Anda di halaman 1dari 10

PENERBITAN SURAT KUASA

MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN ATAS


TANAH OLEH NOTARIS/PPAT DILUAR
WILAYAH KERJA

OLEH :
DEWA GEDE PRADNYA YUSTIAWAN
Pasal 19 PP No. 10 tahun 1961 mengatakan Bahwa: setiap
perjanjian yang dimaksud untuk memindahkan ha katas tanah,
memberikan suatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah
atau meminjam uang dengan tanah sebagai tanggungan harus
dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri agraria. Berdasarkan PP No.
10/1961 dan pasal 1 UUHT bahwa pejabat yang dimaksud
adalah pejabat pembuat akta tanah. (PPAT). PPAT berdasarkan
PP No. 10/1969 tersebut diatas wilayah kerjanya dibatasi hanya
sampai satu atau beberapa kecamatan tertentu dan
berkembang menjadi seluruh kecamatan dalam satu kabupaten.
Pembatasan kawasan tersebut berkaitan erat dengan kewajiban
PPAT untuk memproses lebih lanjut semua transaksi dan
pembebanan pada kantor pertanahan yang kewenangannya
meliputi letak tanah yang bersangkutan ini tercantum dalam
pasal 22 dan pasal 25 PP No. 10 / 1961. Demi untuk
kelancaran proses administrasi, tata usaha pertanahan, dan
efisiensi kerja maka pelaksanaan peralian dan pembebanan
tanah ditugaskan kepada PPAT yang wilayah kerjanya dekat
dengan kantor pertanahan yang berwenang.
Untuk APHT penyebutan wilayah kerja memang perlu, demi
untuk menetapkan apakah tanah yang diberikan sebagai
jaminan terletak pada wilayah mana PPAT tersebut
melaksanakan pembebanan hak atas tanah tersebut. Tetatpi
dalam SKMHT, penyebutan tersebut bisa menimbulkan keragu-
raguan, apakah PPAT yang bersangkutan berhak untuk
menuangkan kuasa si pemberi kuasa dalam akta yang dibuat
dihadapanya, kalau tanah untuk mana diberikan kuasa untuk
membebankan, terletak diluar wilayah kerjanya.

Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak


tanggungan, PPAT disebut sebagai pejabat umum yang diberi
wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,
akta pembebanan hak atas tanah dan, akta pemberian kuasa
membebankan hak tanggungan. Akta yang dimaksud disini
adalah merupakan alat bukti yang pada umumnya mempunyai
fungsi yang utama yaitu dalam hal sebagai alat bukti bagi pihak-
pihak yang bersangkutan untuk melakukan suatu perbuatan
hukum, oleh karena itu peraturan mewajibkan harus dilakukan
dengan akta otentik
Suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuknya
ditentukan oleh undang-undang, dibuat dihadapan pegawai
umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta itu
dibuatnya. Demikian juga kitab undang-undang hukum perdata
merupakan akta otentik di dalam pasal 1869 akta demikian
disebut akta pejabat. Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta-akta otentik tentang semua
tindakan-tindakan, perjanjian-perjanjian dan keputusan-
keputusan, yang diharuskan oleh perundang-undangan umum
untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu
dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya,
menyimpan akta-akta dan mengeluarkan salinan dan kutipan-
kutipannya semua itu apabila pembuatan akta-akta demikian
itu karena perundang-undangan umum tidak pula diwajibkan
atau dikhususkan kepada penjabat-penjabat atau orang lain.
Selain notaris, PPAT juga dapat mengeluarkan sebuah akta.
Dalam membuat sebuah akta seorang PPAT terikat dengan
wilayah hukumnya, oleh karena itu seorang pejabat hanya
berwenang membuat akta mengenai tanah yang terletak dalam
daerah kerjanya saja. Sehingga bagi seorang pejabat (PPAT)
dalam menjalankan tugasnya harus memperhatikan hal-hal
pokok yang menjadi tugasnya dan kewajibanya.
Proses pemberian SKMHT yang letak jaminannya diwilayah kerja
PPAT dan jumlah hutangnya dibawah 50 juta dapat langsung
dating ke PPAT yang dekat dengan tempat tinggal pemberi hak
tanggungan. Kemudian PPAT akan langsung membuatkan
SKMHT. SKMHT ini berguna bagi kreditur apabila debitur tidak
memenuhi kewajiban membayar hutang maka berdasarkan
SKMHT tersebut kreditur dapat membuat APHT dihadapan PPAT
yang mewilayahi letak tanah jaminan.
Kemudian jika hutang diatas 50 juta dan letak tanah jaminannya
diwilayah kerja PPAT maka dapat langsung dibuatkan APHT.
Sedangkan jika letak tanah jaminannya diluar wilayah kerja PPAT
maka perlu dibuatkan SKMHT dan SKMHT tersebut dibuat
secara notarial yaitu dibuat dihadapan notaris, dan dalam jangka
waktu satu bulan harus dilanjutkan dengan pembuatan APHT
yang dilakukan dihadapan PPAT yang mewilayahi letak tanah
jaminan.
SKMHT dapat dibuat dihadapan PPAT yang mempunyai wilayah kerja
diluar letak obyek Hak Tanggungan dapat dibuat dengan Notariil
ataupun PPAT. Dan jika obyek hak tanggungan berada diluar wilayah
kerja PPAT maka SKMHT yang dipakai yaitu SKMHT notarial.
Dipakainya SKMHT yang notarial disini berarti bahwa dalam hal ini
yang membuatnya adalah notaris. Notaris memiliki wilayah jabatan
seluruh provinsi dari tenmpat kedudukanya. (menurut pasal 18 ayat
1 dan 2 Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris)
Beda halnya dengan PPAT yang hanya mewilayahi kabupaten/kota
(menurut pasal 12 ayat 1 dan 2 undang-undang No. 37 tahun 1998
tentang pejabat pembuat akta tanah) walaupun surat kuasa
membebankan hak tanggungan (SKMHT) tersebut dibuat diluar
letak obyek hak tanggungan, maka akibat hukumnya akta SKMHT
tersebut menjadi sah secara Hukum karena dibuat dihadapan
notaris dimana notaris merupakan pejabat yang berwenang
sepanjang hal itu menyangkut mengenai kuasa. Kecuali setelah
SKMHT itu dibuat tidak diikuti dengan pembuatan APHT dalam
jangka waktu tiga bulan untuk tanah yang belum terdaftar dan satu
bulan untuk tanah yang sudah terdaftar atau waktu yang ditentukan
menurut ketentuan yang dimaksud maka SKMHT tersebut batal
demi hukum. (menurut pasal 15 ayat 6 UU No. 4/1996 tentang Hak
tanggungan).
Pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh
pemberi hak tanggungan dihadapan notaris dan PPAT yang
mempunyai daerah kerja dimana tanah jaminan terletak. Jika
SKMHT ini dilanjutkan dengan dibuatnya APHT tapi dibuatnya di
hadapan PPAT diluar wilayah letak obyek hak tanggungan dan
pemberi hak tanggungan tidak dating dihadapan PPAT yang
mewilayahi letak obyek hak tanggungan maka APHT tersebut
tidak bisa dibuat. Karena PPAT hanya mewilayahi kabupaten /
kota dan dalam pembuatan APHT yang berwenang hanya PPAT,
bukan Notaris, karena wewenang PPAT adalah membuat akta-
akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai ha
katas tanah atau hak milik atas rumah susun ( menurut Pasal 1
ayat 1 Undang-undang No. 37/1998 tentang PPAT) sedangkan
Notaris hanya berwenang membuat Surat perjanjian. (menurut
pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 30 tahun 2004
tentang jabatan notaris). Jadi harus dibuat dihadapan PPAT
dimana obyek Hak Tanggungan itu berada.
Apabila ini dilanggar dalam artian pembenanan hak tanggungan
tidak dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan dihadapan
notaris dan PPAT yang mempunyai daerah kerja dimana tanah
jaminan terletak atau tidak menggunakan SKMHT maka akibat
hukumnya PPAt yang bersangkutan akan menolak membuat
APHT serta BPN pun tidak akan menerima pendaftaran hak
tanggungan bila tidak ada APHT yang dibuat oleh Notaris dan
PPAT yang mempunyai daerah kerja dimanan tanah jaminan
terletak kecuali ada SKMHT yang dibuat oleh pemberi hak
tanggungan sendiri.
Jika ada Notaris/PPAT yang mempunyai daerah kerja diluar letak
obyek Hak Tanggungan bersedia membuat APHT tanpa ada
SKMHT yang dilanjutkan dengan pendaftaran Hak Tanggungan
Ke BPN, sedangkan BPN pun menerima pendaftaran Hak
Tanggungan yang dibuat oleh Notaris dan PPAT tersebut
sehingga mengeluarkan Sertifikat hak Tanggungan, Maka akibat
hukumnya sertipikat Hak Tanggungan tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk mengeksekusi jaminan yang dijadikan obyek
hak tanggungan apabila debitor wanprestasi.
Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Pemberian SKMHT dapat dilakukan dihadapan notaris /PPAT
yang mempunyai daerah kerja diluar obyek hak tanggungan
dengan memberikan kuasa kepada pihak lain dengan
menggunakan SKMHT kemudian dalam pembuatanya, SKMHT
tersebut diserahkan kepada Notaris dan PPAT setempat.
2. Akibat Hukumnya bila pemberian SKMHT dilakukan dihadapan
Notaris dan PPAT yang mempunyai daerah kerja diluar obyek
tanah jaminan adalah akta yang dibuat itu sah dan mengikat
para pihak dan pihak ketiga, karena pasal 1868 KUHperdata
dan undang-undang Notaris mengatakan demikian karena
notaris merupakan pejabat yang berwenang, sepanjang akta
tersebut mengenai kuasa, kecuali jika SKMHT tidak diikuti
dengan pembuatan APHT dalam jangka waktu 1 bulan untuk
tanah yang terdaftar dan 3 bulan untuk tanah yang belum
didaftar, maka SKMHT akan batal demi hukum.
Saran
1. Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan
perlindungan kepada kreditur, debitur serta pihak lain yang
terkait dalam membuat dan menerima SKMHT, Notaris/PPAT
sebaiknya memberikan penjelasan mengenai prosedur dalam
pembuatan SKMHT dan memberikan pelayanan yang terbaik
bagi mereka
2. Agar tidak terjadi permasalahan hukum dikemudian hari
sebaiknya dalam pembuatan SKMHT lebih baik dilakukan
dihadapan Notaris dan PPAT yang mempunyai wilayah kerja
dimana letak obyek tanah jaminan tersebut berada.

Anda mungkin juga menyukai