Anda di halaman 1dari 92

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324771754

BUKU AJAR Penerbit 2018

Book · January 2018

CITATIONS READS
0 725

1 author:

Naharuddin Sumani
Universitas Tadulako
9 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Research Products Applied View project

Cooperation projects View project

All content following this page was uploaded by Naharuddin Sumani on 26 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BUKU AJAR
Pengelolaan Daerah Airan Sungai
Dan Aplikasinya Dalam Proses Belajar Mengajar

Edisi Pertama

Oleh:
Dr. Naharuddin, M.Si.
Dr. Ir. Herman Harijanto, MP.
Dr. Ir. Abdul Wahid, M.Si.

Penerbit

2018
Perpustakaan Nasional RI. Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Buku Ajar Pengelolaan Daerah Airan Sungai Dan Aplikasinya Dalam Proses Belajar
Mengajar
Naharuddin. dkk. Palu: Untad Press, 2018
ix hal + 81 hal.; 21 x 29 cm

ISBN: 978-602-6619-45-7

© Hak Cipta 2018

1. Non Fiksi i. Judul ii. Naharuddin. Dkk

Kutipan Pasal 72:


Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hal Cipta No. 19 Tahun 2002
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayar (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Penerbit:
UNTAD Press
Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Palu
Sulawesi Tengah 94118
KATA PENGANTAR

Pada saat sekarang ini kondisi pendidikan di Indonesia sedang mendapat


sorotan dari berbagai pihak. Sorotan paling utama ditujukan pada rendahnya kualitas
lulusan lembaga pendidikan kita pada umumnya. Rendahnya kualitas ini tentu saja
tidak terlepas dari proses pembelajaran yang mereka lalui.
Berkaitan dengan rendahnya kualitas pendidikan ini, UNESCO (1990),
mensinyalir sejumlah faktor yang ikut perpengaruh terhadap rendahnya kualitas
tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya materi instruksional, terutama
buku teks atau buku ajar, yang kalaupun ada, tidak memadai jumlahnya dan tidak
disesuaikan dengan kebutuhan.
Buku ajar merupakan salah satu penunjang keberhasilan dalam pencapaian
tujuan pembelajaran dan untuk mengetahui bagaimana peran buku ajar yang
berkualitas dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran khususnya mata kuliah
pengeloaan DAS yang telah disusun.
Sebagai Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako, saya menyambut
baik atas disusunnya buku ajar dengan judul “Pengelolaan DAS dan Aplikasinya dalam
Proses Belajar Mengajar” yang merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
keberhasilan proses belajar mengajar bagi mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas
Kehutanan Untad. Dengan adanya buku ajar akan membantu mahasiswa dalam
memahami dan menguasai tujuan yang akan dicapai dalam mata kuliah yang
ditempuhnya.
Sebagai pimpinan fakultas kami mengucapkan terima kasih kepada penyusun
yang telah bersedia menyusun buku ajar “Pengelolaan DAS dan Aplikasinya dalam
Proses Belajar Mengajar” semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi dosen dan
mahasiswa serta pengembangan Fakultas Kehutanan Untad yang akan datang.

Palu, Januari 2018


Dekan,

Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc.


NIP. 19630306 198803 1 003

iii BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, buku ajar pengelolaan daerah aliran sungai dan aplikasinya dalam
proses belajar mengajar ini dapat tersusun tepat pada waktunya.
Buku ajar ini dimaksudkan sebagai buku pegangan, sehingga diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar pada mata kuliah
Pengelolaan DAS, dengan bobot 3 SKS Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan
Universitas Tadulako. Topik yang disajikan dalam buku ajar ini mengacu pada Silabus
Mata Kuliah yang telah disusun sebelumnya. Dalam buku ajar ini dibahas tentang
pengelolaan DAS, siklus hidrologi, tata air (debit dan sedimen), karakteristik DAS,
konsep pengelolaan DAS terpadu. Pada akhir pokok bahasan dilengkapi dengan bahan
diskusi dan latihan soal-soal.
Pada beberapa isi dari buku ajar ini mungkin masih terdapat kekurangan
terutama dari struktur kalimat. Tetapi semua kekurangan tersebut, insya Allah akan
disempurnakan lagi pada edisi yang akan datang. Akhirnya penulis tak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyusun buku ajar ini. Mengingat ketidaksempurnaan buku ajar ini,
penulis juga akan berterima kasih atas berbagai masukan dan kritikan demi
kesempurnaan buku ajar ini dimasa datang, semoga buku ajar ini ada manfaatnya.
Palu, November 2017

Penyusun

iv BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. iii
PRAKATA …………….................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

BAB I. TINJAUAN MATA KULIAH PENGELOLAAN DAS ………..….................... 1


1.1. Deskripsi Singkat …………............................................................... 1
1.2. Tujuan Pembelajaran .................................................................... 1
1.3. Kompetensi Mata Kuliah ……………….............................................. 1

BAB II. KONSEP PENGELOLAAN DAS …………………….…………....................... 3


2.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi……………….......... 3
2.2. Gambaran Umum Materi ………....................................................... 3
2.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa ………..................... 3
2.4. Tujuan Instruksional Khusus ……………………………………....................... 4
2.5. Materi ……………………………………..................................................... 4
2.5.1. Daerah Aliran Sungai ……………….……………………………………………. 4
2.5.2. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai …………………………………………………... 7
2.5.3. Lingkup Pengelolaan DAS ………………………………………………………. 10
2.5.4. Peranan P-DAS dalam Penanganan Permasalahan Hidroorologi .... 10
2.5.5. Fungsi Konservasi Tanah dan Air Dalam Menunjang P-DAS .......... 12

BAB III. SIKLUS HIDROLOGI ……….………………….…………............................ 15


3.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi………..…….......... 15
3.2. Gambaran Umum Materi ……....................................................... 15
3.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa ……..................... 15
3.4. Tujuan Instruksional Khusus …………………………………..................... 15
3.5. Materi ………………........................................................................ 16

v BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
3.5.1. Mengapa kita perlu mempelajari hidrologi?………………………………. 16
3.5.2. Pengertian Hidrologi ………………….………………………………………….. 17
3.5.3. Cabang-Cabang Hidrologi ………………………………………………………. 18
3.5.4. Fungsi hidrologi DAS ……………………………………………………………… 19
3.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi hidrologi DAS ……………. 20
3.5.6. Siklus Hidrologi …………………………………………………………………….. 22
3.5.7. Proses Terjadinya Siklus Hidrologi …………………………………………… 24
3.5.8. Macam Macam Siklus Hidrologi ………………………………………………. 27
3.5.9. Model Hidrologi …………………………………………………………………….. 29
3.5.10. Curah Hujan dan Ketersediaan Sumberdaya Air ........................ 31
3.5.11. Penutupan dan Penggunaan Lahan …………………………………….. 33

BAB IV. TATA AIR (DEBIT DAN SEDIMEN) ……….…………............................ 37


4.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi………..…….......... 37
4.2. Gambaran Umum Materi ……....................................................... 37
4.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa ……..................... 37
4.4. Tujuan Instruksional Khusus …………………………………..................... 37
4.5. Materi ………………........................................................................ 38
4.5.1. Pendahuluan…………………………………………………………………………. 38
4.5.2. Debit Air …………………………………..………………………………………….. 39
4.5.3. Angkutan Sedimen ……….……………………………………………………. 46
4.5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Air dan Muatan Sedimen
Melayang………………………………………………………………………………. 48

BAB V. KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI………............................ 53


5.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi………………........ 53
5.2. Gambaran Umum Materi ……....................................................... 53
5.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa ……..................... 53
5.4. Tujuan Instruksional Khusus ………………………………....................... 53
5.5. Materi......................................................................................... 54
5.5.1. Karakteristik Daerah Aliran Sungai………………………..…………………. 54

vi BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
5.5.2. Pola Aliran Sungai …………………………..…………………………………….. 54
5.5.3. Morfometri DAS..…………………………………………………………………… 57

BAB VI. PENGELOLAAN DAS TERPADU ……………….…….............................. 61


6.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi………………........ 61
6.2. Gambaran Umum Materi ……....................................................... 61
6.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa ……..................... 61
6.4. Tujuan Instruksional Khusus ………………………………....................... 61
6.5. Materi......................................................................................... 62
6.5.1. Pengertian……………………………………………………………..……………… 62
6.5.2. Tujuan Pengelolaan DAS Terpadu……….………………………………….. 62
6.5.3. Komponen Pengelolaan DAS Terpadu……….…………………………….. 63
6.5.4. Panduan Teknis Pengelolaan DAS Terpadu……….……………………… 65
6.5.5. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Terpadu……………………………….... 66
6.5.6. Implemnetasi Pengelolaan DAS Terpadu …………………………………. 67
6.5.7. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (Catchment area) ………………. 68

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….…….............................. 69


INDEKS ………………………………………………………………………………………………. 73
GLOSARIUM ………………………………………………………………………………………… 75
BIOGRAFI …………………………………………………………………………………………… 77

vii BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Fungsi hidrologi DAS dan relevansi bagi multi pihak ……………. 20
Tabel 3.2 Komponen/penyusunan siklus hidrologi ……………………………… 24
Tabel 4.1 Cara pengukuran kecepatan aliran……………………………………… 44

viii BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daerah aliran sungai ………………………………………………………… 6


Gambar 2.2 Komponen sistem daerah aliran sungai ……………………………… 7
Gambar 2.3 Pengelolaan DAS yang terkendali……………………………………….. 11
Gambar 3.1 Persentase ketersediaan air yang ada di bumi …………….……… 16
Gambar 3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi fungsi
hidrologi DAS…………………………………………………………………… 21
Gambar 3.3 Aktivitas manusia yang mempengaruhi fungsi hidrologi; (A)
perubahan tutupan lahan, (B) pembuangan sampah rumah
tangga ke bantaran sungai………………………………………………… 22
Gambar 3.4 Siklus hidrologi ………………………………………………………………… 23
Gambar 3.5 Siklus hidrologi pendek …………………………………………………….. 27
Gambar 3.6 Siklus hidrologi sedang …………………………………………………….. 28
Gambar 3.7 Siklus hidrologi panjang ……………………………………………………. 29
Gambar 4.1 Pelampung tongkat ………………………………………………………….. 41
Gambar 5.1 Pola aliran sungai …..…….…………………………………..…………….. 56
Gambar 5.2 Pelampung dasar aliran sungai pada unit lahan ………………….. 56
Gambar 5.3 Bentuk DAS……………………………………………………………………… 58
Gambar 5.4 Bentuk wilayah sungai .…………………………………………………….. 60

ix BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 1
TINJAUAN MATA KULIAH
PENGELOLAAN DAS

1.1. Deskripsi Singkat


Mata kuliah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) mempelajari konsep pengelolaan
sumberdaya yang ada di dalam DAS baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
Materi Pengelolaan DAS meliputi: (1) pengertian dan perkembangan konsep pengelolaan DAS;
(2) siklus hidrologi diantarnya fungsi hidrologi DAS, faktor-faktor yang mempengaruhi hidrologi
DAS, serta macam-macam siklus hidrologi; (3) tata air antara lain debit dan sedmien; (4)
karakteristik DAS diantaranya pola aliran sungai, morfometri DAS, pengaruh bentuk DAS
terhadap banjir; (5) pengelolan DAS terpadu, elemen-elemen pengelolaan DAS, proses
pengelolaan DAS.
Pengelolaan DAS merupakan matakuliah wajib bagi Jurusan Kehutanan Fakultas
Kehutanan Universitas Tadulako. Materi pembelajaran diberikan dalam bentuk diskusi
dan diberikan visualisasi keadaan DAS untuk memudahkan mahasiswa memahami
keadaan sesungguhnya di lapangan.

1.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah selesai mengikuti matakuliah ini mahasiswa dapat memahami konsep
dan teori pengelolaan DAS seperti tercantum dalam butir-butir yang telah ditulis dalam
diskripsi singkat mata kuliah. Mahasiswa dapat memahami keterkaitan matakuliah
Pengelolaan DAS dengan kompetensi jurusan kehutanan.

1.3. Kompetensi Mata Kuliah


Mata kuliah ini bertujuan untuk membentuk mahasiswa yang kompeten dalam hal
berikut ini:
1. Menjelaskan pengertian DAS, Pengelolaan DAS, Peranan P-DAS dalam
penanganan permasalahan hidroorologi, fungsi konservasi tanah dan air dalam
menunjang P-DAS
2. Mempelajari aspek siklus hidrologi dalam kaitannya dengan sumberdaya air di DAS
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hidrologi DAS

-1- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
4. Menjelaskan dan menggambarkan macam-macam siklus hidrologi DAS
5. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi debit air dan sedimen
6. Menjelaskan pengaruhi pola penggunaan lahan terhadap debit air dan sedimen
7. Menjelaskan karakteristik DAS, cara menentukan kerapatan aliran sungai, panjang
saluran dan panjang sungai, bentuk DAS dan saluran
8. Menjelaskan karakteristik DAS berdasarkan pola aliran sungai, morfometri DAS.
9. Menjelaskan pengaruh bentuk DAS terhadap kejadian banjir
10. Menjelaskan cara konsep pengelolaan DAS secara terpadu dengan memahami
elemen-elemen pengelolaan DAS, proses-proses pengelolaan DAS, pengelolaan
DAS sebagai sistem yang terencana, dan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan
DAS
11. Menjelaskan sumberdaya yang ada di DAS serta pemanfaatan sumberdaya DAS
khususnya sumberdaya hutan.
12. Menjelaskan konsep-konsep pemikiran kebijakan pengelolaan DAS di Indonesia.

-2- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 2
KONSEP
PENGELOLAAN DAS
2.1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi pada materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep
dan gambaran umum pengelolaan daerah aliran sungai. Indikator pencapaian
kompetensi meliputi: 1) mengetahui perbedaan DAS, Sub DAS, Sub-sub DAS, Daerah
Tangkapan Air (DTA), wilayah sungai, ciri wilayah hulu, tengah dan hilir DAS; 2)
mengetahui konsep pengelolaan DAS.

2.2. Gambaran Umum Materi


Pemahaman tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P-DAS) dimulai dengan
pemahaman tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pengertian Pengelolaan secara
umum. Perbedaan dan persamaan antara daerah administratif dan DAS didiskusikan
dengan mengemukakan contoh-contoh di lapangan. Dalam bab ini digali didiskusikan
masalah-masalah (problem) yang biasa dijumpai dalam DAS.
Dalam bab ini dikemukakan definisi tentang DAS dan P-DAS yang dirumuskan
para ahli. Mahasiswa diharap dapat membuat definisi DAS dan P-DAS menurut
pemahaman mereka.

2.3. Relevansi Bab Ini Dengan Kegunaan Mahasiswa


Bab ini merupakan dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu matakuliah konservasi
tanah dan air, perencanaan RLKT. Dengan menguasai bab ini mahasiswa dapat
membatasi atau mengetahui ruang lingkup DAS dan P-DAS. Mahasiswa melihat
tantangan/ masalah yang dihadapi dalam P-DAS baik secara lokal, maupun nasional.
Selain itu mahasiswa juga akan menyadari bahwa P-DAS memerlukan dukungan ilmu-
ilmu lain.

-3- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
2.4. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian
DAS dan P-DAS; memahami persamaan dan perbedaan antara daerah administratif
dan DAS. Bab ini merupakan dasar kuliah berikutnya. Dengan menguasai bab ini
mahasiswa dapat membatasi atau mengetahui ruang lingkup P-DAS. Mahasiswa dapat
melihat tantangan/ masalah yang dihadapi dalam P-DAS baik secara lokal, regional,
nasional maupun global. Selain itu mahasiswa juga akan menyadari bahwa P-DAS
memerlukan dukungan ilmu-ilmu lain.

2.5. Materi
2.5.1. Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang merupakan kesatuan
ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul,
penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara melalui sistem sungai,
megeluarkannya melalui outlet tunggal yaitu ke danau/laut. Apabila turun hujan di
daerah tersebut, maka air hujan yang turun akan mengalir ke sungai-sungai yang ada
disekitar daerah yang dituruni hujan.
Menurut PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1, Daerah Aliran Sungai yang
biasa disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Gambar 2.1 dan
Gambar 2.2).
DAS dalam bahasa Inggris disebut Watershed atau dalam skala luasan kecil
disebut Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung
bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima, menyimpan dan
mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur sungai dan terus mengalir
ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Berikut ini dicontohkan beberapa definisi DAS yang dikemukakan oleh para ahli.
Linsley dkk., (1980) DAS adalah keseluruhan daerah yang diatus oleh sistem sungai
sehingga seluruh aliran dan daerah tersebut dikeluarkan melalui outlet tunggal.

-4- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Brooks dkk., (1990) DAS merupakan suatu areal atau daerah yang dibatasi oleh
bentuk topografi yang didrainasi oleh suatu sistem aliran yang membentuk suatu
sungai yang melewati titik out-let dan total area di atasnya. River basin adalah serupa
dengan watershed tetapi mencakup sekala yang luas sebagai contoh : Amazona River
Basin, the Misisipi River Basin.
Pedoman Penyusunan Pola-RLKT (1994) DAS adalah suatu daerah tetentu yang
bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk
menampung air yang berasal dan curah hujan dan sumber air lainnya,
penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam
sekelilingnya demi kesinambungan daerah tersebut. Esensinya, DAS adalah salah satu
wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui
sungai utama ke laut/ danau. Satu DAS dipisahkan dan wilayah lain disekitamya (DAS-
DAS lain) oleh pemisah alam topografi, seperti punggung bukit dan gunung.
Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS.
Sub DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air
hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai yang membentuk bagian
wilayah DAS.
Sub-sub DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara
alamiah, dimana air hujan meresap atau mengalir melalui ranting aliran sungai yang
membentuk bagian dari Sub DAS. Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu kawasan
yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah. Daerah Tangkapan
Air (DTA) adalah kawasan di hulu danau yang memasok air ke danau.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 1). Sungai adalah system pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi pada kanan dan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Permen No 39/1989 Tentang
pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 2).

-5- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Bagian Hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan
dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung, kerapatan drainase
relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk ke sungai utama dan sumber erosi
yang sebagian terangkut menjadi sedimen daerah hilir. Bagian Hilir DAS adalah suatu
wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan dengan topografi datar sampai landai,
merupakan daerah endapan sedimen atau aluvial.
Macam macam DAS berdasarkan fungsi hulu, tengah dan hilir yaitu:
a. Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
b. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti
pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
c. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.

Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai


-6- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Gambar 2.2. Komponen Sistem Daerah Aliran Sungai

2.5.2. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Kata pengelolaan banyak digunakan dalam berbagai bidang keilmuan. Kita juga
mengenal pengelolaan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan atau tata-guna
lahan seperti pengelolaan hutan produksi, pengelolaan bidang pertanian, pengelolaan
hutan lindung, pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS didefinisikan sebagai proses
perumusan dan pelaksanaan serangkaian tindakan yang melibatkan manipulasi dan
sistem alam dan suatu DAS untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu ke arah
pembangunan yang berkesinambungan (lestari).
Brooks dkk., (1990) P-DAS (Watershed Management) merupakan proses
pengarahan dan pengorganisasian penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya pada
suatu DAS untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang diinginkan tanpa
merusakan sumberdaya tanah dan air. Termaktup dalam konsep tersebut adalah
adanya pengenalan dalam keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air; hubungan
antara daerah hulu dan hilir.

-7- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Suyono (1996) P-DAS terpadu adalah serangkaian kegiatan dengan berbagai
eara yang saling terkait dengan penuh pertimbangan untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun tujuan P-DAS adalah untuk mencapai kelestarian DAS agar dapat memberikan
manfaat yang maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat menipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. (Asdak, 2010).
Kajian berlanjut kepada alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai
termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang
berkaitan dengan sumberdaya alam, antara lain dengan jalan identifikasi keterkaitan
antara tataguna lahan, tanah dan air serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir
suatu DAS. Pertimbangan aspek sosial, ekonomi, budaya serta kelembagaan yang
beroperasi di dalam dan si luar daerah aliran sungai yang bersangkutan. (Asdak,
2010).
Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dalam meneliti
permasalahan mengenai pengelolaan daerah aliran sungai karena semakin sadarnya
kebutuhan serta ketergantungan kehidupan manusia terhadap eksistensi daerah
sungai yang ada. Setelah pengkajian serta penelitian dilaksanakan maka gambaran
mengenai fungsi pengelolaan serta pengaturan daerah aliran sungai dapat terpaparkan
sebagai berikut:
1. Dengan semakin banyaknya pabrik-pabrik industri (terutama tekstil), maka dalam
pengelolaan sungai ini diharapkan dapat mengawasi serta meregulasi hingga
menindaklanjuti pencemaran lingkungan yang semakin menguat;
2. Peningkatan potensi serta keberlanjutan fungsi-fungsi hidroorologis terutama pada
kawasan lindung serta daerah penyangga (buffer area) sehingga keseimbangan
ekosistem pun terjaga pula;
3. Dengan adanya pengendalian serta pengelolaan daerah aliran sungai ini, maka
intensitas erosi serta banjir dapat terjaga serta terkontrol;
4. Semakin meningkatnya pendapaan serta kesadaran para petani mengenai kelebihan
serta dukungan positif dalam pengelolaan daerah aliran sungai, dalam hal ini kaidah

-8- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
konservasi tanah dan air dapat dijalankan secara sinkron serta, berkelanjutan
hingga berkesinambungan.
Menurut Asdak, 2010 dalam konteks DAS, pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) dapat dicapai apabila perangkat kebijaksanaan yang akan
diterapkan pada pengelolaan DAS telah mempertimbangkan beberapa hal seperti di
bawah ini :
1. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air merupakan “alat” untuk tercapainya
pembangunan sumberdaya air dan tanah yang berkelanjutan;
2. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memadai (pada skala DAS) telah
menyebabkan degradasi tanah dan air, pada gilirannya menurunkan tingkat
kemakmuran rakyat pedesaan;
3. Kurangnya pemahaman mengenai keterkaitan biogeofisik antara daerah hulu-hilir
DAS merupakan alasan yang sangat relevan dimana pengelolaan DAS yang ada
tidak memadai. Oleh karena itu produk kebijaksanaan yang dihasilkan tidak atau
kurang memadai untuk dijadikan landasan pengelolaan DAS;
4. Adanya ketidaksesuaian antara batas alamiah (ekologi) serta batas administrative
(politik) suatu DAS seringkali menjadi kendala bagi tercapainya usaha pengelolaan
DAS yang komprehensif dan efektif. Tantangan kebijakan dalam pengelolaan DAS
yang cukup mendesak adalah mengusahakan tercapainya keselarasan antara dua
sudut pandang tersebut.
5. “Aktor” yang terlibat dalam pengelolaan kebijakan serta realisasi pengelolaan DAS
harus menyeluruh. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi dini terhadap gejala-
gejala terjadinya degradasi lingkungan dan tindakan perbaikan yang diperlukan
dapat segera dilaksanakan.
Sesuai dengan perkembangan keilmuan khususnya dalam kesesuaian lahan
serta kegiatan pengelolaan tanah dan air, maka alokasi lahan di DAS dapat
dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu:
a. kawasan lindung
b. kawasan budidaya tanaman semusim
c. kawasan penyangga (buffer area)
d. kawasan kota dan industri
e. kawasan pemukiman

-9- BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
2.5.3. Lingkup Pengelolaan DAS
Sasaran wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu
kesatuan ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran
wilayah DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam
dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan
perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen
penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan
kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir
berfungsi sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan
yang dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
upaya-upaya pokok berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan
konservasi tanah dalam arti yang luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan
pengendalian daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi darat
lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan
kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana,
sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.

2.5.4. Peranan P-DAS dalam Penanganan Permasalahan Hidroorologi


Kegiatan P-DAS sudah dilaksanakan pada berbagai belahan bumi lebih dari satu
abad, namun masih terdapat kelemahan yang mendasar dalam hal penetapan kriteria
dan indikator fungsi hidrologi DAS. Adanya harapan yang berlebihan dan kurang
realistis tentang dampak pengelolaan DAS telah memunculkan kebijakan yang
memerlukan investasi besar seperti 'reboisasi', namun hasilnya masih kurang
sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Dibeberapa wilayah di Indonesia telah memunculkan berbagai macam
permasalahan DAS yang tidak terkendali sehingga memunculkan berbagai dampak

- 10 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
terhadap lingkungan ekosistem DAS antara lain: banjir dan longsor, tingginya debit air
dimusim hujan dan dimusim kemarau debit air berkurang (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang tidak terkendali

Pada tingkat curah hujan tertentu, fungsi hidrologi DAS berhubungan dengan
kemampuan DAS dalam hal: (1) transmisi air, (2) penyangga pada puncak kejadian
hujan, (3) pelepasan air secara perlahan, (4) memelihara kualitas air, dan (5)
mengurangi perpindahan massa tanah, misalnya melalui longsor (Van Noordwijk dkk.,
2004).
Konsep P-DAS sebagai penyedia air berkualitas baik secara terus menerus,
merupakan konsep yang sudah lama berkembang yang hampir sama lamanya dengan
konsep pertanian beririgasi. Namun demikian, masih terdapat ketidak jelasan kriteria
dan indikator yang didasarkan pada hubungan sebab - akibat pengelolaan DAS yang
dapat memenuhi harapan realistis multi pihak. Selain itu pengelolaan DAS seringkali
dihubungkan dengan tingkat penutupan lahan oleh hutan, dengan asumsi bahwa
'reforestasi' atau 'reboisasi' dapat mengembalikan dampak negatif dari terjadinya
penggundulan hutan (Van Noordwijk dkk., 2004).

- 11 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dewasa ini masih banyak kebingungan di tingkat masyarakat dalam menjawab
pertanyaan apakah aliran sungai akan meningkat atau menurun setelah terjadi alih
guna hutan atau setelah dilaksanakan reboisasi. Hal ini disebabkan kurang tersedianya
data empiris dan/atau kurang diacunya referensi yang tersedia.
Setelah membaca sebuah makalah ilmiah dari Van Noordwijk dkk., 2004 yang
berjudul Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran
Sungai (DAS), maka didapat beberapa benang merah yang tertangkap yaitu adanya
hubungan yang terintegrasi antara pengelolaan DAS, pengelolaan lahan dengan sistem
wanatani yang terus dikembangkan terutama oleh instansi pemerintahan di Indonesia.
Sesuai dengan keterkaitan serta hubungan antara pengelolaan DAS yang
berkelanjutan dengan fungsi hidrologis dan agroforestri maka, dapat dijabarkan pula
fungsi khusus dari ’wanatani’ itu sendiri ialah mempertahankan produktivitas lahan,
dan sekaligus memberikan perlindungan terhadap fungsi hidrologi.

2.5.5. Fungsi Konservasi Tanah dan Air Dalam Menunjang P-DAS


Seiring dengan eksploitasi tanah serta air, yang mana ini semua menunjukkan
adanya permintaan kesetimbangan yang sangat mustahil dengan populasi manusia
yang terus meningkat. Kembali kepada permasalah kebutuhan yang semakin
meningkat pula. Sifat serta kemampuan tanah sangatlah unik, dikarenakan sangat
berhubungan dengan berbagai aspek yang ada selama manusia menggunakan seluruh
daya serta kemampuannya dalam memenuhi segala kebutuhan serta harapan.
Akan tetapi semua keseimbangan serta kesetimbangan lingkungan (ekologi)
terus dihisap serta terputus di tengah jalan, tanpa adanya suatu maintenance ataupun
treatment sehingga konsistensi fungsi tanah serta air tetap terjaga atau awet.
Beberapa langkah yang nyata dilakukan secara intensif, akan tetapi itu semua bersifat
kontraproduktif terutama tidak sesuai dengan beberapa langkah yang bersifat holistik
terhadap lingkungan itu sendiri. Disini terdapat suatu cara yaitu jalan pengawetan
sumberdaya tanah dan air yang akan bahkan sedang digalakkan. Teknik pengawetan
tanah dan air tersebut seringkali disebut konservasi.
Konservasi tanah (soil conservation) merupakan perlindungan tanah terhadap
kehilangan fisik (massa) oleh erosi atau terhadap peruskakan kimia, yakni kehilangan
kesuburan secara berlebihan baik oleh cara-cara alamiah ataupun buatan. Selain itu

- 12 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
konservasi itu sendiri merupakan kombinasi semua metode pengolahan dan
penggunaan lahan yang melindungi tanah terhadap pemunduran atau perusakan oleh
alam atau oleh faktor-faktor yang disebabkan manusia. (Kertonegoro dkk., 2006).
Sama halnya dengan pemaparan Kertonegoro, dalam membicarakan konservasi
tanah otomatis elemen bawaannya (air) sangat erat dalam hal pengertian hingga
fungsi yang ada dalam teknik konservasi tersebut. Jelaslah bahwa fungsi konservasi
tanah dan air dapat diuraikan dari pengertian yang telah diuraikan antara lain sebagai
perlindungan tanah (soil protections), pengawetan, kombinasi pengolahan serta
penggunaan lahan (land management) terhadap kemunduran potensi serta kerusakan
tanah dan air baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi segala
aspek kehidupan manusia.
Dalam kaitannya pengeloaan tanah (managing soils) merupakan pembinaan
dalam hal pengelolaan tanah, pembinaan-pembinaan ini dimaksudkan agar para petani
atau mereka yang menggunakan tanah dapat melakukan pengolahan-pengolahan
tanahnya dengan baik agar kesuburan tanah, produktifitas tanah, pengawetan tanah
dan air dapat terjamin, sehingga memungkinkan terlaksananya usaha-usaha di bidang
pertanian dalam jangka waktu yang panjang dari generasi ke generasi dengan hasil
yang dapat memenuhi harapan (Kartasapoetra, 2005).

Latihan Soal
1. Jelaskan Pengertian dari daerah aliran sungai
2. Jelaskan sesuai peta batas DAS, Sub DAS, Sub-sub DAS
3. Jelaskan sasaran pengelolaan DAS
4. Jelaskan ruang lingkup pengelolaan DAS

- 13 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 14 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 3
SIKLUS
HIDROLOGI
3.1.Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi pada materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep
dan gambaran umum siklus hidrologi. Indikator pencapaian kompetensi meliputi:
1) mengetahui fungsi hidrologi DAS; 2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
hidrologi DAS; 3) menggambarkan siklus hidrologi.

3.2 Gambaran Umum Materi


Secara keseluruhan volume air di Bumi jumlahnya tetap dan tidak berubah, hal
itu terjadi karena adanya proses perputaran air yang disebut siklus hidrologi. Siklus
hidrologi adalah suatu proses perputaran air yang berlangsung terus menerus.
Ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap terjaga karena adanya hujan. Hujan
dapat tercipta karena adanya suatu mekanisme alam yang berlangsung secara siklus
dan terus menerus. Dalam pengaturan penyebaran air di daratan bumi, mekanisme
alam yang dimaksud tersebut dikenal dengan istilah siklus hidrologi atau siklus air.
Pada bab ini, akan membahas siklus hidrologi mulai dari pengertian, proses terjadi,
gambar ilustrasi.

3.3. Relevansi Bab ini Dengan Kegunaan Mahasiswa


Bab ini merupakan dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu pada matakuliah
konservasi tanah dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat
mengetahui ruang lingkup siklus hidrologi kaitanya denga vegetasi/hutan dan lahan
serta aspek-aspek yang mempengaruhi siklus hidrologi.

3.4. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian
siklus hidrologi, menggambarkan proses siklus hidrologi, faktor-faktor yang
mempengaruhi siklus hidrologi.

- 15 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Bab ini merupakan dasar kuliah berikutnya yaitu mata kuliah konservasi tanah
dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat membatasi atau
mengetahui ruang lingkup siklus hidrologi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Selain itu mahasiswa juga akan menyadari bahwa hidrologi memerlukan dukungan
ilmu-ilmu lain.

3.5. Materi
3.5.1. Mengapa kita perlu mempelajari hidrologi?
Manusia terdiri dari 60-80% air tergantung usia dan berat badan; metabolisme
tubuh kita memerlukan dua hingga tiga liter air dalam sehari; manusia hanya dapat
bertahan hidup selama 3-5 hari tanpa minum atau mendapatkan pasokan air dari luar.
Selain itu, air juga diperlukan dalam berbagai aktivitas manusia seperti rumah tangga,
kehutanan, pertanian, perikanan, peternakan, industri, pembangkit listrik dan sarana
transportasi. Khusus untuk kebutuhan rumah tangga seperti minum, memasak,
mencuci dan mandi, air bersih sangat diperlukan.
Menurut Tanika dkk., 2016 Kurang lebih 90% permukaan bumi yang kita
tempati berupa air. Namun demikian, hanya 3% dari jumlah air yang tersedia yang
dapat kita gunakan secara langsung. Dari 3% tersebut masih terbagi lagi manjadi
es/gletser di kutub selatan dan utara (72%), air tanah dalam (aquifer) (20%), dan air
permukaan (1%) (Gambar 3.1). Kecilnya jumlah air permukaan yang dapat
dimanfaatkan bagi makhluk hidup, mengharuskan kita untuk mengelola dan
menggunakannya secara benar dan bijaksana.

Sumber: Tanika dkk., 2016


Gambar 3.1. Persentase ketersediaan air yang ada di Bumi

- 16 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Ilmu yang mempelajari mengenai distribusi, pergerakan, kualitas, dan siklus air
yang lebih dikenal sebagai hidrologi menjadi dasar dalam merencanakan pengelolaan
daerah aliran sungai. Oleh karena itu, hidrologi sangat penting untuk dipelajari.
Hidrologi modern, mempelajari distribusi air yang ada di bumi maupun di atmosfer
termasuk pergerakannya (Davie, 2008).
Hidrologi menjadi semakin penting dalam kaitannya dengan perubahan iklim
(climate change). Dampak paling umum dari perubahan iklim adalah kenaikan suhu
udara, perubahan curah hujan dan kenaikan tinggi muka air laut. Di Indonesia penanda
perubahan iklim yang paling terasa adalah semakin besarnya potensi fenomena El Nino
dan La Nina yang berdampak pada perubahan curah hujan. Fenomena El Nino
menyebabkan kelangkaan air/kekeringan, sedangkan La Nina menyebabkan kenaikan
curah hujan hingga terjadi banjir.

3.5.2. Pengertian Hidrologi


Berbagai macam air dapat kita lihat di sekitar kita, misalnya air sumur, air
sungai, air hujan, air rawa, air telaga, air danau, air laut, air es, dan sebagainya.
Seperti kita ketahui bahwa permukaan bumi kita ini lebih banyak ditutupi oleh air dari
pada daratan. Bumi sebagai tempat tinggal merupakan salah satu planet dalam sistem
tata surya yang hampir tiga perempat permukaannya tertutup oleh air, baik air yang
ada di darat maupun yang ada di laut. Lapisan air yang menutupi permukaan bumi
kita ini disebut hidrosfer. Lapisan air yang menutupi permukaan bumi akan membentuk
samudera, laut, rawa, telaga, danau, sungai, tumpukan es, awan, uap, dan
sebagainya.
Perairan darat adalah semua bentuk perairan yang terdapat di darat. Bentuk
perairan yang terdapat di darat meliputi, mata air, air yang mengalir di permukaan dan
bergerak menuju ke daerah-daerah yang lebih rendah membentuk sungai, danau,
telaga, rawa, dan lain-lain yang memiliki suatu pola aliran yang dinamakan Daerah
Aliran Sungai (DAS). Dari berbagai penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa air
sumur, air sungai, rawa, telaga, danau, empang dan sejenisnya termasuk jenis
perairan darat. Tata air yang berada di wilayah daratan tersebut dipelajari oleh suatu
ilmu yang disebut hidrologi.

- 17 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan
produksi adalah air yang terdapat dalam proses daur/siklus hidrologi. Jika peredaran
siklus hidrologi atau siklus air tidak merata (hal mana memang terjadi demikian), maka
akan terjadi berbagai kesulitan. Peredaran air yang berlebih dapat mengakibatkan
permasalahan banjir, untuk ini harus diupayakan segera pengendalian banjir.
sementara itu jika peredaran air sedikit/kurang dapat mengakibatkan permasalahan
kekeringan. Untuk mengatasinya maka kekurangan air ini harus ditambah dalam suatu
usaha pemanfaatan air.
Berdasarkan uraian di atas, Hidrologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
berkaitan dengan air di bumi, proses terjadinya, peredaran dan agihannya, sifat-sifat
kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan
makhluk-makhluk hidup (Seyhan, 1990). Hidrologi juga dapat disebut ilmu yang
mempelajari presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran
permukaan (surface steamflow), dan air tanah (groundwater) (Suyono, 1996).
Dalam perkembangannya hidrologi menjadi ilmu dasar dari pengelolaan
sumberdaya air (rumah tangga air) yang merupakan pengembangan, agihan, dan
penggunaan sumberdaya air secara terencana.

3.5.3. Cabang-Cabang Hidrologi


Cabang-cabang ilmu hidrologi, antara lain:
1. Potamologi, yaitu cabang hidrologi yang mempelajari air yang mengalir di
permukaan tanah.
2. Limnologi, yaitu cabang hidrologi yang mempelajari tentang air yang menggenang
di permukaan tanah.
3. Geohidrologi, yaitu cabang hidrologi yang mempelajari air yang terdapat di bawah
permukaan tanah.
4. Kriologi, yaitu cabang hidrologi yang mempelajari tentang salju dan es.
5. Hidrometeorologi, yaitu cabang hidrologi yang mempelajari tentang pengaruh aspek
meteorologi terhadap aspek hidrologi.
Cabang-cabang ilmu di atas tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan
satu sama lain. Mempelajari hidrologi berarti juga mempelajari bagian-bagian
Potamologi, Limnologi, Geohidrologi, Kriologi, dan Hidrometeorologi.

- 18 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
3.5.4. Fungsi hidrologi DAS
Berkaitan dengan kejadian hujan, fungsi hidrologi DAS mencakup tiga hal (Van
Noordwijk dkk., 2004), yaitu:
1. Mempertahankan kuantitas air, dalam bentuk:
a) Mengalirkan air.
DAS dikatakan memiliki fungsi hidrologi yang baik apabila mampu mengalirkan
air secara horizontal berupa aliran permukaan tanah, aliran bawah permukaan,
dan aliran dasar; maupun secara vertikal berupa aliran batang, infiltrasi, dan
perkolasi. DAS mampu mengalirkan air dalam bentuk aliran bawah permukaan
dan aliran dasar apabila terjadi peresapan air ke dalam 8 Fungsi Hidrologi pada
Daerah Aliran Sungai: Pemahaman, Pemantauan, dan Evaluasi tanah dalam
bentuk inflitrasi. Infiltrasi dapat terjadi pada tanah-tanah berpori yang
terbentuk karena adanya perakaran tumbuhan, humus, dan fauna tanah,
misalnya cacing tanah. Pada tanah-tanah yang padat, proporsi aliran
permukaan akan lebih besar, sedangkan aliran bawah permukaan dan aliran
dasar menjadi sedikit. Aliran batang memiliki peran dalam menahan laju aliran
permukaan tanah, karena air yang mengalir melalui batang secara perlahan
akan meresap ke dalam tanah. Aliran batang hanya terjadi pada tanah-tanah
yang tertutup oleh tumbuhan, khususnya pohon.
b) Menyangga kejadian puncak hujan.
DAS dikatakan memiliki fungsi hidrologi yang baik apabila memiliki kemampuan
dalam menyangga kejadian hujan yang sangat lebat sehingga tidak
menyebabkan banjir atau intensitas dan frekuansi kejadian banjir dapat
berkurang. DAS mampu berperan sebagai penyangga kejadian puncak hujan
apabila memiliki kemampuan dalam menahan laju aliran permukaan. Tekstur
tanah yang gembur dengan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari
seresah yang lapuk dan tutupan tumbuhan yang rapat merupakan kondisi yang
mampu menahan aliran permukaan.
c) Melepas air secara bertahap.
DAS memiliki fungsi hidrologi yang baik apabila mampu melepaskan air secara
bertahap dari air tanah, terutama pada musim kemarau, sehingga terhindar dari
kekurangan air. Air tanah dapat tersedia dan dilepaskan secara perlahan pada

- 19 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
musim kemarau apabila terjadi inflitrasi dan perkolasi air dalam jumlah yang
cukup pada musim hujan.
2. Mempertahankan kualitas air.
DAS memiliki fungsi hidrologi yang baik apabila mampu menyediakan air dengan
kualitas yang baik sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia maupun makhluk hidup lainnya. Kualitas air mengacu pada bahan
pencemar yang ada di dalam air yang menyebabkan air tidak layak untuk
dikonsumsi, misalnya pencemaran oleh bahan-bahan kimia seperti pupuk, pestisida,
dan limbah industri maupun pencemaran oleh tanah-tanah yang terlarut sehingga
menyebabkan air menjadi keruh.
3. Mempertahankan kestabilan tanah.
DAS memiliki fungsi hidrologi yang baik apabila memiliki kemampuan dalam
mempertahankan kestabilan tanah dari kejadian erosi, longsor, dan abrasi.
Berbagai pihak memiliki kepentingan yang berbeda dalam kaitannya dengan
fungsi hidrologi DAS (Tabel 3.1), meskipun secara umum semua manusia
menginginkan fungsi hidrologi DAS dapat berjalan dengan baik.
Tabel. 3.1. Fungsi Hidrologi DAS dan Relevansi Bagi Multi Pihak
Fungsi hidrologi DAS Relevansi bagi Multi Pihak
Kuantitas Mengalirkan air Semua pengguna air
Menyangga kejadian puncak Masyarakat yang tinggal
didaerah rawan banjir
Melepas air secara bertahap Masyarakat yang
bergantung pada sungai
pada musim kemarau
Kualitas Memelihara kualitas air Semua pengguna air
Kestabilan Tanah Mengurangi kejadian longsor/erosi Masyarakat yang tinggak
di daerah rawan longsor

3.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi hidrologi DAS


Fungsi hidrologi DAS dipengaruhi oleh: (a) perubahan iklim, (b) perubahan
penggunaan lahan, dan (c) aktivitas manusia. Ketiga faktor tersebut akan
mempengaruhi kondisi DAS yang ditunjukkan oleh adanya perubahan kualitas dan

- 20 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
kuantitas (jumlah) air (Gambar 3.2). Perubahan kualitas dan kuantitas air akan
mempengaruhi ketersedian air baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian,
industri, maupun penggunaan yang lain seperti untuk mikrohidro.

Gambar 3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi fungsi hidrologi DAS

a. Perubahan iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca pada suatu tempat dalam waktu yang lama.
Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan secara nyata yang terjadi pada saat
ini mengenai pola cuaca yang dihitung berdasarkan angka statistik dalam jangka waktu
tertentu dalam kurun waktu puluhan hingga jutaan tahun (IPCC 2007).
Pemanasan global dan perubahan curah hujan yang merupakan bagian dari
perubahan iklim berdampak pada siklus hidrologi, yaitu terjadinya perubahan
ketersediaan air sebagai akibat dari kekeringan, peningkatan suhu, meningkatnya
kejadian dan intensitas banjir akibat siklon tropis (Bates dkk., 2008). Kekeringan dan
peningkatan suhu merupakan pemicu kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, di
samping aktivitas manusia.

b. Aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan


Menurut Guo dkk., (2008), perubahan tutupan lahan mempengaruhi siklus
hidrologi melalui proses infiltrasi, evapotranspirasi, dan intersepsi oleh vegetasi.

- 21 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Sebagai contoh, tutupan lahan hutan yang dikonversi menjadi tanaman semusim
menyebabkan berkurangnya tingkat infiltrasi, intersepsi, dan evapotranspirasi.
Perubahan tersebut mengakibatkan curah hujan yang sampai ke permukaan
tanah dan menjadi aliran permukaan menjadi semakin besar sehingga berpotensi
banjir dan erosi (Gambar 3.3).

c. Aktivitas manusia dalam pengelolaan sumber daya air


Aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan menyebabkan penurunan fungsi
hidrologi DAS. Sebagai contoh pemukiman di bantaran sungai yang penyebab limbah
rumah tangga langsung masuk ke sungai (Gambar 3.3), penggunaan pestisida dan
pupuk kimia secara berlebihan terutama di lahan dekat sumber air.

A B

Gambar 3.3. Aktivitas manusia yang mempengaruhi fungsi hidrologi; (A) perubahan
tutupan lahan, (B) pembuangan sampah rumah tangga ke bantaran sungai

3.5.6. Siklus Hidrologi


Siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke
atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut
oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan
secara kontinu. Air menguap, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan,
salju, hujan batu, hujan es dan salju, hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan
menuju bumi air dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh

- 22 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai
tanah, siklus hidrologi terus terjadi secara kontinu.
Siklus hidrologi memegang peran penting bagi kelangsungan hidup organisme
bumi. Melalui siklus ini, ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap terjaga,
mengingat teraturnya suhu lingkungan, cuaca, hujan, dan keseimbangan ekosistem
bumi dapat tercipta karena proses siklus hidrologi. Proses siklus hidrologi dapat dilihat
pada gambar (3.3).
Menurut Tanika dkk., (2016), siklus hidrologi melibatkan beberapa
komponen/proses antara lain: hujan, aliran batang dan tetesan daun, infiltrasi, aliran
bawah permukaan, absorbsi oleh tanaman, aliran permukaan, evaporasi, dan
transpirasi (Tabel 3.2).

Gambar 3.4. Siklus Hidrologi

- 23 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Tabel 3.2. Komponen/proses penyusun siklus hidrologi

Sumber: Tanika dkk., 2016

3.5.7. Proses Terjadinya Siklus Hidrologi


Pada proses siklus hidrologi ini air melalui beberapa tahapan (Gambar 3.3).
Tahapan proses terjadinya siklus hidrologi tersebut antara lain evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, adveksi, presipitasi, run off, dan infiltrasi.
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tahapan siklus tersebut.
1. Evaporasi
Siklus hidrologi diawali oleh terjadinya penguapan air yang ada di permukaan
bumi. Air-air yang tertampung di badan air seperti danau, sungai, laut, sawah,
bendungan atau waduk berubah menjadi uap air karena adanya panas matahari.
Penguapan serupa juga terjadi pada air yang terdapat di permukaan tanah. Penguapan
semacam ini disebut dengan istilah evaporasi.
Evaporasi mengubah air berwujud cair menjadi air yang berwujud gas sehingga
memungkinkan ia untuk naik ke atas atmosfer bumi. Semakin tinggi panas matahari
(misalnya saat musim kemarau), jumlah air yang menjadi uap air dan naik ke atmosfer
bumi juga akan semakin besar.

- 24 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
2. Transpirasi
Penguapan air di permukaan bumi bukan hanya terjadi di badan air dan tanah.
Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan mahluk hidup, seperti hewan dan
tumbuhan. Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi.
Sama seperti evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang berwujud cair dalam
jaringan mahluk hidup menjadi uap air dan membawanya naik ke atas menuju
atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi uap melalui proses transpirasi
umumnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah uap air yang dihasilkan
melalui proses evaporasi.
3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di seluruh
permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada jaringan
mahluk hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi dan
transpirasi. Dalam siklus hidrologi, laju evapotranspirasi ini sangat mempengaruhi
jumlah uap air yang terangkut ke atas permukaan atmosfer.
4. Sublimasi
Selain lewat penguapan, baik itu melalui proses evaporasi, transpirasi, maupun
evapotranspirasi, naiknya uap air dari permukaan bumi ke atas atmosfer bumi juga
dipengaruhi oleh proses sublimasi.
Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung menjadi
uap air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Meski sedikit, sublimasi juga tetap
berkontribusi terhadap jumlah uap air yang terangkut ke atas atmosfer bumi melalui
siklus hidrologi panjang. Akan tetapi, dibanding melalui proses penguapan, proses
sublimasi dikatakan berjalan sangat lambat.
5. Kondensasi
Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, dan proses sublimasi naik hingga mencapai suatu titik ketinggian
tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es berukuran sangat
kecil melalui proses kondensasi. Perubahan wujud uap air menjadi es tersebut terjadi
karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah di titik ketinggian tersebut.

- 25 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Partikel-partikel es yang terbentuk akan saling mendekati dan bersatu satu
sama lain sehingga membentuk awan. Semakin banyak partikel es yang bergabung,
awan yang terbentuk juga akan semakin tebal dan hitam.
6. Adveksi
Awan yang terbentuk dari proses kondensasi selanjutnya akan mengalami
adveksi. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu
horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Adveksi memungkinkan
awan akan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan menuju atmosfer daratan.
Perlu diketahui bahwa, tahapan adveksi tidak terjadi pada siklus hidrologi pendek.
7. Presipitasi
Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses presipitasi.
Proses prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang
tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh dan membasahi
permukaan bumi.
Apabila suhu udara di sekitar awan terlalu rendah hingga berkisar < 0 derajat
Celcius, presipitasi memungkinkan terjadinya hujan salju. Awan yang mengandung
banyak air akan turun ke litosfer dalam bentuk butiran salju tipis seperti yang dapat
kita temui di daerah beriklim sub tropis.
8. Run Off
Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke permukaan bumi, proses
run off pun terjadi. Run off atau limpasan adalah suatu proses pergerakan air dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi. Pergerakan air tersebut
misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti saluran got, sungai, danau, muara,
laut, hingga samudra. Dalam proses ini, air yang telah melalui siklus hidrologi akan
kembali menuju lapisan hidrosfer.
9. Infiltrasi
Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses presipitasi akan mengalir
di permukaan bumi melalui proses run off. Sebagian kecil di antaranya akan bergerak
ke dalam pori-pori tanah, merembes, dan terakumulasi menjadi air tanah. Proses
pergerakan air ke dalam pori tanah ini disebut proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan
secara lambat membawa air tanah kembali ke laut.

- 26 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Setelah melalui proses run off dan infiltrasi, air yang telah mengalami siklus
hidrologi tersebut akan kembali berkumpul di lautan. Air tersebut secara berangsur-
angsur akan kembali mengalami siklus hidrologi selanjutnya dengan di awali oleh
proses evaporasi.

3.5.8. Macam Macam Siklus Hidrologi


Berdasarkan panjang pendeknya proses yang di alaminya siklus hidrologi dapat
dibedakan menjadi 3 macam. Macam macam siklus hidrologi tersebut yaitu siklus
hidrologi pendek, siklus hidrologi sedang, dan siklus hidrologi panjang.
a. Siklus Hidrologi Pendek

Gambar 3.5. Siklus Hidrologi Pendek

Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui proses
adveksi. Uap air yang terbentuk melalui siklus ini akan diturunkan melalui hujan di
daerah sekitar laut. Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi pendek ini:
 Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat adanya
panas matahari.
 Uap air akan mengalami kondensasi dan membentuk awan.
 Awan yang terbentuk akan menjadi hujan di permukaan laut.

- 27 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
b. Siklus Hidrologi Sedang

Gambar 3.6. Siklus Hidrologi Sedang

Siklus hidrologi sedang adalah siklus hidrologi yang umum terjadi di Indonesia.
Siklus hidrologi ini menghasilkan hujan di daratan karena proses adveksi membawa
awan yang terbentuk ke atas daratan. Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi
sedang ini:
 Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat adanya
panas matahari.
 Uap air mengalami adveksi karena angin sehingga bergerak menuju daratan.
 Di atmosfer daratan, uap air membentuk awan dan berubah menjadi hujan.
 Air hujan di permukaan daratan akan mengalami run off menuju sungai dan
kembali ke laut

- 28 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
c. Siklus Hidrologi Panjang

Gambar 3.7. Siklus Hidrologi Panjang

Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi di daerah
beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus hidrologi ini, awan tidak
langsung diubah menjadi air, melainkan terlebih dahulu turun sebagai salju dan
membentuk gletser. Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi panjang ini:
 Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat adanya
panas matahari.
 Uap air yang terbentuk kemudian mengalami sublimasi
 Awan yang mengandung kristal es kemudian terbentuk.
 Awan mengalami proses adveksi dan bergerak ke daratan
 Awan mengalami presipitasi dan turun sebagai salju.
 Salju terakumulasi menjadi gletser.
 Gletser mencair karena pengaruh suhu udara dan membentuk aliran sungai.
 Air yang berasal dari gletser mengalir di sungai untuk menuju laut kembali.

3.5.9. Model Hidrologi


Model adalah reprensentasi atau gambaran dari suatu keadaan (states), obyek
(objects), dan kejadian (events). Representasi tersebut harus diungkapkan dalam
bentuk yang sederhana, yaitu dengan mengeliminasi atau meminimalkan variabel-
variabel lain yang rumit dan tidak terkait secara langsung dengan model tersebut.

- 29 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Representasi tersebut dinyatakan dalam bentuk sederhana yang dapat dipergunakan
untuk berbagai macam tujuan penelitian.
Penyederhanaan dilakukan secara representatif terhadap perilaku proses yang
relevan dari keadaan yang sebenarnya (Hidayat, 2001). Hal yang sama dinyatakan Sri
Harto (1983), bahwa model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple
representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks.
Menurut Dasanto (2000), model di dalam studi hidrologi atas dasar pendekatan
pembentukan model, dapat dipilah secara umum menjadi lima, yaitu :
1. Model Stokastik
Model Stokastik adalah suatu model matematik yang dapat menerima
sembarang peubah, yaitu sebagai peubah acak (random variable) yang mempunyai
sebaran acak. Model ini umumnya digunakan untuk menganalisa sifat fisik statistik
output dari suatu sistem yang didasarkan pada urutan kejadian sebagai akibat
perubahan waktu dan menghasilkan suatu set data dalam jangka panjang dengan sifat
yang sama pula. Set data tersebut dapat dianalisa untuk memperoleh gambaran
mengenai kemungkinan urutan kejadian yang akan terjadi di masa datang, misalnya
frekuensi harapan dari debit air.
2. Model Probabilitas
Dalam model ini konsep frekuensi dan probabilitas memegang peranan penting
seperti halnya dalam model stokastik, namun dalam model ini tidak memperhitungkan
urutan kejadian. Misalnya kejadian diperlakukan sebagai timeindependent dan
memperkirakan kejadian yang paling ekstrim berdasarkan karakteristik dari populasi
data yang tersedia.
3. Model Konseptual
Model Konseptual didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dari sistem
dengan struktur yang lebih sederhana, misalnya penyederhanaan proses di dalam DAS
dan modelnya antara lain : (1) pendekatan model rasional, (2) pendekatan linear dan
non linear dari suatu reservoir, (3) kombinasi model rasional dan pendekatan reservoir.
4. Model Parametrik
Model ini umumnya digunakan untuk mendapatkan pernyataan matematik yang
mengungkapkan fungsi dari DAS yang akan dikonversi ke dalam input dan output
(black box models). Selanjutnya model tersebut akan menjadi lebih rumit apabila

- 30 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
ditambahkan parameterparameter DAS penting yang muncul kemudian jika
dibandingkan dengan respon yang berbeda dari DAS lain berdasarkan input yang
sama. Model parametrik akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
bagaimana sistem bekerja.
5. Model Deterministik
Model Deterministik adalah suatu model matematik yang hanya dapat
menerima peubah yang bebas dari variasi acak (random variation).
Model ini didasarkan pada struktur sebenarnya dari sistem dan kaidah fisika
yang mengatur perilaku sistem tersebut. Berdasarkan variable dan parameter input
atau output maka model deterministik dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu
lumped dan terdistribusi (distributed). Variabel atau parameter disebut lumped apabila
besaran yang diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang, misalnya masukan yang
berupa hujan rata-rata DAS adalah masukan yang bersifat lumped. Sebaliknya,
variabel dan parameter yang distributed mengandung variabilitas ruang dan waktu.
Pengertian parameter adalah suatu besaran yang menandai suatu sistem hidrologi
yang memiliki nilai tetap, tidak tergantung pada waktu. Variabel adalah besaran yang
menandai suatu sistem yang dapat diukur dan memiliki nilai berbeda pada waktu
berbeda.

3.5.10. Curah Hujan dan Ketersediaan Sumberdaya Air


Hujan merupakan suatu bentuk presivitasi uap air yang berasal dari awan yang
terdapat di atmosfer, bentuk presivitasi tersebut adalah salju/es. Untuk terjadinya
hujan diperlukan titik-titik kondensasi-amoniak-debu-es-belerang (titik kondensasi
mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Maka dengan adanya sifat
tersebut menjadikan adanya potensi dalam pengambilan uap air dari udara
(Kartasapoetra, 2005).
Berdasarkan terjadinya proses dari presivitasi maka dapat dikenal adanya istilah
hujan konveksi (proses hujan yang berdasarkan atas pengembangan dari udara yang
dipanasi, jadi aka terus naik, dimana pada waktu naik tersebut temperatur akan turun,
dan sampai suatu saat terjadi kondensasi dan timbullah hujan), hujan orografis
(terjadi karena ada penghalang seperti misalnya gunung, pada lereng gunung yang
menghadap dari mana datangnya angin akan mempunyai curah hujan yang tinggi,

- 31 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
sedang pada lereng sebelahnya dimana udara turun terjadi panas yang sifatnya kering)
(Kartasapoetra, 2005).
Bukti kuat yang terdokumentasi tentang perubahan pola hujan sebagai akibat
penggundulan hutan hampir tidak ada, dan hubungan sebab akibat dari hutan dan
hujan (hujan => hutan) umumnya terjadi sebaliknya (hutan => hujan). Hasil analisis
ulang terbaru tentang pola hujan untuk Indonesia (Kaimuddin, 2000), mengindikasikan
pergeseran-pergeseran dalam isohyet (zone-zone dengan hujan yang sama) di
Indonesia tidak secara jelas berhubungan dengan perubahan penutupan lahan lokal:
beberapa areal yang hilang tutupan hutannya menjadi lebih basah, tetapi daerah-
daerah lain yang hilang tutupan hutannya menjadi lebih kering. Untuk Indonesia
secara keseluruhan, rata-rata curah hujan tidak berubah, walaupun banyak
pengurangan tutupan hutan, tetapi kemungkinan bisa terjadi suatu perubahan pola
sirkulasi global yang mempengaruhi pola hujan lokal. Meskipun pada skala lokal terjadi
perubahan-perubahan yang nyata dalam pola hujan sehubungan dengan perubahan-
perubahan penutupan hutan, namun tidak ada bukti yang meyakinkan untuk
mendukung hipotesa hubungan sebab akibat tersebut. Cara suatu landsekap
memproses hujan yang datang, sangat tergantung pada penutupan lahan dan jumlah
hujan. Keteraturan aliran dan kualitas air sungai secara langsung dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan tutupan (Van Noorwijk dkk., 2004).
Suatu kutipan akhir dari sejarah: " Pandangan yang umum diterima jaman
dahulu adalah bahwa hutan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan hujan
sampai jumlah besar. Dewasa ini pandangan tersebut ditolak oleh banyak peneliti;
sementara peneliti lain mendukung pandangan bahwa penyebaran hujan dapat
dirubah oleh hutan, tetapi bukan jumlah hujan…" (Van Noorwijk dkk., 2004).
Persepsi yang telah diakui secara luas tentang besarnya pengaruh tutupan
hutan dalam pemeliharaan fungsi DAS di daerah sumber air, pada beberapa dekade
terakhir ini telah dipertanyakan dalam penelitian hidrologi. Dikotomi hutan dan non
hutan, telah berubah menjadi pengakuan bahwa tipe penggunaan lahan sesudah alih
guna hutan justru yang dapat membuat banyak perbedaan. Penggunaan lahan (tidak
terbatas pada perlindungan tutupan hutan yang ada) di daerah sumber air,
mempunyai manfaat bagi multi pihak baik lokal maupun ekternal, dan meningkatnya
permintaan air di hilir seringkali menimbulkan konflik tentang apa yang terjadi di

- 32 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
daerah sumber air. Hulu DAS di beberapa daerah tropik mendukung kehidupan bagi
masyarakat tani dan pedesaan yang berada di luar arus utama pembangunan.
Akibatnya, timbullah suatu pembedaan hulu dan hilir dengan konflik kepentingan;
masyarakat yang tinggal di hulu DAS dipandang sebagai perusak fungsi DAS, sehingga
tidak ada suatu pengakuan dan mekanisme pemberian imbalan untuk sistem
penggunaan lahan mereka yang justru melindungi sumberdaya air (van Noorwijk dkk.,
2004).

3.5.11. Penutupan dan Penggunaan Lahan


Selama ini pengertian lahan sering diartikan sama dengan istilah tanah, dalam
kenyataannya lahan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan
dengan tanah. Tanah merupakan benda alami yang heterogen dan dinamis,
merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan
induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 2010).
Lahan sebagai material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan
berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi,
hidrologi dan biologi. Lebih lanjut dijelaskan, lahan adalah suatu lingkungan fisik
yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibat-
akibat kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang seperti reklamasi di daerah
pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat lain yang merugikan seperti erosi.
Pengetahuan mengenai penggunaan dan penutupan lahan sangat dibutuhkan
terutama dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang melibatkan sumberdaya
alam. Istilah penutupan lahan (land cover) berkaitan erat dengan jenis kenampakan
yang ada di permukaan bumi sedangkan penggunaan lahan (land use) lebih
berkaitan erat dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan
lahan sebagai setiap bentuk dan intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual.
Penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup
permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra
penginderaan jauh. Terdapat tiga kelas yang tercakup dalam penutupan lahan yaitu:
1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia

- 33 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan
binatang
3. Tipe pembangunan
Dasar dalam membedakan antara penutupan lahan dan penggunaan lahan
adalah bahwa Informasi penutupan lahan dapat dikenal secara langsung dengan
menggunakan penginderaan jauh yang tepat, informasi tentang kegiatan
manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara
langsung dari penutupan lahannya. Ukuran minimum suatu daerah yang dapat
dipetakan dalam kelas penggunaan lahan atau penutupan lahan tergantung
pada solusi dan resolusi foto udara atau citra satelit. Data mengenai penutupan lahan
dapat diperoleh dengan melakukan klasifikasi citra, dimana masing-masing
kenampakan yang terdapat didalam citra dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas
penutupan lahan. Klasifikasi lahan merupakan penyusunan lahan ke dalam kelas-
kelas yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik lahan, kualitas lahan, pengaruh
dari pengelolaan pertanian, penggunaan lahan, potens penggunaan lahan, kelayakan
penggunaan lahan. Contoh pengelompokan tipe penggunaan atau penutupan lahan
adalah sebagai berikut:
1. Lahan perkotaan atau bangunan, terbentuk oleh daerah yang digunakan secara
intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur. Apabila obyek mempunyai
lebih dari satu kategori, maka harus diambil kategori yang utama.
2. Lahan pertanian, dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya
terutama untuk menghasilkan makanan dan serabut.
3. Lahan hutan, daerah yang kepadatan tajuk pohonnya (persentase penutup tajuk)
10% atau lebih, batang pohonnya dapat menghasilkan kayu atau produksi kayu
lainnya dan mempengaruhi iklim atau tata air lokal.
4. Air, terdiri dari sungai, kanal, danau, waduk, teluk, muara.
5. Lahan basah, daerah yang permukaan air tanahnya padat, dekat atau di atas
permukaan lahan hampir sepanjang tahun.
6. Lahan gundul, lahan yang kemampuannya terbatas untuk mendukung kehidupan
dan vegetasi atau penutup lainnya kurang dari sepertiga luas daerahnya.
Salah satu faktor penting dalam menentukan kesuksesan pemetaan
penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi

- 34 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus
sederhana didalam menjelaskan setiap kategori penggunaan lahan dan penutupan
lahan. Selanjutnya, pemetaan penutupan dan penggunaan lahan membutuhkan
keputusan bijak yang harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari
mengandung beberapa derajat informasi yang digeneralisasi menurut skala dan
tujan aplikasinya.

Latihan soal
1. Jelaskan pengertian siklus hidrologi
2. Jelaskan fungsi hidrologi
3. Gambarkan siklus hidrologi
4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi siklus hidrologi

- 35 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 36 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 4
TATA AIR
(DEBIT DAN SEDIMEN)
4.1.Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Pada Kompetensi materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menerapkan konsep kualitas, kuantitas dan kontinuitas tata air di DAS. Indikator
pencapaian kompetensi meliputi: 1) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
debit air; 2) menjelaskan pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sedimen.

4.2 Gambaran Umum Materi


Tata air suatu di DAS sangat penting diketahui aspek-aspek yang
mempengaruhinya, yang tak kalah pentingnya adalah proses evaluasi guna
mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai, melalui kegiatan
pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai
umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi tata air
DAS memberikan gambaran kondisi daya dukung DAS dalam aspek tata air (debit dan
sedimen)

4.3. Relevansi Bab ini Dengan Kegunaan Mahasiswa


Pada pembahasan Bab ini sangat relevan untuk diketahui mahasiswa guna
memberikan kegunaan melalui dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu matakuliah
konservasi tanah dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat
mengetahui ruang lingkup pentingnya cara memonitoring tata air khususnya debit dan
sedimen.

4.4. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian
aspek tata air, kriteria tata air yang baik.
Bab ini merupakan dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu mata kuliah konservasi
tanah dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat membatasi atau
mengetahui ruang lingkup tata air (debit dan sedimen). Selain itu mahasiswa juga
- 37 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
akan menyadari bahwa monitoring tata air urgen dilakukan sebagai bagian dari konsep
pengelolaan DAS.

4.5. Materi
4.5.1. Pendahuluan
Jumlah penduduk yang terus berkembang, sementara lapangan kerja sangat
terbatas, telah mendorong masyarakat memanfaatkan setiap jengkal lahan untuk
memperoleh produksi pertanian sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup.
Permasalahan degradasi timbul, terutama oleh erosi tanah, apabila pemanfaatan lahan
ini dilakukan pada daerah berlereng tanpa memperhatikan kemampuan lahannya.
Aktivitas penggunaan lahan demikian tidak saja merugikan wilayah setempat (on site)
tetapi juga menjadikan derita di wilayah hilirnya ( off site). Proses ini terangkai dalam
sistem aliran sungai yang berjalan mengikuti kaidah alami (proses hidrologis) yang
tidak terikat oleh batas administrasi.
Memperhatikan hubungan proses hulu dan hilir tersebut maka wilayah daerah
aliran sungai (DAS) bisa digunakan sebagai satuan (unit) wilayah perencanaan, analisis
dan pengelolaan. Pemanfaatan lahan untuk usaha tani dalam wilayah DAS tersebut
menunjukkan adanya suatu aktivitas pengeloaan DAS. Pengelolaan DAS dipahami
sebagai upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara
sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan
tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan
kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Dep. Kehutanan,
2009). Sementara itu, Brooks, dkk. (1990) mendeskripsi pengelolaan DAS sebagai
suatu proses pengorganisasian dan pemanduan penggunaan sumberdaya lahan dan
sumberdaya lainnya dalam DAS untuk menyediakan barang dan jasa yang diinginkan
tanpa mengkibatkan kerusakan sumberdaya tanah, air dan sebagainya.
Pengelolaan DAS menyangkut aneka sumberdaya alam dan memerlukan
pengertian hubungan antara penggunaan lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara
hulu dan hilir. Sama pentingnya juga pemahaman sistem sosial dan politik yang
berlaku dalam suatu batas DAS, karena kelembagaan demikian menuntun
penggunaaan lahan, baik melalui regulasi maupun insentif.

- 38 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dipandang dari keluaran yang bersifat biofisik, pengelolaan DAS dipahami
sebagai sistem perencanaan yang menggunakan masukan (inputs) pengelolaan dan
masukan alamiah untuk menghasilkan keluaran (outputs) yang berupa barang dan
jasa serta dampak terhadap sistem lingkungan baik di dalam maupun di luar DAS.
Sejalan dengan prinsip tersebut, Becerra (1995) memandang DAS sebagai sistem
produksi yang menerima masukan sumberdaya alam dan manusia untuk menghasilkan
keluaran berupa limpasan (runoff), dan produk pertanian, hutan dan ternak.
Disamping itu dalam proses produksi ini juga diperoleh akibat yang tidak diharapkan
baik setempat (on site), seperti erosi tanah dan penurunan produktivitas pertanian,
maupun di hilir (off site), seperti penurunan kualitas air, perubahan rejim sungai,
banjir, sedimentasi dan penurunan nilai wisata.
Pengelolaan merupakan masukan kelembagaan yang berusaha untuk
mengorganisir sistem dalam rangka memperoleh tujuan pembangunan yang
direncanakan yakni perlindungan dan perbaikan keseimbangan lingkungan. Hal ini
biasanya melibatkan penggunaan sumberdaya alam DAS, terutama lahan, air, dan
vegetasi, dengan partisipasi aktif organisasinya dan dalam harmoni dengan
lingkungannya, oleh masyarakat di wilayah tersebut,. Dua hal yang perlu diperhatikan,
yakni : (1) penggunaan sumberdaya harus tidak melampaui potensi dan batas
ekosistem alami pegunungan yang rentan, dan (2) kepentingan strategis ekosistem
sungai dan aliran air (stream).

4.5.2. Debit Air


Menurut Soewarno (1995) debit air adalah volume air yang mengalir melalui
penampang basah sungai dalam satuan waktu tertentu yang biasanya dinyatakan
dalam satuan meter kubik perdetik (m3/detik) atau liter perd detik (1/detik).
Selanjutnya dijelaskan bahwa pengukuran debit air dapat dilakukan di suatu
pos duga air dengan tujuan utamanya adalah untuk membuat kurva debit dari pos
yang bersangkutan. Kurva ini dapat merupakan hubungan yang sederhana antara
tinggi muka air dan debit, dapat pula merupakan hubungan yang kompleks apabila
disamping fungsi muka air juga merupakan fungsi dari kemiringan muka air dan fungsi
dari faktor lainnya.

- 39 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Pengukuran debit aliran sungai dapat dilakukan dengan mengukur kecepatan
aliran sungai serta luas penampang basah badan sungai dari sungai terpilih dalam
suatu DAS/sub DAS, besarnya debit air sungai dapat diperoleh dengan mengalikan
kecepatan aliran sungai dengan uas penampang sungai yang dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut :
Q = ∑Axv
Dengan :
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas penampang melintang badan sungai (m2)
V = Kecepatan aliran rata-rata pada penampang basah (m/detik)
Dengan demikian pengukuran debit air merupakan proses pengukuran dan
perhitungan kecepatan aliran, kedalaman dan luas penampang basah badan sungai.
Menurut Sudarmadji 1995, pengukuran debit air dapat dilakukan secara
langsung (direct) ataupun tidak langsung (indirect). Pengukuran debit air dapat
dikatakan secara langsung dengan menggunakan alat ukur kecepatan aliran yaitu:
1. Alat ukur arus (curren matter)
2. Pelampung (float)
3. Zat Pewarna (diction)
Menurut Asdak (2010), data debit air sungai merupakan informasi yang paling
penting bagi pengelolah sumber daya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir, sedangkan data debit air yang kecil
diperlukan untuk perencanaan lokasi (pemanfaatan air untuk berbagai macam
keperluan terutama musim kemarau panjang.
Pengukuran debit dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode di bawah ini:
A. Metode Apung
Prinsip pengukuran metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan pelampung, luas
penampang basah (A) ditetapkan berdasar pengukuran lebar permukaan air dan
kedalaman air.
Persamaan untuk perhitungan debit adalah:
Q=AxkxU
dimana:
Q = debit aliran (m3/dtk)

- 40 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
A = luas penampang basah (m2)
K = koefisien pelampung
U = kecepatan pelampung (m/dtk)
Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang dipakai
k = 1 – 0,116 {√ (1 – ) – 0,1}
k = Koefisien
 = Kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d), yaitu kedalaman bagian
pelampung yang tenggelam dibagi kedalaman air
Berikut ini adalah gambar salah satu jenis pelampung yang dapat digunakan untuk
mengukur debit sungai (Gambar 4.1)

Gambar 4.1. Pelampung tongkat

Cara kerja metode apung adalah sebagai berikut:


1. Memilih lokasi pengukuran dengan syarat-syarat:
a. Bagian sungai/saluran yang relatif lurus dan cukup panjang
b. Penampang sungai kurang lebih seragam.
2. Menentukan 2 titik pengamatan jalannya pelampung:
a. Panjangnya sekitar 20 sampai 50 m
b. Titik 1 dan titik 2 diberi tanda patok atau yalon.
3. Pelampung dilepas di sebelah hulu titik 1 dengan maksud agar jalannya pelampung
setelah sampai di titik 1 dalam keadaan stabil. Jika pelampung sampai di titik 1
diberi tanda untuk menghidupkan stopwatch dan jika pelampung sampai di titik 2
diberi tanda untuk mematikan stopwatch, kemudian dicatat waktu perjalanannya
(t). Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata, pelampung dilepaskan di bagian tepi
kiri, tengah dan kanan (3x pengukuran).
- 41 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
4. Mengukur kedalaman air dan lebar permukaan air/lebar sungai, untuk menghitung
luas penampang basahnya. Pengukuran sebaiknya dilakukan di beberapa bagian
untuk mendapatkan luas penampang basah rata-rata.
5. Menentukan koefisien pelampung dengan mengukur kedalaman pelampung yang
basah per kedalaman sungai.
Berikut ini adalah cara perhitungan debit dengan metode apung:
1. Hitung kecepatan pelampung, U = L/t
2. Hitung kecepatan aliran, V = k x U
3. Hitung luas penampang basah rata-rata (A), untuk mendapatkan luas penampang
basah dengan cara ploting hasil pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan
air/lebar sungai pada kertas milimeter.
4. Hitung debit, Q = A x V
B. Metode Manning
Prinsip pengukuran metode ini mendasarkan pada rumus Manning, yaitu
kecepatan rata-rata aliran yang dapat diperkirakan dengan persamaan hidraulika
berikut ini:
V = 1/n . R2/3 . S1/2
dimana:
V = kecepatan rata-rata (m/dtk)
R = radius hidrologik (m)
Berdasarkan pada rumus Manning, yaitu kecepatan rata-rata aliran yang dapat
diperkirakan dengan persamaan hidraulika berikut ini:
V = 1/n . R2/3 . S1/2
dimana:
V = kecepatan rata-rata (m/dtk)
R = radius hidrologik (m)
S = gradien hidrologik (tanpa dimensi)
n = koefisien kekasaran Manning
R = A/P
A = luas penampang basah (m2)
P = perimeter basah (m)
Debit aliran selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan:

- 42 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Q=A.V
dimana:
Q = debit aliran (m3/dtk)
A = luas penampang basah (m2)
V = kecepatan rata-rata (m/dtk)
Rumus Manning ini berlaku untuk kondisi aliran yang:
1. Aliran steady; dan
2. Aliran yang uniform.
Metode ini dilakukan dengan cara kerja sebagai berikut:
1. Memilih seksi yang relatif lurus dengan lebar dan kedalaman yang relatif seragam
dan mengukur jarak seksi (L)
2. Mengukur luas penampang basah rata-rata dengan:
a. Membuat profil melintang di tiga tempat (A, B, C).
b. Titik awal 1 dan titik terakhir terletak pada tepi sungai tepat pada air.
Diusahakan profil tegak lurus arah aliran, kemudian dilakukan pengukuran.
3. Mengukur gradien hidraulik dengan:
a. Mengukur jarak seksi (L)
b. Mengukur beda tinggi muka air:
S = b – a /L
4. Mencatat kondisi dasar saluran untuk menetapkan nilai n dengan memperhatikan:
a. Materi dasar sungai (lumpur, pasir, gravel)
b. Tumbuhan (rumput, perdu, pohon)
5. Menghitung debit dengan 2 (dua) cara:
a. Jika n homogen, perhitungan debit:
Q = A . V (m3/dtk)
V = 1/n . R2/3 . S1/2 (m/dtk)
b. Jika n heterogen, perhitungan debit:
Q = ∑ (qi)
qi = 1/ni . ai5/3 /pi2/3 . S1/2
C. Metode Current Meter
Prinsip pengukuran metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan current
meter. Luas penampang basah (A) didapatkan dari pengukuran kedalaman air dan

- 43 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
lebar permukaan air yang kemudian diplotkan pada kertas milimeter. Kecepatan aliran
dihitung berdasar jumlah putaran baling-baling (cup) per waktu putarannya (N),
dengan persamaan:
V=aN+b
dimana:
V = kecepatan aliran (m/dtk)
a dan b = konstanta alat
N = jumlah putaran per waktu
Pengukuran kecepatan aliran rata-rata dengan current meter, dilakukan dengan
cara seperti Tabel 4.1 di bawah ini:
Tael 4.1. Cara pengukuran kecepatan aliran
Tipe Kedalam air (d) Titik pengamatan Kecepatan rata-
rata pada vertical
(v)
Satu titik 0,3 – 0,6 m 0,6 d dari V = V0,6
permukaan
Dua titik 0,6 – 3,0 m 0,2 dan 0,8 d V = ½ (V0,2 +
V0,8)
Tiga titik 3,0 – 6,0 m 0,2; 0,6; 0,8 d V = ¼ (V0,2 +
V0,6 + V0,8)
Lima titik > 6,0 m S; 0,2; 0,6; 0,8 dan V = 1/10 (Vs +
B 3V0,2 + 2V0,6 +
3V0,8 + Vb)
Catatan:
- Vs diukur 0,3 m di bawah permukaan air
- Vb diukur 0,3 m di atas dasar sungai
Cara kerja metode current meter mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengambilan titik pengukuran dengan current meter berdasar kedalaman air,
mengingat kecepatan aliran sungai tidak merata pada setiap kedalaman yang
berbeda.
2. Pemilihan jumlah vertikal yang akan diukur pada prinsipnya didasarkan atas:
a. Bentuk dan ukuran penampang sungai

- 44 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
b. Sifat aliran
c. Waktu yang tersedia
3. Pada sungai yang konfigurasi dasarnya tidak teratur sebaiknya pengukuran lebih
rapat daripada yang teratur.
4. Dari hasil pengukuran kecepatan aliran pada masing-masing vertikal, dapat dihitung
debit aliran pada masing-masing seksi.
5. Debit total (debit sungai) merupakan total debit seksi.
Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam menerapkan metode ini adalah:
1. Memilih lokasi pengukuran debit dengan syarat-syarat:
a. Di bagian sungai yang relatif lurus;
b. Jauh dari pertemuan cabang sungai;
c. Dasar sungai stabil;
d. Tidak ada tumbuhan air; dan
e. Aliran tidak melimpah melewati tebing sungai.
2. Menentukan arah penampang melintang, harus tegak lurus arah aliran.
3. Mencatat tanggal pengukuran, nama sungai, lokasi pengukuran, nomor current
meter dan rumus kecepatan aliran.
4. Mengukur lebar sungai dan menentukan interval seksi.
5. Menyiapkan current meter atau memeriksa jalannya putaran baling-baling dan tanda
jumlah putaran “nyala lampu”. Saat mulai pengukuran dengan mencatat tinggi
muka air dan pengukuran di mulai dari tepi kiri atau kanan; dilanjutkan mengukur
kedalaman air pada seksi, kemudian mengukur kecepatan aliran dengan posisi alat
sesuai dengan kedalaman air.
6. Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu
putaran (N). Kecepatan aliran, V = a N + b
Perhitungan debit dapat dilakukan dengan cara “mid section” atau dengan
“mean section”.
1. Cara mid section
Pada cara mid section, lebar satu sub seksi ditentukan oleh setengah jarak di
sebelah kiri dan setengah jarak di sebelah kanan dari pengukuran vertikalnya. Langkah
perhitungannya sebagai berikut:
- Hitung luas b:

- 45 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
b = bn + bn+1 /2
Dimana:
B = lebar seksi (rai)
Bn = lebar interval seksi
- Hitung luas seksi (a):
A = dn x b atau
an = dn (bn + bn+1) /2
- Hitung debit seksi (q):
q=axb
- Hitung debit total (Q):
Q = ∑q
2. Cara mean section
Dengan cara ini, lebar satu sub seksi ditentukan oleh dua pengukuran vertikal
yang bersebelahan (dn dan dn+1). Langkah perhitungannya sebagai berikut:
Hitung luas b:
b = ba
- Hitung luas seksi (a):
a = (dn + dn+1) x bn+1 / 2
- Hitung debit seksi (q):
q=axb
- Hitung debit total (Q):
Q = ∑q

4.5.3. Angkutan Sedimen


Menurut Asdak (2010), sedimen merupakan hasil proses erosi, baik erosi
permukaan, erosi parit, atau tipe erosi lainnya. Meskipun hasil proses erosi tebing
mempunyai sumbangan dalam bagian ini, namun porsinya sangat kecil dan dapat
dianggap sebagai proses alami.
Sedimen yang terangkut dari tempat terjadinya erosi akan terbawa/terangkut
oleh aliran air dan akan di endapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya
melambat atau terhenti. Alat pengangkutnya adalah limpasan permukaan (surface

- 46 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
flow) dan bilamana limpasan permukaan mencapai badan sungai, maka aliran sungai
merupakan media pengangkut sedimen (Arsyad,2010).
Secara umum angkutan sedimen oleh aliran air dapat dibedakan menjadi dua
klasiflkasi utama, yaitu menurut sumber asalnya (ukuran butir) dan menurut
mekanisme pengangkutannya. menurut sumber asalnya angkutan sedirnen dibedakan
menjadi: 1) muatan meterial dasar (bed-material load) dimana selanjutnya dibedakan
menjadi suspended load dan bed load dan 2) muatan bilas (wash load); Sedang
menurut mekanisme pengangkutannya angkutan sedirnen dibedakan menjadi I)
muatan sedimen melayang (suspended load) dan 2) muatan sedirnen dasar ( bed
load). Sehingga secara keseluruhan angkutan sedimen dibedakan menjadi wa.sh load,
suspended load, dan bed load
Sejalan dengan hal tersebut menurut Simoen (1985), pengangkutan sedimen
oleh aliran sungai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) sebagai muatan
bilas (wash load), (2) sebagai muatan melayang (suspended load), (3) sebagi muatan
dasar (bed load).

1. Muatan Bilas (wash load)


Muatan bilas dicirikan oleh: 1) mempunyai ukuran butir silt dan dush (debu), 2)
sebagai hasil pelapukan lapisan atas batuan/tanah di DAS, 3) penyebaran
konsentralisasinya merata didalam satu garis kedalaman, dan 4) pengukurannya sulit
dilaksanakan karena harus dengan alat yang dapat menangkap ukuran butir < 50
mikrometer.

2. Muatan Sedimen Melayang (suspended load)


Muatan sedimen melayang mempunyai ciri-ciri: 1) berukuran butir pasir halus,
2) selalu melayang-Iayang, 3) puncak debit konsentrasinya tidak bersamaan waktunya
dengan puncak hidrograp aliran, 4) pengukurannya dengan alat ukur angkutan
sedimen (suspended sampler) US Depth-Integrating dan US Point-Integrating tipe US
D atau US DH, dan 5 ) mempunyai arti penting terhadap suplai sedimen di dalam
waduk.

- 47 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
3. Muatan Sedimen Dasar (bed load)
Muatan sedimen dasar mempunyai ciri-ciri: 1) ukuran butir berupa butir-butir
kasar, 2) bergerak sepanjang dasar sungai (bergeser, rnenggelinding dan loncat-
Ioncat), menentukan bentuk daripada dasar dan tebing sungai) pengukurannya sulit.
Angkutan sedimen tersebut menurut Soewarno (1991) dapat bergerak,
bergeser di sepanjang dasar sungai atau melayang pada aliran sungai tergantung
daripada:
1. Komposisi (ukuran dan berat jenis).
2. Kondisi aliran (kecepatan aliran, kedalaman Aliran).
Hewlett (1982) menyatakan bahwa bahan-bahan sedimen yang terangkut oleh
aliran sungai akan terpisah berdasarkan ukurannya. Bahan-bahan sedimen yang berat
akan diendapkan pada jarak yang relatif dekat, sedang bahan-bahan yang lebih halus
akan diendapkan pada jarak yang paling jauh pada kecepatan aliran yang sama.
Pengukuran laju angkutan sedimen dan debit sedimen dilakukan pada saluran
sungai dengan mengambil sampel air ditempat pengukuran debit air. Selanjutnya,
sampel-sampel sedimen yang telah terkumpul dianalisis di laboratorium untuk
diketahui konsentrasinya.

4.5.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Debit Air dan Muatan Sedimen


Melayang
Munurut Talkuputra (1984) factor-faktor yang diduga mempengaruhi kondisi
hidrologi suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah ikilim (jeluk hujan, intensitas dan
distribusi), keadaan fisik tanah, topografi (bentuk dan besar kelerengan), corak dan
bentuk DAS/ sub DAS, pola tata guna tanah dan mata pencaharian masyarakat
berhubungan dengan kepadatan penduduk yang bermukim dikawasan DAS/sub DAS.
Selanjutnya Sudarmadji (1995), meringkas faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
keadaan debit air pada suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah kondisi
geologi,penutupan vegetasi, kondisi topografi, bentuk DAS dan sistem jaringan sungai.
a. Kondisi Geologi
Menurut Sudarmadji (1995), kondisi geologi sangat mempengaruhi sifat-sifat
fisik tanah yang berbentuk dan dengan adanya penutupan vegetasi akan sangat
menentukan kapasitas infiltrasi terhadap curah hujan yang jatuh di atasnya sehingga

- 48 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
dapat menurunkan limpasan permukaan. Utomo (1989), menyebutkan sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi debit air dan muatan sediment melayang adalah struktur,
bahan oragnik, sifat lapisan bawah dan tingkat kesuburan tanah.
b. Penutupan Vegetasi
Penutupan vegetasi berpengaruh terhadap penahanan tumbukan curah
hujan secara langsung yang mempunyai energi sangat besar sehingga dapat
menghindarkan pemecahan agregat tanah dan disperse patikel-partikel tanah yang
memungkinkan dapat menyumbat pori-pori tanah, yang pada gilirannya akan
menurunkan kapasitas infiltrasi tanah itu sendiri yang pada akhirnya meningkatkan
limpasan pemukaan. Selain itu sistem perakaran yang dalam dan menyebar adalah
sangat baik untuk meningkatkan kapsitas infiltrasi tanah terhadap curah hujan yang
jatuh diatasnya (Sudarmadji,1995).
Kartasapoetra dkk (2005), menjelaskan arti dan peranan vegetasi sebagai
berikut : (1). Vegetasi melindungi permukaan tanah dari tumbukan butir air hujan
yang jatuh; (2). Adanya sisa-sisa tanaman berupa daun, ranting, cabang serta sisa-
sisa tanaman lainnya diatas permukaan tanah dan membentuk lapisan humus; (3).
Menahan aliran limpasan permukaan, meresapkannya sebagian kedalam tanah melalui
pori-pori tanah yang selalu terbuka baik karena lapisan humus yang bertindak sebagai
filter terhadap lumpur yang terbawah oleh air dalam peresapannnya; (4) Lapisan
humus dan semak-semak menahan lajunya limpasan permukaan sehingga limpasan
air pemukaan yang mengandung lumpur atau partikel-partikel tanah akan diendapkan
pada tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat asalnya; (5) Resapan atau penahan
air permukaan oleh semak-semak dan meresapkannya kedalam tanah melalui lapisan
humus akan meningkat, sehingga persediaan air didalam tanah menjadi meningkat
yang berguna bagi peumbuhan tanaman dan sebagai sumber kehidupan karena akan
membentuk mata air.
Selanjutnya Sarief (1985), menyatakan bahwa peranan yang penting dari
tanaman adalah melindungi tanah dari hujan secara langsung dengan jalan
mematahkan energi kinetiknya melalui tajuk, ranting, cabang dan batangnya. Dengan
adanya seresa yang dijatuhkannya akan terbentuk humus yang berguna untuk
menaikkan kapasitas infiltrasi tanah, ranting serta luas daun dalam tajuk turut
menentukan besar kecilnya daya pukul air hujan yang jatuh.

- 49 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
c. Kondisi Topografi
Kondisi topografi yang berat atau curam pada umumnya akan mempercepat
konsentrasi air pada titik patusan wilayah DAS, karena disamping prosentase
kelerengan curam yang besar, juga sistem jaringan sungai lebih padat dibandingkan
dengan wilayah DAS dengan kondisi topografi yang relative datar (Sudarmadji, 1995).
Menurut Utomo (1989), topografi berperan dalam menentukan volume air limpasan
permukaan. Dua unsure topografi yang berpengaruh adalah panjang lereng dan
kemiringan lereng serta unsure lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi,
keseragaman dan curah lereng.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari kedua unsur topografi tersebut, kemiringan
lereng lebih penting disbanding panjang lereng karena pergerakan air serta
kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan
sudut ketajaman lereng yang semakin besar. Selanjutnya Asdak (2010), menyatakan
bahwa semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi
diatasnya menjadi lebih besar dan kemudian semua akan turun dengan volume dan
kecepatan yang semakin meningkat.
d. Bentuk DAS serta Sistem Jaringan Sungai
Bentuk wilayah DAS dan sitem jaringan sungai yang ada didalamnya akan
sangat menentukan proses limpasan air dari seluruh wilayah DAS menuju titik patusan
(outlet) dari wilayah DAS yang bersangkutan.
Sossrodarsono dan Takeda (1993), menerangkan terdapat tiga bentuk wilayah
pengaliran sungai yaitu: (a) Daerah pengaliran berbentuk pararel. Bentuk DAS seperti
ini memiliki corak dimanan dua jalur dengan pengaliran yang bersatu dibagian hilir
sehingga banjir terjadi dibagian hilir titk pertemuan sungai; (b) Daerah berbentuk bulu
burung, Bentuk DAS bulu burung mempunayi debit banjir yang kecil oleh karena waktu
tiba banjir dari anak-anak sungai yang terletak kiri-kanan sungai utama berbeda-beda;
(c) Daerah pengaliran berbentuk radial/Circuliar. Bentuk DAS ini mempunyai banjir
yang besar didekat titik pertemuan anak.
Secara umum disepakati bahwa debit air (limpasan air) pada bentuk wilayah
DAS yang memanjang (bulu burung) akan memerlukan waktu lebih panjang
dibandingkan dengan bentuk membulat (circulair). Konsetrasi pada DAS bentuk bulu
burung akan lebih rendah dibanding bentuk circulair (Sudarmadji, 1995).

- 50 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Menurut Asdak (2010), bentuk DAS mempunyai peranan yang lebih
menentukan disbanding kerpatan drainase dalam mempengaruhi besarnya debit
puncak (banjir) dan lama waktu berlangsungnya puncak debit tersebut.

Latihan soal
1. Jelaskan pengertian debit dan sedimen
2. Jelaskan tiga kelompok utama sedimen
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi debit dam sedimen

- 51 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 52 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 5
KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI

5.1.Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi


Pada Kompetensi materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami kondisi
karakteristik DAS berdasarkan biogeofisik diantaranya pola lairan sungai, morfometri
DAS, sosial ekonomi dan kelembagaan. Indikator pencapaian kompetensi meliputi: 1)
menjelaskan pola aliran sungai; 2) menjelaskan morfometeri DAS; 3) pengaruh bentuk
DAS terhadap banjir.

5.2 Gambaran Umum Materi


Pada dasarnya karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang
dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah,
geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia serta segala aktifitasnya
yang mempengaruhi kualitas, kontiunitas dan kuantitas DAS.

5.3. Relevansi Bab ini Dengan Kegunaan Mahasiswa


Pembahasan karakteristik sangat relevan untuk diketahui mahasiswa guna
memberikan kegunaan melalui dasar kuliah berikutnya yaitu matakuliah konservasi
tanah dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat mengetahui ruang
lingkup pentingnya karakteristik DAS yang mempengaruhi kualitas, kontiunitas dan
kuantitas DAS.

5.4. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan ciri-ciri
karakteristik DAS kaitannya dengan pola lairan sungai, morfometri DAS, bentuk DAS.
Bab ini merupakan dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu mata kuliah konservasi tanah
dan air. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat membatasi atau
mengetahui ruang lingkup karakteristik DAS. Selain itu mahasiswa juga akan
menyadari bahwa pola lairan sungai, morfometri DAS, bentuk DAS akan
mempengaruhi kualitas DAS.

- 53 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
5.5. Materi
5.5.1. Karakteristik Daerah Aliran Sungai
Karakteristik DAS merupakan komponen penting yang perlu untuk diidentifikasi
sebagai tahap awal pengelolaan suatu DAS. Seyhan (1977), menyatakan bahwa
karakteristik Daerah Aliran Sungai dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor
lahan (ground factor), yang meliputi topografi, tanah, geologi, geomorfologi dan
faktor vegetasi serta penggunaan lahan. Peran vegetasi mempunyai arti yang sangat
penting dalam proses hidrologi suatu DAS terutama intercepting hujan yang jatuh dan
transpirating air yang terabsorpsi oleh akarnya. Tipe dan distribusi tanah dalam
suatu Daerah Aliran Sungai penting untuk mengontrol aliran bawah permukaan
( sub surface flow) melalui proses infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah dengan
kedalaman dan luas tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan timbunan
kelembaban tanah ( soil moisture storage).
Berdasarkan surat Kementrian Kehutanan No. P.3 tahun 2013 Karakteristik DAS
adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan
dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan,
hidrologi dan manusia. Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 bagian, yaitu
karakteristik biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan,
yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Karakteristik biogeofisik meliputi: karakteristik meteorologi DAS, karakteristik
morfologi DAS, karakteristik morfometri DAS, karakteristik hidrologi DAS dan
karakteristik kemampuan DAS.
b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi:
karakteristik sosial kependudukan DAS, karakteristik sosial budaya DAS,
karakteristik sosial ekonomi DAS dan karakteristik kelembagaan DAS.

5.5.2. Pola Aliran Sungai


Pola aliran suatu sungai besar dapat terbentuk oleh sungai-sungai yang lainnya
yang secara bersama-sama mengalirkan/mengeringkan air membuat jaringan kerja
drainase. Dalam suatu DAS, sungai-sungai (baik utama maupun cabang) secara
keseluruhan membentuk suatu pola jaringan. Umumnya dipengaruhi oleh struktur
geologi daerah. Pola aliran DAS tidak selalu sama antara DAS yang satu dengan DAS

- 54 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
yang lain bahkan dalam satu DAS dapat terbentuk beberapa pola aliran yang
dikendalikan oleh struktur geologi seperti kekar, jenis kemiringan lapisan, lipatan, dsb.
Menurut penelitian yang dilakukan dalam skala DAS, pola aliran berpengaruh
terhadap kerapatan dalam menentukan besar debit puncak dan waktu lamanya. Arthur
D. Howard telah mengklasifikasikan pola aliran sungai dalam beberapa kategori yaitu
pola dasar, modifikasi pola dasar dan gabungan modifikasi pola dasar. Dengan
demikian setiap pola mencerminkan struktur dan proses yang mengontrolnya. Telah
dikenal 8 pola dasar aliran sungai yaitu:
a. Dendritik
Pola berbentuk cabang/mendaun ini umumnya terbentuk pada lapisan sedimen
mendatar sedimen-sedimen yang satu jenis, atau batuan yang mempunyai resistensi
yang sama. Bentuk pola ini menyerupai pelebaran bentuk silang pohon beringin.
b. Paralel
Pola yang berbentuk sejajar ini umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan
umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan
sejajar, serta miring.
c. Trellis
Pola berbentuk pagar ini terbentuk pada daerah batuan sedimen yang miring / terlipat
/ pada daerah batuan sedimen yang terubah. Dapat juga pada daerah dengan patahan
dan kekar yang saling tegak lurus atau pada daerah dengan bukit-bukit sejajar.
d. Rektangular
Pola berbentuk menyudut ini hampir sama dengan trelis, hanya jumlah sungai yang
lebih sedikit / orde sungai sedikit.
e. Radial
Pola yang berbentuk memencar ini muncul pada daerah dengan bentuk berhubungan
atau berbentuk kerucut, dan biasanya dijumpai pada daerah gunungapi.
f. Annular
Pola berbentuk cincin ini terletak di daerah sekitar bumbungan (kubah) terutama bila
terdapat perselingkuhan batuan yang lunak dan keras, sehingga sungai iuta mengalir
sejajar arah lapisan, anak-anak sungai, searah dengan kemiringan lapisan.

- 55 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
g. Pinnate
Pola dengan banyak cekungan (pasu) ini muncul pada basement berbagai variasi
dengan kondisi geologinya. Dapat terjadi pada daerah dengan banyak cekungan akibat
pelarutan, atau daerah gunungapi sekarang. Atau pada daerah cekungan yang belum
diketemukan sebab-sebabnya.
h. Centripetal
Pola ini muncul pada daerah sengan struktur geologi yang kompleks. Umumnya
berasosiasi dengan batuan metamorfik kompleks dengan lipatan yang intensif, intrusi,
kekar, dsb.

Gambar 5.1. Pola Aliran Sungai

Pada beberapa unit lahan dapat dijumpai pola dasar aliran sungai (Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Pola dasar aliran sungai pada unit lahan


- 56 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
5.5.3. Morfometri DAS
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait
dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses
pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah
luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien
kecuraman sungai.

a) Luas DAS
DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas
daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta
topografi.

b) Bentuk DAS
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju
outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang
diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin
lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga
fluktuasi banjir semakin rendah.
Bentuk DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai
nisbah memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan ('circularity ratio'/Rc).
Macam-macam bentuk Daerah Aliran Sungai (Gambar 5.3), yaitu:
1. DAS berbentuk bulu burung
DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak-anak sunga
(sub-DAS) mengalir memanjang di sebalah kanan dan kiri sungai utama. Umumnya
memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup lama karena suplai air datang
silih berganti dari masing-masing anak sungai.
2. DAS berbentuk radial
Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau nyaris lingkaran. Anak-anak
sungai (sub-DAS) mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi terkonsentrasi pada
satu titik secara radial, akibat dari bentuk DAS yang demikian. Debit banjir yang
dihasilkan umumnya akan sangat besar, dalam catatan, hujan terjadi merata dan
bersamaan di seluruh DAS tersebut.

- 57 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
3. DAS berbentuk parallel
Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup besar di
bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS tersebut dapat
memiliki karakteristik yang berbeda. Dan ketika terjadi hujan di Kedua sub-DAS
tersebut secara bersamaan, maka akan sub DAS tersebut secara bersamaan, maka
akan berpotensi terjadinya banjir relative besar

Gambar 5.3. Bentuk DAS; (a) bulu burung, (b) radial, (c) parallel

c) Jaringan sungai
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang
dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari
nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu
dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai
dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar. Orde sungai adalah posisi
percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS.
Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula
alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler,
Shreve, dan Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk
diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode
Strahler,alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan
- 58 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
ordepertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2),
demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang
paling besar

d. Kerapatan aliran
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air
permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang
mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang
jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat
kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-
badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan
banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan
persamaan:
dimana:
Dd= indeks kerapatan aliran sungai (km/km )
L= jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km)
A= luas DAS (km )
Indeks kerapatan aliran sungai diklasifikasikan sebagai berikut:
Dd: < 0.25 km/km : rendah
Dd: 0.25 - 10 km/km : sedang
Dd: 10 - 25 km/km : tinggi
Dd: > 25 km/km : sangat tinggi
Berdasarkan indeks tersebut dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan sungai
menjadi kecil pada kondisi geologi yang permeable, tetapi menjadi besar ntuk daerah
yang curah hujannya tinggi.
Di samping itu, jika nilai kerapatan aliran sungai:
b. < 1 mile/mile (0.62 km/km ), maka DAS akan sering mengalamipenggenangan
c. > 5 mile/mile (3.10 km/km ), maka DAS akan sering mengalami kekeringan
Bentuk wilayah sungai seperti gambar berikut:
Pada garis dasarnya badan sungai dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu bagian hulu, tengah dan hilir (Gambar 5.4)

- 59 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Ciri-ciri dari sungai bagian hulu, antara lain:
1. Kemiringan sungainya sangat besar.
2. Aliran sungai deras dan banyak ditemukan jeram (air terjun)
3. Erosi sungai sangat aktif.
4. Erosinya kearah vertical (ke arah dasar sungai).
5. Lembah sungainya berbentuk V
Ciri-ciri dari sungai bagian tengah, antara lain:
1. Kemiringan sungai sudah berkurang.
2. Aliran sungai tidak seberapa deras dan jarang dijumpai jeram.
3. Erosi sungai agak berkurang dan sudah ada sedimentasi.
4. Erosi sungai berjalan secara vertical dan horizontal.
5. Lembah sungainya berbentuk U
Ciri-ciri dari sungai bagian hilir, antara lain:
1. Kemiringan sungai sangat landai.
2. Aliran sungai berjalan sangat lamban.
3. Erosi sungai sudah tidak ada yang ada adalah sedimentasi.
4. Sedimentasi membentuk daratan banjir dengan tanggul alam.
5. Lembah sungai berbentuk huruf U.

Gambar 5.4. Bentuk wilayah sungai

- 60 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB 6
PENGELOLAAN DAS
TERPADU
6.1.Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi pada materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep
pengelolaan DAS terpadu. Indikator pencapaian kompetensi meliputi: 1) mengetahui
para pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS terpadu; 2) menjelaskan prinsip-
prinsip pengelolaan DAS terpadu.

6.2 Gambaran Umum Materi


Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan
pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem.
Ekosistem DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai
komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu
dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan
pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan
kepentingan masing-masing serta mempertimbangkan prinsip-prinsip saling
ketergantungan

6.3. Relevansi Bab ini Dengan Kegunaan Mahasiswa


Bab ini merupakan dasar kuliah-kuliah berikutnya yaitu pada matakuliah ekologi
hutan. Dengan menguasai bab ini mahasiswa akan dapat mengetahui ruang lingkup
pentingnya keterpaduan pengelolaan DAS berbasis ekosistem.

6.4. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian
pengelolaan DAS terpadu, unsur-unsur yang terlibat dalam pengelolaan DAS terpadu.
Bab ini merupakan dasar kuliah berikutnya yaitu mata kuliah ekologi hutan. Dengan
menguasai bab ini mahasiswa akan dapat membatasi atau mengetahui ruang lingkup
keterpaduan DAS dalam konsep pengelolaannya. Selain itu mahasiswa juga akan
menyadari bahwa pengelolaan DAS terpadu memerlukan dukungan ilmu-ilmu lain.
- 61 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
6.5 Materi
6.5.1. Pengertian
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara Terpadu merupakan sebuah
pendekatan holistik dalam mengelola sumberdaya alam yang bertujuan untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam secara
berkesinambungan. Di daerah dataran tinggi curah hujan yang jatuh akan mengalir
dan berkumpul pada beberapa parit, anak sungai, dan kemudian menuju ke sebuah
sungai. Keseluruhan daerah yang menyediakan air bagi anak sungai dan sungai-sungai
tersebut merupakan daerah tangkapan air (Catchment area), dikenal sebagai Daerah
Aliran Sungai (DAS).
DAS merupakan unit hydro-geologis yang meliputi daerah dalam sebuah tempat
penyaluran air. Air hujan yang jatuh di daerah ini mengalir melalui suatu pola aliran
permukaan menuju suatu titik yang disebut outlet aliran air. Untuk tujuan pengelolaan
dan perlindungan, DAS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu DAS bagian hulu, DAS bagian
tengah dan DAS bagian hilir. Daerah hulu merupakan daerah yang berada dekat
dengan aliran sungai yang merupakan tempat tertinggi dalam suatu DAS, sedangkan
daerah hilir adalah daerah yang dekat dengan jalan ke luar air bagi setiap DAS dan
daerah tengah adalah daerah yang terletak di antara daerah hulu dan daerah hilir.
DAS memiliki aspek sosial yang kompleks. Sebagian penduduk yang memiliki
tanah di DAS atau yang bergantung pada sumber DAS tidak tinggal di dalam DAS
tersebut. Dengan kata lain ada petani yang tinggal di luar DAS, yang merupakan
pemilik lahan pertanian yang terletak dalam suatu DAS atau penduduk yang
memanfaatkan sumber daya alam ini. Ada petani yang tidak memiliki lahan garapan,
dan ada petani yang memiliki lahan di beberapa DAS. Aspek sosial ini sangat berperan
dalam pembentukan sebuah lembaga yang mengelola program DAS. Oleh karena itu,
kompleksitas ini sangat penting untuk dipahami sebelum sebuah lembaga terbentuk.

6.5.2. Tujuan Pengelolaan DAS terpadu


Tujuan pengelolaan DAS terpadu adalah membantu masyarakat
mengembangkan visinya tentang apa yang mereka inginkan terhadap DAS yang
berada di daerah mereka, misalnya dalam 10 tahun ke depan, dan mencari strategi
untuk mencapai visi tersebut. Program ini hanya menyediakan sumberdaya yang

- 62 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
dibutuhkan untuk melaksanakan strategi yang secara kritis dipicu oleh faktor pemicu
dan mengembangkan kelembagaan masyarakat yang dibutuhkan untuk memenuhi visi
tersebut.
Maksud pengelolaan DAS terpadu adalah suatu pendekatan yang melibatkan
teknologi tepat guna dan strategi sosial untuk memaksimalkan pengembangan lahan,
hutan, air dan sumebrdaya manusia dalam suatu daerah aliran sungai, yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkesinambungan. Dengan kata lain
pengelolaan DAS ini bertujuan agar generasi masa depan dapat menikmati
sumberdaya alam yang lebih sehat dan lebih produktif dari generasi sekarang. Di masa
mendatang penduduk jangan lagi dianggap hanya penerima manfaat, tetapi mereka
harus ikut berpartisipasi aktif mulai dari perencanaan, pembuatan anggaran dan
pelaksanaan kegiatan di lapangan.

6.5.3. Komponen Pengelolaan DAS Terpadu


Program pengelolaan DAS terpadu adalah sebuah paket yang menyatukan
semua komponen DAS berdasarkan prioritas masyarakatnya. Program ini memiliki
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Pengembangan Sumberdaya Alam: Lahan, Hutan dan Air
Penduduk yang tinggal dalam DAS dan menggunakan sumberdaya alam
tersebut merupakan bagian penting dari program pengelolaan DAS. Mereka
merupakan sumber utama dan perlu menginvestasikan dananya demi kemajuan
pengelolaan DAS.
Program ini harus bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen
penduduk akan perlunya perlindungan sumberdaya alam agar saling menguntungkan.
(Peternak harus memberi makan dan memelihara sapi yang dimiliki agar dapat diperas
susunya; hal ini sama dengan kebutuhan untuk memelihara dan melindungi
sumberdaya alam agar dapat menghasilkan jasa-jasanya, termasuk jasa-jasa
lingkungan).
Disamping itu, pengembangan keahlian, kearifan dan rasa percaya diri
penduduk dalam mengelola dan meningkatkan sumberdaya alam sangat dibutuhkan.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberi dukungan bagi kelompok dalam membina

- 63 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
kelembagaan yang mengembangkan visi/misi mereka, sebuah strategi untuk
memenuhi visi mereka.
2. Tindakan pengendalian untuk meminimumkan laju degradasi dan
memperbaiki sumberdaya alam
Tindakan ini termasuk pengendalian lahan yang dapat ditanami (baik milik
pribadi yang ditanami ataupun lahan tidur milik pribadi), lahan tidur, aliran air dan
kelembagaan sosial. Tindakan ini juga meliputi perbaikan sumberdaya alam seperti
pohon, tanaman semusim, hutan, air permukaan.
3. Pengelolaan Sumberdaya Alam: Lahan, Hutan dan Air
Pengelolaan sumberdaya alam sama pentingnya dengan menumbuhkannya.
Jika tidak dilakukan maka akan menyebabkan degradasi. Misalnya:
o Pengelolaan tanah yang efektif memerlukan pengelolaan kesuburannya secara
terpadu untuk mempertahankan tingkat produktivitas tanaman pangan. Talud saja
tidak cukup.
o Pengelolaan air yang meliputi kegiatan untuk meningkatkan penggunaan air tanah
(green water) dan air permukaan (blue water) secara efisien seperti pengontrolan
irigasi yang berlebihan, penggunaan sistem irigasi drip (menetes) atau pot (lubang
didalam tanah), penanaman bersistem tadah hujan, penanaman yang tidak
membutuhkan banyak air dll.
o Pengelolaan sumberdaya alam seperti hutan lestari, penampungan limbah organik,
penampungan air hujan dll, meliputi penyusunan strategi yang melibatkan
penduduk yang mengelola sumberdaya alam tersebut (perlindungan hutan dengan
menggunakan dana dan proyek tidaklah cukup).
4. Diversifikasi Mata Pencaharian
Dalam sebuah pendekatan pengelolaan DAS terpadu, peningiatan pendapatan
rumahtangga melalui non-pertanian sangat penting untuk dlakukan, karena hal ini
dapat mengurangi tekanan pada sumberdaya alam dan memberi kesempatan pada
penduduk yang tidak mempunyai lahan pertanian atau penduduk sekitar yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dari kegiatan yang berhubungan dengan
pertanian saja.
Dalam situasi pertanian yang tidak menguntungkan, seperti pada daerah rawan
kekeringan, hal ini perlu dilaksanakan oleh penduduk miskin di pedesaan. Kegiatan

- 64 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
tersebut meliputi kegiatan penyuluhan seperti peternakan dan pertanian. Kegiatan ini
seperti perdagangan dan usaha berskala kecil juga cukup membantu. Akan tetapi,
beberapa penduduk pada awalnya kurang terterik untuk melaksanakan kegiatan ini
karena kurangnya keahlian, pengetahuan, rasa percaya diri ataupun modal usaha.
Oleh karena itu, pengenalan potensi untuk mendukung penduduk yang
berkeinginan melaksanakan kegiatan tersebut sangat penting untuk dilakukan.
Disamping itu, perlu diketahui juga strategi rumahtangga pedesaan dalam memenuhi
kebutuhan dan kecukupan pangannya.

6.5.4. Panduan Teknis Pengelolaan DAS Terpadu


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-
unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta
sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di
beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat
kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya
yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin
menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi,
banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam
menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian
besarnya.
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu,
khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak
tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa
kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat
pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan
(institutional arrangement).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya
ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-
sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya koordinasi dan
sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan

- 65 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat
komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu,
dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan
pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan
kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program
yang telah direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai
hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum.
Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan kajian
integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan
konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien.

6.5.5. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Terpadu


Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang
bersifat partisipatif dari berbagai pihak-pihak yang berkepentingan dalam
memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan
partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa
tanggung jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara
sesama stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan
dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam
pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang
proporsional di antara pihak - pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan
pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan dengan jelas.
Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
(1). Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
(2). Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS
dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat.

- 66 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah:
(1). Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.
(2). Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan
masyarakat.
(3). Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam
penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah.
(4). Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan
pengelolaan DAS secara berkelanjutan.
(5). Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan
berkeadilan.
Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain
harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan
permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran
paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS,
peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS.

6.5.6. Implementasi Pengelolaan DAS terpadu


Pengelolaan Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi
berbagai sektor/sub sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam
pada suatu DAS, sehingga di antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan,
mempunyai rasa tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (inter-
dependency). Demikian pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya
tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi harus ditanggung oleh
semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan
kelestariannya.
Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus
mengikuti prinsipprinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen
masukan utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit
aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya.
DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan
manusia berfungsi sebagai prosesor.

- 67 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestariannya
berikut ini.

6.5.7. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (catchment area)


Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan
konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA), Dinas/instansi terkait dan masyarakat,
sebagai pelaksana pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan kegiatan
pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA
diutamakan untuk meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan
barang dan jasa bagi masyarakat dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem
DAS. Kegiatan tersebut dilakukan melalui tataguna lahan (pengaturan tataruang),
penggunaan lahansesui dengan peruntukannya (kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan
dan lahan yang telah rusak, penerapan teknik-teknik konservasi tanah, pembangunan
struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor. Dilakukan pula kegiatan
monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana
pengelolaan DAS.
Latihan soal
1. Jelaskan apa yang dimaksud pengelolaan DAS terpadu
2. Jelaskan tujuan sasaran pengelolaan DAS terpadu
3. Jelaskan komponen pengelolaan DAS terpadu

- 68 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.


Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Bates BC, Kundzewicz ZW, Wu S, Palutikof JP (Eds). 2008. Climate Change and Water.
Technical paper of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Geneva,
Switzerland: IPCC Secretariat.
Becerra, E. H. 1995. Monitoring and Evaluation of Watershed Management
ProjectAchievements. FAO Conservation Guide 24. FAO. Rome.
Brooks, K. N, H. M. Gregersen, A. L. Lundgren, and R. M. Quinn. 1990. Manual on
Watershed Management Project Planning, Monitoring and Evaluation . ASEAN-
US Watershed Project. Philippines.
Dasanto, B.D. 2000. Penuntun Praktikum Model Hidrologi Daerah Aliran Sungai.
Makalah Pelatihan Agroklimatologi. Jur. Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB
Bekerjasama Bagpro Peningkatan SDM Ditjen Dikti Depdiknas. Bogor, 14-26
Agustus 2000.
Davie T. 2008. Fundamental of Hydrology – 2nd ed., Routledge Fundamentals of
Physical Geography, Taylor & Francis e-Library.
Dephut. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial
Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jurnal
Dephut. Jakarta.
Guo H, Hu Q, Jiang T. 2008. Annual and seasonal stream flow responses to climate
and land cover changes ini the Poyang lake basin, China. Journal of Hydrology
355:106-122.
Hidayat, Y., 2001. Aplikasi Model ANSWERS dalam Mempredikasi Erosi dan Aliran
Permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung Barat.
Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2007. Climate Change 2007:
Regional Climate Projections. Geneva, Switzerland: IPCC Secretariat.

- 69 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Kaimuddin. 2000. Kajian Pendugaan Intersepsi Hujan pada Tegakan Pinus merkusii,
Agtahis loranthifolia dan Schima wallichii di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 72 h.
Kartasapoetra, A.G., dkk. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Kartasapoetra, G.A.G. Kartasapoetra. dan M.M. Sutedja. 1987. Teknologi Konservasi
Tanah dan Air. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Kep.Men.Hut. No.52/Kpts-II/2001. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan
DAS. DitJen RLPS. Dit. RLKT.
Kertonegoro, Bambang Djadmo; Syamsul Arifin Siradz. 2006. Kamus Istilah Ilmu
Tanah. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Linsley. 1980. Applied Hydrology. New Delhi: Tata McGraw Hill Publication. Co
Sarief, S. 1985. Konservasi Tanah dan Air, Pustaka Buana, Bandung.
Seyhan, E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. UGM Press, Yogyakarta
Simoen, S. 1985. Masalah Sedimentasi dalam Rangka pengelolaan DAS. Lokakarya
Pegelolaan DAS Terpadu, Departemen Kehutanan dan Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Bandung : Nova.
Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Sudarmadji,T., 1995. Dampak Pembangunan terhadap Kondisi Hidrologis Kawasan
Daerah Aliran Sungai(DAS). Materi Kursus Dasar-Dasar Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Tanggal 19 Juni – 2 Juli 1995. PPLH UNMUL
Suyono. 1996. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Konteks Hidrologi Dan
Kaitannya Dengan Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan
Lektor Kepala Madya Pada Fakultas Geografi UGM. Jogjakarta: Fakultas
Geografi UGM.
Tanika L, Rahayu S, Khasanah N, Dewi S. 2016. Fungsi Hidrologi pada Daerah Aliran
Sungai (DAS): Pemahaman, Pemantauan, dan Evaluasi. Bahan Ajar 4. Bogor,

- 70 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional
Program.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia Suatu rekaman dan Analisa. CV.
Rajawali, Jakarta.
Van Noordwijk M, Agus F, Suprayogo D, Hairiah K, Pashya G, Verbist B, Farida A. 2004,
Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Kelestarian Fungsi Hidrologis
Daerah Aliran Sungai (DAS), Jurnal Agrivita. Vol 26.

- 71 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 72 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
INDEKS

A
Adveksi 32
Aliran batang 23
Aliran permukaan 22

B
Buffer area 12

D
Danau/laut 4,6
DAS 3, 4,5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 44, 45, 46, 61, 62, 63, 64, 65, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 79,
80, 81, 82, 83, 84, 85
DAS terpadu 74, 75, 76, 77, 79, 80, 81, 82

E
Evaporasi 28, 29, 30
Evapotranspirasi 27, 31

H
Hidrologi 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35
Hilir 7, 8, 46
Hulu 7, 8

I
Infiltrasi 27, 33
Intersepsi 27, 29

K
Kondensasi 31

- 73 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
P
Perkolasi 29
Presipitasi 32

R
Run off 32, 33, 46

S
Soil conservation 16
Sublimasi 31
Sustainable development 11

T
Tangkapan air 3, 6
Transpirasi 29, 30

W
Watershed 5, 19

- 74 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
GLOSARIUM
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung
bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima, menyimpan dan
mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur sungai dan terus mengalir
ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai uatama
Sub-sub DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara
alamiah, dimana air hujan meresap atau mengalir melalui ranting aliran sungai yang
membentuk bagian dari Sub DAS
Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai
daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah
Bagian hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan
dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung, kerapatan drainase
relatif tinggi
Bagian tengah DAS adalah daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian hilir
dan mulai terjadi pengendapan sedimen.
Bagian hilir DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan dengan
topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan sedimen atau alluvial
Pengelolaan DAS adalah proses perumusan dan pelaksanaan serangkaian tindakan
yang melibatkan manipulasi dan sistem alam dan suatu DAS untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu ke arah pembangunan yang berkesinambungan (lestari)
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, proses terjadinya,
peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan
lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke
atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut
oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan
secara kontinu
Evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air)
dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).

- 75 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup
tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula,
dan lentisel.
Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di seluruh
permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada jaringan
mahluk hidup.
Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung menjadi uap
air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang
lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan
Adveksi adalah proses pergerakan uap air secara horizontal yang dilakukan oleh
angin.
Prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang tinggi.
Surface Run off atau limpasan permukaan adalah suatu proses pergerakan air
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi
Infiltrasi adalah proses pergerakan air ke dalam pori tanah
Debit air adalah volume air yang mengalir melalui penampang basah sungai dalam
satuan waktu tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik perdetik
(m3/detik) atau liter perd detik (1/detik)
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik erosi permukaan, erosi parit, atau tipe erosi
lainnya
Morfometri DAS adalah ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan
aspek geomorfologi suatu daerah.
Pengelolaan DAS terpadu adalah pendekatan holistik dalam mengelola sumberdaya
alam yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dalam mengelola
sumberdaya alam secara berkesinambungan

- 76 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
BIOGRAFI
Dr. Naharuddin, M.Si., dilahirkan di Mosso, Sulawesi
Barat, 30 Desember 1972. Putra ketiga dari empat
bersaudara dari ayah yang bernama Sumani (Almarhum)
dan ibu Hj. Sitti Ama. Menikah dengan Sarini, S.Pt., pada
tahun 2002 dan dikarunia dua orang anak bernama Naila
Amanda Ramadhani dan Ahmad Risqullah Fauzan.
Pendidikan diawali di Sekolah Dasar Negeri Mosso No. 25. tahun 1979 dan lulus tahun
1985. Melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri Pambusuang lulus tahun
1988 dan ke sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Palu lulus tahun 1992. Pendidikan
tinggi S1 diawali pada tahun 1992 di Universitas Tadulako Palu dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun 1999 melanjutkan studi jenjang S2 di Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar, Program Studi Lingkungan Hidup/Konservasi
Sumberdaya Alam dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) pada tahun 2001.
Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 Program Studi Doktor Ilmu
Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman memperoleh gelar Doktor
(Dr) pada tahun 2017. Pekerjaan diawali pada tahun 2001 sebagai Pegawai Negeri
Sipil di Universitas Tadulako dan menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Jurusan
Kehutanan hingga tahun 2010, selanjutnya sampai sekarang menjadi staf pengajar di
Fakultas Kehutanan Jurusan Kehutanan. Selama masa kerja di Fakultas Pertanian
pernah menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Manajemen Hutan (2004-2007)
dan Sekretaris Jurusan Kehutanan (2007-2010). Di Fakultas Kehutanan pernah
menjabat sebagai Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan (2010-
2013). Pada saat ini, fokus penelitian penulis adalah aspek hidrologi dan pengelolaan
DAS.

- 77 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 78 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dr. Herman Harijanto, MP., dilahirkan di Ujung
Pandang, Sulawesi Selatan, 13 Mei 1966. Putra Pertama
dari enam bersaudara dari ayah yang bernama FT. Taruk
(almarhum) dan ibu Maria Tandi Tulank (almarhumah.
Menikah dengan Fransiska R Situru SH., pada tahun 2003
dan dikarunia dua orang anak bernama Marlon Harijanto
dan Cristian Mario Harijanto.
Pendidikan diawali di Sekolah Dasar ST Yakobus, tahun 1973 lulus tahun 1979
Melanjutkan ke SMP Negeri 1 Makakassar 1979 lulus tahun 1982, selanjutnya
melanjutkan ke SMA Negeri II Makassar lulus tahun 1985. Pendidikan tinggi S1 diawali
pada tahun 1985 di Universitas Hasanuddin Makassar bidang ilmu kehutanan dan lulus
pada tahun 1990. Pada tahun 1995 melanjutkan studi jenjang S2 di Program
Pascasarjana Universitas Mulawarman Samarinda, Program Studi ilmu kehutanan dan
memperoleh gelar Magister Pertanian (M.P.) tahun 1999. Pada tahun 2008
melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan memperoleh gelar Doktor (Dr) dan lulus
pada tahun 2014. Pekerjaan diawali pada tahun 1991-1994 di PT. Sinar Kaili dengan
jabatan sebagai asisten manajer. Pada tahun 1993 diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil di Universitas Tadulako di Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan hingga tahun
2010. Sejak tahun 2010 hingga sekarang bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas
Kehutanan. Selama masa bekerja di Fakultas Pertanian pernah menjabat sebagai Ketua
Pengelolan Hutan Pendidikan (2005-2007). Fokus penelitiannya adalah konservasi tanah dan
air.

- 79 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 80 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dr. Ir. H. Abdul Wahid, M.Si, lahir di Ujung Pandang
pada tanggal 14 Agustus 1958, anak pertama dari pasangan
Ayah H. Abdullah (almarhum) dan Ibu Hj. Siti Dewi
(almarhumah). Menikah dengan Hj. Susilawati dan telah
dikaruniai 4 (empat) anak masing-masing Rheza Suwahyo
Wahid, S.Hut, dr. Rafly Suwandhi Wahid, Ririn Suwahyuni
Wahid, S.KM dan Reyhan Hendrawan Wahid.
Penulis mengikuti pendidikan dasar pada SD Negeri No. 54 di Ujung Pandang, tamat
tahun 1971, melanjutkan pendidikan menengah pertama pada SMP Negeri I di Ujung
Pandang, tamat tahun 1974, Pada tahun 1974 melanjutkan pendidikan menengah atas
pada SMA Negeri II di Ujung Pandang, tamat tahun 1977, melanjutkan Sarjana Muda
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, tamat tahun 1982, melanjutkan Sarjana Teknik
Sipil Universitas Hasanuddin, tamat tahun 1985, melanjutkan Magister Sains
Manajemen Perkotaan Universitas Hasanuddin, tamat tahun 2003, kemudian
melanjutkan Doktor Ilmu Pertanian Konsentrasi Kehutanan dengan bidang keahlian
Erosi dan Sedimentasi di Universitas Hasanuddin, tamat tahun 2008. Menjadi asisten
dosen jurusan Teknik Sipil Unhas tahun 1983, asisten Tenaga Ahli Proyek Balai
Kemanunggalan ABRI-Rakyat di Makassar dan Proyek PLTA Bakaru dari PT. Hutama
Karya tahun 1984-1985, Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako tahun
1986, Staf Ahli pada Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Untad tahun
1987-1988, dosen PTS STIA Panca Marga dan Unismuh Palu provinsi Sulawesi Tengah
tahun 1989-1990, Ketua Program Studi D3 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Tadulako tahun 2000-2002. Tahun 2003-2008 Studi S3 di Universitas Hasanuddin
Tahun 2009-2010 kembali bertugas di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik dan
selanjutnya Tahun 2011 dimutasi ke Fakultas Kehutanan dan Tahun 2014-2015
menjadi Ketua Pusat Studi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PUSREHUT).

- 81 - BUKU AJAR| PENGELOLAAN DAS DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai