan Konsumen : “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat,


keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum”.

Azas Perlindungan Konsumen antara lain :

 Asas Manfaat

mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini


harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan,

 Asas Keadilan

partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan


kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil,

 Asas Keseimbangan

memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan


pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

 Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan,
 Asas Kepastian Hukum

baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.

PRINSIP- PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Let The Buyer Beware

 Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu


proteksi.

 Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.

 Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak


terbuka.

 Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.

The due Care Theory

 Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam


memasyarakatkan

 produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat
dipersalahkan.

 Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang


mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau
membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa tersebut.

 Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

The Privity of Contract

 Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi


konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin
suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal
diluar yang diperjanjikan.

 Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat


merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi
dominasi pelaku usaha.

Kontrak bukan Syarat

 Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi
merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .

GERAKAN KONSUMEN

Salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah
perlunya pasar dibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk
bagi produsen dan konsumen untuk keluar masuk dalam pasar. Selain itu, salah
satu langkah yang dirasakan sangat berpengaruh adalah Gerakan Konsumen.
Gerakan ini terutama lahir karena dirasakan adanya penggunaan kekuatan bisnis
secara tidak fair. Gerakan kosumen juga lahir karena pertimbangan sebagai
berikut:

 Produk yang semakin banyak di satu pihak menguntungkan konsumen karena


mereka punya pilihan bebas yang terbuka, namun di pihak lain juga membuat
pilihan mereka menjadi rumit.

 Jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk


memutuskan mana yang benar-benar dibutuhkannya.

 Kebutuhan iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia
modern yang melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya,
membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan konsumen.

 Kenyataan menunjukan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan


secara serius oleh produsen.
 Dalam hubungan jual beli yang didasarkan oleh kontrak, konsumen lebih
berada pada posisi yang lemah.

HUBUNGAN PRODUSEN DAN KONSUMEN

Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang dianggap
baik dan adil, yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam suatu
kontrak yaitu:

 Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan


yang mereka sepakati.

 Tidak ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau
memalsukan fakta tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak yang
lain.

 Tidak ada pihak yang boleh dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan
itu

 Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak manapun untuk tindakan yang
bertentangan dengan moralitas.

Ada 2 alasan perangkat pengendalian terutama tertuju pada produsen dalam


hubungannya dengan konsumen, adalah:

 Dalam hubungan antara konsumen atau pelanggan di satu pihak dan pemasok,
produsen, dan penyalur barang atau jasa tertentu di pihak lain, konsumen atau
pelanggan terutama berada pada posisi yang lebih lemah dan rentan untuk
dirugikan.

 Dalam kerangka bisnis sebagai profesi, konsumen sesungguhnya membayar


produsen untuk menyediakan barang kebutuhan hidupnya secara profesional
Adapun aturan-aturan hubungan produsen dan konsumen adalah:

 Produsen wajib memenuhi semua ketentuan yang melekat baik pada produk
yang ditawarkan maupun pada iklan tentang produk itu.
 Produsen punya kewajiban untuk menyikapkan semua informasi yang perlu
diketahui oleh semua konsumen tentang sebuah produk.

 Kewajiban untuk tidak mengatakan yang tidak benar tentang produk yang
ditawarkan. Dari ketiga aturan-aturan diatas terlihat jelas bahwa informasi tentang
produk memainkan peranan penting. Dalam banyak kasus informasi adalah dasar
bagi konsumen untuk memutuskan membeli sebuah produk.

HAK DAN KEWAJIBAN PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN

Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan
konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi,
sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut konsumen. Dalam ilmu
ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu
golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga
Produksi (RTP).

1. Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak
pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai


kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang


beritikad tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian


hukum sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


2. Kewajiban produsen

1. Beritikad baik dalam kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau


diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba


barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

7. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau


jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

PERBUATAN YANG DILARANG DILAKUKAN OLEH SEORANG


PELAKU USAHA

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu


barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13). Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;


c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
(pasal 14)

TANGGUNG JAWAB PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN (PASAL 19)

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian


uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari


setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Consumer-an important stakeholder

Di Perancis, Konsumen adalah orang yang menggunakan barang atau jasa untuk
keperluan pribadi atau keluarganya. Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang
undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dinyatakan
bahwa ―konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia
dalam dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Bisnis membutuhkan konsumen, sedangkan konsumen membutuhkan bisnis untuk


memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini hubungan harus bersifat saling
mengutungkan (win - win relationship), jangka panjang (long-term relationship),
dan dilandasi oleh rasa saling mempercayai (mutual trust). Sebuah transaksi bisnis
dikatakan adil apabila masing-masing dari pihak mampu memberikan nilai dan
tidak ada unsur keterpaksaan.

Dari sudut pandang korporasi, relasi mereka dengan konsumen terjalin lebih
banyak karena factor kepercayaan (trust). Salah satu pihak berbuat curang dapat
berakibat transaksi bisnis tidak dapat disebut baik dan adil. Hubungan saling
menguntungkan ini menjadi syarat hubungan jangka panjang dan terjalinnya
kepercayaan antara bisnis dengan konsumen yang semakin kuat.

Dengan demikian bisnis dapat berlangsung lama apabila bisnis tersebut mampu
menjaga keseimbangan hak dan kewajiban serta betindak etis kepada
konsumennya. Hubungan dan transaksi bisnis antara penjual dengan
pembeli/konsumen harus dilandasi dengan aspek pemenuhan hal-hak konsumen
yang diatur dalam UU Nomer 8 tahun 1999 yang menyebutkan :

- Hak atas keyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijaminkan.

- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
dan/atau jasa.

- Hak untuk mendapatkan dan keluhan atas barang dan/atau barang yang
digunakan.

- Hak untuk mendapatkan advikasi, perlindugnan, dan upaya penyelesaian


sengkata perlindungan konsumen secara pantas.

- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, dan tidak
diskriminatif.

- Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggatian apabila


barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjajian atau tidak sebagaimana
mestinya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merumuskan hak-hak
konsumen sebagai berikut :

a. Hak keamanan dan keselamatan (the right to be safety) Untuk menjamin bahwa
suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman,aman maupun
tidak membahayakan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk memilih
barang dan/ atau jasa yang dikehendaki berdasarkan keterbukaan informasi yang
benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen
berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil,
hingga kompensasi ganti rugi.

b. Hak mendapatkan informasi yang jelas (the right ti be informed) Konsumen


berhak untuk menetahui segala sesuatu produk yang mereka beli dan konsumsi.
Mereka berhak untuk memiliki kemudahan akses kepada segala informasi tentang
produk yang mereka konsumsi, baik merupakan informasi tentang manfaat produk
tersebut ataupun informasi tentang efek samping dan bahaya yang berkaitan
pengkonsumsian produk tersebut. Slah satu respon yang diberikan perusahaan
adalah dengan menyediakan informasi tertentu yang tercantum pada label produk
tersebut. Demonstrasi produk dan Tanya jawab mengenai produk tertentu dengan
para ahli dari perusahaan tersebut merupakan cara lain yang dapat dilakukan
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan informasi produk.

c. Hak memilih (the right to choose) Dalam membeli dan mengkonsumsi produk,
konsumen berhak untuk memilih produk tertentu yang cocok dengan kebutuhan
yang mereka rasakan. Hak semacam ini telah diperkuat oleh adanya kebebasan
dalam indutri untuk memproduksi produk yang sama dengan produksi perusahaan
lain.

d. Hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya (the right to be heard) Selain
ketiga hak di atas, konsumen masih memiliki hak untuk mengelurakan pendapat,
baik itu berupa kritik ataupun saran. Konsumen bahkan memiliki hak untuk
bertindak apabila hal itu dirasa perlu. Di Indonesia ada suatu yayasan yang
dikenal sebagai Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang berfungsi
sebagai pelindung hak-hak konsumen. Lembaga ini bertugas untuk menampung
suara-suara konsumen yang kemudian disampaikan kepada perusahaan yang
bersangkutan dan kemudian disampaikan kepada kepada perusahaan yang
bersangkutan dan bahkan dipublikasikan ke media massa apabila perlu. Melalui
lembaga seperti inilah kepentingan konsumen dapat diperhatikan dan terpenuhi
hak atas lingkungan hidup.

Hidden taxation on society

Pajak merupakan pungutan dari pemerintah yang ditujukan kepada wajib pajak
menurut undang-undang, serta dipaksakan dalam pembayarannya untuk menutupi
pengeluaran negara dan biaya pembangunan negara yang dari pungutan ini,
masyarakat tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung (I Gede Hendy
Darmawan dan I Made Sukartha 2014; I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut
Alit Suardana 2014). Pajak yang dipungut menjadi fenomena yang sangat penting
karena dapat menjadi fokus pemerintah untuk pengelolaan yang baik (Kholdolov
2012). Pemerintah berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak guna
meningkatkan pendapatan negara, namun dalam upaya mengoptimalkan
penerimaan pajak tidak terlepas dari beberapa kendala, terlebih lagi sistem
perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang berarti bahwa
sistem pemungutan pajak yang memberikan tanggung jawab kepada para wajib
pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajaknya
sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan. Hal ini yang
menyebabkan banyaknya praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib
pajak. Penghindaran pajak (tax avoidance) didefinisikan sebagai salah satu
tindakan yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi beban pajaknya secara
legal. Penghindaran pajak dapat dikatakan persoalan yang rumit dan unik karena
disatu sisi dianggap tidak melanggar hukum, tetapi disisi lain tidak diinginkan
karena merugikan negara dari segi penerimaan negara (I Gusti Ayu Cahya
Maharani dan Ketut Alit Suardana 2014; Kholbadalov 2012). Pajak mempunyai
peran penting bagi masing-masing negara. Pemerintah menginginkan pajak yang
optimal dari target penerimaan pajak yang sudah ditetapkan. Namun, pendapat ini
bertolak belakang dengan para wajib pajak khususnya wajib pajak badan.
Perusahaan menginginkan beban pajak yang cukup rendah, karena beban pajak
dianggap sebagai beban yang mengurangi penghasilan yang diperoleh. Adanya
perbedaan kepentingan dari sudut pandang pemerintah dengan pihak perusahaan
sehingga menimbulkan untuk melakukan penghindaran pajak baik legal maupun
illegal. Penghindaran pajak inilah yang menjadi masalah dan menyebabkan tidak
maksimalnya penerimaan pajak. Untuk melakukan perlawanan penghindaran
pajak, maka di negaranegara di dunia harus mempunyai kebijakan yang
transparan, kapasitas administrasi untuk mengidentifikasikan transaksi yang
mencurigakan, serta kemampuan dalam melakukan penegasan pajak secara efektif
Bank Dunia pada Selasa (21/4) (kemenkeu.go.id). Fenomena penghindaran pajak
di Indonesia dapat dilihat dari rasio pajak (tax ratio) negara Indonesia.
Kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak dari masyarakat
dapat ditunjukkan dalam rasio pajak. Kinerja pemungutan pajak negara yang
semakin baik, maka semakin tinggi rasio pajak suatu negara tersebut. Rendahnya
kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar pajak tercermin dari angka tax
ratio yang masih di level 11,9%, yang notabenenya jauh lebih rendah jika
dibandingkan negara lain. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak, membuat rasio pajak (tax ratio) Indonesia lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara tetangga lainnya. Kondisi keuangan yang ada di
perusahaan maupun kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan bisa
dijadikan pemicu untuk dilakukannya tax avoidance. Kasus penghindaran pajak
(tax avoidance) yang dilakukan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh tata kelola
perusahaannya (corporate governance) karena sebuah perusahaan merupakan
wajib pajak sehingga suatu aturan struktur corporate governance mempengaruhi
cara sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, tetapi disisi lain
perencanaan pajak tergantung pada dinamika corporate governance dalam suatu
perusahaan. Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang
menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang
menentukan arah kinerja perusahaan (I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit
Suardana 2014). Arah kinerja perusahaan dipengaruhi oleh pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Corporate governance berperan dalam
pengambilan keputusan, termasuk dalam keputusan membayar pajak yang akan
dibayarkan oleh perusahaan. Sebuah perusahan di kategorikan Good Corporate
Governance, apabila prinsip-prinsip pokok corporate governance yang terdiri dari
keterbukaan informasi (transparency), akuntabilitas (accountability),
responsibilitas (responsibilities), kemandirian (independency), serta kesetaraan
dan kewajaran (fairness) dijalankan dalam perusahaan dengan baik, sehingga
dalam hal membayar pajak perusahaan akan membayar sesuai dengan jumlah
yang ditetapkan.

Stakeholder alliance

Sebelum sebuah bisnis dapat mulai membangun aliansi dengan para pemangku
kepentingannya, mereka perlu memisahkan para pemangku kepentingannya
menjadi mereka yang dapat berguna dan mereka yang tidak bisa. Setiap
pemangku kepentingan dapat diukur menggunakan dua parameter - tingkat
minatnya dalam bisnis dan tingkat pengaruhnya terhadap bisnis. Sebagai contoh,
para investor dari perusahaan yang menjalankan rantai supermarket nasional
memiliki minat yang kuat dan pengaruh yang kuat dalam bisnis sementara
pemasok individualnya memiliki minat yang kuat tetapi pengaruh yang lebih
lemah. Bisnis harus memusatkan upaya membangun aliansi pada para pemangku
kepentingan yang memiliki kepentingan kuat dan pengaruh kuat karena mereka
adalah pemangku kepentingan yang dapat membantu bisnis dan dapat dibujuk
menjadi aliansi.

a. Kebutuhan Bisnis dan Keinginan Pemangku Kepentingan Begitu suatu bisnis


telah mengidentifikasi para pemangku kepentingan yang dapat berguna untuk itu
dalam suatu aliansi, bisnis itu kemudian perlu meneliti keinginan para pemangku
kepentingan dan bagaimana ia dapat memuaskan keinginan-keinginan yang sama.
Bisnis perlu memahami bagaimana mereka dapat memuaskan keinginan para
pemangku kepentingan mereka karena kedua belah pihak perlu mendapatkan
manfaat dari aliansi untuk aliansi yang akan dibuat dan tahan lama. Misalnya, jika
suatu bisnis memahami bahwa pemerintah lokal ingin menarik lebih banyak
pekerjaan, bisnis itu mungkin mengusulkan memulai pabrik manufaktur di lokasi
tersebut sebagai pertukaran untuk subsidi.

b. Menciptakan Aliansi Bisnis dan Pemangku Kepentingan Setelah bisnis


memahami kebutuhannya sendiri, kebutuhan para pemangku kepentingan yang
diinginkannya sebagai mitra, dan sarana yang melaluinya aliansi dapat membantu
memuaskan kedua set hasrat itu, bisnis itu dapat menggunakan informasi tersebut
untuk menciptakan syarat-syarat proposal aliansi. Jika informasinya benar, maka
aliansi dapat dibangun berdasarkan persyaratan yang diajukan setelah negosiasi
lebih lanjut. Karena informasi satu partner sering tidak lengkap atau
menghilangkan informasi yang dipertimbangkan oleh yang lain, proses ini tidak
sempurna. Sebagai contoh, suatu bisnis dapat mengusulkan kontrak lebih lanjut
dengan pemasoknya yang tidak dapat disetujui oleh pemasok karena tidak
memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kewajibannya
berdasarkan persyaratan yang diusulkan.

Consumer protection

Dalam yurisdiksi peraturan yang menyediakannya (terdiri dari sebagian besar atau
semua negara maju dengan ekonomi pasar bebas), perlindungan konsumen adalah
sekelompok undang-undang dan organisasi yang dirancang untuk memastikan
hak-hak konsumen serta perdagangan yang adil, persaingan dan informasi yang
akurat di pasar. Undang-undang dirancang untuk mencegah bisnis yang terlibat
dalam penipuan atau praktik-praktik tidak adil yang ditentukan dari mendapatkan
keuntungan lebih dari pesaing. Mereka juga dapat memberikan perlindungan
tambahan bagi mereka yang paling rentan di masyarakat. Undang-undang
perlindungan konsumen adalah bentuk peraturan pemerintah yang bertujuan untuk
melindungi hak-hak konsumen. Contohnya, pemerintah mungkin mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi terperinci tentang produk —
khususnya di area di mana keselamatan atau kesehatan masyarakat merupakan
masalah, seperti makanan. Perlindungan konsumen terkait dengan gagasan hak-
hak konsumen dan pembentukan organisasi konsumen, yang membantu
konsumen membuat pilihan yang lebih baik di pasar dan mendapatkan bantuan
dengan keluhan konsumen. Organisasi lain yang mempromosikan perlindungan
konsumen termasuk organisasi pemerintah dan organisasi bisnis yang mengatur
diri sendiri seperti lembaga dan organisasi perlindungan konsumen, ombudsman,
Federal Trade Commission di Amerika, dan Better Business Bureaus di Amerika
dan Kanada, dll. Konsumen didefinisikan sebagai seseorang yang memperoleh
barang atau jasa untuk penggunaan langsung atau kepemilikan daripada dijual
kembali atau digunakan dalam produksi dan manufaktur. Kepentingan konsumen
juga dapat dilindungi dengan mempromosikan persaingan di pasar yang secara
langsung dan tidak langsung melayani konsumen, konsisten dengan efisiensi
ekonomi, tetapi topik ini diperlakukan dalam hukum persaingan. Perlindungan
konsumen juga dapat ditegaskan melalui organisasi non-pemerintah dan individu
sebagai aktivisme konsumen. Hukum perlindungan konsumen atau hukum
konsumen dianggap sebagai area hukum yang mengatur hubungan hukum pribadi
antara konsumen individu dan bisnis yang menjual barang dan jasa tersebut.
Perlindungan konsumen mencakup berbagai topik, termasuk tetapi tidak selalu
terbatas pada kewajiban produk, hak privasi, praktik bisnis yang tidak adil,
penipuan, keliru, dan interaksi konsumen / bisnis lainnya. Ini adalah cara untuk
mencegah penipuan dan penipuan dari kontrak layanan dan penjualan, penipuan
yang memenuhi syarat, peraturan penagihan kolektor, penetapan harga,
penyerahan utilitas, konsolidasi, pinjaman pribadi yang dapat menyebabkan
kebangkrutan.
SANKSI - SANKSI

A. Sanksi Perdata

Ganti rugi dalam bentuk :

1. Pengembalian uang

2. Penggantian barang

3. Perawatan kesehatan, dan/atau

4. Pemberian santunan

5. Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

B. Sanksi Administrasi

Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar
Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

C. Sanksi Pidana

1. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8,
9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18

2. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal
11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

3. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian Hukuman tambahan , antara lain :

 Pengumuman keputusan Hakim

 Pencabuttan izin usaha;

 Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;

 Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;


 Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

KESIMPULAN

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. (UU N0.8 Th 1999).
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk
melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.Dengan kata lain, segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Oleh karena itu, Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki
sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat
penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.
Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara
spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh
untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam
saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Contoh Kasus Perlindungan Hak-hak Konsumen pada Kasus BBM
Hal ini kasus kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), masyarakat konsumen
tetaplah menjadi objek penderita meskipun akan diupayakan adanya subsidi dan
kompensasi dalam berbagai bentuk. Ini berarti bahwa produk-produk kebijakan
pemerintah di bidang ekonomi, yang ditandai dengan kenaikan elpiji sebesar
41,6% dan harga BBM yang besarnya direncanakan sebesar 40% semakin
memperjelas beban masyarakat sebagai konsumen akan semakin berat.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini sama sekali bertentangan dengan
ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 29 UUPK, bahwa pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Secara teknis, kewajiban
pemerintah itu dilaksanakan oleh menteri, atau menteri teknis terkait.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mestinya memperjuangkan nasib rakyat,


ternyata sekadar stempel pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang diambil dapat
memperoleh legitimasi dari masyarakat. Kalaupun terjadi perubahan dalam hal
persentase kenaikannya, nilai perubahan itu dapat dipastikan tidak sesuai dengan
kondisi yang berkembang dan tuntutan masyarakat. Rakyat menjerit karena harga-
harga sudah telanjur meningkat jauh sebelum kepastian kenaikan harga BBM
diputuskan. Meskipun pemerintah secara aktif dan terus-menerus melakukan
sosialisasi, kenyataannya upaya tersebut tidak akan mampu mempengaruhi
melambungnya harga-harga.
Daftar Pustaka

- Business Ethics & GG Pusat Bahan Ajar dan eLearning Prof. Dr. Ir. Hapzi
Ali, MM, CMA
- http://ranggiwirasakti.blogspot.com/2012/11/prinsip-prinsip-dalam-
hukum.html
- https://id-id.facebook.com/notes/mutiara-hikmah-dari-al-quran-dan-
assunnah/kisah-sahabat-sahabat-rosululloh-saw-asma-binti-abu-
bakar/292081947489405
- http://kusmianto.mhs.narotama.ac.id/2013/12/23/etika-perlindungan-
konsumen/
- http://handayani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29660/PERLIND
UNGAN+KO NSUMEN.(MAHASISWA).doc
- http://fadhilhadzamimuhammad.blogspot.com/2013/06/perlindungan-
konsumen.html
- http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalhukumunsrat/article/download/
1261/1029
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35123/3/Chapter%20ll.pdf
- http://afiarini.wordpress.com/2010/12/17/bisnis-dan-perlindungan-
konsumen/
- http://hadasiti.blogspot.com/2012/11/bisnis-dan-perlindungan-
konsumen.html
- https://www.academia.edu/25118209/BAB_6_ETIKA_PERLINDUNGA
N_KONSUMEN_STIE_NGANJUK?auto=download

Anda mungkin juga menyukai