Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru (Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J.
Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen
atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun
dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi,
by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan

C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah
terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis
masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi
kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
6. Takikardia
(Amin, 2007)

D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:

Kelas Tipe Keterangan

0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.


Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila


dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
(Price, 2005)

E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya
sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (
Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh
organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini
butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
F. Pathway

Mikrobakterium Droplet infection Masuk lewat


jalan napas

Menempel
pada paru

Keluar dari Dibersihkan Menetap di


tracheobionchial oleh makrofag jaringan paru
bersama sekret

Terjadi proses
peradangan
Sembuh tanpa
pengobatan

Tumbuh dan berkembang


Pengeluaran zat pirogen
di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi Sarang primer/afek primer


hipotalamus (fokus ghon)
Mempengaruhi sel point

Komplek Limfangi Limafa


primer tis lokal dinitis
Hipertermi
regional

Menyebar ke organ lain (paru Sembuh sendiri Sembuh dengan


lain, saluran pencernaan, tulang) tanpa pengobatan bekas fibrosis
melalui media (bronchogen
percontinuitum, hematogen,
limfogen)

Radang tahunan Pertahanan primer tidak adekuat


dibronkus

Berkembang Pembentukan Kerusakan


menghancurkan tuberkel membaran
jaringan ikat sekitar alveolar

Radang tahuna
dibronkus Pembentukan Menurunnya
sputum permukaan
berlebihan efek paru
Berkembang
menghancurkan jaringan
ikat sekitar
Ketidak alveolus
Bagian tengah nekrosis efektifan
bersihan
Membentuk jaringan keju jalan nafas
Alveolus
mengalami
Sekret keluar saat batuk konsolidasi
& eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus menerus) Gangguan Pertukaran
Gas
Droplet Batuk berat
infection

Terhirup orang Distensi


sehat abdomen

Resiko infeksi Mual, muntah

Intake nutrisi
kurang

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
 Streptomisin injeksi 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
 Rifampicin.
 Isoniazid (INH).
 Ethambutol.
 Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT
serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
 Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
 Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
 Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
2. Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil
dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu
makan, muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal
kemerahan
 Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-
tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
(http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)
H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi
penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn.
E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak

 Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi


10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan


paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada
foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah


penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

c. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.
2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
3) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.

Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup
dalam melakkan lingkungan yangnyaman.
- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi

Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untukmencegah pengaktifan berrulang.
Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan
kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat
untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai
dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi
demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran
infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang
stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator
adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya
dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola
hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan
terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,


diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi
derajat kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan
sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi
yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara mekanik
10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-
100 mmH
Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien

2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.


Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan

Dx 4
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:
 Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
 Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.


Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya batuk.

Kloaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus

Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Dx 8
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan
pengobatan.
 Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru.
 Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
 Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
1. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang
interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012


jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/

Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia. diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan), Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru. Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.scribd.com /doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media


Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi


2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :


EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai