PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
spesies Pala Tiap spesies memiliki perbedaan morfologi satu sama lain. Tanaman
pala (Myristica sp.) adalah tanaman asli Indonesia dan termasuk tanaman
produk bernilai ekonomi tinggi, yaitu biji pala dan fuli yang menyelimuti biji.
Kedua produk tersebut menghasilkan minyak pala, atsiri, rempah, dan bahan obat
(Hadad dan Firman, 2003). Daerah yang potensial untuk pengembangan pala adalah
daerah penghasil pala utama di Indonesia seperti Maluku, Maluku Utara, Papua,
Sulawesi Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat dan Jawa Barat
(Nurdjanah, 2007). Luas areal pertanaman pala sebagian besar (99%) berasal dari
perkebunan rakyat, sedangkan sisanya berasal dari perkebunan negara dan swasta.
Tanaman pala yang tumbuh diperkebunan rakyat atau petani umumnya belum
ini terdiri dari 18 genus dan ±300 species. Dari 300 species hanya beberapa jenis
saja yang telah dimanfaatkan, terutama jenis pala Banda (Myristica fragrans
HOUTT). Ditinjau dari bentuk buahnya, pala yang tumbuh di Maluku mempunyai
bentuk yang bervariasi dari yang sebesar kacang tanah sampai sebesar bola tenis.
1
Setiap jenis pala Maluku tersebut mempunyai karakter yang spesifik baik dari segi
Wori) ditemukan bahwa dari morfologinya terdapat beberapa jenis tanaman pala
tanaman pala yang daunnya berbentuk elips sampai oval, demikian pula dengan
bentuk ujung daun ada yang tumpul, runcing hingga meruncing terdapat pada pala
yang diamati. Selain daun, keragaman genetik tanaman pala terdapat juga pada
buahnya. Ada buah yang berbentuk bulat dan ada yang berbentuk oval.
daerah potensial untuk daerah penghasil pala utama di Indonesia. Oleh sebab itu,
identifikasi dan karakterisasi yang lengkap bagi tanaman pala sangat diperlukan
telah dilakukan oleh Nanlohy, dkk. (2017), mengenai posisi setiap spesies dan
rekonstruksi pohon filogeni dari tanaman pala yang berada di Tahuna menggunakan
gen rbcL DNA Kloroplas. Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh
marka SSR.
Penelitian pada tanaman Pala sudah banyak dilakukan oleh para peneliti
namun belum ada informasi yang lebih banyak mengenai keragaman genetik
tanaman pala khususnya di Kabupaten Minahasa Utara. Salah satu upaya untuk
2
mengetahui keragaman genetik suatu tanaman dapat dilakukan menggunakan
Sawadogo (2009), metode ini terbukti akurat serta lebih tepat dibandingkan dengan
didasarkan pada urutan DNA pendek yang tiap unit ulangannya terdiri dari satu
sampai enam nukleotida. Lokus mikrosatelit diapit oleh suatu urutan nukleotida
yang terkonservasi, sehingga urutan DNA pengapit ini dapat dijadikan primer
spesifik yang bisa diamplifikasi menggunakan PCR (Treuren, 2000). Powell dkk.
1996, membuktikan bahwa dari empat marka molekuler yang diuji (RFLP, RAPD,
AFLP dan SSR) marka SSR memiliki kandungan informasi (kemampuan untuk
membedakan genotipe) yang paling tinggi untuk mengevaluasi plasma nutfah suatu
tanaman dibandingkan dengan marka molekuler yang lain (Aryantha, dkk, 2005).
adalah suatu penanda DNA yang berkemampuan untuk digunakan dalam analisis
polimorfik yang banyak. Penelitian tentang tanaman pala, tujuh belas pasang primer
mikrosatelit (didesain oleh Hemmila et al. 2010 dan Draheim et al. 2009) berhasil
2012). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik tanaman pala
B. Identifikasi Masalah
3
2. Secara empirik masyarakat petani membedakan jenis pala berdasarkan
C. Pembatasan Masalah
Utara
Mikrosatelit
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan
F. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi ilmiah
Minahasa Utara. Data tersebut sangat bermanfaat untuk pelestarian tanaman pala
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
konikal atau semi piramida. Tinggi rata-rata antara 4-10 m namun kadang-kadang
Pohon pala yang berumur lebih dari 30 tahun dapat mencapai lingkar batang 150-
180 cm. Percabangan relatif teratur dengan dedaunan yang rapat dan letak daun
yang berselang-seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap
dengan panjang 5-14 cm dan lebar 3-7 cm. Panjang tangkai daun 0.4-1.5 cm. Sistem
perakaran pala dangkal namun ekstensif, yaitu berupa satu akar tunggang dan
5
Pembungaan tanaman pala umumnya bersifat dioecious (bunga jantan dan
betina pada tanaman yang berbeda) namun juga dijumpai tanaman monoecious
(bunga jantan dan betina berada pada pohon yang sama). Pengamatan di hutan pala
Maluku dan Maluku Utara menunjukkan bahwa berdasarkan letak bunga, terdapat
tiga tipe tanaman pala yaitu tanaman berbunga betina, tanaman berbunga jantan dan
tanaman berbunga jantan-betina. Dua tipe yang pertama disebut pala dioecious dan
tipe yang terakhir disebut pala monoe-cious (Marzuki dkk. 2006). Pada tanaman
hermaphrodit.
dengan dinding buah berdaging tebal. Warna daging buah putih kekuningan dan
warna kulit buah kuning sampai kuning kecoklatan agak sedikit kasar. Buah bila
telah tua akan terbelah menjadi 2 bagian. Biji berbentuk bulat hingga agak lon-jong
dan berwarna coklat sampai coklat kehitaman. Biji dibungkus dengan bagian fuli
benih berwarna oranye hingga kemerahan. Kernel biji dilindungi oleh tem-purung
biji yang keras. kernel dengan endosperm banyak mengandung minyak dan pati
dengan sifat perkecambahan biji hypogeal (Arrijani, 2005; Utami dan Brink, 1999).
Tanaman pala (M. fragrans Houtt.) mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi, sebab sebagian besar kebutuhan dunia akan pala dipasok dari Indonesia.
Buah pala menghasilkan dua produk penting yang berbeda, yaitu biji pala dan fuli
(mace). Disamping itu dari bagian-bagian tanaman pala dapat dihasilkan ber-
macam-macam produk.
6
a. Kulit Batang dan Daun
Minyak atsiri dari kulit batang dan daun pala tidak berwarna dan encer, bau
dan rasanya enak seperti muskat. Demikian halnya minyak atsiri kulit
batang atau daun pala cocok untuk pengganti minyak atsiri biji pala.
b. Fuli (Mace)
dengan istilah “bunga pala”. Bunga pala dalam bentuk kering banyak dijual
di dalam negeri. Fuli yang sudah kering dapat disortasi menjadi tiga macam
yaitu ; 1) Fuli utuh ber-warna jingga berasal dari buah pala yang telah
masak. Fuli tersebut tergolong memiliki kualitas yang baik. 2) Fuli yang
berwarna hitam berasal dari buah pala yang terlalu masak. Fuli jenis tersebut
termasuk dengan kualitas yang cukup 3). Fuli yang tipis berasal dari buah
pala yang belum masak tetapi buah telah membelah. Fuli ini tergolong
c. Biji Pala
dibutuhkan oleh orang-orang dari Negara Barat. Lemak biji pala sebagian
Lemak yang dihasil-kan dari biji pala akan berwarna seperti mentega
sampai putih, kadar lemak biji pala mencapai 11–34% dan mengandung
minyak atsiri sekitar 6%. Minyak pala digunakan untuk membuat minyak
7
menggunakan lemak biji pala. Sifat myristicin yang ter-kandung di dalam
biji pala dapat memabukkan dan dimanfaatkan sebagai obat penenang rasa
sakit. Minyak dan lemak yang dihasilkan dari biji digunakan untuk
membuat minyak wangi dan sabun. Selain itu ada juga yang
kuningan, apabila masak akan terbelah dua dengan diameter 3-9 cm. Daging
buahnya atau pericarp tebal dan rasanya asam. Daging buah pala
mengandung beberapa nutrisi seperti lemak dan protein nabati. Selain itu
oleh buah dalam bentuk ge-tah yang berwarna merah kecokelatan. Kulit dan
daging buah pala mengandung 19 minyak atsiri dan zat samak. Daging buah
makanan ringan, misalnya asinan pala, manis-an pala, marmelade, selai pala
Minahasa Utara.
8
2. Myristica. argenta Warb, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari
nilai ekonomi.
dasar bagi ahli pemuliaan dan genetika populasi untuk pengembangan dan
identifikasi setiap aksesi tanaman pala. Identifikasi untuk pembedaan identitas antar
adalah karakter yang dapat diturunkan yang berasosiasi dengan genotipe tertentu
dan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi genotipe tersebut (Asiedu dkk. 1989
agronomi dan penanda molekuler (Jonah dkk. 2011 dalam Soeroso, 2012). Setiap
varietas dari suatu spesies tanaman mempunyai deskripsi morfologi yang spesifik.
dilapangan, dan yang lain tidak dapat karena memerlukan alat bantu pembesar. Sifat
Karakterisasi merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan data sifat atau karakter
9
morfoagronomis dari aksesi plasma nutfah yang bertujuan untuk membedakan
fenotipe dari setiap aksesi tanaman pala dengan cepat dan mudah serta menduga
berdasarkan deskriptor tanaman yang telah disusun data morfologi dan agroekologi
sifat umum dan khusus tanaman. Untuk penyusunan sebuah deskriptor pala
C. Penanda Molekuler
oleh lingkungan. Suatu motode karakterisasi yang dikenal dengan nama penanda
pengetahuan, maka pada awal tahun 1980-an ditemukan teknologi molekuler yang
berbasis pada DNA. Marka molekuler tersebut dapat menutupi kekurangan dari
marka isozim, karena jumlah yang tidak terbatas dan dapat melingkupi seluruh
10
dapat dideteksi pada seluruh jaringan, dan memiliki kemampuan yang sangat tinggi
dalam menganalisis keragaman karakter antar individu (Smith dan Smith, 1992).
DNA, maka saat ini telah ditemukan tiga tipe marka DNA dengan segala kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Ketiga tipe marka DNA tersebut adalah (1) marka
Polymorphism (RFLP); (2) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase
dan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP); dan (3) marka yang
komplementer spesifik dalam DNA sasaran, seperti Sequence Tagged Sites (STS),
(SNPs).
DNA untuk pemetaan genetik, marka untuk pemuliaan tanaman, dan eksplorasi
RFLP, RAPD, AFLP, dan mikrosatelit atau SSR (Powell et al, 1996). Saat ini,
marka DNA yang banyak digunakan dalam program pemuliaan terutama adalah
RAPD, AFLP, SSRs, dan Expressed Sequence Tags (ESTs). Masing-masing marka
mempercepat pengembangan marka untuk analisis sidik jari plasma nutfah, sebagai
11
alat bantu seleksi, terutama pada metode silang balik. Peluang pengembangan
teknologi marka DNA secara umum sangat tinggi sebagai alat bantu baru pada
penggunaan marka sebagai alat bantu pemuliaan dan perlindungan plasma nutfah
dalam keadaan aman atau terancam. Suatu populasi dengan polimorfisme genetik
dengan tepat (Menurut Wandia et al., 2009 dalam Rell dkk, 2013). Materi genetik
adalah molekul polimer, yaitu terdiri atas rantai monomer nukleotida. Marka
(Menurut Silva et al., 1999 dalam Rell dkk, 2013). Berbeda halnya dengan
12
Simple Sequence Repeat (SSR) atau Mikrosatelit
yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem
genetika merupakan suatu urutan basa N pendek pada DNA, biasanya terdiri
dari dua sampai lima basa N (disebut sebagai motif), yang berulang-ulang
penanda genetik.
sehingga mikrosatelit dianggap sebagai relik evolusi dari masa lalu. Secara
13
kesalahan dalam proses transkripsi. Banyak mikrosatelit terletak pada
bagian gen yang disebut intron, yang pada tahap pascatranskripsi akan
kesalahan pembacaan (Menurut Silva et al., 1999 dalam Rell dkk, 2013).
somatik dan diwariskan secara Mendelian oleh karena potensi SSR dalam
sebanyak 103 per lokus per gamet (satu pada setiap 1000 gamet). Oleh
karena itu, SSR dapat dikatakan relatif stabil sehingga dapat dijadikan
marka DNA dan akan konsisten menampilkan suatu fragmen yang sama
2010).
dan dapat mencapai lebih dari 90% dari total genom tanaman tertentu
terjadi pada beberapa bagian (multiple site) dari genom. Pada tandem repeat
14
terdapat dua atau beberapa ribu motif dasar yang tersusun dari ujung kepala
ke ujung ekor dan umumnya tandem repeat merupakan DNA pada daerah
jumlah kopi dari dasar elemen berulang serta lokasinya di dalam genom
sebagai berikut : (1) satelit yang terdiri atas pengulangan sangat tinggi (1000
sampai lebih 100.000 kopi) dan biasanya hanya terjadi pada sebagian kecil
lokus, (2) minisatelit yaitu terdiri atas motif yang lebih pendek (910–600
bp) dan menunjukkan pengulangan yang lebih rendah pada lokus tertentu,
(3) Tandem repeat terbentuk dari motif yang sangat pendek ( 1–10 bp), juga
banyak lokus genom, dan (4) midisatelit yaitu terdiri atas berbagai macam
dengan mini-satelit.
organisme tingkat tinggi, termasuk manusia dan tanaman yang tersusun dari
Lokus SSR yang terdapat pada kedelai dan mangga yaitu (AT)n, (AG)n, dan
(CA)n, tetapi motif yang ditemukan pada Avokad dan Cocoa yaitu hanya
(AG)n dan (CA)n (Asworth et al. 2004; Riju et al. 2009). Tandem repeat
15
mengemukakan bahwa SSR dinukleotida yang paling sering ditemukan
pada Pisum sativum yaitu (CT/AG)5 motif dengan 31 kejadian, dan SSR
yang diuji (RFLP, RAPD, AFLP dan SSR) marka SSR memiliki kandungan
seks tanaman. Tujuh belas primer (didesain oleh Hemmila et al. 2010 dan
Draheim et al. 2009) yang digunakan untuk amplifikasi DNA genom pala
dalam analisis keragaman genetik tanaman pala dapat dilihat pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Daftar 17 primer spesifik SSR yang digunakan untuk mengamplifikasi
No Produk Tm
Sekuen Primer Pola Ulangan
Aksesi PCR (OC)
F AAGGTCTGGTTTGCTGATGA
M4s73 244–268 63 (ATG)9
R AAGGTCTGGTTTGCTGATGA
F GTTTACCAGATTGGCACACG
M4s14 181–227 63 (GT)9 (GA)28
R GCACATTGAGTGGACAGCA
F GGTTCACTCTGCCCTTTTGT
M2r6 141–159 59 (CAA)11
R GATGCACTTTAGTAAGGTTTCAAGC
F CTCTCCACATGTCTGAGGAACTT
M2r9 208-217 59 (GT)20
R AGGTGATATGGCCCATTTTG
F CCTGACAACTGGAGAAGATGG
M1r6 141-159 59 (AGT)10 (GAA)10
R TGATTTCAAACCCAGTCAAGG
F AGCTTGGGATCAGGTGATATG
M2r31 151-159 59 (GT)16
R CGGCCCAATTGAGCTACTAA
F AAGAAAATGGGGCAGACGTT
M1s75 155-179 60 (TGG)9 (TAG)9
R TGCTGCTAATTCTTCTTTCTCTGAT
F CAGCACGGTGACTACAGCAG
M4s90 203-239 65 (AAG)15
R TTTTTGGTGTCGTGTCCTTG
F GATCTTGGTGTAAGCTTCTTCTTC
M1r10 145-169 58 (ACT)16 (CTT)8
R CATGCCCCAAAATCACTTC
F TCAAACAAAACCACCCATACC
M5r33 141-156 62 (ATG)8
R GGTTTAAAAGAGGCCATGATTC
F CTA GTT GAA CTC ATT TCC AC TGG
Vsur34 283–305 52 (CT)19
R TAT TAG ACT AGC ACT CA
F CTG CTG CAC CAG AGA AAC TCG CAT
Vmul65 158-192 52 (CT)8(CA)12
R TCA TGA GTT CCC A
F CTT CCT TTC TCC GTT GCC CTG AAT
Vsur56 221-237 52 (CT)13
R GCA ACT AGG AGT A
(AC)3G(CA)2A(A
F GCA ATA CGT CTC CAT TTA TC GTT C)2A
Vseb21 226-227 52
R CAC TTT CTG TTG GAT GA (ACACAT)2(TCA
CAT)3
F TAT TCT GAC TTC CAC ATC ATG GTA
Vseb3 224-230 52 (AG)19
R AGA CAA CTT GGC CAT A
F CCT CTT TCA TTG GTG CAA C ATC GTC
Vsur35 285-303 52 (GA)15
R TTC ACT CAA ACA ATC
F GAT ACT GCA TGA TAT AAG GC AAT
Vsur45 289-321 52 (TC)9(TCA)10
R AGA ATG CTT AGT AAC CTA C
Keterangan :
17
D. Kerangka Berpikir
Indonesia
tidak
Mikrostelit
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jurusan Biologi FMIPA UNIMA pada bulan Januari sampai April 2018.
B. Alat Penelitian
Alat-alat yang akan digunakan berupa label, sentrifuge, mikropipet, tip, tube,
Spektrofotometer, Elektroforesis.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan muda daun
pala (Myristica sp.) sebagai sampel yang diambil dari tiga lokasi yang berada di
Kabupaten Minahasa Utara yaitu Desa Wori, Desa Patokaan dan Desa Kauditan.
Kit Ekstraksi menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Plant) Geneaid yaitu: Buffer
GP1, RNA-seA, Buffer GP2, Buffer GP3, Buffer W1, Wash Buffer, dan Elution
Buffer. Kit PCR yaitu: My Taq HS Red Mix Bioline, DNA Template, Primer
D. Prosedur Kerja
Sampel berupa daun tanaman pala yang diambil langsung dari pohon di tiga
daerah yang berada di Kabupaten Minahasa Utara, yaitu Desa Wori, Patokaan dan
Kauditan (lampiran 2). Masing-masing daerah tersebut diambil beberapa helai daun
dari dua pohon yang berbeda, lalu dimasukkan ke dalam kemasan plastik untuk
dibawa ke laboratorium.
19
2. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Plant)
Geneaid
1. Disosiasi Jaringan
2. Lisis
seA pada sampel dalam tabung kemudian divortex. Inkubasi pada suhu 60o
setiap 5 menit. (Pre-heat elution buffer pada suhu 60oC untuk digunakan
pada tahapan ke-5). Tambahkan 100 L buffer GP2 dan campurkan dengan
menit pada 13200 rpm kemudian angkat filter kolom Pindahkan dengan
hati-hati supernatan dan collection tube pada tabung mikro sentrifuse 1,5 ml
yang baru.
3. Binding
detik. Letakkan GD kolom pada tabung collection tube 2 ml. Pindahkan 700
13200 rpm selama 2 menit. Angkat GD kolom dan letakkan balik pada
20
tabung collection tube 2 ml. Tambahkan sisa campuran pada GD kolom
4. Washing
pada 13200 rmp selama 30 detik. Angkat GD kolom dan letakkan balik pada
letakkan balik pada collection tube 2 ml. Sentrifuse selama 3 menit pada
5. Elution
yang baru. Tambahkan 100 l pre-heat elution buffer (TE) pada bagian
tengah dari kolom matriks. Biarkan selama 3-5 menit untuk memastikan
elution buffer (TE) diserap sempurna. Sentrifuse pada 13200 rpm selama 30
dan 280 nm. Pembacaan A260 = 1, berarti konsentrasi DNA yaitu 50 μg/ml dan
dianggap sebagai faktor konversi. DNA mempunyai kemurnian yang tinggi bila
rasio nilai absorbansi 260 nm terhadap 280 nm, berkisar antara 1.8 – 2.0 (Sambrook
dkk. 1989 dalam Soeroso. 2012). Tingkat kemurnian DNA ditentukan pula
21
berdasarkan kemampuannya untuk diamplifikasi dengan teknik PCR. Konsentrasi
Uji PCR sampel DNA pala dilakukan sesuai dengan protokol dan kondisi
yang disertakan oleh produsen primer dengan modifikasi sesuai keperluan. Proses
amplfikasi digunakan sepasang primer khusus yang telah didesain oleh Hemmila
F AAGGTCTGGTTTGCTGATGA
M4s73
R AAGGTCTGGTTTGCTGATGA
total 50μL yang mengandung 1μL untuk masing-masing primer forward dan
DdH2O. Tahapan kondisi PCR untuk marka SSR yaitu: Pre-denaturasi pada suhu
950C selama 3 menit. Dilanjutkan 35 siklus termal yang masing-masing terdiri atas,
denaturasi pada suhu 95OC selama 1 menit, annealing (penempelan primer) pada
suhu 58OC selama 1 menit, elongation (perpanjangan basa) pada suhu 72OC selama
1 menit. Final extention (perpanjangan basa untuk putaran terakhir) pada suhu
72OC selama 7 menit. Akhir siklus termal suhu PCR menurun dari 72 OC menjadi
22
4OC, kemudian diinkubasikan pada suhu 4OC, hingga sampel DNA hasil PCR
melakukan running elektroforesis pada gel agarose 1% untuk konfirmasi ada atau
QIAGEN.
6. Analisis Data
Profil pita DNA hasil amplifikasi metode PCR dengan menggunakan primer
yang spesifik (marka SSR) diubah ke bentuk data biner. Karena pita-pita yang
homozigot dari heterozigot maka data biner dari primer yang dihasilkan kemudian
dibuat data genotipenya. Data yang dihasilkan dari analisis molekuler SSR
untuk melihat keragaman dari tanaman pala. Setiap pita yang dihasilkan
diinterpretasikan sebagai alel, polimorfis profil pita SSR diskor secara individual
berdasarkan ada atau tidaknya pita. Profil pita DNA diterjemahkan ke dalam data
biner dengan ketentuan nilai 0 untuk tidak ada pita dan 1 untuk adanya pita DNA.
Data ini kemudian disalin dalam bentuk dendogram menggunakan program NTSYS
ver 2.1.
23