Bab Ii CKD
Bab Ii CKD
TINJAUAN PUSTAKA
a. Sindrom uremia
Terdiri dari lemah, letargi, mudah lelah, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, perubahan warna kuku, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
b. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes
melitus, hiperuremia, hipertensi, dan lain-lain.
a. Stadium 1
Pada stadium ini, terjadi tahap awal kerusakan ginjal dengan
kondisi ginjal 90% dari keadaan normal namun ginjal masih
dapat mempertahankan fungsi normalnya. Kadar urea dan
kreatinin dalam darah normal dan asimtomatis. Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) pada stadium ini ≥ 90mL/menit/1,73m2.
b. Stadium 2
Tidak jauh berbeda dengan stadium 1, pada stadium ini telah
terjadi penurunan fungsi ginjal namun tidak terlihat gejala-gejala
yang khas. Kadar urea dan kreatinin dalam darah normal
ataupun sedikit meningkat. 60-89% ginjal masih berfungsi
normal dengan Laju filtrasi Glomerulus (LFG) 60-89
mL/menit/1,73m2.
c. Stadium 3
Pada stadium ini, laju filtrasi glomerulus ginjal telah menurun
hingga 30-59 mL/menit/1,73m2. Stadium ini terbagi atas 2,
yaitu stadium 3a (45-59 mL/menit/1,73m2) dan stadium 3b (30-
44mL/menit/1,73m2). Pada stadium 3a, penyakit ginjal kronis
masih bersifat asimptomatis sehingga banyak penderita masih
belum menyadari bahwa fungsi ginjal mereka telah mengalami
penurunan sementara pada stadium 3b, gejala klinis sudah mulai
terlihat seperti hipertensi, penurunan penyerapan kalsium,
berkurangnya eksresi fosfat oleh ginjal, peningkatan hormon
paratiroid, perubahan metabolisme lipoprotein, berkurangnya
penyerapan protein, anemia, hipertrofi ventrikel kiri, retensi
garam dan air serta penurunan ekskresi kalium oleh ginjal.
d. Stadium 4
Stadium 4 adalah stadium dimana ginjal telah mengalami
kerusakan berat dengan laju filtrasi 15-29 mL/menit/1,73m2.
Gejala-gejala klinis pada stadium ini mirip dengan gejala pada
stadium 3b. Pada stadium ini gejala asidosis metabolik seperti
anoreksia, pernapasan kussmul, mual dan kelelahan mulai
terlihat seiring dengan memburuknya kondisi ginjal.
e. Stadium 5
Stadium ini disebut dengan gagal ginjal kronis menurut National
Service Framework for Renal Service. Dengan laju filtrasi
glomerulus ≤ 15 mL/menit/1,73m2, ginjal dinilai tidak lagi
mampu berfungsi normal sehingga membutuhkan terapi
pengganti ginjal seperti hemodialisis untuk menopang
kehidupan. Gejala-gejala klinis seperti retensi garam dan air
yang mengakibatkan edema dan gagal jantung, anoreksia, mual,
pruritus (rasa gatal tanpa penyakit kulit), meningkatnya kadar
urea dalam darah serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini disebut
245
dengan sindrom uremik.
2.1.5 Patofisiologis (PGK) 10 20
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya
tergantung penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya di ikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-
angiotensin- aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut.
2.2 ANEMIA
2.2.1 Definisi Anemia
Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya
penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai
dibawah normal, hal ini terjadi apabila keseimbangan antara
kehilangan darah (lewat perdarahan atau penghancuran sel) dan
produksi darah terganggu.11
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau
hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun.11
Dengan kata lain, anemia terjadi apabila kadar eritrosit atau
hemoglobin dalam darah menurun dan mengakibatkan penurunan
fungsi utamanya.
Tabel Nilai normal hemoglobin
Pria Dewasa 13,5 – 17,5 g/dl
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan
menjadi tiga jenis anemia:13,16
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan
akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai
dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35
%), bentuk dan ukuran eritrosit.
2) Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC
= > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
3) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.
(Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa
pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan
tidak adekuat malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung,
penyakit Crohn, colitis ulserativa) .
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa
pembesaran jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi
menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin
(FEP) meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin,
hematokritdan SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin
abnormal pada penyakit sel sabit.