Ulkus Diabetik
1. Definisi
Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik
penyakit diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang
dapat disertai adanya kematian jaringan setempat (Frykberb, 2002). Ulkus
diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya
penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat
kadar gula darah yang tinggi sehingga klien sering tidak merasakan adanya
luka, luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob. Ulkus kaki pada klien diabetes mellitus
yang telah berlanjut menjadi pembusukan memiliki kemungkinan besar
untuk diamputasi.
Luka diabetes biasa disebut ulkus diabetikum atau luka neuropati.
Luka diabetes adalah infeksi, ulkus atau kerusakan jaringan yang lebih
dalam yang terkait dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada
tungkai. Kondisi ini merupakan komplikasi umum yang terjadi pada klien
yang menderita diabetes mellitus. Dua hal yang dapat menyebakan luka
diabetes yaitu adanya neuropati dan penyakit vaskuler.
Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan
nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli
pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah
terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang,
perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses
degenerative (arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes
melitus). Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami
ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai
bawah, keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan
masyarakat.
2. Etiologi
Menurut Suriadi (2011) penyebab dari luka diabetes antara lain:
a. Diabetik neuropati
Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes
mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada
kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensori, motorik dan
otonom. Neuropati perifer pada penyakit diabetes meliitus dapat
menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.
Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot,
sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes,
kontraktur tendon achilles) dan bersama dengan adanya neuropati
memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang
terjadi akibat rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan
sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan
serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan
kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema
kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan
terjadinya artropati Charcot (Cahyono, 2007).
b. Pheripheral vascular diseases
Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya
arteriosklerosis dan ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi
penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis
terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri berupa; kolesterol,
lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang
mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia dan
hipertensi.
c. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak
disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil
atau trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit
menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
ulserasi pada kaki
d. Infeksi
Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes
mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia
merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal
melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia menyebabkan
penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik juga efektif
sampai pada luka.
3. Patofisiologi
Dalam robert (2000); Soeparman (2004) neuropati sensori perifer
dan trauma merupakan penyebab utama terjadinya ulkus. Neuropati lain
yang dapat menyebabkan ulkus adalah neuropati motorik dan otonom.
Neuropati adalah sindroma yang menyatakan beberapa gangguan pada
saraf. Pada pasien dengan diabetes beberapa kemungkinan kondisi dapat
menyebabkan neuropati:pada kondisi hiperglikemia aldose reduktase
mengubah glukosa menjadi sorbitol, sorbitol banyak terakumulasi pada
endotel yang dapat mengganggu suplai darah pada saraf sehingga axon
menjadi atropi dan memperlambat konduksi impuls saraf.
Pengendapan advanced glycosylation edn-product (AGE-P)
menyebabkan penurunan aktifitas myelin (demielinasi). Neuropati sensori
menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas terhadap tekanan atau
trauma, neuropati motorik menyebabkan terjadinya kelainan bentuk pada
sendi dan tulang. Neuropati menyebabkan menurunnya fungsi kelenjar
keringat pada perifer yang menyebabkan kulit menjadi kering dan
terbentuknya fisura. Penyakit vaskuler yang terdiri dari makroangiopati
dan mikroangiopati menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah pada
organ. Adanya neuropati, penyakit vaskuler dan trauma menyebabkan
terjadinya ulkus pada ekstremitas.
Selain neuropati penyakit peripheral vascular desease (penyakit
vascular perifer) juga menjadi penyebab terjadinya ulkus. Penyakit
vascular perifer terjadi dari dua, yaitu: mikroangiopati yang merupakan
kondisi dimana terjadi penebalan membran basalis kapiler dan
peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan edema neuropati.
Makroangiopati, yaitu terjadinya ateriosklerosis yang menyebabkan
penurunan aliran darah (iskemia). Trauma dan kerusakan respon terhadap
proses infeksi menjadi penyebab terjadinya luka diabetes selain neuropati
dan penyakit vaskuler perifer.
Proses Penyembuhan Luka
A. Definisi
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena
adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh
(Pusponegoro, 2005). Luka diabetes terjadi karena adanya kelainan pada saraf,
kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak
ditangani dengan manajemen yang baik, hal itu akan berlanjut menjadi ulkus
bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007)
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penyembuhan luka merupakan suatu
proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi
berkisanambungan. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab
untuk sintesis kolagen.
B. Klasifikasi Luka
Luka diabetes menurut Wagner dapat dibedakan kedalam enam grade, yaitu :
a) Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
Fase penyembuhan luka terdiri dari empat fase, yaitu (Orsted et al, 2004;
Rothenberg, 2013; Velnar, Bailey, dan Smrkolj, 2009):
1. Fase Hemostasis
Setelah terjadi kerusakan jaringan kulit pada saat luka, trombosit
berperan dalam penutupan dari kerusakan pembuluh darah. Pembuluh
darah itu sendiri akan mengalami penyempitan dalam merespon cedera,
tapi spasme ini akhirnya akan rileks. Trombosit mengeluarkan zat
vasokontriksi untuk membantu proses ini, namun peran utamanya adalah
untuk membentuk bekuan darah stabil untuk menutup pembuluh darah
yang rusak. Trombosit diaktifkan dan mengeluarkan glikoprotein perekat
yang memicu agregasi trombosit. Trombosit juga megeluarkan faktor-
faktor yang berinteraksi dan merangsang kaskade pembekuan intrinsik
melalui produksi trombin, yang pada gilirannya memulai pembentukan
fibrin dari fibrinogen. Jaring fibrin memperkuat agregat trombosit menjadi
bekuan hemostatik stabil (Orsted et al, 2004; Rothenberg, 2013).
Akhirnya, trombosit juga mengeluarkan faktor pertumbuhan, sebagai salah
satu faktor pertama dalam memulai langkah penyembuhan selanjutnya.
Faktor pertumbuhan ini melibatkan neutrofil dan monosit (memulai tahap
berikutnya penyembuhan luka), merangsang sel-sel epitel dan fibroblas.
Hemostasis terjadi dalam beberapa menit dari cedera awal kecuali pada
pasien yang memiliki gangguan pembekuan.
2. Fase Inflamasi
Secara klinis, inflamasi (fase kedua penyembuhan luka)
bermanifestasi sebagai eritema, bengkak, dan hangat, sering timbul nyeri
atau dikenal dengan istilah ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Fase ini
biasanya berakhir hingga 4 hari pasca luka terjadi. Respon inflamasi
menyebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran, melepaskan plasma
dan neutrofil ke jaringan sekitarnya. Neutrofil memfagosit debris dan
mikroorganisme serta menyediakan garis pertahanan pertama terhadap
infeksi. Selama proses pencernaan bakteri dan selular debris, neutrofil
mati dan melepaskan enzim intraseluler ke matriks sekitarnya yang
kemudian mencerna jaringan. Fibrin kemudian mengalami pemecahan
sebagai respon pembersihan dimana produk hasil degradasinya
merangsang sel berikutnya yang terlibat dalam proses tersebut seperti
fibroblas dan sel epitel. Hal ini diperantarai oleh mast cell lokal (Orsted et
al, 2004; Rothenberg, 2013).
Penyembuhan luka memerlukan koordinasi aktivitas dan hubungan
antar sel yang baik. Sel berhubungan satu sama lain melalui protein
terlarut yang disebut sitokin dan faktor pertumbuhan. Sitokin dan faktor
pertumbuhan tersebut dikeluarkan oleh suatu sel dan berikatan dengan
reseptor pada sel target. Ketika sitokin berikatan dengan sel target, ia
menstimulasi migrasi sel. Disisi lain faktor pertumbuhan menstimulasi sel
target untuk membelah dan memproduksi atau mensintesis sel baru sampai
mengeluarkan substansi seperti kolagen yang diperlukan dalam
pembentukan matriks ekstraselular. Matriks ekstraselular juga berperan
aktif dalam penyembuhan luka dengan interaksi sel-sel melalui reseptor
bernama integrin, merangsang aktivasi platelet, migrasi epitel dan
pergerakan fibroblas. Monosit di sirkulasi berdiferensiasi menjadi
makrofag setelah sel tersebut keluar dari pembuluh darah dan melakukan
kontak dengan matriks ekstraselular (Orsted et al, 2004; Rothenberg,
2013).
3. Fase Proliferasi
Fase proliferasi dimulai sekitar 4 hari setelah terjadinya luka dan
biasanya berlangsung sampai hari ke 21 pada luka akut, tergantung pada
ukuran luka dan kesehatan pasien. Hal ini ditandai dengan angiogenesis,
deposisi kolagen, pembentukan jaringan granulasi, kontraksi dan
epitelisasi luka. Secara klinis, proliferasi ditandai oleh berwarna
kemerahan pada jaringan atau kolagen di dasar luka dan melibatkan
penggantian jaringan kulit dan kadang-kadang subdermal jaringan pada
luka yang lebih dalam, serta kontraksi luka. Dalam fase ini pertumbuhan
lapisan luar pembuluh darah kapiler dan sel-sel endotel. Proses ini disebut
angiogenesis. Sel keratinosit, yang bertanggung jawab untuk epitelisasi
(Orsted et al, 2004; Rothenberg, 2013).
Dalam penyembuhan luka, sel-sel di bawah pengaruh faktor
pertumbuhan membelah untuk menghasilkan sel-sel baru, yang bermigrasi
ke tempat luka di bawah pengaruh sitokin. Ada keseimbangan antara
MMP dan TIMPs sehingga terdapat pertumbuhan jaringan baru. Pada luka
kronik, sebaliknya, di mana fase penyembuhan terhenti, pembelahan sel
dan migrasi ditekan, terdapat sitokin inflamasi dan MMP yang tinggi dan,
rendahnya tingkat TIMPs dan faktor pertumbuhan. Respon ini adalah
karakteristik dari keadaan inflamasi kronik. Ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan jumlah bakteri, adanya jaringan nekrotik, iskemia kronik atau
trauma berulang. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan
lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan
dipercepat oleh berbagai faktor pertumbuhan yang dibentuk oleh makrofag
dan trombosit (Orsted et al, 2004; Rothenberg, 2013).
4. Fase Remodelling
Proses penyembuhan luka melibatkan remodeling dan penataan
kembali jaringan luka dari jaringan kolagen untuk menghasilkan tensil
dengan kekuatan yang lebih besar. Sel-sel utama yang terlibat dalam
proses ini adalah fibroblas. Fase remodeling bias memerlukan waktu
hingga dua tahun setelah luka terjadi. Selama fase ini fibrin dibentuk
ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan memerkuat susunannya.
Remodelling mencakup sintesis dan pemecahan kolagen (Orsted et al,
2004; Rothenberg, 2013).
1. Pembersihan luka.
a. Chemical Debridement
b. Mecanical Debridement
c. Autolytic Debridement
d. Surgical Debridement
e. CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement)
3. Pemilihan dressing
Pemilihan balutan disesuaikan dengan kondisi luka, balutan baik akan
mendukung autolisis, pengangkatan jaringan mati, mempertahankan
kelembababn, melindungi area sekitar luka dan tepi luka, mencegah infeksi,
mendukung granulasi dan pertumbuhan jaringan epitel.