Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

APENDISITIS AKUT

Pembimbing : dr. Putu Kusumawati

Oleh:

Dr. Kyuu Kesawa Deliveryanta.

Internship

Rumkit Tk. IV Wirasatya, Singaraja

Periode November 2017 –November 2018


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Putu Kusumawati sebagai
pembimbing dalam pembuatan laporan kasus ini yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing kami. Tidak lupa kami juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lain
yang telah membantu dan mendukung kami dalam proses penyusunan laporan kasus ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus kami masih memiliki kekurangan. Karena itu,
penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan. Penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang dapat berguna untuk memperbaiki kekurangan kami di kemudian hari.
Akhir kata penyusun berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
kedokteran dan menambah pengetahuan kita semua. Atas perhatian dan waktu yang diberikan,
penyusun ucapkan terima kasih.

Singaraja, Juni 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis yang


merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia. Appendicitis
akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan
remaja.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 kasus dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah
dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan
antibiotik yang lebih baik, appendicitis masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan
dikarenakan diagnosis appendicitis akut terkadang sulit.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting
dalam mendiagnosis appendicitis. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan
dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis
dan shock.
BAB II
STATUS PASIEN

Identitas
 Nama : Tn.AP
 Usia : 36 tahun
 Alamat : Singaraja
 Suku : Bali
 Agama : Hindu
 Tanggal masuk RS : 9 September 2018

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah 1 hari SMRS..


Keluhan Tambahan : lemas, mual, muntah, demam, diare minimal
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki, 36 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ±11 jam
SMRS, awalnya dikatakan diawali dengan mual muntah dan rasa tidak nyaman pada lambung,
lalu merambat ke perut kanan bawa. Nyeri dirasakan terus menerus, melilit seperti diremas-
remas. Nyeri dikatakan tidak membaik dengan tidur maupun duduk. Nyeri dirasakan makin
hebat bila pasien berdiri atau berjalan. Nyeri disertai lemas dan mual. Pasien dikatakan sempat
muntah 1 kali. Muntahan berisikan sisa makanan. Demam juga dirasakan oleh pasien, namun
tidak sempat diukur. Keluhan lain pasien dikatakan merasakan BAB dengan perubahan
konsistensi ke cair namun pasien lupa berapa kali. Tidak ada keluhan BAK, seperti nyeri, terasa
tidak tuntas, panas dan berdarah.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat sakit maag (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat operasi sebelumnya (-)
Riwayat Kebiasaan : Pasien merokok kurang lebih sebanyak 1 bungkus per hari. Dan terkadang
meminum alcohol saat acara keagamaan
Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat keluarga yang mengalami hal serupa disangkal

Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
 Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 TD : 120/80mmHg
 Nadi : 84x/ menit
 Pernapasan : 18x/ menit
 Suhu aksila : 37,5oC
 Kepala dan wajah : normocephali, deformitas (-)
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-. Pupil isokor,
refleks cahaya langsung +/+.
 Hidung : sekret -/-, septum di tengah
 Telinga : sekret -/-, serumen +/+ minimal
 Mulut : mukosa basah, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
 Leher : pembesaran KGB (-)

 Thoraks
 Paru :
I : Tampak simetris pada pernapasan statis dan dinamis
P : stem fremitus kanan = kiri
P : sonor pada kedua lapang paru
A : Bunyi napas vesicular, wheezing -/-, rhonki -/-
 Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
P :Batas kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS III sinistra
Batas kanan : ICS V linea sternalis sinistra
A : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
I : datar, distensi (-), skar (-) benjolan
P: Supel, Mc Burney Sign (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (-), Obturator sign
(+), Psoas sign (+)
Hepar,lien, ginjal tidak teraba
P: Timpani di seluruh kuadran
A: Bising usus (+) , Meningkat
 Pinggang dan punggung : alignment vertebra baik
Punggung
I : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
P : fremitus taktil simetris
P : Sonor +/+, nyeri ketuk CVA -/-
A : suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-
 Ekstremitas : Teraba dingin, CRT < 2 dtk
 Refleks : reflex fisiologis +, reflex patologis –

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium Darah

Jenis pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 12g/dL

Hematokrit 41.3 %

Jumlah Leukosit 16.200 /ul

Jumlah Trombosit 275.000/ul

Waktu perdarahan 1’00

Waktu pembekuan 6’10’’


 Laboratorium Urine
Warna: kuning
Kekeruhan: jernih
Berat jenis: 1,105
pH: 6.5

Diagnosis kerja
Pasien laki-laki 36 tahun dengan akut abdominal pain suspek apendisitis akut.

Planning

- Konsul dr. Made Bagiadnya, Sp.B.

Hasil Konsul
- MRS dengan terapy :
1. IVFD RL flash 20 tpm.
2. Cefotaxime amp 1mg injeksi 1 jam sebelum operasi.
3. KIE pasien untuk dipuasakan.
- Konsul anastesi untuk dilakukan appendectomy besok pk 10.00.
BAB III
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Apendisitis
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

2.2. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi
karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith
ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks
meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-
bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada
pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans
streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus
micros Bilophila species Lactobacillus species

2.3 Embriologi Apendiks


Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua. Sekum mulai
berkembang pada minggu kelima janin, tumbuh sebagai divertikulum dari sekum dengan
panjang 5-6cm. Sekum mulai muncul pada miggu kelima dari janin, tumbuh sebagai
divertikulum dari distal primitive instestinal loop merupakan bagian tengah/midgut.
Perkembangan dari usus tengah memiliki karakteristik berupa elongasi cepat dari usus dan
mesenteriumnya, menghasilkan pembentukan gelung usus primer/primary intestinal loop. Bagian
apeks dari gelung usus primer terhubung dengan kantung kuning telur melalui duktus vitellinus.
Bagian kranial dari gelung usus ini kemudian berkembang menjadi bagian distal dari duodenum,
jejunum dan ileum, sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah dari ileum sekum, apendiks,
kolon asendens dan 2/3 bagian proksimal dari kolon transversal.
Gelung usus primer kemudian akan mengalami pertambahan panjang yang cepat,
terutama di bagian kranial. Pertumbuhan yang cepat dan membesarnya hati yang serentak
menyebabkan rongga perut untuk sementara menjadi terlampau kecil untuk menampung semua
usus dan gelung usus akan masuk ke rongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama
perkembangan minggu keenam (hernia umbilikalis fisiologis). Pada minggu kesepuluh, gelung
usus yang mengalami herniasi, kembali ke dalam rongga abdomen. Faktor yang mempengaruhi
kembalinya gelung usus kedalam rongga abdomen diperkirakan adalah menghilangnya
mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati, dan bertambahnya luas rongga abdomen. Bagian
proksimal dari jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali ke rongga abdomen dan
terletak di sisi kiri. Bagian dari gelung usus yang masuk setelahnya akan terletak semakin ke
kanan. Tunas sekum, yang tampak pada minggu keenam sebagai pelebaran kecil berbentuk
kerucut dari bagian kaudal gelung usus primer, merupakan bagian yang terakhir masuk ke
rongga abdomen, terletak pada kuadran kanan bagian atas, di bawah bagian kanan hepar.

Bagian tunas sekum kemudian bergerak turun menuju ke dalam fossa iliaka kanan dan
membentuk kolon asendens dan fleksura hepatika pada bagian kanan dari rongga abdomen.
Selama proses ini, bagian ujung distal dari tunas sekum membentuk divertikulum sempit, yaitu
apendiks primitif. Apendiks berkembang saat perkembangan kolon asendens, sehingga posisi
akhir dari apendiks pada umumnya terletak posterior dari sekum atau kolon, yaitu
retrosekalis/retrokolika.

2.4. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15),
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Apendiks pada orang dewasa memiliki ukuran yang lebih panjang dibanding
anak-anak. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada bayi.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan
mukosa dipisahkan dari lamina muskularis.Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar
limfe.Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah
besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup
oleh peritoneum viserale.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks menerima darah dari cabang arteri posterior sekum, Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. sedangkan vena
pada apendiks mengalir menuju sistem portal.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh

Gambar 2.1 Variasi Lokasi Apendiks Pada Tubuh


2.3. Patofisiologi dan Klasifikasi Apendisitis
 Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise dan demam ringan
 Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi
edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans
muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
 Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulent
 Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
 Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal

 Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik
2.5 Gambaran Klinis
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus
dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh
lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul.
Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi
seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri
yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks
dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang
retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali
nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis. Jika
inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri saat
kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung
kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset
terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan
iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun
demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendicitis1. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam
ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi.
Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat
menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau
kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau
menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak
yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak
dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.
o Anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa
menjelaskan rasa nyerinya, dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah – muntah, anak
menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi.Begitupun pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadinya perforasi.
o Orang tua berusia lanjut
Gejala seringkali samar – samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadinya perforasi.
o Wanita hamil
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan
apendisitis, yaitu mulai dari alat genital, radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada
wanita hamil dengan usia hehamilan trimester I, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan
pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah, tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

2.9 Diagnosa
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus
vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di
dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada
palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan
ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.
Burney.
3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietal.
4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri
lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan
kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 Apendisitis dapat didiagnosis
menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat pada table :
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke 1
Interpretasi:
kanan bawah Skor 7-10 = apendisitis akut,
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1 Skor 5-6 = curiga apendisitis
Tanda Klinis akut,
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2 Skor l-4 = bukan apendisitis
Demam (suhu > 37,2° C) 1
akut.
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 2
0.000/ml)
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10

 Pemeriksan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah
normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis
b. Pemeriksaan urin
hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan
kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus
dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura.

2.10 Diagnosa Banding


Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis karena penyakit
lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan apendisitis.
diantaranya :
 Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan,
apendisitis akut.
 Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan
perut.
 Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif
untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.
 Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
 Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklusmenstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
 Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa terjadi syok
hipovolemik.
 Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut dan
sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut sehingga
diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
 Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum
mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
 Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai apendisitis
retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria dan terjadi demam atau
leukositosis.

2.11 Terapi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operatif.

1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik

2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang dilakukan
adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase.

2.12 Komplikasi
Komplikasi apendisitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat adanya perforasi,
misalnya peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran
melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar
dan septikemia. Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang
menyebabkan retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel. Keadaan ini sering tidak
menimbulkan masalah klinis, namun walaupun ini jarang terjadi, dapat terjadi ruptura dan sel
epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum

2.13 Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah, serta
stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak berkomplikasi membawa
mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan
pascabedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah
berkurang dramatis menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-
15%) pada anak kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan
intervensi bedah lebih dini

BAB IV

KESIMPULAN
Apendiksitis merupakan peradangan pada Appendix vermicularis. Angka kematian
dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosa apendiksitis pada pasien,
keadekuatan persiapan prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah.
Apendisitis tak berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang
mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia saat ini. Angka
kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis menjadi 2 sampai 5 persen,
tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%) pada anak kecil dan orang tua. Pengurangan
mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
2. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi
16.USA: W.B Saunders companies.2002
3. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh. USA: The Mcgraw-Hill companies.2005

Anda mungkin juga menyukai