Anda di halaman 1dari 43

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

LRFD (Load And Resistance Factor Deisgn) adalah spesifikasi yang


dikeluarkan oleh AISC (America Instate Of Steel Construction) untuk desain
konstruksi baja, berdasarkan ketahanan metode kekuatan ultimit (Metode Plastis).
LRFD memberikan perbandingan yang lebih spesifik antara beban Q dan
resistensi Rn, seperti persamaan untuk persyaratan mendapatkan keamanan
sebagai berikut:

ϕRn ≥ ∑ γi Qi ................................................................................................... (2.1)

Dimana :

∑ = Penjumlahan

i = menunjukan berbagai kondisi

Qi = pengaruh beban nominal

Yi = faktor beban terkait beban Qi yang ditinjau

Yi Qi = kuat perlu, dari kondisi batas yang paling ekstrim

Rn = kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan

ϕ = faktor tahanan sesuai jenis struktur yang di tinjau

ϕRn = kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan

Dimana ruas kiri mewakili resistensi (kekuatan) dari komponen atau sistem,
sedangkan ruas kanan mewakili beban yang diharapkan akan ditanggung sehingga
cenderung memberikan struktur yang lebih aman, Pada sisi kekuatan harga
nominasi resistensi Rn dikalikan dengan faktor resistensi (reduksi kekuatan) ϕ
untuk mendapatkan kekuatan desain. Pada sisi beban berbagai efek beban Qi
(seperti beban mati, beban hidup, dan beban salju) dikalikan dengan faktor-faktor
kelebihan beban γi untuk mendapatkan jumlah ∑ γi Qi dari beban-beban terfaktor.

4
5

LRFD (Load And Resistance Factor Design) adalah suatu metode dalam
perencanaan bangunan gedung yang memperhitungkan faktor beban dan faktor
ketahanan material. Konsep desain ini pada prinsipnya tegangan yang terjadi
dalam setiap elemen struktur harus lebih kecil dari tegangan yang di ijinkan.
Dengan pengertian lain, beban yang bekerja harus lebih kecil dari kapasitas
kekuatan elemen dibagi dengan suatu faktor keamanan safety factor.

2.2. Konsep Pembebanan

Pembebanan gedung berdasarkan SNI 1727-2013 tentang pembebanan


minimum untuk perancangan gedung dan struktur lain.

A. Beban Mati (Dead Load)


Merupakan berat dari semua unsur atau bagian gedung yang bersifat tetap dan
segala unsur tambahan, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari gedung.

B. Beban Hidup (Life Load)


Semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung,
termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah-pindah, peralatan yang merupakan bagian dari gedung dan dapat
diganti posisi, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan pada
gedung. Khusus pada bagian atas bagunan yaitu atap, beban hidup yang termasuk
berasal dari air hujan dan tekanan jatuh (energi kinetik).

C. Beban Angin (Wind Load)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

D. Beban Gempa (Earthquake Load)


Beban gempa adalah beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan suatu analisa
6

dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya di
dalam struktur tersebut, yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

2.2.1. Kombinasi Pembebanan


Berdasarkan peraturan yang berlaku pada SNI 1727 – 2013 tentang Beban
minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain, digunakan
kombinasi dasar pembebanan metode desain kekuatan sebagai berikut :

1) 1.4D
2) 1.2D + 1.6L + 0.5 ( Lr atau R)
3) 1.2D 1.6 (Lr atau R) + (L atau 0.5W)
4) 1.2D 1.0W + L + 0.5 (Lr atau R)
5) 1.2D 1.0E + L
6) 0.9D 1.0W
7) 0.9D 1.0E
Keterangan :

D = beban mati

E = beban gempa

L = beban hidup

Lr = beban hidup atap

R = beban hujan

W = beban angin
7

2.2.2. Faktor Tahanan dan Faktor Beban


Faktor tahanan (ɸ) bervariasi menurut tipe batang dan keadaan batang yang
sedang diperhitungkan. Konsep dasar ketentuan LRFD adalah :

Ru ≤ ϕ Ru ........................................................................................................ ( 2.2)

Kuat perlu, Ru adalah nilai maksimum dari berbagai kombinasi beban terfaktor
yang dicari dengan bantuan analisis struktur. Untuk mencari kuat perlu , Ru untuk
tiap – tiap elemen struktur, maka diperlukan analisa struktur secara menyeluruh
(global). Faktor kombinasi beban disiaokan untuk analisis struktur cara elastis.
Jika alat analisis struktur dilengkapi opsi memperhitungkan efek P-∆ (nonlinier
geometri), maka ketentuan analisis stabilitas struktur selain memakai Efective
Length Method (ELM) juga dapat memakai Direct Analysis Method (DAM)

Tabel 2.1 Faktor tahanan φ


Komponen Struktur Faktor Tahanan (φ)
Lentur 0.9
Tekan aksial 0.9
Tarik aksial
- tarik leleh 0.9
- tarik fraktur 0.75
Geser 0.9
Sambungan baut
- baut geser 0.75
- baut tarik 0.75
- kombinasi geser dan tarik 0.75
- baut tumpu 0.75
Sambungan las
- las tumpul penetrasi penuh 0.9
- las sudut/tumpul penetrasi sebagaian 0.75
- las pengisi 0.75
Sumber : Struktur Baja Perilaku, Analisa & Desain – AISC 2010,Wiryanto Dewobroto
8

2.3. Struktur Komposit

2.3.1. Tinjauan Umum


Konstruksi komposit adalah suatu sistem konsturksi dimana terdapat kerja
sama monolith antara dua macam bahan yang berbeda, yaitu beton dan baja. Aksi
komposit terjadi bila dua batang stukrutral penumpu beban seperti sistem lantai
beton dan balok baja penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan
mengalami defleksi sebagai satu kesatuan.Pada kerjasama ini diharapkan terjadi
interaksi penuh antara baja dan beton dengan memasang alat penghubung geser
atau Shear Connector. Faktor yang penting pada aksi komposit ialah lekatan
antara beton dan baja harus tetap ada. (Salmon, 1995:347)

Keuntungan memakai konstruksi komposit adalah :

1) Berkurangnya luas baja yang dipakai mencapai 20% - 30%


2) Kapasitas penampang meningkat dalam menerima beban dan untuk
gelagar tunggal bentang gelagar dapat lebih panjang
3) Struktur lebih tahan pada lingkungan agresif
4) Pelaksanaan konstruksi lebih praktis dan efisien
Sedangkan kekurangan konstruksi komposit adalah :

1) Pengaruh kontinuitas, penampang tidak seluruhnya efektif (pada balok


menerus) dapat menjadi diskontinuitas
2) Lendutan jangka panjang

2.3.2. Deck Baja


Konstruksi komposit plat lantai terdiri dari sebah slab beton cetak ditempat
yang solid, yang ditempatkan diatas dan saling dihubungkan dengan gelagar baja.
Slab beton tersebut juga sering dicetak diatas baja dan slab itu sendiri ditumpu
oleh penampang baja profil. Aksi komposit antara deck baja dan plat beton dapat
terbentuk melalui :

1) Lekatkan kimiawi dan friksi antara kedua material


9

2) Kekuatan pasif dari profil deck yang beraksi seperti pratekan (tergantung
pada ketebalan plat dan bentuk profil

2.3.3. Dasar-Dasar Desain Deck Baja


Desain dari beberapa sistem konstruksi, kerusakan deck baja di kelompokkan
berdasarkan pada model kerusakan yang terjadi pada deck baja tersebut.Dua
kerusakan utama yang terdapat pada deck baja diantaranya kerusakan bentang
gelombng dan kerusakan akibat lendutan.

Kerusakan bentangan gelombang adalah tipe kerusakan yang sering terjadim


ciri-ciri kerusakannya berupa bentuk patahan diagonal pada penampang beton
yang ditandai dengan sleep gelombang antara deck baja dan beton. Secara cepat
kerusakan sleep gelombang dapat mempengaruh kapasitasnya.

Perencanaan plat komposit dalam beberapa cara berbeda dengan perencanaan


plat lantai beton bertulang, plat komposit memakai tulangan yang bersirip
permukaannya, satu hal yang perlu diperhatikan bahwa luasan penampang dari
lantai baja yang berfungsi sebagai tulangan didistribusikan pada sebagian tinggi
plat melalui suatu cara yang tergantung pada bentuk dari lantai baja tersebut. Hal
yang lebih penting lagi adalah kenyataan bahwa hasilnya lantai baja-beton
tersebut berfungsi sebagai perkuatan plat seluruhnya tergantung pada ikatan antara
kedua material pada kedua permukaan.

Berdasarkan alasan ini, untuk memperkuat ikatan tersebut diapaki berbagai


alat yang dikenal sebagai alat penyalur gaya geser, biasanya berupa tonjolan-
tonjolan (gerigi) yang mempunyai jarak yang cukup dekat sekali. Di samping itu
alat ini juga harus dapat melawan kecenderungan terpisahnya lantai baja dan
beton dalam arah vertikal.
10

2.3.4. Momen Kapasitas Lentur


Untuk lantai baja yang relatif dangkal dan plat yang tingginya cukup besarm
yaitu apabila tebal plat h jauh lebih besar dari tinggi lantai baja, pelelehan
mungkin telah menyebar pada seluruh tinggi lantai baja sebelum regangan tekan
beton mecapai harga batas sebesar ϵu = 0.003. selanjutnya gaya tarik baja akan
bekerja pada pusat dari penampang lantai baja. Pada keadaan ini plat tersebut
bersifat bertulangan lembah (undereinforced) dan disini berlaku persamaan yang
biasa dipakai untuk merencanakan penampang yang berbentuk persegi yaitu :

C = (0,85.ƒc’).b.a ............................................................................................. (2.3)


T = As.Fy .......................................................................................................... (2.4)
Didapat keseimbangan gaya horizontal, jika C = T maka diperoleh :

................................................................................................... (2.5)

Maka besarnya nilai momen kapasitas lentur deck baja (Mn).

Mn = T.jd .......................................................................................................... (2.6)

Mn = As.Fy { d - } ........................................................................................... (2.7)

Keterangan :

Mn : adalah momen nominal lentur deck baja

A : Adalah luasan deck baja

ɑ : Adalah garis netral penampang

b : Adalah pias persatuan lebar deck baja

Untuk plat dengan tulangan lantai baja seperti ini, kondisi keseimbangan
didefinisikan sebagai keadaan dimana bagian atas dari lantai baja baru mencapai
tegangan lelehnya ketika regangan tekan beton mencapai harga ϵu = 0.003. Harga
perbandingan baja seimbang untuk kondisi yang dijelaskan tersebut (A.nilson)
adalah:
11

fc '   u   yc  hr 
Pb  0.85.1
fy  u   y   d  .......................................................... (2.8)

Jika ϵu= 0.003 dan ϵy=

Maka diperoleh nilai Pb :

fc '  0.003.Es   yc  hr 
Pb  0.85.1
fy  0.003.Es  fy   d  ................................................... (2.9)

Jika nilai Es = 200000 Mpa, maka nilai Pb yang dipakai :

fc '  600   yc  hr 
Pb  0.85. 1
fy  600  fy   d  ..................................................... (2.10)

Keterangan :

β1 : 0,85 untuk fc’ ≤ 30 Mpa

β1 : 0,85 – 0,008 (fc’ – 30) untuk fc’ > 30 Mpa

fc’ : kuat mutu beton (Mpa)

fy : kuat mutu baja (Mpa)

hr : keadalaman deck baja (mm)

Yc : tebal plat (mm)

D : kedalaman efektif plat (jarak dari serat atas beton ke titik Pusat deck

baja (mm)

Persamaan ini sama dengan ρb pada plat biasa kecuali untuk bentuk terakhir
yang dapat di dalam kurung, seluruh lantai baja termasuk serat atasnya pada jarak
yc – hr dari bagian atas plat harus meleleh sedang gaya tarik total pada pusat
lantai baja terletak pada jarak d dari bagian atas plat.
12

Gambar 2.3 Diagram Gaya Komposit Plat

Gambar 2.1 Diagram Gaya Komposit Plat (Sumber: Salmon, 1995)

2.3.5. Desain tulangan tumpuan


Dalam perhitungan tulangan negatif menggunakana persamaan (Istimawan
Dipohusodo,1994) :

Drec= tebal plat (h) = tebal selimut beton minimum – 1.2 Dtulrenc ................... (2.11)

Menentukan nilai (k) yang diperlukan :

.............................................................................................. (2.12)

Dari tabel istimawan (A-8 sampai A-37) dengan nilai k didapat ρ. Dengan nilai fc’
dan fy dari tabel istimawan (A-6) didapat nilai ρmin dan ρmax. Nilai ρmin<ρ <ρmax.

Menentukan luas tulangan :

As = ρ.b.d ........................................................................................................ (2.13)

Apabila nilai ρ < ρmin maka yang dipakai dalam menentukan luas tulangan ada
ρmin.Untuk menentukan tulangan yang diapakai dalam perencanaan plat deck baja
ini memakai baja tulangan dengan leleh baja fy = 300 Mpa

2.3.6. Defleksi deck baja


Kemampuan suatu struktur ditentukan oleh lendutan retak, korosi tulangan
dan rusaknya permukaan beton, memberikan daftar tebal minimum dari balok
serta plat dan memberikan daftar tebal minimum dari balok serta plat dan
memberikan nilai lendutan maksimum sesuai perizinan.
13

Dalam menentukan tabel atau tinggi minimum komponen struktur, dapat


mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam tabel atau menghitung lendutan yang
terjadi menggunakan rumus lendutan standar yang digabungkan dengan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan momen inersia serta pengaruh riwayat
beban dan waktu dari komponen struktur yang ditinjau.

Defleksi pada deck baja dapat menimbulkan lengkungan pada permukaan


sehingga beton akan mengalami kerusakan. Momen inersia untuk perencanaan
deck baja harus dihitung berdasarkan desain khusus dari bentuk panel deck
baja.Beban hidup dan beban mati harus juga diperhatikan padas saat menentukan
panjang bentang.

Gambar 2.2 Penampang Komposit Plat (Sumber: Salmon, 1995)

Z = h – hr/2 – a ............................................................................................... (2.14)

Besar garis netral yang berjarak a terhadap serat tepi tersebut dilakukan
menggunakan persamaan keseimbangan momen statis. Luas efektif terhadap serat
tepi tersebut sebagai berikut :

L a
 n .a. 2   As Z  0 ......................................................................................... (2.15)

Dimana momen inersia penampang retak :

L
a3 ( )
I cr  n  A Z  I .................................................................................. (2.16)
s s
3n
14

Sedangkan besarnya nilai modulus penampang retak adalah :

I cr
S cr  .................................................................................. (2.17)
h  (hr / 2)

Keterangan :
h : slab depth
a : panjang beton equivalen
L : panjang suatu bagian floor deck
hr : tinggi floor deck
As : luas penampang satu bagian floor deck
N : modulus rasio,

Gambar 2.3 Penampang komposit plat (Sumber: Salmon, 1995)

Besar garis netral terhadap serat tepi atas dihitung menggunakan persamaan
keseimbangan momen statis sebagai berikut :
A. y
yuc  ............................................................................................... (2.18)
A
Dimana momen inersia penampang uncracked :
L
d3( )
I uc  n  d . L .( y  d ) 2   Is   As.(h  y  hr ) 2 
12  n uc 2   uc
2 
L
hr 3 ( )
 2n  hr.( L ).(h  hr  y ) 2 
12  2n 2
uc 
15

Keterangan :

D : tinggi beton diatas tepi atas floor deck

Hr : tinggi floor deck

As : luas penampang satu bagian floor deck

Jadi total momen inersia yang digunakan adalah momen inersia rata-rata dari

kedua kondisi.
I cr  I uc
I av  ................................................................................................. (2.19)
2
Perhitungan lendutan terbagi menjadi dua tahapan :
a. Lendutan seketika

Lendutan seketika pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah


beban bekerja seketika itu pula terjadi lendutan untuk memperhtiungkannya
komponen struktur dianggap berperilaku elastis sepenuhnya. Lendutan komponen
struktur merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan dan kondisi ujung.
(bentang sederahana, menerus atau jepit). Jenis beban (terpusat,merata) dan
kekuatan lentur komponen (EI).

Lendutan maksimum adalah :

4
Wu l n
 maks  ........................................................................................... (2.20)
185.Ec.Ic

Keterangan :

 maks : defleksi yang terjadi


Wu : beban yang bekerja disepanjang bentang deck
Ln : panjang bentang

b. Lendutan jangka panjang


Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan seketika
akan pula mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur dalam jangka
16

waktu yang cukup lama. Selanjutnya lendutan tersebut lendutan jangka panjang,
dan dihitung berdasarkan dua hal yakni besarnya beban mati dan beban hidup
yang menetap , dan rasio perbandingan tulangan desak terhadap tulangan tarik
pada plat. Nilai lendutan dinyatakan dalam perkalian suatu faktor dengan lendutan
seketika yang disebabkan oleh beban menetap (Istimawan Dipohusodo,1994)
 ......................................................................... (2.21)
 LT  1  1 ( )
1  50  '

Keterangan :

 LT : lendutan jangka panjang

1 : lendutan seketika disebebakan oleh beban yang menetao

 : konstanta tergantung waktu untuk beban tetap, ditetapkan sebagai

berikut:

Untuk 5 tahun atau lebih (ɷ)  = 2.0

12 bulan  = 1.4

6 bulan  = 1.2

3 bulan  = 1.0

Pada komposit dengan lantai baja biasa dipakai pada bentang statis tertentu
diantara gelagar baja maupun sebagai bentang menerus. Pada kasus pertama harus
diberikan tulangan negatif diatas perletakan untuk memperkecil retak pada bagian
atas plat. Untuk plat menerus, baguan yang memikul momen negatif direncanakan
secara konvensional seperti juga tulangan pada plat beton.
17

2.3.7. Sifat Mekanik Baja

Gambar 2.4. Hubungan tegangan regangan tipikal (Sumber: Solmon, 1997:41)

Titik titik penting ini membagi kurva tegangan –regangan menjadi beberapa
daearah sebagai berikut :
Daerah linier, Daerah plastis antara 0 dan fe , Daerah plastis yang dibatasi
oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%, Daerah penguatan regangan (strain –
hardening ) antara esh dan eu.

Daerah linier dalam hokum hooke ,kemiringan dari bagian kurva yang lurus
ini disebut modulus elastisitas.

Daerah plastis antara 0 dan fe pada daerah ini jika beban dihilangkan maka
benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji masih
bersifat elastis

Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5% pada
bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar fy.
.karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-bnar datar
sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis. Daerah penguatan regangan
18

(strain –hardening ) antara esh dan eu Daerah ini dinamakan daerah penguatan
regangan (strain –hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus.

2.4. Balok Komposit

2.4.1. Umum
Sistem struktur komposit terbentuk dari adanya interaksi antara komponen-
komponen struktur baja dan beton yang masing-masing karateristik dasar
materialnya dimanfaatkan secara optimal.(Salmon, 1995:345)
Konsep perilaku komposit, pertama-tama ditinjau pada balok non komposit
dimana bila slib diantara pelat dan balok diabaikan, balok dan pelatnya masing-
masing memikul beban secara terpisah. Bila pelat mengalami deformasi karena
beban vertical, permukaan bawahnya berada dalam keadan tarik dan mengalami
perpanjangan,sedangkan permukaan atas balok bajanya tertekan dan mengalami
perpendekan. Sehingga terjadi diskontinuitas pada bidang kontaknya, karena
gesekan diabaikan, hanya gaya-gaya vertical saja yang bekerja diantara slab dan
balok
Sedangkan pada balok komposit tidak akan terjadi slip di antara pelat dan
balok. Gaya-gaya horizontal (geser) terjadi dan bekerja pada permukaan bawah
pelat tersebut sehingga menekan dan membuatnya menjadi pendek, sementara
gaya-gaya tersebut juga bekerja pada permukaan atas balok dan membuatnya
lebih panjang. .(Salmon, 1995:348)

Gambar 2.5 Perbandinngan antara balok komposit dan non komposit


(Salmon, 1995 :348)
19

Aksi balok komposit terbentuk dengan adanya transfer geser antara pelat
beton dan balok baja dapat terjadi melalui:
1) Mekanisme interlocking (menahan) antar penghubung geser mekanis
dan pelat beton
2) Mekanisme lekatan dan friksi disepanjang permukaan atas profil baja
yang terkekang didalam beton dan mekanisme tahanan pada bidang
antara beton dan selubung beton sekitar profil baja.

2.4.2. Sistem Pelaksanaan Pada Balok Komposit


Sistem pelaksanaan pada balok komposit, secara umum dibedakan
berdasarkan dengan ada atau tidaknya perancah (tumpuan sementara) pada saat
proses kontruksi.
Jika tidak ada tumpuan sementara, maka saat beton belum mengeras balok
baja harus bisa menahan berat sendiri, berat beton pelat dan berat bekisting pelat
(dek baja gelombang). Setelah pelat beton mengeras, struktur menjadi komposit
dan harus bisa menahan beban mati dan beban hidup
Cara yang lain ialah dengan menggunakan perancah (tumpuan sementara),
perancah ini saat beton belum mengeras akan memikul beban dari berat sendiri
balok baja, beton pelat lantai dan bekisting pelat. Saat beton mengeras perancah
dilepas dan struktur harus kuat menahan beban mati dan beban hidup.

2.4.3. Lebar Efektif Balok Komposit


Lebar efetif minimum untuk gelagar dalam dengan plat di kedua sisi gelagar
(diambil nilai minimum dari ketiga syarat).
 bE ≤ L/4
 bE ≤ bo (untuk jarak antara balok yang sama)
Lebar efektif untuk gelagar pinggir dengan plat hanya di salah satu sisi
(diambil nilai minimum dari ketiga syarat):
 bE ≤ L/8
 bE ≤ ½ bo (jarak dari pusat balok ke pinggir slab)
20

Gambar 2.6 Lebar Efektif Balok Komposit (Sumber: Perencanaan Struktur


Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

2.4.4. Kuat Lentur Balok Pra-Komposit


Dalam merencanakan struktur komposit, sebelum beton mengeras struktur
baja harus kuat dalam menahan beban dari berat sendiri dan beban hidup
kontruksi yaitu sebesar 100 kg/m2. Besar momen nominal struktur baja tergantung
dari nilai kekompakan penampang baja yang digunakan.

Tabel 2.2 Nilai batasan kelangsingan untuk penampang WF


Elemen λ λp λr
b
Flens 0.38 √ 0.95√
t
h
Web 3.76√ 5.70√
tw
Sumber: SNI 1729 – 2015
1) Penampang kompak
Mn = Mp
Mp = Z . ƒy ..................................................................................................... (2.22)
Dimana :
Mp : momen plastis (N.mm)
ƒy : tegangan leleh baja (MPa)
1
Zx : b.t f d  t f   .t w .(d  t f ) 2 (untuk profil WF, mm3)
4
1 2 1 2 3
Zy : b .t f  .t w .(d  2t f ) (untuk profil WF, mm )
2 4
21

b : lebar sayap (mm)


d : tinggi penampang (mm)
tf : tebal sayap (mm)
tw : tebal badan (mm)

2) Penampang Tak kompak


  P
Mn = M P  M P  M r  ................................................................... (2.23)
r   P
Mr = (ƒy – ƒr) × S .......................................................................................... (2.24)
Dengan :
Mr : momen batas tekuk (N.mm)
ƒr : tegangan sisa (MPa)
ƒr : 70 MPa untuk penampang gilas panas
ƒr : 115 MPa untuk penampang yang dilas
3) Penampang Langsing
2
r 
Mn = M r   ............................................................................................. (2.25)
 

2.4.5. Tegangan Pada Balok Komposit


Dalam menentukan tegangan yang terjadi pada suatu komponen komposit,
terlebih dahulu harus diketahui titik berat komponen tersebut. Karena terdapat
perbedaan pada baja dan beton, maka beton harus ditransformasikan ke
penampang baja yang di jelaskan pada sub bab sebelumnya. Cara
mentransformasikannya adalah sebagai berikut :
AC
Luas transformasi = ................................................................................ (2.26)
n
22

Dimana :
Ac : luas pelat beton efektif = bE x tebal plat
E
n : rasio modulus = S
EC
ES : modulus elastisitas baja (200000 MPa)

EC : modulus elastisitas beton = 4700 f ' C (MPa)

f’C : kuat tekan rencana pada usia 28 hari (MPa)

bE
ec fc
AC AC/n f st y
yt

yb
ey f sb

Gambar 2.7 Diagram tegangan dan regangan pada balok komposit dengan
luas penampang pelat beton yang telah ditranformasikan (Sumber: Perencanaan Struktur
Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Setelah didapatkan luas transformasi kita dapat mencari nilai titik berat dan
momen inersia yang ada, sehingga besarnya tegangan yang terjadi bisa diketahui.
Besarnya suatu tegangan pada penampang adalah sebagai berikut :
M  yt
f st 
I ............................................................................................... (2.27)
M  yb
f sb 
I ...............................................................................................
(2.28)
My
fC 
n I .............................................................................................. (2.29)
Dimana :
M : momen yang terjadi
I : momen inersia penampang
yb : jarak titik berat penampang dengan tepi bawah penampang baja
yt : jarak titik berat penampang dengan tepi atas penampang baja

y : jarak titik berat penampang dengan tepi atas penampang beton


23

2.4.6. Sifat – sifat Penampang Komposit


Sifat – sifat penampang komposit dapat dihitung dengan metode transformasi
luas, dimana luas beton ditransformasi menjadi luas ekuivalen. Luas beton
direduksi dengan memakai lebar plat yang sama be/n, dengan n adalah rasio
modulus elastisitas baja Es dengan modulus elastisitas beton Ec.
Balok komposit dapat dipandang sebagai batang baja yang memiliki plat
rangkap pada sayap atasnya. Plat rangkap yang berupa beton dianggap efektif bila
sayap atas tertekan. Untuk balok menerus plat beton biasa diabaikan pada momen
daerah negatif. Jika garis netral memotong plat beton maka beton hanya menahan
gaya lentur tekan. (Salmon, 1995:353)

2.4.7. Kekuatan Batas Komposit Penuh Daerah Momen Positif


Menurut SNI 1729 – 2015 pasal I3.2a ditentukan sebagai berikut :

Kekuatan lentur nominal desain,ϕb . Mn dari suatu komponen struktur komposit


(untuk momen positif) dan kekuatan lentur positif yang diizinkan, M n harus
ditentukan untuk keadaan batas leleh sebagai berikut:

a) Untuk ≤ 3.76 √

Mn harus ditentukan dari distribusi tegangan plastis pada penampang komposit


untuk keadaan batas leleh (momen plastis). ϕb = 0.90

b) Untuk > 3.76 √

Mn harus ditentukan dari superposisi tegangan elastis dengan memperhitungkan


efek penopang, untuk keadaan batas leleh (momen leleh). ϕb = 0.90
Kuat lentur nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis
dapat dikategorikan menjadi dua kasus berikut :
24

1) Sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton

bE 0,85.f 'c

ts a C
d1
d/2
d titik berat T

Gambar 2.8 Diagram tegangan dengan sumbu plastis jatuh pada pelat beton
(Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Besar gaya tekan C adalah :


C = 0.85. f’c . a . bE ........................................................................................ (2.30)
Gaya tarik T pada profil baja adalah :

T = As. Fy ....................................................................................................... (2.31)

Dari keseimbangan gaya C = T, maka diperoleh :

.......................................................................................... (2.32)

Kuat lentur nominal dapat dihitung sebagai berikut :

Mn = C.d1 atau Mn = T.d1 = As . fy . ( + ts - ) ...................................... (2.33)

Jika dari hasil perhitungan ternyata , maka asumsi harus diubah. Hasil ini
menyertakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk menggimbangi gaya tarik
yang timbul pada profil baja.
25

2) Sumbu netral plastis jatuh pada profil baja

bE 0,85.f 'c

ts ts Cc
Cs d''
d/2 d'
d titik berat T

fy fy

Gambar 2.9 Diagram tegangan dengan sumbu plastis jatuh pada profil baja
(Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Apabila ke dalam balok tegangan beton a, ternyata melebihi tebal pelat beton,
gaya tekan, Cc yang bekerja pada beton adalah sebesar :

Cc = 0.85 . f’c . bE . ts ...................................................................................... (2.34)

Dari keseimbangan gaya diperoleh hubungan :

T’ = Cc + Cs ................................................................................................... (2.35)

Besarnya T’ sekarang lebih kecil dari pada As . fy, yaitu :

T’ = As . fy – Cs .............................................................................................. (2.36)

Dengan menyamakan persamaan diatas diperoleh :

Cs = atau Cs = .......................................... (2.37)

Kuat lentur nominal diperoleh :

Mn = Cc . d2’ + Cs . d2” ................................................................................ (2.38)


26

2.4.8. Kekuatan Batas Komposit Penuh Daerah Momen Negatif

Kuat lentur rencana untuk daerah momen negatif b .Mn , dengan  b = 0,90

dan Mn besarnya ditentukan berdasarkan distribusi tegangan plastis pada


penampang komposit, selama hal – hal berikut terpenuhi :
1) Balok baja mempunyai penampang yang kompak yang diberi pengaku yang
memadai.
2) Pelat beton dan balok baja di daerah momen negative harus disatukan dengan
penghubung geser
3) Tulangan pelat yang sejajar dengan balok baja di sepanjang daerah lebar efektif
pelat beton harus diangker dengan baik.

Ts’ = As.fy ................................................................................................... (2.39)

Gaya tekan pada balok baja yang dihasilkan oleh bagian balok dibawah garis
netral sebagai Cs.

As. fy  Ts
Cs 
2 .................................................................................... (2.40)

Gaya tarik baja Ts yang lebih kecil dari As.fy adalah :

( As. fy )  Ts'
Ts  ........................................................................................... (2.41)
2

2.4.9. Penghubung Geser


Pemakaian balok komposit akan menimbulkan gaya geser pada pelat beton
dan balok baja. Agar penampang komposit bekerja secara kongkrit, untuk
mengatasi gaya geser horizontal yang terjadi tersebut maka pada balok komposit
perlu dipasang penghubung geser. Penghubung geser yang umumnya dipakai
adalah jenis stud dan kanal
27

Gambar 2.10 Macam-macam penghubung geser (Sumber: Salmon,1995)

Sesuai dengan SNI 1729 – 2015 pasal I8.2 menyatakan bahwa panjang dari
angkur steel headed stud tidak boleh lebih kecil dari empat kali diameter batang
dari dasar angkur steel headed stud pada bagian atas dari kepala batang sesudah
pemasangan.

Kekuatan geser nominal satu angkur steel headed stud yang ditanamkan pada
suatu pelat beton solid atau pada suatu pelat komposit dengan dek harus
ditentukan sebagai berikut :

Qn = 0.5 . Asa . √ ≤ Rg . Rp . Asa . Fu ............................................... (2.42)

Keterangan :

Asa : luas penampang dari angkur steel headed stud (mm 2)

Ec : modulus elastisitas beton (Ec = 0.043 . Wc1.5 .√ , Mpa)

Fu : kekuatan tarik minimum yang diisyaratkan dari suatu angkur steel headed
stud (Mpa)
28

Tabel 2.3 Nilai Rg dan Rp


Kondisi Rg Rp
Tanpa dek 1,00 1,00
Dek diorientasi pararel terhadap profil baja
≥ 1.5 1,00 0,75

< 1.5 0,85 0,75


Dek diorientasikan tegak lurus terhadap profil
baja
Jumlah dari angkur steel headed stud yang
memiliki rusuk dek sama
1 1,00 0,60
2 0,85 0,60
3 atau lebih 0,70 0,60
Sumber : SNI 1729 – 2015

Kekuatan geser nominal satu angkur kanal canai panas yang ditanam pada
pelat beton solid harus ditentukan sebagai berikut :

Qn = 0.3 . (tf + 0.5tw) . Ia .√ ................................................................. (2.43)

Keterangan :

Ia : panjang angkur kanal (mm)

tf : ketebalan sayap angkur kanal (mm)

tw : ketebalan badan angkur kanal (mm)

Kekuatan dari angkur kanal harus dikembangkan dengan pengelasan kanal


kesayap balok untuk suatu gaya yang sama dengan Qn, dengan memperhitungkan
eksentrisitas pada konektor. Jumlah angkur baja yang diperlukan dapat dihitung
dengan rumus berikut :

N= ............................................................................................................ (2.44)

Keterangan :

N : jumlah angkur konektor yang dibutuhkan


29

V : gaya geser horizontal

Qn: kuat geser nominal satu buah angkur konektor

2.4.10. Lendutan
Lendutan ditinjau akibat pengaruh beban mati dan beban hidup.

1) Akibat beban merata

Gambar 2.11 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata

Lendutan akibat pengaruh beban merata (Yun C.Ku,1984)

( DL)  l 4
 max 
384.EI ........................................................................................ (2.45)

( DL)  l 2
x  l  x 2
24.EI
....................................................................................
(2.46)

2) Akibat beban merata dan beban terpusat ditengah

Gambar 2.12 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata dan Terpusat
30

Lendutan akibat pengaruh beban merata dan beban terpusat (Yun C.Ku,1984)
Pl 3 ............................................................................................. (2.47)
 max 
192.EI

 L Px 3
x x    3l.4 x) ........................................................................... (2.48)
 2  48.EI

3) Akibat beban merata diujung balok kantilever

Gambar 2.13 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata

(Wl 4
 max 
8.EI .............................................................................................. (2.49)
w
x 
24 EI

x 4  4l 3 x  3L3  ......................................................................... (2.50)

4) Akibat Beban terpusat diujung balok kantilever

Gambar 2.14 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Terpusat

 Pl 3 
 max   
 3EI  ............................................................................................... (2.51)

p
x 
6 EI

2l 3  3l 2 x  Tx 3 
.............................................................................
(2.52)
31

2.5. Kolom Komposit

2.5.1. Umum
Kolom komposit didefinisikan sebagai ”kolom baja yang dibuat dari
potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau
terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural.
Ada dua tipe koom komposit, yaitu
1) Kolom komposit yang tetbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di
sekelilingnya (Kolom baja berselubung beton).
2) Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (Kolom baja
berintikan beton).

Gambar 2.15 Kolom komposit (Sumber: Salmon, 1996)

2.5.2. Batas Kelangsingan Batang Tarik


Karena mutu material baja relatif tinggi, dimensi batang tariknya bisa sangat
langsing. Secara teoritis, kondisi kelangsingan hanya diperhitungkan elemen
tekan, untuk mengantisipasi tekuk. Batang tarik secara teoritis tidak mengalami
tekuk, oleh karena itu batang tarik tidak dibatasi kelangsingannya hanya
disarankan L/r ≤ 300.

2.5.3. Kuat Tarik Nominal


Kuat tarik rencana ϕt Pn , dengan ϕt sebagai faktor ketahanan tarik dan Pn
sebagai kuat aksi nominal.
32

Nilai terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang terjadi pada penampang
utuh dan penampang berlubang (tempat sambung). Kuat tarik penampang utuh
terhadap keruntuhan leleh (yield) :

Pn : Fy . Ag ...................................................................................................... (2.53)

Dimana :

ϕt : 0.9 terhadap keruntuhan leleh

Ag : luas penampang bruto (gross)

Kuat tarik penampang berlubang (ditempat sambung) akan memanfaatkan


perilaku strain-hardening ( peningkatan tegangan ) pada kondisi regangan
inelastis yang dipicu oleh lonjakan tegangan terkonsentrasi di sekitar lubang.

Pn = Fu . Ae = Fu . An . U ................................................................................ ( 2.54)

Dimana :

ϕt : 0.75 terhadap keruntuhan fraktur

An : luas penampang bersih (netto), dikurangi lubang

Ae : luas penampang efektif

U : faktor shear lag

Nilai Fy dan Fu tergantung dari mutu material, yaitu kuat leleh dan kuat tarik
minimum (kuat batas) dari bahannya. Keruntuhan leleh tingkat daktilitasnya lebih
tinggi dari keruntuhan frakur, oleh sebab itu maka faktor ketahanan tarik (ϕt)
antara keduanya berbeda. Faktor keamanan untuk fraktur tentunya lebih tinggi.

2.5.4. Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan


Parameter material, Fy dan Fu akan menentukan kuat batang tarik, tetapi pada
batang tekan hanya Fy yang penting Fu tidak pernah tercapai.
33

Selain material batang tekan juga dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu
konfigurasi bentuk fisik atau geometri.

Parameter geometri terdiri dari luas penampang (A), pengaruh bentuk


penampang terhadap kekuatan lentur (Imin), panjang batang dan kondisi
pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh panjang efektif (KL). Ke tiganya
dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio kelangsingan
batang (KL/rmin). Secara visual, tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1)
tekuk lokal pada elemen penampang dan (2) tekuk global pada kolom atau batang
secara menyeluruh.

Radius girasi pada arah tekuk :

Rmin = √ .................................................................................................... (2.55)

2.5.5. Panjang Efektif Kolom (KL)


Panjang efektif kolom atau KL adalah cara sederhana tetapi efektif dalam
memprediksikan kekuatan kolom, yaitu dengan mencari korelasi bentuk tekuk

yang berkesesuaian dengan rumus Euler ( Pcr = ). Kondisi ideal tumpuan

tidak mudah dievaluasi dilapangan, untuk itu rekomendasinya nilai K diperbesar.


Meskipun akurat, tetapi implementasi tidak mudah, diperlukan proses
penyederhanaan dari struktur real yang kompleks terlebih dahulu. Dalam hal ini
cukup diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan nilai K yang berbeda, yaitu :

a) Rangka tidak bergoyang : 0.5 ≤ K ≤ 1.0


b) Rangka bergoyang : 1.0 ≤ K ≤ ∞
34

Gambar 2.16 Panduan memprediksi nilai K (Sumber: Struktur Baja Perilaku, Analisis
& Desain – AISC 2010,Wiryanto Dewobroto)

2.5.6. Kuat Tekan Nominal


Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan
bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu (1) tekuk lentur, (2) tekuk torsi dan (3)
tekuk lentur – torsi. Adapun tekuk global atau lokal tergantung klasifikasi
penampang, jika penampangnya tidak-langsing maka tidak terjadi tekuk lokal dan
sebaliknya penampang langsing beresiko tekuk lokal terlebih dahulu.karena tekuk
terjadi pada kondisi elastis, sebelum leleh maka agar efesien perlu dipilih kolom
penampang tidak langsing.

1) Tekuk lentur

Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pada penampang
dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk
tersebut telah dirumuskan oleh Euler. Sampai saat ini rumus tersebut tetap
dijadikan dasar menentukan kual nominal batang tekan (P n). Agar berkesesuaian
dengan cara perencanaan batang tarik, maka luas penampang utuh atau gross (A g)
dijadikan konstanta tetap. Adapun variabelnya adalah tegangan kritis (Fcr) yang
dituliskan dalam format berikut :

Pn = Fcr . Ag .................................................................................................... (2.56)


35

Tegangan kritis, Fcr dihitung berdasarkan syarat berikut, jika

(a) 4.71 √ atau ≤ 2.25 , tekuk inelastis, maka :

Fcr = (0.658 ) .Fy ................................................................................. (2.57)

(b) 4.71 √ atau ≤ 2.25 , tekuk elastis, maka :

Fcr = 0.877 . Fe ................................................................................................ (2.58)

Dimana Fe = Tegangan tekuk Euler (elastis) sebagai berikut.

Fe = 2 ......................................................................................................... (2.59)

2) Tekuk torsi dan tekuk lentur – torsi

Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu puntir (tekuk torsi) atau
gabungan keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan
kekakuan torsi yang relatif kecil atau pusar geser dan pusat beratnya tidak
berhimpit. Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak-langsing terhadap
tekuk torsi dan lentur-torsi adalah sebagai berikut.

Pn = Fcr . Ag ..................................................................................................... (2.60)

Tegangan kritis, Fcr dihitung berdasarkan syarat berikut, jika

(a) Penampang siku ganda atau tee

Fcr = ( ).[ √ ] .................................................. (2.61)

(b) Untuk penampang yang lain Fcr tetap dengan rumus tekuk lentur tetapi
tegangan tekuk elastis Fe dihitung dengan memasukan pengaruh kekakuan torsi
batangnya sebagai berikut.

Profil dengan sumbu simetri ganda, maka:


36

Fe = ( ). ................................................................................. (2.62)

Profil dengan sumbu simetri tunggal, maka:

Fe = ( ).[ √ ] ....................................................... (2.63)

2.6. Sambungan Baut

2.6.1. Umum
Untuk waktu yang cukup lama metode penghubung/sambungan dengan rivet
struktur baja banyak digunakan. Sekarang ini penggunaan rivet berkurang karena
keunggulan metode sambungan las dan baut mutu tinggi.

Penggunaan baut pada sturktur baja dapat mempercepat proses pelaksaan dan
tidak memerlukan kemampuan tinggi bagi pekerja dibanding dalam sambungan
rivet dan las. Hal ini menyebabkan struktur baja dengan sambungan baut lebih
ekonomis.

2.6.2. Jenis Baut


Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah tipe
A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepada berbentuk segi enam. Baut A325
terbuat dari baja karbon yang memiliko kuat leleh 560 – 630 Mpa, baut A490
terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790 – 900 Mpa, tergantung pada
diameternya. Diameter baut mutu tinggi berkisar antara ½ - 1 ½ in, yang sering
digunakan dalam struktur bangunan berdiameter antara ¾ dan 7/8 in, dalam desain
jembatan antara 7/8 hingga 1 in.
Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang cukup
diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini akan memberikan friksi sehingga
cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan proof load.
Proof load diperoleh dengan mengalikan luas daerah tegangan tarik (A) denga
kuat leleh yang diperoleh dengan metode 0.2% tangen atau 0.55 regangan yang
besarnya 70% fu untuk A325, dan 80% fu untuk A490.
37

2
 0.8743 
As  db  ................................................................................... (2.64)
4  n 

Dengan :

db : diameter nominal baut

n : jumlah ulir per mm

Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula
dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti ½ putara lagi (turn-of-the-nut
method). Dalam tabel 2.4 ditampilkan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load
dan kuat tarik minimumnya

Tabel 2.4. Tipe-Tipe Baut


Kuat Tarik Min.
Tipe Baut Diamter (mm) Proof Stress (Mpa)
(Mpa)
A307 6.35 – 104 - 60
12.7 - 25.4 585 825
A325
28.6 – 38.1 510 725
A490 12.7 825 1035
Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan

Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika
dikehendaki tak ada slip) atau juga sambungan tipe tumpu.

2.6.3. Tahanan Nominal Baut


Suatu baut yang memikul beban terfaktor Ru, sesuai persyaratan LRFD harus
memenuhi:
Ru ≤ ɸ.Rn
Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan ɸ adalah faktor redukti yang
diambil sebesar 0.75. besarnya Rn berbeda-beda untuk masing- masing tipe
sambungan.
38

2.6.4. Kekuatan Tarik dan Geser Baut


Tahanan nominal satu buat baut yang memikul gaya tarik atau geser
memenuhi persamaan:
Rn = Fn . Ab ..................................................................................................... (2.65)

Dengan :

Ab : luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm 2)

Fn : tegangan tarik nominal, Fnt, atau tegangan geser, Fnw ksi (Mpa)

2.6.5. Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Tipe-Tumpuan


Kekuatan tarik yang tersedia dari baut yang menahan kombinasi gaya tarik
dan geser harus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan geser
sebagai berikut:

Rn = F’nt . Ab ................................................................................................... (2.66)

Dengan:

F’nt : tegangan tarik nominal yang dimodifikasi mencakup efek tegangan geser,
ksi (Mpa)

F’nt : 1.3 Fnt - frv ≤ Fnt

Fnt : tegangan tarik nominal

Fnv : tegangan geser

frv : tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi beban,ksi (Mpa)


39

2.7. Sambungan Las

2.7.1. Umum
Suatu proses penyambungan bahan logam yang menghasilkan peleburan
bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian
tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi.

2.7.2. Jenis – jenis las


las tumpul, las ini dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang.karena
las ini harus menyaurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini harus
memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.

Las sudut, tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain,
80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi tinggi
dalam pengerjaannya.

Las baji dan pasak, jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama dengan las
sudut. manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan
lewatan bila ukuran panjang las sudut.

2.7.3. Tahanan nominal


Persyaratan keamanan suatu struktur, dalam hal ini terutama untuk las adalah
terpenuhinya persamaan:

ɸ.Rnw ≥ Ru ........................................................................................................(2.67)
dengan: ɸ adalah faktor tahanan
Rnw adalah tahanan nominal per satuan panjang las
Ru adalah beban terfaktor per satuan panjang las
Kuat rencana per satuan panjang las sudut,ditentukan sebagai berikut:
ɸ.Rnw = 0.75 . te (0,6 . fuw) (las) .........................................................................(2.68)
ɸ.Rnw = 0.75 . te (0,6 . fu) (bahan dasar) ............................................................(2.69)
40

2.8 Perencanaan Breising

2.8.1. Umum
Sesuai SNI 1729 - 2015 kolom dengan ujung dan titik – titik terbreis
menengah didesain memenuhi persyaratan dalam pasal 6.2 boleh didesain
berdasarkan panjang tanpa dibreis, L, antara titik – titik terbreis dengan faktor
panjang efektif, K = 1.0 . Balok dengan titik – titik terbreis menengah didesain
memenuhi persyaratan dalam pasal 6.3 boleh didesain berdasarkan panjang tanpa
dibreis,Lb , antara titik – titik terbreis.

Bila breising tegak lurus terhadap komponen struktur yang akan dibreis,
persamaan dalam SNI 1729 – 2015 Pasal 6.3 dan 6.3 harus digunakan langsung
tanpa penyesuaian.

2.8.2. Breising Kolom


Diizinkan untuk breis suatu kolom individual pada ujung dan titik – titik
menengah sepanjang panjang tersebut menggunakan breising relatif atau breising
nodal.

1) Breising relatif

Kekuatan perlu :

Prb = 0.004Pr ................................................................................................... (2.70)

Kekakuan perlu :

br = ( ) .................................................................................................. (2.71)

2) Breising nodal

Kekuatan perlu :

Prb = 0.01Pr ..................................................................................................... (2.72)


41

Kekakuan perlu :

br = ( ) ................................................................................................... (2.73)

2.8.3. Breising Balok


Balok dan rangka batang harus dikekang melawan rotasi di sumbu
longitudinalnya pada titik – titik tumpuan. Bila titik terbreis diasumsikan dalam
desain antara titik – titik tumpuan, breising lateral, breising torsional atau
kombinasi dari dua tersebut harus disediakan untuk mencegah perpindahan relatif
sayap – sayap atas dan bawah.

1) Breising lateral
Breising lateral harus ditempatkan pada atau dekat sayap tekan balok, kecuali
sebagai berikut :

a. Pada ujung bebas balok dikantilever, breising lateral harus ditempatkan


pada atau dekat bagian atas sayap (tarik).
b. Untuk balok terbreis yang menahan lentur kurva ganda, breising lateral
harus ditempatkan pada kedua sayap – sayap di titik terbreis terdekat titik
belok.
2) Breising torsi

Boleh ditempatkan breising torsional pada setiap lokasi penampang melintang


dan tidak perlu ditempatkan dekat sayap tekan

2.9. Gaya Lateral

2.9.1. Umum
Setiap struktur dianalisis untuk pengaruh gaya lateral statik yang
diaplikasikan secara independen di kedua arah ortogonal. Pada setip arah yang
ditinjau, gaya lateral statik harus diaplikasikan secara simultan di tiap lantai.
Untuk tujuan analisis, gaya lateral di tiap lantai dihitung sebagai berikut :

Fx=0,01 Wx ..................................................................................................... (2.74)


42

Keterangan :

Fx : gaya lateral rencana yang diaplikasikan pada lantai x

Wx : bagia beban mati total struktur (D) yang bekerja pada lantai x

2.9.2. Berat Seismik Efektif


Berat seismik efektif struktur(W), harus menyatakan seluruh eban mati dan
beban lainnya yang terdaftar dibawah ini:

1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum sebesar 25


persen beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik dan struktur
parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5 persen dari
berat seismik efektif pada suatu lantai, tidak perlu disertakan)
2. Jika ketentuan untuk partisi diisyaratkan dalam desain beban lantai : diambil
sebagai yang terbesar diantara berat partisi aktual atau berat daerah lantai
minimum sebesar 0,48 KN/m2.
3. Berat operasional total dari peralatan yang permanen.
4. Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dnluasansjenis lainnya.

2.9.3. Pengaruh Beban Gempa


Pengaruh beban gempa, E, berdasarkan pada SNI 1726 :2012;48, harus
ditentukan sesuai dengan ketentuan berikut ini:

1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5, E,harus ditentukan E=Eh+Ev

2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7, E,harus ditentukan E=Eh-Ev

Keterangan :

E : pengaruh beban gempa

Eh : pengaruh gaya gempa horizontal

Ev : pengaruh gaya gempa vertikal


43

2.9.4. Pengaruh Beban Gempa Horisontal


Pengaruh beban gempa horizontal berdasarkan pada SNI 1726 : 2012;48,, Eh
harus ditentukan sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

Eh = QE = pengaruh gaya gempa horizontal V atau Vp

2.9.5. Pengaruh Beban Gempa Vertikal


Pengaruh beban gempa Vertikalberdasarkan pada SNI 1726 :2012;48,Evharus
ditentukan sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

Ev= 0,2. SDS.D ................................................................................................. (2.75)

SDS = . SMS ..................................................................................................... (2.76)

SMS = Fa,Ss ....................................................................................................... (2.77)

Keterangan :

SDS : parameter percepatan spektrumresponsdesain pada periode pendek

D : pengaruh beban mati

Fa : Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode

pendek

SMS : Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

Ss : Parameter respons spektral percepatan gempa MCERterpetakan untuk

periode Pendek

Gambar 2.17 Spektrum respons Desain (Sumber: SNI 1726 – 2012)


44

2.9.6. Periode Fundamental Pendekatan


Berdasarkan pada SNI 1726 :2112;55,Periode fundamental pendekatan (Ta),
dalm ,detik , harus ditentukan dari persamaan berikut :

..................................................................................................... (2.78)

Keterangan :

hn = ketinggian struktur (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi


struktur, dan koefisien Ctdan x ditentukan tabel dibawah ini :

Tabel. 2.5 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ctdan x


Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka mmikul 100 persen


gaya gempa yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan
dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari
defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 a 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 a 0,75


Sumber: SNI 1726 – 2012

2.9.7. Distribusi Vertikal Gaya Gempa


Berdasarkan pada SNI 1726 :2012;57, Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :

Fx = Cvx.V......................................................................................................... (2.79)

Cvx = ∑ ................................................................................................ (2.80)

Keterangan :

Cvx : faktor distribusi vertikal

V : gaya lateral desai total atau geser didasar struktur, dinyatakan dalam
(kN)
45

wi dan wx : bagian dari berat seismik efektif total struktur (W) yang

ditempatkan atau ditempatkan pada tingkat i atau x

hi dan hx: tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam

meter(m)

k : eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut

 k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau


kurang
 k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau
lebih
 k = 2 atau harus diinterpolasiliniar antara 1 dan 2 ,untuk
struktur yang mempunyai periode 0,5 dan 2,5 dettik

2.9.8. Distribusi Horisontal Gaya Gempa


Berdasarkan pada SNI 1726 :2012;57, geser tingkat desain gempa di semua
tingkat (Vx) (kN) ditentukan dari persamaan berikut :

Vx = ∑ ..................................................................................................... (2.81)

Keterangan :

: bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i, dalam (kN)

Geser tingkat desai gempa tingkat (Vx) (kN) harus didistribusikan pada
berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa ditingkat yang ditinjau
berdasarkan pada kekauan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.
46

Anda mungkin juga menyukai