Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No.

1 Maret 2007: 1-13

Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air


Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan
HERMAN MOECHTAR
Pusat Survei Geologi, Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia

SARI
Di daerah penelitian, fasies endapan Kuarter terdiri atas endapan alur sungai yang dipisahkan oleh
endapan-endapan cekungan banjir, rawa, dan dataran banjir. Peralihan alur sungai 1, 2, dan ke 3 diin-
terpretasikan sebagai hasil perubahan tipe sungai dari alur sungai lurus ke berkelok. Perubahan secara
tegak dari karakter alur-alur sungai tersebut dapat dihubungkan dengan perubahan dari kelembaban.
Rangkaian lingkungan cekungan banjir dan rawa secara tegak dan mendatar memperlihatkan fasies
tersebut menyusut dan meluas. Kejadian ini cenderung diakibatkan oleh perubahan iklim.
Perubahan secara tegak endapan Kuarter dapat dihubungkan dengan perubahan iklim. Gejala
yang dimaksud terlihat pada subinterval fasies pengendapan I.a ke I.c, yaitu pembentukan fasies alur
sungai 2 dan fasies dataran banjir (sub interval fasies pengendapan I.b), yaitu selama pembentukan
fasies cekungan banjir 2 (sub interval fasies pengendapan II.b) sebagai refleksi pertambahan iklim
secara menerus dari iklim minimum ke maksimum. Sementara, sub interval I.c ke II.c, kelembaban
iklim berkurang dari iklim maksimum ke minimum. Mungkin ini dapat disebut sebagai astrostratigrafi
atau orbital stratigrafi.
Kata kunci: fasies, lingkungan pengendapan, iklim, stratigrafi

ABSTRACT
In the studied area, the sedimentary Quaternary facies consists of fluvial channel separated by
floodbasin, swamp, and floodplain deposits. Changes in channel style from channel 1, 2, and to 3 are
interpreted as the result of a change in the type of river discharge from low to high sinuosity channels.
Vertical changes in the character of these fluvial channels can be related to changes in humidity.
The lateral and vertical succession of the floodbasin and swamp environments shows evidence of
decreasing and increasing of these facies. They are the result of changes in climate.
Vertical changes of the Quaternary deposit successions can be related to changes in climate. It is
concluded that the subinterval facies I.a to I.c as form of channel 2 and floodplain facies (subinterval
facies I.b) reflects a continuosly increase in climate from minimum to climatic maximum. Whereas,
from the subinterval facies I.c to II.c during deposition of the subinterval facies II.b by the occurrence
of floodbasin facies 2, the humid climate decreased from climatic maximum to minimum. Probably,
this can be called as astrostratigraphy or orbital stratigraphy.
Keywords: facies, depositional environment, climate, stratigraphy

PENDAHULUAN dapan rawa dan aluvium. Air adalah nama setempat


di daerah Palembang yang berarti sungai. Air Musi
bukan saja sebagai sungai terbesar di Pulau Sumatera
Latar Belakang dan Dasar Pemikiran tapi juga sebagai sungai terlebar di Indonesia. Sungai
Badri (1983) dalam laporannya menyatakan bah- ini mempunyai lembah berbentuk U dan sudah ber-
wa bentang alam di daerah Ilir Palembang, yaitu di kelok-kelok (meandering) yang menandakan bahwa
sebelah utara Air Musi, merupakan daerah pedataran sungai tersebut sudah pada stadium tua. Kedua faktor
dan perbukitan bergelombang yang tersusun oleh en- tersebut memberikan dugaan bahwa Air Musi sudah

1
2 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

mengalami perpindahan tempat beberapa kali. Air alur sungai. Kesemua faktor tersebut sangat penting
Musi yang membelah Kota Palembang tersebut dalam perencanaan atau penataan wilayah sesuai
sangat berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan dengan daya dukungnya.
ekonomi dan pembangunan di daerah itu. Dengan Maksud penelitian ini adalah untuk menge-
berkembangnya pemukiman dan industri di Kota tahui evolusi aliran Air Musi, sedangkan tujuan
Palembang dan sekitarnya serta keberadaan Air penelitian ini adalah: (a) mendeskripsikan fasies
Musi, maka untuk penataan wilayah tersebut diper- sedimen Kuarter, (b) mempelajari hubungan fasies
lukan informasi geologi. Sejauh ini informasi dasar endapannya, baik secara vertikal maupun lateral
geologi, khususnya sedimen Kuarter di daerah ini termasuk perkembangan dari alur-alur sungai purba,
belum tersedia. (c) menelaah aspek stratigrafi hubungannya dengan
Dengan mempelajari sedimen Kuarter tersebut di faktor kontrol pembentukannya, dan (d) mengetahui
atas, di samping untuk mengetahui perkembangan interval fasies pengendapan sedimen Kuarter di
alur-alur sungai purba dan berubahnya lingkungan daerah utara Air Musi.
terutama dataran banjir dan dataran aluvium, juga Lokasi dan wilayah penelitian mencakup bagian
untuk mengkaitannya dengan evolusi cekungan, timur Kecamatan Ilir Timur II Kota Palembang, Su-
khususnya perkembangan alur sungai Musi purba. matera Selatan dengan batas koordinat 104º 39’-104º
Williams drr. (1993) menyatakan bahwa proses yang 54’ BT dan 2º 54’- 3º 06’ LS (Gambar 1).
mempengaruhi pembentukan sedimen selama kurun
waktu Kuarter, antara lain adalah: (a) perubahan Metode
alas cekungan (baselevel) dan efek tektonik, (b) Endapan Kuarter di daerah penelitian telah dia-
keseimbangan wilayah tadah hujan (catchment- mati secara seksama dengan melakukan pemboran
water balance), dan proses erosi, serta (c) proses dangkal, yang selanjutnya dipelajari secara detail

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan pemboran dangkal daerah utara Air Musi, Palembang, Sumatera Selatan.
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 3
(H. Moechtar)

pembentukan dan pengembangan fasiesnya, baik pengendapan mengikuti perubahan iklim, yang
secara vertikal maupun lateral. Untuk perolehan terjadi karena posisi bumi berubah mengitari ma-
data digunakan peralatan bor tangan yang umum tahari. David dan Miall (1991) mengemukakan pula
dipakai di dalam penelitian/pemetaan geologi Kuar- bahwa kontrol pembentukan sistem fluviatil (semi
ter berdasarkan “Sistem Legenda Tipe Penampang” arid) dapat dijadikan sebagai dokumentasi yang
(Profile-Type-Legend System) yang memunculkan baik untuk contoh kompleks alur sungai berkelok
unit–unit peta yang diwakili oleh tipe penampang (anastomosing), yang memiliki rangkaian sedimen
(urut-urutan vertikal dari endapan sedimen sampai yang tebal dengan variasi dataran banjir yang luas di
kedalaman tertentu). Sistem tipe penampang ini daerah limpahan (overbank). Kontrol pembentukan
sangat cocok untuk diterapkan di area sedimen lepas tersebut sangat terkait dengan perubahan sirkulasi
yang bisa ditembus dengan mudah oleh bor tangan, iklim pada posisi atau delineasi yang sama. Dari
seperti halnya di dataran rawa dan aluvium Palem- analisis elemen bangunan fasies pada sistem flu-
bang. Konsep sistem tipe penampang pertama kali viatil, suatu perubahan delineasi akan membedakan
dikembangkan oleh Netherland Geological Survey sistem alur sungai tersebut, seperti sungai teranyam
pada tahun 1960, dan selanjutnya dimodifikasi oleh hingga kompleks sungai berkelok (Miall, 1988).
Geological Survey of Lower Saxony, West Germany Allen (1983) dan Miall (1988) mengemukakan
pada tahun 1977. Metode pemboran tersebut sudah pula bahwa suatu elemen bangunan suatu variasi
digunakan oleh Pusat Survei Geologi sejak akhir perlapisan dicirikan oleh geometri, komposisi fasies,
tahun 1970an, dan sangat cocok digunakan untuk dan skalanya, yang diwakili oleh sebuah proses
penelitian di daerah pantai utara Jawa, pantai timur pembentukan utama atau gabungan proses yang
Sumatera, dan daerah dataran rawa, serta pantai mengikuti sebuah sistem pengendapan. Pemikiran
Kalimantan. ini lebih menonjolkan pada sistem energi dalam
Endapan Kuarter yang berasal dari pemboran proses pengendapan, yang volume airnya berhu-
dangkal tersebut di atas selanjutnya diplot dan bungan dengan tingkat kelembaban sirkulasi iklim.
dideskripsikan ke dalam penampang vertikal sedi- Dari berbagai paham yang dilontarkan tersebut,
men berskala 1:100 dengan kedalaman antara 7,5- dapat dikatakan bahwa hubungan antara rangkaian
11 m. Dua belas lokasi pemboran dangkal berarah pengendapan dengan perulangan atau perubahan
barat daya –timur laut selanjutnya dikorelasikan. lingkungan, baik secara vertikal maupun lateral,
Dari rangkaian stratigrafi tersebut, dapat diekspre- sangat terkait dengan perubahan iklim secara global.
sikan hubungan fasies, baik secara lateral maupun Berbagai pemikiran tentang siklus stratigrafi global
vertikal, termasuk hubungan alur sungai purbanya. tersebut telah dikemukakan oleh Perlmutter dan
Secara khusus, perhatian penelitian difokuskan pada Matthews (1989).
fraksi butiran sedang (pasir) yang didominasi oleh
sistem alur sungai, terutama penelaahan terhadap
perubahan sistem sungai purba tersebut. Diharapkan, TATAAN GEOLOGI
stratigrafi dan umur fasies Kuarter tersebut dapat
diketahui, dan pada akhirnya evolusi serta keterkai- Bentang alam Ilir Palembang dapat dibedakan
tannya dengan Air Musi sekarang dapat ditelusuri menjadi daerah dataran dan perbukitan bergelom-
ataupun direkonstruksi. bang. Daerah dataran yang memiliki ketinggian
kurang dari 50 meter (dpl), merupakan wilayah
dataran sungai dan rawa. Bentang alam perbukitan
LANDASAN TEORI bergelombang yang membentang pada keting-
gian antara 50-100 m memiliki kemiringan lereng
Olsen (1993) melakukan studi bangunan siklus berkisar antara 10 sampai 15%. Batuan yang me-
pengendapan dengan menganalisis siklus-siklus nyusun morfologi ini adalah batuan sedimen yang
sedimen yang berhubungan dengan kontrol global sudah mengalami perlipatan cukup kuat dengan
atau kontrol kitaran bumi yang mempengaruhi suatu kemiringan tajam, terdiri atas perselingan batulem-
sistem pengendapan. Ia menyatakan bahwa siklus pung, serpih, batulanau bersisipan batupasir, batula-
4 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

nau tufan dengan sisipan batubara, tuf, tuf pasiran, selaras terletak di atas Formasi Muara Enim bagian
batupasir tufan, dan batuapung. bawah. Akhirnya formasi tersebut ditutupi oleh
Gafoer drr. (1995) telah memetakan daerah ini endapan rawa dan aluvium.
dalam peta geologi lembar Palembang berskala
1:250.000, sedangkan Badri (1983) memetakan
daerah ini lebih rinci lagi dengan skala 1:100.000 HASIL PENELITIAN
(Gambar 2). Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian adalah Formasi Muaraenim yang berumur Pemerian Data Bor
Miosen. Formasi ini dibedakan menjadi Formasi Bahan penelitian berupa data bor di 12 titik
Muaraenim bagian bawah dan Formasi Muaraenim (Gambar 1) yang masing-masing dibuat penampang
atas yang ditutupi oleh sedimen Kuarter. Formasi 1 sampai 12 (Gambar 3). Secara umum litologi
Muaraenim bagian bawah memiliki sebaran cukup terdiri atas pasir kasar, pasir halus, lanau, lempung,
luas, serta umumnya telah mengalami perlipatan, lempung lanauan, lempung tufan, lanau berhumus
dan terdiri atas batulempung dan batulanau tufan bersifat lempungan sampai ke lempung bergambut.
dengan sisipan batubara. Formasi Muaraenim Di dalam endapan pasir kasar terdapat butiran
bagian atas terdiri atas batulempung serpihan abu- kerakal, kerikil, pecahan batuapung yang tersebar
abu kehijauan, bersisipan batubara tipis, batu pasir di dalam interval pasir kasar. Pada penampang 1,
halus karbonatan, dan batulanau. Formasi ini secara bagian bawahnya ditempati oleh lempung tufan

Gambar 2. Peta Geologi Palembang dan sekitarnya, Sumatera Selatan (Badri, 1983).
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 5
(H. Moechtar)

Gambar 3. Data pemboran tangan lintasan A-B daerah utara Air Musi, Palembang, Sumatera Selatan.

yang sulit ditembus oleh pemboran. Ke arah atasnya cekungan banjir, dan bagian atas penampang tersebut
setebal 5, 10 m tersebar fasies lempung yang pada ditutupi oleh tanah.
kedalaman 5,00 hingga 5,50 m merupakan interval Lempung tufan sebagai endapan dataran banjir
lempung bergambut yang diinterpretasikan sebagai adalah ciri bagian bawah penampang 3, yang secara
fasies dataran banjir. Secara umum, warna interval tegas ditutupi oleh lempung berhumus. Bagian atas-
lempung tersebut gelap dan puncaknya pada fasies nya berwarna lebih gelap yang ditandai oleh peruba-
lempung bergambut yang menjadi semakin lebih han fasies menjadi lempung bergambut setebal 80
terang ke arah atasnya ditutupi oleh lempung setebal cm. Secara berangsur, lempung bergambut sebagai
2,10 m sebagai fasies cekungan banjir, yang pada endapan rawa ini ditutupi oleh lempung berhumus
akhirnya ditutupi oleh lempung lanauan sebagai dengan warna yang lebih terang sebagai endapan
tanah penutup. cekungan banjir, dan akhirnya ditutupi oleh fasies
Bagian bawah penampang 2 ditandai oleh pasir lempung dengan warna yang semakin terang.
kasar, keras sebagai endapan alur sungai yang ke Pasir halus adalah ciri butiran yang mendomi-
arah atasnya merupakan interval perulangan dari nasi penampang 4 setebal 7,2 m dengan perulangan
lempung dan pasir halus setebal 4,50 m sebagai sisipan lempung berhumus dan lempung setebal
endapan dataran banjir. Ketebalan interval lempung rata-rata 50 cm sebagai endapan dataran banjir. Arah
rata-rata 0,3-0,4 m, kecuali pada selang atas yang atasnya ditempati oleh lempung berhumus setebal
mencapai 0,7 m, sedangkan pasir halus memiliki 1,5 m sebagai endapan rawa dan cekungan banjir
ketebalan 2,20 m sebagai endapan alur sungai. yang bagian atasnya berupa tanah penutup.
Pada kedalaman 3,8-4,2 m diselingi oleh lempung Bagian bawah penampang 5 ditandai oleh domi-
bergambut yang diinterpretasikan sebagai endapan nannya pasir halus dengan sisipan lanau setebal 5-10
6 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

cm yang diinterpretasikan sebagai endapan dataran ditutupi oleh fasies lempung berwarna coklat berupa
banjir. Ke arah atasnya diendapkan lempung lanau endapan cekungan banjir.
setebal 3,80 m berwarna coklat kelabu, lunak sam- Sedimen Kuarter penampang 9 adalah per-
pai agak keras, yang ke arah atasnya ditutupi oleh ulangan fasies pasir dan lempung yang pada bagian
lempung berwarna coklat yang diinterpretasikan tengahnya semakin menipis. Selanjutnya ke arah
sebagai endapan alur sungai. Bagian atas endapan atas fasies pasir semakin hilang dan didominasi oleh
alur sungai ini ditempati oleh lempung setebal 1,5 lempung. Bagian bawah ditempati oleh pasir halus,
m sebagai endapan cekungan banjir. coklat kelabu sampai hitam, lunak, tak berlapis,
Penampang 6 dicirikan pada bagian bawahnya mengandung sisa-sisa tumbuhan dan lapisan humus
oleh lempung berhumus, lunak mengandung banyak tipis, dengan ketebalan antara 0,5-0,8 m. Lempung,
tumbuhan berupa akar dan dedaunan, abu-abu kehi- ketebalan ± 20-35 cm, coklat abu-abu kehitaman,
taman, berhumus, dan kadang-kadang mengandung berhumus, lunak dan tidak berlapis. Pada interval
gambut tipis berkuran 1-2 cm sebagai endapan tengah lapisan lempung semakin menipis ± 10 cm,
rawa. Bagian atasnya ditutupi oleh fasies lempung sedangkan lapisan pasir semakin tebal mencapai 1 m.
bergambut setebal 2,2 m, berwarna hitam, dan lunak Lapisan-lapisan klastika tersebut diinterpretasikan
yang diinterpretassikan juga sebagai endapan rawa. sebagai endapan dataran banjir. Interval atas ditem-
Semakin ke arah atas diendapkan lempung berwarna pati oleh lempung dengan sisipan tipis pasir halus
coklat dan tidak dijumpai kandungan unsur organik setebal 5-10 cm, berwarna coklat, lunak sampai agak
sebagai endapan cekungan banjir, yang pada ak- keras yang ditutupi oleh lempung lanauan sebagai
hirnya ditutupi oleh tanah penutup. tanah penutup.
Pada bagian bawah penampang 7 diendapkan Pada penampang 10, interval fasies sedimen
pasir berukuran halus, coklat keabu-abuan yang Kuarter terdiri atas pasir kasar, pasir halus berselang-
ke arah atasnya berselang-seling dengan interval seling lempung, dan lempung. Pasir kasar, coklat,
lempung setebal ± 50 cm yang diinterperatsikan kuning hingga abu-abu kecoklatan, membulat tang-
sebagai endapan alur sungai, yang ke arah atasnya gung sampai sangat menyudut, tak berlapis, meng-
ditutupi oleh perselingan lempung dan pasir sebagai halus ke arah atas, mengandung kerakal-kerikil,
endapan dataran banjir. Bagian atas interval pasir mengandung sisa tumbuhan yang diinterpretasikan
tersebut ditutupi oleh lempung lanauan setebal 3,80 sebagai endapan alur sungai. Perselingan pasir
m, berwarna coklat kelabu, kadang-kadang berhu- halus dan lempung ± 1 m dengan lempung ± 10-15
mus halus sebagai endapan alur sungai yang bagian cm. Pasir, coklat sampai abu-abu kehitaman, lunak
atasnya beralih ke interval lempung berwarna coklat dan berhumus, agak padat, kadang-kadang pasiran;
sebagai endapan dataran banjir. sedangkan lempung lunak coklat kehitaman yang
Pasir halus berwarna abu-abu kecoklatan, pa- cenderung sebagai endapan dataran banjir. Lempung
dat dan keras sebagai endapan alur sungai adalah setebal 1,1 m, berwarna coklat, pasiran, agak keras
ciri bagian bawah penampang 8. Bagian atasnya sebagai endapan cekungan banjir.
setebal 6,2 m ditempati oleh perselingan antara Selanjutnya, pada bagian bawah penampang 11
pasir halus sampai sangat halus dan lempung yang diendapkan pasir kasar mengandung kerakal-kerikil,
diinterpretasikan sebagai endapan dataran banjir. coklat hingga kelabu, membulat tanggung sampai
Pasir berwarna coklat kelabu, mengandung sisa-sisa sangat menyudut, tak berlapis, butiran menghalus
tumbuhan kadang-kadang mengandung sisa-sisa dan kembali mengasar ke arah atas, berlapis tipis
potongan kayu, tak berlapis, ketebalan antara 0,5-0,7 lempung berhumus, sisa-sisa akar tanaman yang
m berupa endapan alur sungai. Lempung, berwarna diinterpretasikan sebagai endapan alur sungai.
coklat sampai abu-abu kehitaman, lapisan humus Bagian atasnya ditutupi oleh pasir halus setebal 0,5
tipis, dan lunak. Bagian atasnya setebal 2,6 m di- m dengan sisipan tipis lempung, berwarna coklat
tutupi oleh fasies yang lebih halus berupa lempung kehitaman, tak berlapis, lunak dan berhumus, serta
bersisipan pasir halus setebal 5-10 cm, coklat kelabu, pasiran sebagai endapan dataran banjir. Selanjutnya
agak padat sampai lunak, kadang-kadang berhumus pasir halus tersebut ditutupi oleh lempung setebal
tipis sebagai endapan dataran banjir, yang akhirnya 5 m dengan sisipan lempung berhumus setebal 15-
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 7
(H. Moechtar)

25 cm. Lempung berwarna abu-abu sampai hitam, Berdasarkan ciri sedimen dan fasies pengendap-
mengandung sisa-sisa tumbuhan, dan lunak sebagai annya, rangkuman litologi tersebut di atas dapat
endapan rawa yang pada bagian atasnya ditutupi oleh diperikan sebagai empat fasies pengendapan, yaitu
lempung lanauan sebagai tanah penutup. 1. Fasies Cekungan Banjir, 2. Fasies Rawa, 3. Fasies
Pada bagian bawah penampang 12, sedimen Dataran Banjir, dan 4. Fasies Alur Sungai. Selan-
Kuarternya berupa pasir kasar, butiran menghalus jutnya, secara vertikal fasies cekungan banjir dan
ke arah atas, kadang-kadang mengandung kerikil, fasies alur sungai dibagi menjadi tiga kelompok
coklat hingga kelabu, tak berlapis, keras dan padat, (Gambar 4).
mengandung sisa tumbuhan yang diinterpretasikan
sebagai endapan alur sungai. Lapisan pasir kasar Fasies Cekungan Banjir
tersebut ditutupi oleh pasir halus setebal 1 m dengan Endapan di dalam fasies ini terdiri atas lempung,
sisipan tipis lempung, berwarna coklat kehitaman, lanau, pasir, lempung pasiran; berwarna hitam ke-
lunak, berhumus, dan pasiran berupa endapan coklatan, coklat, kuning kecoklatan, merah, coklat
dataran banjir. Interval atas lokasi pemboran ini kemerahan; tak berlapis, pemisahan butir tidak
ditempati oleh lempung bersisipan lempung berhu- sempurna; lunak sampai padat dengan ketebalan
mus, abu-abu sampai hitam, mengandung sisa-sisa antara 0,40 – lebih dari 2,60 m. Interval bawah
tumbuhan, lunak, kadang-kadang berpasir sebagai menunjukkan litologi yang bersifat tufan dan pasiran
endapan rawa. Pada akhirnya, fasies lempung terse- yang menghalus ke arah atas dan sering bercampur
but ditutupi oleh lempung lanauan sebagai tanah dengan pasir kasar. Bagian atas interval fasies ini
penutup. menunjukkan kandungan humusnya yang berlim-

Gambar 4. Data penampang A-B daerah utara Air Musi, Palembang, Sumatera Selatan.
8 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

pah, sedangkan di bagian bawahnya relatif kurang. Bawah endapan ini disusun oleh pasir berukuran
Di samping itu, fasies ini juga kaya kandungan halus sampai sedang; dan lapisan pasir atau lempung
sisa tumbuhan, yang pada beberapa tempat sering tufan dan material gunung api primer dan sekunder
dijumpai lapisan tipis lempung berhumus berwarna berupa pecahan batuan beku, piroklastika dan mine-
abu-abu sampai coklat keabuan. Bercak-bercak ral sekunder. Warna fasies ini dipengaruhi oleh
oksidasi dijumpai beragam, dan setempat bercak tingkat kandungan humusnya, komposisi pasir, dan
ini menjadi dominan berwarna coklat kemerahan. kandungan lempungnya, sehingga warnanya bera-
Secara umum, ciri litologi demikian menunjukkan gam mulai coklat hingga abu-abu kehitaman.
fasies cekungan banjir.
Lingkungan cekungan banjir tersebut di atas Fasies Alur Sungai
diperkirakan sebagai terminal berbagai proses Endapan alur sungai ini berwarna coklat, kuning
pengendapan, baik yang berasal dari longsoran hingga abu-abu kecoklatan dengan ukuran mulai dari
atau pelimpahan material dari alur sungai, maupun kerakal-kerikil hingga pasir lempungan, membulat
sebagai fasies rawa. Berdasarkan posisinya, fasies tanggung hingga sangat menyudut; terdiri atas kuar-
tersebut dapat dipisahkan menjadi fasies cekungan sa, felspar, dan pecahan batuapung dengan butiran
banjir 1, 2, dan 3 (Gambar 4). Fasies cekungan banjir tak teratur kadang-kadang butirannya menghalus
2 memiliki penyebaran yang lebih luas dibanding ke arah atasnya; tak berlapis, mengandung unsur
fasies cekungan banjir 1, sedangkan fasies cekungan organik/sisa-sisa potongan kayu dan daun-daunan,
banjir 3 ditandai oleh tanah penutup berupa lem- berhumus dengan tebal antara 1,30 hingga 5,00
pung lanauan yang proses pembentukannya masih meter. Umumnya sedimen ini berbutir menghalus
berlangsung hingga sekarang. ke arah atas, dan memiliki batas sangat jelas dengan
lapisan berfasies organik berbutir halus. Bagian
Fasies Rawa bawah umumnya terdiri atas pasir, kadang-kadang
Fasies ini terdiri atas lanau organik bersifat pasir kerikil sampai kerakalan, sedangkan di bagian
lempungan sampai lempung organik dan langka atas berubah secara berangsur menjadi pasir lanauan
kandungan pasir, berwarna gelap. Persentase lanau atau pasir lempungan. Perulangan atau perselingan
dalam fasies ini sangat beragam, mulai dari sedikit antara pasir, lanau dan lempung diduga sebagai
(± 5-10 %) sampai sedang (±10-20 %), sedangkan produk suatu pertumbuhan endapan secara lateral
pasir halus dan lanau organik sering dijumpai (lateral accretion), yaitu suatu proses pembentukan
bercampur dengan lapisan debu gunung api. Ciri beting sungai (point bar) yang khas terjadi pada
litologi demikian cenderung termasuk ke dalam sistem sungai berkelok (high-sinuosity channels).
fasies rawa. Selain itu, fasies rawa ini dicirikan pula Kandungan bahan organik beragam, mulai dari
oleh lempung organik berwarna abu-abu kehitaman sedang sampai tidak mengandung organik. Bagian
mengandung banyak sisa tumbuhan berupa akar atas endapan ini mengandung sedikit sisa tumbuhan,
dan daun-daunan, sisa-sisa potongan kayu busuk, dan di bagian bawah dijumpai sisa-sisa potongan
humus, serta gambut. Ketebalan fasies ini hampir kayu. Juga dalam lapisan pasir ini sering dijumpai
mencapai 8,50 m. material gunung api berupa pecahan batuan beku
dan batuapung sebagai komponen. Warna lapisan
Fasies Dataran Banjir dipengaruhi oleh tingkat kandungan humusnya, serta
Material utama yang menyusun fasies ini adalah komposisi pasir dan kandungan lempung, sehingga
pasir dan lempung pasiran, dan umumnya berupa warnanya beragam mulai coklat sampai abu-abu
perselingan antara endapan pasir halus fluviatil dan kehitaman. Lapisan pasir ini diinterpretasikan se-
endapan piroklastika, dan diinterpretasikan sebagai bagai endapan alur sungai, dan selanjutnya dapat
fasies dataran banjir dengan tebal 0,40-10,50 m. dibedakan menjadi fasies alur sungai 1, yaitu alur
Proses demikian umumnya terjadi dan berlangsung sungai yang relatif lurus (low-sinuosity channels);
di daerah dataran banjir di sekitar alur sungai. Fa- fasies alur sungai 2 sebagai alur sungai lurus hingga
sies ini mempunyai batas yang jelas dengan lapisan berkelok (low high-sinuosity channels); dan fasies
organik yang menindihnya (fasies endapan rawa). alur sungai 3 berupa sungai berkelok (high-sinuosity
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 9
(H. Moechtar)

channels). Fasies alur sungai ini ditandai oleh suatu rangkaian fasies endapan Kuarter di daerah ini,
dimensi dan ukuran tubuh alur sungai yang mem- kecuali di Kampung Siolo dan di sekitar Kampung
besar dan mengecil, yaitu alur sungai 1 lebih kecil Mata Merah, yang pada akhirnya kembali menyusut
dimensinya dibanding alur sungai 2, dan selanjutnya di sekitar Pulau Borang. Lingkungan rawa yang
kembali mengecil kala membentuk tubuh alur sungai berkembang di bagian tengah (Gambar 4) mungkin
3 (Gambar 4). termasuk sebagai wilayah rawa yang sangat
dipengaruhi oleh pasokan alur sungai yang terletak
di sekitarnya (backswamp).
PEMBAHASAN Interval fasies pengendapan II diawali oleh ter-
bentuknya alur sungai 3 di sekitar Pulau Kemaro,
Fasies dan Rangkaiannya Kampung Sei Lais dan di sebelah barat Air Musi,
Berdasarkan zonasi stratigrafinya, susunan fasies sedangkan di sekitar Kampung Siolo, Kampung
endapan Kuarter di atas dapat dibedakan menjadi Selinca dan Pulau Borang berkembang lingkungan
interval fasies pengendapan I-II (Gambar 4) dan rawa secara baik. Sebaliknya, lingkungan dataran
masing-masing interval memiliki sub interval fasies banjir mulai terbentuk di sekitar Kampung Way Pipa
pengendapan (a-c) sebagai berikut: yang selanjutnya menyusut di sekitar Pulau Borang.
Proses sedimentasi di daerah ini diawali oleh Sistem lingkungan yang terbentuk tersebut termasuk
pembentukan alur sungai yang relatif kecil (alur 1) dalam sub-interval fasies pengendapan II.a. Selanjut-
(sub interval fasies pengendapan I.a), yaitu selama nya, sub interval fasies pengendapan II.b dicirikan
pembentukan fasies-fasies alur sungai 1 dan cekung- oleh terbentuknya endapan cekungan banjir 2 yang
an banjir 1). Alur sungai 1 ini terbentuk di sekitar Pu- mempunyai penyebaran mulai dari barat daya hingga
lau Kemaro, yang diikuti oleh suatu perkembangan ke timur laut, dan menyusut di Kampung Way Pipa.
dari endapan cekungan banjir 1 di Kampung Siolo Akhirnya pasokan material terhenti dan menjadikan
dan menipis ke arah Sei Lais. Pada bagian atasnya, daerah ini sebagai dataran banjir 3 seperti yang
yaitu sub interval fasies pengendapan I.b (selama terlihat sekarang (sub interval fasies pengendapan
proses pembentukan fasies alur sungai 2 dan fasies II.c), yaitu berupa tanah penutup.
dataran banjir), terbentuk endapan dataran banjir
yang semakin meluas, mulai dari Kampung Muara Sistem Alur Sungai Purba
Kelingi sampai ke Sei Lais. Bersamaan dengan itu, Secara umum karakter sistem alur sungai di
berlangsung pula pasokan material yang berasal dari daerah penelitian ditandai oleh: (a) dimensi alur
erupsi gunung api berupa tuf halus atau tuf berukuran sungai 1 ke 2 semakin meluas (channel increased),
lempung (fasies piroklastika) ke arah cekungan. Di dan kembali menyusut ketika berkembangnya sistem
bagian tengah sayatan penampang (Gambar 4), dan alur 3 (channel decreased), (b) di saat alur sungai
tepatnya di sebelah barat Kampung Sei Lais proses meluas ditandai oleh ukuran butir menjadi kasar,
pembentukan endapan ini terhenti, yang tidak diikuti dan (c) posisi alur sungai berpindah dari waktu ke
pula oleh proses pengendapan lainnya. waktu (Gambar 4).
Proses berikutnya adalah pembentukan alur Ukuran butir selama pembentukan sistem alur
sungai 2 yang terjadi selama sub interval fasies sungai 1 dicirikan oleh ukuran butir kasar berupa
pengendapan I.b, sebagai suatu periode proses sistem pasir kasar sampai kerakal/kerikil, dan susunan butir
fluviatil yang memiliki penyebaran yang luas dan demikian cenderung termasuk ke dalam sistem alur
intensif. Semakin ke arah timur laut dimensi sebaran sungai lurus (sheet), yaitu “low-sinuosity channels”.
dari lingkungan alur sungai 2 ini semakin meluas, Hal ini berdasarkan pada produk endapan butirnya
sebaliknya lingkungan dataran banjir menyusut di yang kasar akibat energi aliran yang rendah dan
tempat tersebut. Sub interval fasies pengendapan tidak mampu mengangkut muatannya. Selanjutnya
I.c (selama proses pembentukan fasies-fasies sungai tersebut memindahkan alurnya, dan dimensi
dataran banjir dan rawa) ditandai oleh meluasnya sungainya menjadi lebih lebar dan dalam yang dikuti
lingkungan dataran banjir sebagai kelanjutan dari pula oleh berkembangnya lingkungan dataran banjir
proses sebelumnya, yang hampir menutupi korelasi (sub interval I.b). Alur sungai 1 diperkirakan sebagai
10 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

bagian dari alur sungai purba Deras. Dalam korelasi, rekam dalam stratigrafi karena mungkin pada saat
proses pembentukan alur sungai 2 ditandai oleh itu alur sungai tersebut memindahkan alurnya ke
meluasnya perkembangan sistem alur sungai purba utara dan membentuk Pulau Borang (sub interval
di daerah ini yang keberadaannya di Pulau Borang I.c). Ketika itu kawasan Pulau Borang ditutupi oleh
dan sekitar Selat Borang kini (Gambar 4). Diduga material yang berasal dari alur sungai ini, baik yang
endapan fluviatil ini termasuk ke dalam sistem datang dari utara maupun selatan (terpecahnya alur
sungai lurus sampai agak berkelok (low high-sinu- sungai Musi purba). Ketika Air Musi kembali me-
osity channels). Berdasarkan posisi perkembangan nyusut (sub interval II.a), sebagian besar kawasan
alurnya, alur sungai 2 ini kemungkinan sebagai pulau Borang menjadi lingkungan rawa (Gambar 4).
alur Air Musi purba atau bagian cabang alur sungai Dengan demikian, Pulau Borang adalah merupakan
tersebut yang membentuk pulau sebelumnya. Fasies nusa Air Musi purba yang selanjutnya menjadi data-
inilah yang nantinya sebagai cikal bakal proses pem- ran rawa kala sungai tersebut kembali menyusut.
bentukan Pulau Borang. Periode pembentukan alur 2. Berkembangnya Air Musi secara maksimum
sungai 3 ditandai oleh mengecilnya dimensi sungai, identik dengan puncak meluasnya cekungan di dae-
meski susunan litologinya terdiri atas pasir halus rah ini. Hal ini karena meluasnya lingkungan dataran
dan lanau termasuk alur sungai lurus (low-sinuosity banjir dan rawa diikuti oleh akumulasi kandungan
channels), dan merupakan alur-alur sungai purba di lempung berhumus dan lempung bergambut. Pem-
daerah ini yang bermuara ke Air Musi. bentukan humus dan gambut umumnya terjadi pada
Hubungan antara lingkungan pengendapan kondisi lembab/basah (humidity) yang relatif tinggi.
dengan sistem alur sungai selama pembentukannya, Kelembanan yang tinggi pada dasarnya berarti vol-
lebih jauh dapat diuraikan sebagai berikut: ume air besar, yang notabene berhubungan dengan
Interval I perubahan iklim.
Pola sebaran Air Musi kala berlangsungnya Meski tanda-tanda bergesernya alur sungai dari
proses pembentukan sub interval I.a tidak luas serta waktu ke waktu di daerah ini terdekteksi, akan tetapi
terbatas, dan alur sungai 1 ini merupakan salah satu gejala tersebut tidak ada kaitannya dengan berge-
anak sungai Air Musi yang memperlihatkan gejala raknya dasar cekungan. Hal ini karena perpindahan
mulai meluas kala berlangsungnya proses pemben- alur sungai tersebut semata-mata disebabkan oleh
tukan sub interval I.b, yaitu dengan terbentuknya proses internal alur sungai itu sendiri, yang ber-
alur sungai 2 sebagai Air Musi purba. Sungai ini hubungan dengan proses erosi dan proses alur sungai
semakin meluas kala terbentuknya interval I.c, ter- itu sendiri. Proses-proses tersebut sering menim-
bukti dari semakin meluasnya sebaran fasies dataran bulkan pergeseran alur sungai apabila berlangsung
banjir (Gambar 4). di daerah dataran aluvium rawa. Dengan demikian,
Interval II proses endapan Kuarter Ilir Palembang tidak mem-
Selama pembentukan interval II, alur Air Musi perlihatkan tanda-tanda pergeseran alur sungai,
kembali menyusut seiring dengan meluasnya dan yang ada hanyalah meluas dan menyusutnya
lingkungan rawa (sub interval II.a). Selanjutnya, sungai tersebut. Dengan demikian, bergeraknya
lingkungan rawa dan aktivitas alur sungai semakin dasar cekungan akibat tektonik tidak terekam pada
menurun, sehingga daerah ini menjadi cekungan rangkaian stratigrafi di daerah penelitian. Dengan
banjir (sub interval II-b). Pasokan material ke perkataan lain, perubahan fasies dalam kaitannya
cekungan pada saat itu diperkirakan berasal dari dengan perubahan lingkungan di daerah penelitian,
anak-anak sungai di sekitarnya. Pada akhirnya terjadi secara berangsur (Gambar 4). Gejala tersebut
proses tersebut terhenti, yang diikuti oleh proses dalam sistem fluviatil bersifat umum, karena suatu
pembentukan soil seperti yang terlihat sekarang. pergeseran pada alur sungai dan pembentukan fasies
Dari rangkaian fasies sedimen Kuarter di atas, dataran banjir merupakan bagian dari sistem pertum-
ditafsirkan bahwa puncak meluasnya cekungan buhan fasies fluviatil secara lateral dari waktu ke
Kuarter di daerah ini terjadi pada sub interval I.c. waktu, khususnya pada dataran rawa (Allen, 1965
Pernyataan ini didasarkan pada: dan Reineck dan Singh, 1980) tanpa dipengaruhi
1. Puncak meluasnya Air Musi purba tidak ter- oleh tektonik.
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 11
(H. Moechtar)

Stratigrafi lapisan bumi (science of reading geological strata).


Runtunan stratigrafi di daerah ini ditandai oleh Demikian pula kejadian dari naik-turunnya tinggian;
suatu perulangan berbagai fasies pengendapan, se- perubahan alur sungai; menyusut dan meluasnya
perti meluas dan menyusutnya dimensi-dimensi: (a) dataran banjir (Pye, 2004). Dalam sub komisi kla-
alur sungai, (b) dataran banjir, (c) cekungan banjir, sifikasi stratigrafi (ISSC) pada komisi stratigrafi
dan (d) lingkungan rawa. Peristiwa demikian memi- internasional USGS (2001) dinyatakan bahwa: ba-
liki kecenderungan berhubungan dengan peralihan nyak perbedaan yang sifatnya fundamental terhadap
suatu tingkat kelembaban yang mengikuti siklus studi siklus stratigrafi dengan pendekatan siklus
iklim Milankovitch. Perubahan tingkat kelembaban dari sejarah bumi karena bersifat sangat heterogen.
yang dimaksud mengikuti sirkulasi iklim yang mem- Ini menunjukkan bahwa studi siklus stratigrafi bu-
pengaruhi kelangsungan suatu proses pengendap- kanlah suatu hal yang mudah, seperti halnya studi
an, sehingga lingkungan meluas dan menyusut aspek stratigrafi lainnya. Akhir-akhir ini kelompok
(Perlmutter dan Matthews, 1989). Menurut mereka yang sangat besar perhatiannya adalah mereka yang
perubahan yang terjadi akibat faktor tersebut, antara tertarik pada siklus yang berhubungan dengan per-
lain adalah: persentase kandungan mineral stabil, edaran orbit bumi (seperti siklus-siklus: hari, bulan,
derajat kebundaran, proses pelapukan fisika dan bio- tahun, precession, obliquity, dan eccentricity). Pa-
kimia, akhir produk sistem sedimentasi, bertambah ham ini memerlukan suatu perencanaan studi secara
dan menurunnya runoff, meluas dan menyusutnya khusus, dan pendekatan demikian dapat disebut se-
lingkungan rawa, bertambah dan berkurangnya bagai studi orbital stratigraphy atau astrostratigrafi.
dimensi alur sungai, dan sebagainya. Ciri-ciri Siklus orbit bumi ini lebih sesuai apabila dikatakan
demikian terekam pada litologi fasies Kuarter di sebagai penjelmaan fenomena geologi dari glasiasi
daerah penelitian. Pleistosen, dan salah satu bangunan utama pada
Sejarah lingkungan pengendapan penelitian ini stratigrafi ini didasarkan pada Holosen (Kronologi
merupakan bagian dari proses yang terjadi pada Isotop Plistosen). Menurut mereka, Neogen sangat
kurun waktu Kuarter yang dicerminkan dari urut- dipengaruhi oleh banyaknya variasi pengendapan
urutan rangkaian stratigrafinya, yaitu pada awalnya seperti: produk cangkang pelagos, fluktuasi lumpur
ditandai oleh suatu perkembangan sistem alur su- klastika, dan variasi penggaraman akibat perubahan
ngai yang relatif lurus dengan lingkungan cekungan iklim. Di sini jelas bahwa perubahan fasies cende-
banjir (I.a). Dan kala dimensi alur sungai semakin rung diakibatkan oleh berubahnya iklim tersebut.
meluas, dataran banjir (I.b) semakin meluas pula. Oleh karena itu, susunan rangkaian sedimen Kuarter
Terbentuknya fasies dataran banjir yang pasokan di daerah penelitian dapat dibedakan berdasarkan
materialnya berasal dari alur sungai, umumnya sirkulasi iklim akibat berubahnya posisi bumi
diakibatkan oleh meningkatnya tingkat kelembaban. mengitari matahari mengikuti siklus Milankovitch,
Kemudian, alur sungai semakin meluas dan sebagian tepatnya sebagai kajian astrostratigrafi. Karena
besar daerah ini menjadi dataran banjir dan rawa perubahan fasies sedimen di daerah penelitian
(I.c). Periode tersebut adalah puncak atau maksimum menyangkut lingkungan dan dimensinya, kandung-
fase suatu kelembaban. Proses yang terjadi selanjut- an bahan organik, susunan butir klastikanya, dan
nya adalah alur sungai kembali menyusut. Hal ini sebagainya berkaitan dengan berubahnya kondisi
diakibatkan oleh menurunnya tingkat kelembaban iklim tersebut.
yang menyebabkan berkembangnya dataran rawa
serta alur-alur sungai yang dimensinya semakin Kurun Waktu Kuarter dan Korelasinya
mengecil (II.a). Ketika pembentukan sub interval Kuarter identik dengan peristiwa bumi pada ±
fasies pengendapan II.b berlangsung, lingkungan 1,8 juta tahun yang lalu hingga sekarang, sedangkan
rawa sudah tidak berkembang lagi dan diganti- Plistosen berkisar antara ± 1,8 juta – 10.000 tahun
kan oleh cekungan banjir. Pada akhirnya, tingkat (Williams, drr., 1993). Menurut mereka Plistosen
kelembaban semakin menurun yang diikuti oleh Atas berada pada 125.000 – 10.000 tahun, dan
proses pembentukan soil (II.c). Holosen ditandai oleh proses yang berlangsung
Pada kaidahnya, stratigrafi dapat diartikan seba- sejak 10.000 tahun yang lalu hingga kini. Pestiaux
gai suatu ilmu pengetahuan tentang cara membaca drr. (1988) menyatakan bahwa iklim purba dan
12 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 1-13

siklus glasiasi-interglasiasi Kuarter terjadi setelah yang lalu (Amos, 1978; Stea & Wightman, 1987).
peristiwa glasial lebih kurang 5000 tahun yang lalu. Mungkin umur lapisan tersebut sebagian dapat di-
Umur es (ice age) adalah masa glasiasi-interglasiasi setarakan dengan sub interval fasies pengendapan
Kuarter yang berhubungan dengan determinasi va- I.a dan I.b secara global, yaitu kala pembentukan
riasi astronomi pada orbit bumi pada 21.000, 41.000, fasies alur sungai 1 dan 2, serta fasies cekungan
100.000, 45 dan 350 juta tahun (Pestiaux drr., 1988). banjir 1 dan 2, karena batas bawah endapan sedimen
Penulis cenderung memasukkan umur fasies endap- Kuarter di daerah ini belum ditentukan batasnya.
an di daerah penelitian termasuk ke dalam siklus Waktu tersebut pada hakekatnya ditandai oleh
Milankovitch 21.000, dan tepatnya fasies Kuarter kondisi iklim minimum menuju maksimum, yang
berumur Plistosen Akhir hingga Holosen karena notabene merupakan masa glasial ke interglasial.
merupakan bagian dari kelompok susunan fasies Sehingga peristiwa glasial-interglasial-glasial dapat
endapan Kuarter yang masih berlangsung hingga dikorelasiskan sebagai suatu siklus Milankovitch
kini. Berger (1988) menyatakan bahwa siklus Mi- (iklim minimum-maksimum-minimum), atau identik
lankovitch merupakan suatu studi atau hubungan dengan pembentukan fase interval I.a (iklim mini-
antara kitaran bumi mengelilingi matahari dan iklim mum) ke fase interval I.b (iklim maksimum) dan
pada skala global yang memiliki keterkaitan dengan kembali menuju minimum (interval II.c).
elemen orbit, model iklim, dan data geologi. Sub
interval fasies pengendapan I.c yaitu terbentuknya
fasies-fasies dataran banjir dan rawa dapat diseta- KESIMPULAN
rakan sebagai interval maksimum kelembanan. Ke-
tika itu adalah puncak interglasiasi sebagai puncak 1. Sedimen Kuarter di daerah penelitian dapat
peristiwa pencairan es pada kondisi iklim maksimum dibedakan menjadi fasies-fasies cekungan banjir,
atau puncak kelembaban (± 9000 tahun BP). Glasiasi rawa, dataran banjir, dan alur sungai. Selanjutnya
hanya bisa terbentuk apabila iklim global mendingin, masing-masing fasies tersebut dapat dibedakan
dan iklim lokal atau keduanya dingin dan cukup berdasarkan posisi stratigrafi, baik secara lateral
untuk mendukung pendinginan pada pegunungan maupun vertikal.
tinggi dan pusat benua (kutub). Karakter interglasiasi 2. Berdasarkan aspek stratigrafis, hubungannya
Holosen beberapa ratus tahun adalah bagian pada dengan faktor kontrol pembentukannya, runtunan
periode minor dari glasiasi (little ice age, 300-100 fasies tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
tahun) (http://www.homepage.montana.edu/~geol interval (interval fasies endapan I-II), dan setiap in-
445/hyperglac/time 1/tectonic.htm., 2003). terval fasies endapan tersebut memiliki sub interval
Episode dan periode masa glasiasi dan intergla- fasies pengendapan (a-c).
siasi bumi mengikuti umur es kini dalam kurun bebe- 3. Fasies endapan Kuarter di Ulu Palembang
rapa juta tahun terakhir, sudah terbukti berhubungan tidak menunjukkan adanya pengaruh tektonik, akan
dengan perubahan siklus dalam rangka pelayaran tetapi faktor perubahan iklim sangat mempengaruhi
mengelilingi bumi terhadap matahari (http://www. pembentukannya. Tidak adanya pengaruh tektonik
homepage.montana.edu/~hyperlac/time 1/milankov. tersebut ditandai oleh berubahnya lingkungan secara
htm). Dalrymple dan Zartlin (1994) dalam studi teratur dari waktu ke waktu, dan tidak berpindahnya
stratigrafinya menyatakan bahwa +14.000 tahun sistem alur sungai.
yang lalu dicirikan oleh posisi permukaan laut turun 4. Runtunan rangkaian fasies endapannya cen-
(highstand), terdiri atas beberapa progradasi sistem derung membentuk stratigrafi yang berhubungan
glasiasi dari fluviatil-delta-fluviatil. Sedangkan dengan perubahan kitaran bumi mengelilingi ma-
posisi permukaan laut rendah atau lowstand (LSW) tahari mengikuti siklus Milankovitch, atau dapat
dan genang laut/”transgresif” (TST) tidak terbentuk, dikategorikan sebagai astrostratigrafi
karena: relatif permukaan laut sudah tinggi pada 5. Stratigrafi endapan Kuarter daerah penelitian
waktu es mulai mencair (deglatiation). Pada pene- seyogianyalah dapat dikorelasikan secara kejadian
litian cekungan yang sama umur cekungan tersebut global atau universal. Proses pembentukan fasies
terjadi ketika es mencair pada 14.000 – 15.000 tahun dataran banjir dan rawa (sub interval I.c) dapat di-
Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan 13
(H. Moechtar)

simpulkan sebagai puncak fase iklim maksimum Bay of Fundy, Canada. Sedimentology (1994), 41, p.
yang identik dengan puncak pencairan es, yaitu 1069-1091.
puncak dari masa kelembaban dalam siklus peng- Gafoer, S., Burhan, G., dan Purnomo, J., 1995. Peta Geologi
Lembar Palembang, Sumatera Selatan, skala 250.000.
endapan Kuarter di daerah Penelitian. Sedangkan Puslitbang Geologi, Dit. Jend. Geologi dan Sumberdaya
sub-interval I.a dan I.b adalah sebagai fase iklim Mineral, Bandung.
minimum menuju maksimum, sebaliknya sub inter- International Subcommission on Stratigraphic Classification
val I.c menuju II.c termasuk fase iklim maksimum (ISSC) of IUGS International Commission on
menuju minimum. Stratigraphy, 2001. Circular No. 99, p. 1-10.
Miall, A.D., 1988. Facies architecture in clastic sedimentary
basins. In: K. Kleinspehn and C. Paola (Editors), New
Perpective in Basin Analysis. Springer-Verlag, New
Ucapan Terima Kasih---Penulis mengucapkan terima kasih York, p. 67-81.
kepada rekan Herman Mulyana, M.Sc. yang telah memberikan Milankovitch Cycles and Glacial, 2003. http://www.
kritik dan sarannya. Tidak lupa kepada Dr. Said Azis, M.Sc. homepage.montana.edu/~hyperlac/time1/milankov.
atas saran dan komentarnya dalam menyempurnakan htm.
makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih. Olsen, H., 1993. Orbital forcing on continental depositional
systems-lacustrine and fluvial cyclicity in the Devonian
of East Greenland. Special Publications of International
ACUAN Association of Sedimentologist (1993) 19, p. 429-438.
Perlmutter, M.A. and Matthews, M.A., 1989. Global
Allen, J.R.L., 1965. A review of the origin and character of Cyclostratigraphy. In: T.A. Cross (ed.), Quantitative
recent sediments. Sedimentology, 5, p. 89-191. Dynamic Stratigraphy. Prentice Englewood, New Jersey,
Allen, J.R.L., 1983. Studies in fluviatile sedimentation: p. 233-260.
bars, bar complexes and sandstone sheets (low-sinuosity Pestiaux, P., Duplessy, J.C. ,Van der Mersch, I., and Berger,
braided streams) in the Brownstones (L. Devonian), A., 1988. Paleoclimatic variability at frequencies ranging
Welsh Breders. Sedimentary Geology, 33, p. 237-293. from 1 cycle per 10,000 years to 1 cycle per 1,000 years:
Amos, C.L., 1978. The post-glacial evolution of the Minas Evidence for non-linear behavior of the climate system,
Basin, Nova Scotia: A sedimentological interpretation. Climatic Change, 12 (1), p. 9-37.
Journal of Sedimentary Petrology, 48, p. 962-982. Plate Tectonics and Glacier Formation, 2003. http://www.
Badri, I., 1983. Penyelidikan Geologi Lingkungan Perkotaan homepage.montana.edu/~geol 445/hyperglac/time
Palembang dan sekitarnya, Sumatera Selatan. Direktorat 1/tectonic.htm.
Geologi Lingkungan, Tidak dipublikasikan. Pye, L., 2004. Cyclostratigraphy: Big Words, Heavy
Berger, A. 1988. Milankovitch Theory and climate. Review Meaning. http://www.coastvillage.com/origins/Pye/
of Geophysics, 26, p. 624-657. cyclostratigraphy.htm., p. 1-5.
Berger, A., 1988. Milankovitch theory and climate. Reviews Reineck, H.E. and Singh, I.B., 1980. Depositional
of Geophysics, 26, p. 624-657. Sedimentary Environments, Springer-Verlag, Berlin,
David, A. and Miall, A.D. 1991. Stratigraphy, sedimentology 549pp.
and evolution of a Vertebrate-bearing, braided to Stea, R.R. and Wightman, D.M., 1987. Age of the Five
anastomosed fluvial system, Cutler Formation (Permian- Islands Formation, Nova Scotia, and deglaciation of the
Pennsylvanian), north-central New Mexico. Sedimentary Bay of Fundy. Quarternary Research, 27, p. 211-219.
Geology, 72 (1991), p. 225-252. Williams, M.A.J., Dunkerley, D.L., De Decker, P., Kershaw,
Dalrymple, R.W. and Zartlin, B.A., 1994. High resolution A.P., and Stokes, T.J., 1993. Quaternary Environments.
sequence stratigraphy of a complex, incised valley Edward Arnold, A division of hodder & Stoughton,
succession, Cobequid Bay – Salmon River estuary, London New York Melbourne Auckland, 329pp.

Anda mungkin juga menyukai