TATA KERJA
3.1 Alat
Plat KLT (silica gel 60 GF 254), spektrofotometri UV-Vis, pipa kapiler, chamber, kolom
3.2 Bahan
Biji pinang, aquadest, serbuk magnesium, alkohol, HCl, amil alcohol, etanol ,n -heksana dan etil
asetat.
3.3.1 Simplisia
Simplisia yang digunakan adalah biji pinang. Senyawa katekin termasuk flavanol yang
terkandung di dalam biji pinang. Flavanol merupakan golongan dari flavonoid. Biji pinang
dilakukan penapisan fitokimia berdasarkan metode pada Materia Medika Indonesia dan
dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Dalam tabung reaksi terpisah:
Filtrat 1 : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendroff diteteskan ke dalam filtrat,
hingga coklat.
Filtrat : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam filtrate, adanya
reaksi, tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl 2 N, seluruh campuran
dipanaskan selama 5-10 menit. Setelah disaring panas-panas dan filtrate dibiarkan
dingin, pada filtrat ditambahkan amil alcohol, lalu dikocok kuat-kuat, reaksi positif
dengan terbentuknya warna merah pada lapisan amil alcohol (MMI V, 1989).
C. Tanin dan Polifenol
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit
ditambahkan pereaksi besi (III) klorida, timbul warna hijau biru, kehitaman, dan
ditambahkan gelatin akan timbul endapan putih, bila ada tannin (MMI V, 1989).
D. Monoterpen dan Sesquiterpen
Serbuk simplisia digerus dengan ter, kemudian fase eter diuapkan dalam cawan
penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi larutan vnilin sulfat.
terbentuk warna hijau biru menunjukan adanya senyawa steroid (Fransworth, 1966).
F. Kuinon
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian disaring
dengan kpas. Pada filtrate ditambahkan larutan KOH 1 N. Terjadinya warna kuning
(Fransworth, 1966).
G. Saponin
Sampel ditambahkan dengan air, didihkan selama 5 menit kemudian dikocok.
Terbentuknya busa yang konsisten selama 5-10 menit ± 1cm, hal tersebut
± 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, masukkan ke dalam
krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-
lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL HCl encer P
selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca
masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL air selama 5
menit, kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui kurs kaca masir atau kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak
lebih dari 450 hingga bobot tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu
yang larut dalam air. Hitung kadar abu yang larut air terhadap bahan yang dikeringkan di
Timbang seksama 1 – 2 g zat dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit yang telah ditara. Ratakan zat
dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal ±
suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Depkes RI, 1995 b).
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu
1050C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995 b).
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol (95%), uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang
Sejumlah 5 g serbuk dimasukkan kedalam labu bersih dan 200 mL toluen yang telah
dicampur dengan air dimasukkan melalui kondensor. Lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Kecepatan penyulingan diatur 2 tetes setiap detik. Setelah semua tersuling bagian
dalam pendingin dibilas dengan toluene, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, volume air
diamati setelah toluen dan air memisah sempurna. Kadar air dihitung terhadap bobot
3.4 Ekstraksi
Pada jurnal A Simple Purification Method of Catechin from Gambier (Ferdinal, 2014)
Jika katekin dipanaskan pada suhu 110 ° C atau dipanaskan dalam larutan alkali karbonat, ia
akan kehilangan molekul air dan berubah menjadi asam catechu Tannat atau tanin. Ekstraksi
yang dilakukan pada jurnal tersebut yaitu dengan cara maserasi, karena katekin yang ditemukan
Setelah pengujian karakteristik telah selesai dilakukan kemudian serbuk biji pinang di
maserasi dengan cara biji pinang sebanyak 30 gram, ditambah dengan 300 ml etanol, rendam
selama 24 jam kemudian disaring dengan penyaring buchner dan dihasilkan residu 1 lalu filtrat
dari residu 1 di tampung di dalam erlenmeyer. Residu 1 tersebut direndam kembali dengan
menggunakan 300 ml etanol, rendam selama 24 jam kemudian disaring dengan penyaring
buchner dan dihasilkan residu 2 lalu filtrat dari residu 2 ditampung di dalam erlenmeyer. Residu
2 direndam kembali menggunakan 300 ml etanol rendam selama 24 jam kemudian disaring
dengan penyaring buchner menghasilkan residu 3 lalu filtrat dari residu 3 di tampung dalam
erlenmeyer. Hasil dari ketiga filtrat tersebut di gabungkan dalam satu erlenmeyer.
1. Ekstrak cair
Hasil filtrat digabungkan, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 oC
sampai volumenya menjadi sepertiga dari volume semula, atau sampai hampir semua etanol
menguap.
2. Ekstrak kental
Hasil ekstrak kental selanjutnya dilakukan skrining flavonoid yaitu dengan cara ekstrak
ditambahkan sedikit air dalam tabung reaksi, tambahkan sedikit logam magnesium dan 5
tetes HCl 2 N, seluruh campuran dipanaskan selama 5-10 menit. Setelah disaring panas-
panas dan filtrate dibiarkan dingin, pada filtrat ditambahkan amil alkohol, lalu dikocok
kuat-kuat, reaksi positif dengan terbentuknya warna merah pada lapisan amil alkohol
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan menggunakan fasa diam plat
silika gel 60 GF 254 dan fasa gerak berupa campuran etil asetat: etanol (4:6 v/v). Kemudian
hasil dari KLT untuk penampak nodanya digunakan spektrofotometri UV. Harga Rf yang
3.5 Fraksinasi
Ekstrak kental yang didapat difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair. Pada proses
ekstraksi cair-cair, ekstrak dilarutkan terlebih dahulu kemudian dilakukan cara partisi
menggunakan pelarut etil asetat: etanol (4:6). Ekstrak kental dari hasil maserasi dilarutkan
dengan air sebanyak 100 ml. Larutan selanjutnya dipartisi dengan 400 ml etil asetat. Lapisan air
sisa kemudian dipartisi lebih lanjut dengan etanol, sehingga diperoleh fraksi etanol dan air.
Setiap fraksi yang diperoleh dilakukan pemantauan dengan menggunakan pereaksi pada skrining
flavonoid.
3.6 Sub Fraksi
Fraksi etanol di biji pinang di kromatografi kolom, fase diam yang digunakan yaitu silica gel
yang dibuat dengan cara kering (silica gel dimasukan kedalam kolom dan ditambahkan eluen N-
heksan hingga silica gel terbasahi oleh pelarut). Dimasukan sampel yang telah dicampurkan
dengan silica gel GF 254 sebelumnya kedalam kolom dan ditambahkan n-heksana ditampung per
5 ml, dan ditambahkan campuran eluen dengan perbandingan yang berbeda, ditampung per 5 ml.
Hasil fraksi kromatografi kolom diuapkan, kemudian dilakukan pengujian KLT dengan
menggunakan eluen etil asetat: etanol (4:6), kemudian diamati pada sinar UV 254 nm dan 366
nm. Untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa flavonoid dapat dilakukan pereaksi warna
dengan menggunakan AlCl3. Hasil positif dari reaksi AlCl3 adalah terdapat noda bercak warna
kuning. Beri tanda bila ada bercak lalu bandingkan plat KLT tersebut dari nilai Rf mana yang
3.7 Isolasi
Selanjutnya dilakukan KLT Preparatif, tujuannya untuk memisahkan bahan dalam jumlah
gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. Seperti halnya KLT
secara umum, KLT preparative juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Fase diamnya adalah
silica gel dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 0,5-2 mm. Fase geraknya adalah etil asetat: etanol
(4:6). Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam
sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, karena jika pelarut yang
digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel juga
sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin
karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita. Setelah plat KLT Preparatif
dielusi, pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat. Selanjutnya senyawa harus
diekstraksi dari adsorben dengan pelarut yang sesuai (5 ml pelarut untuk 1 gram adsorben).
Diupayakan untuk menggunakan pelarut yang paling nonpolar yang mungkin. Harus
diperhatikan bahwa makin lama senyawa kontak dengan adsorben, maka makin besar
3.8 Spektrofotometri
Pita yang sudah dikerok kemudian dilarutkan dengan etanol dan disaring. Hasil saringan
kemudian diuji pada alat spektrofotometer UV-Vis. Kemudian disimpulkan senyawa yang
Spektrum UV yang dihasilkan oleh senyawa menggunakan pelarut etil asetat memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang 280,10 nm yang dapat dilihat pada gambar 7.
Spektrum UV senyawa terisolasi puncak serapan maksimum pada 280,1 nm di daerah UV yang
merupakan karakteristik dari senyawa katekin, dengan absorbansi = 0,683 nm (Fredinal, 2014).