Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah penyakit infeksi pada saluran bawah akut yang


menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus,
jamur, parasit. Pneumonia juga dapat disebabkan oleh pneumonitis, yaitu
penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi). Pneumonia merupakan
proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar yang terisi eksudat
inflamatori yang disebabkan oleh infeksi.
Pneumonia dapat dibagi berdasarkan : klinis, epidemiologi, etiologi, dan
predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologi pneumonia dapat
diklasifikasikan menjadi pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan menjadi pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksi
diklasifikasikan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial.
Identifikasi penyakit pneumonia dapat dengan melihat hasil radiologi
dapat memberikan gambaran yang sangat bervariasi, karena pneumonia memiliki
banyak penyebab. Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto
konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan Thorax. Gambaran
pneumonia pada modalitas radiologi konvensional akan memberikan gambaran
yang beragam, sesuai dengan agen penyebabnya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PARU-PARU
Paru-paru merupakan sepasang organ yang terletak di dalam rongga
toraks, berbentuk seperti piramid dengan tekstur seperti pons, berada di atas
diafragma serta diselubungi oleh membran atau selaput pleura, yaitu pleura
parietalis dan visceralis. Pleura viseralis langsung membungkus paru-paru,
sedangkan pleura parietalis melapisi permukaan dalam dinding toraks. Diantara
kedua pleura terdapat cavum pleura (rongga peura). Setiap paru memiliki
bagian apeks yang tumpul di daerah kranial dan basis yang melekuk mengikuti
lengkung diafragma di daerah kaudal.2,5

Gambar 1. Anatomi paru-paru

Paru-paru memiliki permukaan anterior, posterior, lateral dan medial.


Permukaan anterolateral berbatasan dengan iga-iga, sehingga membentuk jejas
pada permukaan tersebut. Permukaan medial terdapat hilum/ hilus yang
tersusun oleh pembuluh darah, bronkus, saraf serta pembuluh limfe.2
Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2
lobus. Paru-paru kanan terdiri dari lobus superior, medial dan inferior.

2
Sedangkan paru-paru kiri terdiri dari lobus superior dan inferior. Selain itu
yang perlu diketahui adalah fissura yang membatasi antar lobus. Terdapat 2
fissura pada paru kanan, yaitu fissura horizontalis atau fissura minor, yaitu
fissura yang membatasi lobus superior dengan lobus medial dan fissura oblik
atau disebut juga fissura mayor yang membatasi lobus medial dengan lobus
inferior. Sedangkan untuk paru kiri hanya terdapat fissura oblik yang
membatasi lobus superior dengan lobus inferior.2

Gambar 2. Anatomi paru-paru dari berbagai permukaan

B. TORAKS NORMAL
Pengetahuan-pengetahuan dasar tentang apa yang masih termasuk dalam
batas-batas normal penting untuk suatu penilaian yang tepat dan teliti terhadap
foto toraks dan untuk dapat mengetahui apa yang sakit.6
Foto toraks pada orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang toraks
termasuk tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula, skapula dan
jaringan lunak dinding toraks. Toraks terbagi dua oleh mediastinum di tengah-
tengah. Disebelah kiri dan kanan mediastinum terdapat paru-paru yang berisi
udara sehingga relatif radiolusen (hitam) jika dibandingkan dengan
mediastinum, dinding toraks dan bagian atas abdomen (putih).6

3
Radiografi toraks merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering
dilakukan dimana-mana. Standar radiografi toraks adalah dua macam view dan
dilakukan dalam posisi berdiri dan inspirasi penuh. Bentuk lain radiografi
toraks yang dapat dilakukan pada keadaan tertentu misal pada pasien yang
tidak mampu berdiri untuk radiografi PA adalah AP erect (duduk di atas bed),
AP semi-erect, supinasi (biasanya pada pasien dengan trauma dan pada pasien
ICU), mobile (yang dilakukan di luar departemen radiologi menggunakan unit
sinar X mobile), lateral dekubitus (untuk pneumothorax atau gas trapping
akibat terhirup benda asing) dan ekspirasi frontal (untuk keadaan
pneumothorax dan gas trapping akibat terhirup benda asing).7
Fase respirasi memiliki efek yang besar dalam munculnya beberapa
struktur pada radiografi toraks. Radiografi frontal inspirasi yang buruk akan
menyerupai keadaan patologi. Struktur yang dapat muncul berbeda pada
ekspirasi meliputi ukuran jantung, kontur dan lebar mediastinum, inflasi paru
dan kontur diafragma.7 Selain posisi dan inspirasi, hal yang harus dipikirkan
dalam foto toraks adalah mengenai simetrisasi foto dan juga mengenai kualitas
sinar X pada saat paparan. Pada keadaan kondisi yang kurang maka foto akan
tampak putih atau samar, sedangkan pada kondisi cukup vertebra akan tampak
seluruhnya dari vertebra cervical I hingga torakal IV, dan pada kondisi keras
maka akan tampak hingga vertebra thoracal XII.2,7
Setelah hal-hal tersebut dievaluasi maka selanjutnya dilakukan pembacaan
foto yang dapat dimulai dari lateral ke medial atau sebaliknya, atau dari
superior ke inferior atau sebaliknya. Selain keempat cara diatas dapat juga
menggunakan tehnik panduan ABCDEFGHI untuk menilai foto toraks yang
terdiri dari:8
1. Assesment of quality
Kualitas foto dapat dinilai dengan menggunakan mnemonic PIER:
- Posisi : apakah supine AP, PA atau lateral
- Inspirasi : menghitung iga posterior. Sebaiknya kita dapat melihat
iga ke-10 hingga ke-11 dengan efek inspirasi yang baik
- Exsposure : foto yang baik akan memperlihatkan detail paru-paru dan
kolumna spinalis dengan baik

4
- Rotasi : rongga antara klavikula medial dan batas vertebrae yang
berdekatan sebaiknya secara kasar sama dengan lainnya; lihat juga garis
yang tertinggal atau objek
2. Bone and soft tissue (tulang dan jaringan lunak)
Perhatikan kesimetrisan tulang, fraktur, osteoporosis dan lesi metastasis.
Evaluasi pula jaringan lunak untuk benda asing, edema dan udara subkutan
3. Cardiac (jantung)
Evaluasi ukuran jantung dengan menggunakan cardio-thoracal ratio
(CTR). Ukuran jantung yang normal adalah jika rasio <50% terhadap
diameter toraks pada foto toraks posisi PA dan <60% pada foto toraks
posisi AP. Selain itu juga harus dinilai bentuk jantung, kalsifikasi dan katup
prostetik.
4. Diafragma
Nilai diafragma untuk posisi (kanan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan kiri karena hepar) dan bentuk (dapat mendatar pada pasien asma
dan dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu yang perlu
diperhatikan juga adalah apakah terdapat gambaran udara di bawah
diafragma
5. Efusi
Efusi pleura dapat besar dan jelas atau kecil dan tidak terlihat jelas.
Sehingga perlu sangat diperhatikan sudut kostofrenikus untuk ketajaman
atau kelancipan (sudut tumpul dapat menunjukkan efusi). Foto toraks
lateral dapat dilakukan jika efusi posterior sedikit.
6. Field and fissures (lapangan paru dan fissura)
Perhatikan apakah pada lapangan paru terdapat infiltrat (intersisial atau
alveolar), masa, konsolidasi, air bronchogram, pneumothoraces, dan tanda
vaskular. Pembuluh seharusnya akan terlihat lancip dan hampir tidak
terlihat di perifer paru. Selain itu jangan lupa untuk mengevaluasi fisura
mayor dan minor apakah menebal atau terdapat cairan.
7. Great vessels (pembuluh darah besar)
Perhatikan ukuran aorta dan bentuk serta pembuluh darah pulmonal. Aortic
knob seharusnya terlihat jelas

5
8. Hilus dan mediastinum
Evaluasi hilus untuk limfadenopati, kalsifikasi dan massa, Hilus kiri
normalnya akan tampak lebih tinggi letaknya dibandingkan dengan kanan.
Selain itu periksa juga apakah mediastinum melebar yang dapat
menunjukkan adanya diseksi aorta. Deviasi trakea dapat menunjukkan
adanya efek massa atau tension pneumothorax. Meskipun begitu pada anak
kita harus hati-hati untuk tidak membuat kesalahan dengan menganggap
thymus adalah massa.
9. Impression (kesan)
Dalam kebanyakan kasus, kesan hanya bersifat sementara karena tidak
hanya memaksa untuk dapat merangkum atau menyimpulkan semua
temuan namun juga bertindak sebagai double check

Gambar 3. Radiografi toraks PA normal menunjukkan posisi dan densitas


struktur hilus.

6
C. Pneumonia
2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
dapat menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas yang
disebabkan oleh mikroogranisme.

Secara klinis, pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru


yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

2.2 Epidemiologi
Pada pneumonia, secara klinis laki-laki lebih sering terkena dibanding
perempuan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, lebih
banyak ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut. Pada berbagai usia
penyebabnya cenderung berbeda-beda. Pneumonia semakin sering dijumpai pada
orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Pneumonia juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain
seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun


2013, menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
yaitu sebesar 25 %, dan terjadi peningkatan prevalensi pneumonia 11,2% pada
tahun 2007 menjadi 18,5% pada tahun 2013. Insiden tertinggi pneumonia balita
terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%).

2.3 Etiologi

Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu


bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif, sedangkan

7
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Hasil penelitian dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

Mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia

InfeksiBakteri InfeksiAtipikal InfeksiJamur


Streptococcus pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Aspergillus
Haemphillus influenza Legionella pneumophillia Histoplasmosis
Klebsiellapneumoniae Coxiellaburnetii Candida
Pseudomonas aeruginosa Chlamydia psittaci Nocardia
Gram negatif (E. Coli)
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab lain
Influenza Pneumocytiscarinii Aspirasi
Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid
Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis
Sinsitialrespiratori Fibrosis kistik

2.4 Faktor Risiko

Adapun faktor-faktor resiko pneumonia yakni :

a. Usia diatas 65 tahun atau dibawah 5 tahun


b. Aspirasi sekret orofaringeal
c. Infeksi pernapasan oleh virus
d. Sakit yang parah yang menyebabkan imunodefisiensi seperti
e. Penyakit pernapasan kronik (COPD, asmakistik fibrosis)
f. Kanker (terutama kanker paru)
g. Trakeostomi atau pemakaian endotrakeal atau ventilator
h. Bedah abdominal atau toraks (pasca operasi)
i. Fraktur tulang iga
j. Pengobatan dengan imunosupresif
k. AIDS
l. Riwayat merokok

8
m. Alkoholisme
n. Malnutrisi
o. Pekerjaan
p. Lingkungan kerja

2.5 Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi
primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah


berkolonisasi di orofaring.
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstra pulmonar
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang
terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, daya tahan tubuh berupa sistem
pertahanan mukosilier akan berinteraksi dengan kuman, daya tahan selular
makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan netrofil. Daya tahan humoral igA dan
IgG dari sekresi bronkial juga berperan.
Pneumonia dipengaruhi oleh virulensi mikroorganisme, luas daerah paru
yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Respon yang ditimbulkan
tergantung agen penyebabnya. Streptococus pneumonia (penumokokus) adalah
bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia bakteri, baik yang didapat di
masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit. Pneumokokus umumnya
masuk ke alveoli melalui percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paling
sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahap:
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk kedalam
alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit

9
dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.
Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil,
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Ronki
basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh
karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.
Hampir selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah
melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi. Untuk
membantu dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan pneumonia
dapat dilakukan radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri
dari pemeriksaan dengan mata telanjang dan mikroskopik serta biakan.
Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu. Bila
lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non
bakteri seperti oleh jamur, mikobakterium atau parasit. Karena itu perlu
penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia Pada umumnya
pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebih
buruk dan kemungkinan rekurensi yang lebih besar.

2.6 Klasifikasi Pneumonia


A. Berdasarkan sumber kuman
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia = CAP) : Endemic,
muda atau orang tua.
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia = HAP) :
Didahului dengan perawatan di Rumah Sakit
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised
Host : Pasien transplantasi, AIDS, onkologi
4. Pneumonia aspirasi : Alcohol, anak, usiatua.
B. Berdasarkan Penyebab
1. Pneumonia bacterial/ tipikal : Staphlycoccus, Streptococcus, Hemofilus
infleunza, dll
2. Pneumonia atipikal : Mycoplasma, Chamydia
3. Pneumonia virus

10
C. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Disebabkan oleh aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan.
Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi
berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara
yang terdapat pada percabangan bronkus, yang dikelilingi oleh bayangan
opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat
diagnostik untuk pneumonia lobaris.
2. Bronkopneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem
pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia
dapat muncul sebagai infeksi primer.
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkial. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.7 Gambaran Klinis


Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-
gejala meliputi:
Gejala Mayor: 1. Batuk

11
2. Sputum produktif
3. Demam (suhu>37,80c)
Gejala Minor: 1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit >12.000/L
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas.
Selain batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan
kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.

2.8 Pemeriksaan dan Diagnosis


Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
1. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-
gejala meliputi:
a) Demam dan menggigil akibat proses peradangan
b) Batuk yang sering produktif dan purulen
c) Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
d) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.

12
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang
kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi
ronkhi basah kasarpada stadium resolusi.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,


biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak
diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.9 Gambaran Radiologis

Infeksi paru (Pneumonia) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
beberapa protozoa. Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin
mendiagnosis suatu agen penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga
dibutuhkan keterangan klinis, pemeriksaan laboratorium seperti jumlah leukosit
dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya semua pemeriksaan saling
melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.
American Thoracic Society merekomendasikan foto toraks dengan proyeksi
PA (posteroanterior) dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang
di gunakan untuk melihat adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto
thorax sebenarnya sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika
udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut
akan tampak lebih opaq pada foto Rontgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian
atau seluruh lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak
yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae.

13
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum
antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trakea/septum/fisura seperti pada
atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara
yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat
akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan
air bronchogram sign positif (+)
J

14
e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat
untuk menentukan letak lesi paru. Jika batas lesi dengan jantung hilang,
berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+)

Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris,


pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis
(bronkiolitis).

I. Pneumonia Lobaris (Alveolar)


Pneumonia alveolar terjadi karena adanya peradangan bakteri yang
menyebabkan kerusakan dinding alveoli serta edema dan eksudat alveolar.
Eksudat ini dapat berupa serous, serosanguinus atau seropurulen yang tergantung
pada perkembangan penyakit. Patogen penyebab pneumonia dapat mencapai
ruang udara perifer, mendorong eksudat edema ke dalam ruang alveolus,
penyebaran sentrifugasi melalui jalan nafas kecil, pores of Kohn + Lambert ke
dalam lobus yang berdekatan + segmen.
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

15
Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi
di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara
sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk
konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut
sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan
tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).

Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada


lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih
tampak normal. Cor, sinus, diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris
ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia.

16
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

Gambar. Gambaran radiografi foto polos pneumonia bakterialis

Gambar. Gambaran radiografi foto polos pneumonia H. influenzae

17
Gambar. Pneumonia pneumococcal. Laki-laki umur 38 tahun dengan
pneumonia Streptococcus pneumoniae. Foto polos thoraks PA close-up
menunjukkan opasitas lingular homogen dengan central air bronchogram.

Gambar 1. Pneumonia pneumococcal- simulated mass. Laki-laki umur 56


tahun dengan demam dan batuk produktif. (A) foto polos PA dan (B) adalah foto
polos thoraks lateral yang menunjukkan opasitas dengan batas jelas di lobus
bawah kanan. Abnormalitas tersebut membaik setelah terapi antibiotik yang tepat

18
II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Merupakan kombinasi antara penyakit interstitial dan alveolus (cedera
berawal dari dalam jalan nafas yang melibatkan bundel bronkovaskular, masuk ke
dalam alveolus yang mungkin terdapat edema cairan, darah, leukosit, membran
hialis dan organisme).2
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah.
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B).
Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifokal, tepi tidak rata,
corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal,
namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) .

Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

19
Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen
pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronkopneumonia ini sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa.
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
Bronkopneumonia adalah proses multi fokal yang dimulai pada bronkiolus
terminalis dan respiratorius dan cenderung menyebar secara segmental, dapat juga
disebut pneumonia lobularis dan menghasilkan konsolidasi yang tidak homogen.
Pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan tidak homogen
didaerah hillus yang menyebabkan batas jantung menghilang, penyebab paling
sering oleh S.aureus dan organisme gram negatif.

20
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang
dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas
kiri dan lobus bawah kiri.

III. Pneumonia Interstisial


Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi
dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet
dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous.
Juga terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus
terisi cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai
pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang
terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit,
histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan
mengenai pleura viseral.

Pada fase akut tampak gambaran bronchial


cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding
bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat,
hiperaerasi, bercak-bercak inifiltrat dan efusi
pleura juga dapat ditemukan.

Terjadi edema dinding


bronkioli dan juga edema jaringan
interstitial prebronkial. Radiologis
berupa bayangan udara pada
alveolus masih terlihat, diliputi
oleh perselubungan yang tidak
merata.

21
2.10 Diagnosis Banding Secara Radiologis
Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,

menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan


berat badan. Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada
foto thorax proyeksi PA
2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia
tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan
mediastinum kearah yang sakit karena adanya pengurangan volume
interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

22
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram.
Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung,
trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorak membesar.
Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada
efusi pleura.
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

4. Karsinoma bronkogenik13
Karsinoma bronkogenik yang mengalami kavitas, biasanya dinding kavitas
tebal dan tidak rata. Kelainan radiologi yang dijumpai adalah kavitas
soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di

23
sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter yang
ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.
Banyak teori yang mengenai terbentuknya kavitas pada karsinoma.
Teori yang paling umum adalah obstruksi dari arteri yang memperdarahi
nodul tersebut, sehingga terjadi infark sentral. Sifat dinding kavitas
berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini.
Kavitas yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung
mempunyai dinding dalam yang tidak teratur dan noduler, walaupun
dinding luarnya bisa berbatas tegas atau tidak. Kavitas pada inflamasi
biasanya mempunyai dinding dalam yang halus.
Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas, semakin
besar kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas terbentuk
amat cepat (dalam beberapa hari), pada kasus dimana kavitas berasal dari
trauma atau infeksi. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan
sitologi/patologi.

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas

24
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
protozoa).
2. Penegakan diagnosis pneumonia berupa gambaran klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologis
3. Gambaran radiologis pneumonia berupa: Perselubungan homogen atau
inhomogen sesuai dengan lobus atau segmen paru secara anatomis.
Batasnya tegas walaupun pada mulanya kurang jelas. Volume paru
tidak berubah, tidak tampak deviasi trakea/septum/fissure. Silhoutte
sign (+) bermanfaat untuk menentukan lesi paru; batas paru dengan
lesi dengan jantung hilang berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan. Seringkali terjadi komplikasi
efusipleura. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus
kostoprhenikus yang paling akhir terkena. Pada permulaan sering
masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi sering tampak air
bronchogram sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena
tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
4. Klasifikasi pneumonia berdasarkan gambaran radiologis terdiri dari:
pneumonia lobaris, bronkopneumonia (pneumonia lobularis), dan
pneumonia interstitial.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamjilid


II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
2. Burgener, X'rancis A, danKormano, Martti. Differential Diagnosis in
Conventional Radiology. Thieme.Strafton, Inc. New York 1985
3. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto
Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging).
Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5
4. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-
05
5. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta.
Penerbit EGC. 2007; hal 136-142
6. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available
from www.medscape.com updated May 25, 2011
7. Paul and Juhl. Essential of Radiologic Imagiog, 5th edition. J.B. Lippincott Company.
Philadelpia
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
10. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi
Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai
Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1
11. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A.,
Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC.
2003; hal 804-806
12. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
13. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and
Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology

26

Anda mungkin juga menyukai