Anda di halaman 1dari 3

Latar belakang dari penelitian ini adalah terjadinya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan tahunan komisi nasional anti
kekerasan terhadap perempuan (KOMNAS Perempuan) menyebutkan terdapat 245.548 kasus
kekerasan terhadap perempuan. Jika dilihat dari persentase kasus maka kekerasan terhadap istri
atau KDRT menempati peringkat pertama yaitu 56% disusul kekerasan dalam pacaran 21%, terhadap
anak perempuan 17% dan sisanya terhadap pekerja rumah tangga.

Latar belakang ini menimbulkan keinginan untuk melakukan penelitian mendalam terkait dengan
bagaimana perlindungan hukum kepada perempuan korban KDRT itu ditangani berdasarkan
mekanisme yang ada didalam masyarakat itu sendiri, yaitu melalui mekanisme adat. Meskipun
negara juga menyediakan payung hukum terkait dengan KDRT melalui UU No. 23/2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang berdasarkan UU ini mekanisme dilakukan
melalui institusi hukum yaitu Kepolisian. Terkait dengan penelitian yang dilakukan di Rote maka
dapat ditemukan beberapa faktor penyebab timbulnya kekerasan dalam rumah tangga yang
dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu: 1. Dari sisi struktur sosial. 2. Dari budaya hukum di dalam
masyarakat.

Terkait dengan pengaruh struktur social, maka di dalam struktur social masyartakat rote, perempuan
berada pada posisi dibawah, sehingga posisi perempuan merupakan posisi yang subordinasi dari
laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya budaya patriarkat yang menempatkan posisi laki-laki
sebagai penentu garis keturunan maupun juga kepala keluarga. Subordinasi ini tercermin didalam
karakteristik antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dikarakteristikkan sebagai: Orang yang
mempunyai karakter keras, kasar dan berat. Semetara perempuan digambarkan sebagai orang yang
mempunyai karakteristik lembut, halus dan ringan. Pada karakteristik laki-laki terkait dengan Keras,
itu menunjuk pada kekuatan fisik karena pekerjaan mereka menuntutkekuatan fisik, yaitu penopang
ekonomik keluargadalam hal ini basis ekonomi m,asyarakat rote kebanyakan adalah pada berkebun
(mengambil buah aren). Kasar menunjuk pada kemampuan laki-laki di dalam melindungi anggota
keluarganya dari luar, terkait dengan hubungan social yang terjadi dengan pihak ketiga dan keluarga.
Dlama hubungan dengan orang ketiga mereka harus bersikap kasar seperti bersiap menghadang
serangan dari luar. Berat. Menunjuk pada pada tanggung jawab seorang laki-laki terhadap
keluarganya sebagai kepala rumah tangga. Ketiga karakteristik ini menempatkan laki-laki pada posisi
didepan karena dia berhubungan dengan wilayah public baik secara ekonomi maupun social.

Karakteristik Perempuan itu yanglembutmerujuk pada status dan peranan perempuan di dalam
lingkungan rumah tangga sebagai istri dan ibu. Sebagai istri dan ibu, ia harus bersikap lembut
kepada anak dan juga suami. Sementara rhalus menunjuk pada perilaku perempuan yang ahrus
dijaga dihadapan suami maupun keluarga. RIngan merujuk pada lingkup tanggung jawabnya
perempuan, lingkup itu terbatas hanya pada mengelola rumah tungga. Dari karakteristik itu
memperlihatkan bahwa perempuan sejatinya hanya berada pada posisi “didalam” keluarga yaitu
ranah privat karena ranah public sudah dikuasai oleh laki-laki.

Ketiga karakteristik laki-lak iini secara tradisi disosialisasikan dari generasi ke generasi dan
berimplikasi padaperlakuan laki-laki terhdap anggota keluarganya baik istri maupun anaknya. Laki-
laki punya otoritas penuh tanpa batas terhadap istri dan anak. Hal ini menunjukkan adanya
domininasi di dalam rumah tangga perempuan. Dalam lingkup dia sebagai kepala keluarga.
Membawa implikasi terhadap cara-cara lak-laki mendidik atau memperlakukan perempuan dan anak
yang berada di abwah dominiasinyanya itu. Apapun yang dilakukan laki-laki sebagai suami harus
diterima oleh istri dan anak. Meskipun laki-lai berdasarkan karakteristik yang disebut diatas,
menempatkan statusnya diatas perempuan namun dalam kenyataannya, status yang ada tidak sama
dengan peranan yang dijalankan. Meskipun posisi perempuan dibawah laki-klaki, namun peranannya
justru lebih besar daripada status yang disandangnya. Peranan itu terliha didalam tanggungjawab
perempuanmenjalankan perkeonomian keluarga. Hal ini dapat terlihat dengan melihat bagaimana
orang-orang rote itu melakukan ekonomi keluarganya. Kebanyakan ekonomi keluarga mereka itu
adalah membuat gula aren. Dalam proses produksi gula aren, maka laki-laki hanya berperan didalam
mengambil buah aren saja, sesudah itu maka perempuan mengambil alih baik dalam proses produksi
maupun distribusi gula aren di pasar. Dari sini terlihat bahwa perempuan yang seharusnya ranahnya
berada pada ranah privat saja, ternyata mengambil alih peranan laki-laki dalam ranah public vyang
via [pihak ketiga pada saat dilakukan proses produksi dan distribusi (berjualan di pasar). Perana
perempuan bertamabah besar lagi karena dia tiodak hanya sebagai penopang keluarga namun juga
harus mengelola keluarganya dengan baik yaitu tidak saja hanya memelihara ekonomi keluarga
teteapi juga memberikan perasaan nyaman pada keluarga. Jadi dapat disimpulakn sementara bahwa
strutur social pada masyarakatkan menempatkat perempuan sangat rentan terhadap dominasi laki-
aki didalamruamh tangga.

Dari sisi budaya, dalam maysarakat Rote ada budaya Belis Belis adalah mahar yang diberikan oleh
laki0laki terhadap perempuan ketika laki-laki melamar seorang prempeuan. Fungsi belis adalah
sebagia pengganti perempuan yang dipinangnya kepada keluarga perempuan. Dalam hal ini, Belis
menjadi sarana/alat dalam kepercayaan tradisi Rote sebagai pengganti keudukan perempuan
didalam keluarga yang dilamar. Ketika perempuan itu keluar dari rumah tangganya, maak dipercaya
secara mikrokosmos, terjadi ketidakseimbangan dalam keluarga. Oleh karena itu, Belis dipakai
sebagai sarana menyeimbangkan skembali kekosongan didalam mikrokosmos. Belis itu diwujudkan
dalam bentuk benda berharga. Persoalan yang sekaran timbul didalam system belis adalah adanya
perubahan makna Belis yang tadinya sebagai alat penyimbang mikrokosmos yang sifatnya spiritual
berubah menjadi bermakna ekonomis – yaitu lebih bermakna pada sisi materialis. Belis lebih
dimaknai sebagai pertukaran yang dinilai dengan uang. Smeakin tinggi mahar .belis, smeankin tinggi
nilai uang,kekuasaan laki-laki dalam rumah tangga semakin tinggi . Hal ini menyebabkan adanya
interpretasi dikalangan laki-laki maupun keluarganya yang salah karena mengangap bahwa dengan
telah dibelinya siperepmpuan maka laki-laki dna keluarga laki-0laki boleh melakukan apa saja
terhdap perempuan. Dalam tradisi Rote, maka perepmpuan yang menbikah dan masuk pada
keluarga laki-laki, dia harus ikhlas menerima apapun yang terjadi didalam keluarganya. BUdaya Belis
ini bedampak pada ketergantungan perempuan terhdap laki-laki karena jika perempuan meminta
cerai pad alaki-laki, maka si perempuan harus mengembalikan Belis yang telah diterimanya tadi.
Selain Belis, ada juga factor lain yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,
selain struktur dan system belis, ada budaya “pukul”. Buadaya pukul yang dimaksud disini adalah,
dalam tradisi Rote seorang laki-laki diperkenankan dalam rangka mendidik, dia diperbolehkan untuk
memukul anggota keluarganya sehingga menurut perspektif orang Rote itu tidak bisa dianggap
sebagai kekerasan. Situasi ini tnetu saja merugikan pihak perempuan, tertuama istri, karena dalam
realita, pemukulan maupun kekerasan seks itu terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan laki-laki
pada perempuan, terutama pada istri. Dlama banyak kasus yang ditemukan, kekerasan terjadi
karena biasanya laki-laki sering minum-minum, ketia pulang mabuk dan istri salah bicara (teguran
istri sebagia salah bicara) sehingga dia dipukul atau diperlakukan kasar baik secara fisik maupun
seksual. Budaya Rote itu dimana prempuan itu harus ikhlas dan menerima apa yang terjadi apda
dirinya, itu menybabkan dia sangat rentan terhdatp KDRT.

Penyelesaian sengketa antara suami dan istri dalam masyarakat rote itu tidak serta
mertadiselesaikan melalui Lembaga hukum yang ada di wilayah Rote, melainkan mereka lebih
cenderung menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa secara adat. Dalam hal ini, jika terjadi
pemukulan atau KDRT terpada istri biasanya diselesaikan oleh kepala suku atau ketua klan yang
disebut sebagai Maneleo. Di Rote, itu =senbdiri terdapat 18 suku yang diketuai oleh Maneleo.
Peranan Maneleo adalah menbjalankan hukum adat didalam penyelesaian sengketa antara anggota
sukunya termasuk penyelesaian sengketa dalam rumah tangga. Dalam penyelesaian sengketa dalam
rumah tangga, penyelesaian dilakukan berdasarkan pada pengembalian situasi harmoni didalam
hubungan-hubungan social yang terjadi pada masyarakat. Khusus untuk penyelesaian sengketa pada
laki-laki dan perempuan mengenai KDRT, berdasarkan hukum adat prosedur dilakukan sebagia
berikut: 1. Keluarga perempuan akan mengadu pada Maneleo nya, lalu maneleo keluarga
perempuan akan menghubungi maneleo keluarga laki-laki. 2. Kedua Maneleo beserta masing-masing
par apihak kemudian akan bermusyawarah untuk terjadinya perdamaian. Biasanya perdamaian
terjadi dalam bentuk rekonsiliasi dimana si perempuan akan kembali pad aurmah tangga laki-laki.
Rekonsiliasi ini ditandai dengen kudea belah pihak Bersama-sama memotong babi dan kemudian
keduableh pihak suami dan istri akan menandatangaani surat perdamaian yang isinya berjanji tidak
akan melakukan kekerasan dalam rumah tangga, Pada kenyatan meskipun sudah ada surat
perdaimanain, tidak otomatis KDRT berhenti, banyak kasus KDRT terulangulang terjadi. Jika semakin
parah, maka pihak perempuan akan mengajukan kasusnya ke polres setempat. Hal ini berarti bahwa
hukum negara baru digunakan apabila hukum adat sudah tidak memadai didalam penanganan KDRT.
Prosedur di Polres ditangani oleh Unit khusus yang disebut Unit Pelayanan Khusus tentang
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Ada dua mekanisme yang dilakukan, perdamaian dan
tindak lanjut penanganan kepolisian. Dalam hal terjadi penganiayaan berat, maka langsung lanjut
pada proses persidangan, tidak lagi perdamaian. Persoalan muncul bagi perempuan adalah bahwa
perdamaian yang ada tidak menjamin memberikan perlindungan kepada perempuan dalam rumah
tangga selanjutnya karena tidak ada mekanisme pengawasan yang dilakukan baik oleh Polisi maupun
masyarakat. Maneleo maupun kepolisian mengangap bahwa ketika terjadi perdamaian maka telah
selesai kasus KDRT.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Perlindungan hukum bagi perempuan
korban KDRT itu, lebih digunakan melalui mekanisme hukum adat karena hukum adat lebih
mengedepankan harmoni daripada menentukan siapa yang salah atau yang benar. Sementara
peranan polisi

Anda mungkin juga menyukai