Anda di halaman 1dari 4

Standar Mutu Keju

Selain harus bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan-bahan berbahaya
berupa cemaran kimia, mikroba dan bahan lainnya. Mikroba dapat mencemari pangan
melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolah (selama proses produksi atau
penyiapan) juga sekresi dari usus manusia atauhewan. Penyakit akibat pangan (food borne
diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi pangan, umumnya disebut dengan
keracunan. Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen
yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga
mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia.
Nilai batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan terdapat dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 7388:2009. Batas cemaran mikroorganisme yang tercantum dalam standar
mutu mikrobiologi pada keju yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia SNI
7388:2009 dapat dilihat pada tabel berikut:
Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan

No.Kategori Kategori Pangan Jenis Cemaran Batas Maksimum


Pangan Mikroba
01.6 Keju dan keju
analog
Keju (semua jenis) E. coli 10/g
Salmonella sp. Negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
L. monocytogenes negatif /25 g

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2009)

Mikroorganisme yang menjadi parameter dalam Standar Nasional Indonesia 7388:2009


adalah L. monocytogenes, S. aureus, Salmonella sp., dan E. coli. Penetapan mikroorganisme -
mikroorganisme tersebut sebagai indikator keamanan produk keju karena mikroorganisme
tersebut termasuk mikroorganisme patogen. Bakteri patogen mempunyai patogenitas, yaitu
kemampuan organisme untuk menimbulkan penyakit tertentu (Pelczar dan Chan, 2007).
Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut menjadi indikator keamanan pangan karena dapat
menyebabkan keracunan makanan melalui intoksikasi, serta dapat menyebabkan infeksi pada
manusia. Bakteri paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan adalah
Salmonella dan E. coli.

Deteksi Bakteri Patogen


1. Escherichia coli
Selain menggunakan metode Most Probable Number (MPN), metode lain yang
digunakan untuk mendeteksi keberadaan E. coli adalah dengan menggunakan metode
TPC (Total Plate Count). TPC (Total Plate Count) adalah salah satu cara pengujian untuk
mendeteksi atau menganalisis jumlah mikroba yang terdapat dalam makanan. Pengujian
Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat
dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada
media agar.
Menurut (Fardiaz, 2004), analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan
penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan tersebut. Beberapa cara dapat
digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi
atau bahan, salah satunya yaitu perhitungan jumlah sel dengan metode hitung cawan.
Prinsip dari metode ini adalah jika sel mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium
agar maka sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung tanpa menggunakan mikroskop (Yunita dkk., 2015). Cara pemupukan kultur
dalam hitungan cawan yaitu dengan metode tuang (pour plate) Jika sudah didapatkan
hasil jumlah koloninya, kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count).

2. Listeria monocytogenes
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008), tahapan untuk menguji keberadaan L.
monocytogenes terdiri dari tahap pengayaan, tahap isolasi, dan identifikasi. Tahapan
pertama yaitu pengayaan, tahapan ini dilakukan untuk memperbanyak jumlah bakteri
yang akan diuji. Tahapan pengayaan ini menggunakan media Buffered Listeria
Enrichment Broth yang mengandung Amonium iron (III), Nalidixic acid dan Acriflavin
hydrochloride) yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35°C. Apabila sampel positif
terdapat L. monocytogenes yang ditandai dengan media berwarna hitam, maka perlu
dilakukan tahapan isolasi yang berfungsi untuk memisahkan bakteri yang akan diuji dari
mikroba lainnya pada media OXA (mengandung selektif suplemen: Polymixin B,
Acriflavin hydrochloride dan Ceftazidime) yang dinkubasi selama 24-48 jam pada suhu
35°C. Koloni Listeria yang terdapat pada OXA berdiameter 1.5- 2 mm, berwarna hitam
dikelilingi zona jernih.
Identifikasi L. monocytogenes menggunakan API Test Kit Listeria (BioMerieux, La
Balme-les-Grottes, France). Strip plastik steril API Test dimasukan medium API yang
sudah tersuspensi dengan kultur murni yang ada pada media OXA. Hasilnya dapat
diketahui setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Reaksi warna dapat dibaca
dengan perubahan warna yang terjadi pada strip karena perbedaan pH dan beberapa
dengan bantuan reagen yang ditambahakan untuk mendeteksi produk metabolik dan
reaksi katalase yang dilakukan secara terpisah, kemudian diubah menjadi kode 5 digit.
Kode ini dimasukkan ke dalam database produsen (codebook) yang memberikan hasil
identifikasi berupa genus dan spesies mikroorganisme (Hawadish, 2013).
Uji biokimia dengan API Test Kit Listeria digunakan untuk mengetahui karakter
biokimia dari isolat yang diuji sehingga dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi.
Uji fermentasi gula-gula merupakan salah satu proses karakterisasi yang sangat penting
pada suatu genus untuk mengetahui keanekagaman karakternya menuju identifikasi
spesies. Hasil uji gula-gula dengan API Test Kit Listeria terhadap isolat hasil isolasi
berupa karakter positif (+) dan negatif (-) kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi
nama spesies.

3. Salmonella sp.
Untuk pengujian Salmonella dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut
terdiri dari tahap pra-pengayaan, tahap pengayaan, tahap isolasi, dan identifikasi (Badan
Standarisasi Nasional, 2008). Tahap pertama yaitu pra pengayaan, yaitu tahapan yang
dilakukan untuk mempermudah pengayaan jumlah bakteri yang akan diuji dengan
menggunakan media Lactose Broth (LB) dan diinkubasikan pada temperatur 35 °C
selama 24 jam ± 2 jam.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pengayaan, yaitu tahapan untuk memperbanyak jumlah
bakteri yang akan diuji dengan menggunakan media Tetrathionate Broth (TTB). Bila
sampel diduga mengandung cemaran Salmonella tinggi, media TTB diinkubasi pada
temperatur 43 °C ± 0,2 °C selama 24 jam ± 2 jam. Bila sampel diduga mengandung
cemaran Salmonella rendah, media TTB diinkubasi pada temperatur 35 °C ± 0,2 °C
selama 24 jam ± 2 jam.
Berikutnya adalah tahapan isolasi, yaitu untuk memisahkan bakteri yang akan diuji
dari mikroba lainnya menggunakan media Salmonella Shigella (SS) Agar. Lalu
diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam apabila belum jelas dapat
dinkubasikan lagi selama 24 jam ± 2 jam. Koloni Salmonella pada media SSA terlihat
keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat
dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.

Anda mungkin juga menyukai