Untuk sekedar dipakai sebagai pegangan saja bagi para birokrat Pemerintah dan untuk
para praktisi hukum, Hukum Administrasi Negara dapat diartikan sebagai himpunan peraturan
yang mengatur kegiatan aparat pemerintah dan warga negara ataupun suatu badan hukum
privat yang terlibat atau yang dilibatkan ke dalam pelaksanaan Hukum Administrasi Negara.
Hal ini kiranya mudah dipahami apabila definisi atau teori Hukum Administrasi Negara ini
dipergunakan di dalam praktek Hukum Administrasi Negara. Sebagai contoh, misalnya
kegiatan aparat Kantor Pertanahan Kabupaten dan para pemegang hak atas tanah dalam
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Contoh
lainnya adalah kegiatan aparat Direktorat Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia
memungut pajak dengan para wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak. Mengenai
fungsi Hukum Administrasi Negara, dalam hubungannya dengan fungsi HTN dilukiskan oleh
van Vollenhoven, bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan
Demikian banyak kaidah hukum, baik hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata
Negara maupun Hukum Administrasi Negara. Pembentukannya didasarkan kepada suatu asas
Namun, kekuasaan ini diberikan kepada Pemerintah dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa. Pada negara-negara modern sudah dikenal Lembaga Hukum Tata
Maka dikatakan bahwa kedua pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu sebagai
pasal-pasal delegasi perundang-undangan.
Suatu negara kesejahteraan (welfare state) membawa hukum administrasi yang:
a. menerima Freies Ermessen,
b. mengizinkan Staats Bemoeienis,
c. mengutamakan kepentingan umum, dan
d. kenyataan hukum yang didukung oleh kesadaran etis.
Asas Freies Ermessen ini diberikan kepada Pemerintah atau Administrasi Negara
mengingat fungsi Pemerintah atau Administrasi Negara sebagai penyelenggara kesejahteraan
umum dan hal ini berbeda dengan fungsi kehakiman, yaitu menyelesaikan sengketa antara
penduduk yang satu dengan yang lainnya atau antara penduduk dengan pemerintah. Dengan
demikian, keputusan Pemerintah atau Administrasi Negara akan lebih mengutamakan
pencapaian tujuannya atau sasarannya (delmatigeheid) daripada sesuainya dengan hukum
yang berlaku ( rechtmatigeheid). Sedangka keputusan hakim yang lebih diutamakan adalah
kesesuaian keputusannya dengan hukum yang berlaku, baik itu hukum undang-undang
maupun hukum kebiasaan (rechtmatigeheid), sebab keputusan hakim yang tidak sesuai
dengan hukum yang berlaku akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara 1970
Nomor 74 Pasal 5).
I.5 Rangkuman
II.1 Negara
II.1.1 Pengertian Negara
Negara berasal dari kata statum (bahasa latin), artinya menempatkan dalam
keadaan berdiri, kemudian berkembang menjadi staat (bahasa Belanda dan Jerman).
Menurut Logemaan, negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan
mengatur masyarakat dengan kekuasaannya itu. Oleh karena itu, negara memiliki
sifat:
1. Memaksa, artinya mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik
secara legal.
II.5 Rangkuman
1. Menurut Logemaan, negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur
masyarakat dengan kekuasaannya itu.
2. Dalam abad ke-20 hampir tidak ada suatu yang tidak menyebutkan dirinya sebagai
“negara berdasarkan atas hukum”. Dengan demikian, dalam batas-batas minimal, negara
hukum identik dengan negara yang berkonstitusi atau negara yang menjadikan konstitusi
sebagai aturan manusia, kehidupan, kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
3. Kegagalan implementasi nachtwachterrsstaat tersebut kemudian muncul gagasan yang
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan
rakyartnya, yaitu welfare state.
4. Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan, maka pada akhirnya hukum
administrasi akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan
pemerintahan. Dengan demikian, keberadaan hukum administrasi negara itu muncul
karena adanya penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara
hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum.
BAB III
KEDUDUKAN, KEWENANGAN DAN TINDAKAN HUKUM
PEMERINTAH
III.4 Rangkuman
1. Dalam pergaulan hukum pemerintah sering tampil dengan twee petten (2 kepala) yaitu,
sebagai wakil dari jabatan (ambt) yang tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan
hukum (rechtspersoon) yang tunduk pada hukum privat.
2. Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Diantara jabatan-
jabatan kenegaraan ini ada jabatan pemerintahan.
3. Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan
hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dan badan hukum, bukan wakil dari
jabatan. Oleh karena itu, kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan
tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat, tidak memiliki kedudukan
yang istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan
yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata (equality before the law) dalam
peradilan umum.
4. Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan,
yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik.
5. Wewenang pemerintahan secara tersirat berasal dari peraturan perundang-undangan,
artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian instrumen pemerintahan
2. Menjelaskan pengertian peraturan perundang-undangan, ketetapan tata usaha negara
(KTUN), perturan kebijaksanaan, rencana-rencana, perizinan dan instrumen hukum
keperdataan
3. Menjelaskan hubungan antara instrumen-instrumen pemerintahan
4. Menjelaskan fungsi instrumen pemerintahan di Indonesia
UU No.10 Tahun 2004 tentang P3 menentukan bahwa sumber hukum dari segala
sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan perundang-
undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut UU P3 jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut :
a) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU);
c) Peraturan Pemerintah (PP);
d) Peraturan Presiden (PERPRES);
e) Peraturan Daerah (PERDA), yang meliputi:
1) Peraturan Daerah (PERDA) provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah provinsi bersama dengan gubernur. Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah
Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.
Dalam praktik, peraturan kebijakan diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis
aturan, misalnya peraturan, keputusan, instruksi, surat edaran, pedoman, petunjuk,
pengumuman. Mengenai kekuatan mengikat peraturan kebijakan, masyarakat yang terkena
peraturan kebijakan tersebut secara tidak langsung terikat, karena tidak bisa berbuat lain
kecuali mengikutinya (take it or leave it).
IV.5 Rencana-rencana
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan konsepsi negara
hukum modern (welfare state), administrasi negara mempunyai kewajiban untuk
merealisasikan tujuan negara. Tujuan bernegara meliputi berbagai dimensi, yang perlu
disusun perencanaannya. Rencana merupakan alat bagi implementasi dan implementasi
seyogyanya berdasarkan rencana. Tidak bisa dibayangkan akibatnya apabila melaksanakan
tujuan bernegara tanpa ada rencana yang matang. Dalam hukum administrasi negara, rencana
merupakan bagian dari tindakan hukum pemerintahan, yaitu suatu tindakan yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Meskipun demikian, tidak semua rencana
memiliki akibat hukum langsung bagi warga negara. Sebagai bagian dari tindakan hukum
pemerintahan, perencanaan pasti memiliki relevansi hukum. Rencana pengembangan wilayah
tidak memiliki akibat hukum, baik bagi organ pemerintahan maupun warga negara, tetapi
rencana peruntukan yang bertentangan dengan rencana pengembangan wilayah tidak mungkin
disetujui.
Dari berbagai rencana yang ada, terdapat beberapa unsur rencana, antara lain:
a) merupakan gambaran tertulis;
b) merupakan keputusan atau tindakan;
c) dilakukan oleh organ pemerintah;
IV.6 Perizinan
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan atau
mengendalikan tingkah laku para warga. Izin pada prinsipnya merupakan persetujuan dari
penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Dengan memberi izin, penguasa
memperbolehkan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tertentu yang
sebenarnya dilarang. Kebolehan untuk melakukan tindakan tertentu tersebut lazimnya dilekati
dengan persyaratan atau cara tertentu. Izin merupakan perbuatan pemerintah bersegi satu
W.F. Prins dalam bukunya mengatakan bahwa dalam Hukum Administrasi Negara yang
modern, di antaranya ketetapan-ketetapan yang menguntungkan yang banyak terjadi adalah
"IZIN" dan Izin ini merupakan ketetapan yang menguntungkan yang dapat mengenai berbagai
hal seperti akan diuraikan dibawah ini.
Tujuan dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum
dengan menyimpang dari syarat-syarat undang-undang yang berlaku untuk pemberian
dispensasi ini juga harus dipenuhi syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh undang-undang
yahg bersangkutan.
Sebagai contoh : Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, ditentukan
dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai berikut :
Atas peraturan ini dapat diberikan dispensasi artinya dapat diberikan pengecualian
kepada seorang pria atau wanita yang belum mencapai umur yang telah ditentukan dalam
pasal tersebut di atas dengan mengajukan suatu permohonan kepada penguasa atau
Pengadilan setempat di mana mereka bertempat tinggal. Permohonan itu dapat diajukan oleh
orang tua atau walinya, tetapi biasanya dispensasi dimintakan kepada pengadilan setempat,
sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat (2) undang-undang tersebut, yaitu sebagai berikut:
"dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita".
Apabila dispensasi diberikan oleh Pengadilan, ini berarti Pengadilan telah membuat
suatu ketetapan yang disebut voluntaire jurisdictie, yaitu keputusan Hakim yang tidak
menyelesaikan suatu SENGKETA atau PERSELISIHAN. Sebagai lawan dari keputusan
hakim ini disebut contentieuse jurisdictie, yaitu keputusan hakim yang memutuskan suatu
sengketa atau perselisihan, misalnya sengketa hutang-piutang, sengketa jual beli dan
sebagainya. Contoh voluntaire jurisdictie, misalnya, pengangkatan seorang wali (voogd) atas
anak di bawah umur yang tidak dikuasai oleh orang tuanya dan pengangkatan seorang
pengampu atas orang yang sakit ingatan (pengampu/curator).
C. Licentie (lisensi)
Mengenai lisensi W.F. Prins mengemukakan pendapatnya, bahwa lisensi adalah tepat
kiranya untuk izin guna menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa. Sehingga, agar tidak
mendapat gangguan-gangguan karena sesuatu dan lain alasan dari pihak Pemerintah, maka
setelah mendapat lisensi Pemerintah, orang dapat dengan leluasa menjalankan perusahaannya.
Sebagai contoh, misalnya :
a) Lisensi untuk mendirikan tempat perjudian (Stb. 1912-230).
b) Lisensi untuk menambang intan di Martapura (Stb. 1923-565).
c) Lisensi untuk memotong.hewan (Stb. 1936).
d) Lisensi untuk memburu burung Genderawasih (Stb. 1916-230).
D. Konsesi
Mengenai konsesi ini terdapat pendapat dari Prof, van Vollehhoven yang dapat dipakai
sebagai pegangan, yang mengemukakan, bahwa yang disebut konsesi itu ialah bilamana
orang-orang pertikelir setelah berdamai dengan Pemerintah, melakukan sebagian dari
pekerjaan Pemerintah. Oleh karena itu, menurut rumus ini telah terjadi suatu delegasi
kekuasaan dari Pemerintah kepada seseorang partikelir/swasta untuk melakukan suatu
pekerjaan atau tugas dari Pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan tugas dari
Pemerintah atau Bestuur itu adalah Bestuurszorg atau mengusahakan/menyelenggarakan
kesejahteraan umum. Jadi, sebagian dari bestuurszorg ini diserahkan pelaksanaannya kepada
pihak partikelir/swasta dengan syarat-syarat tertentu, yaitu syarat-syarat yang harus
mengutamakan kepentingan umum daripada mencari keuntungan semata-mata. Dengan
demikian, tujuan pemberian konsesi itu adalah untuk kesejahteraan umum, suatu usaha yang
dapat memenuhi kebutuhan rakyat banyak yang karena sesuatu dan lain sebab Pemerintah
tidak dapat melaksanakannya sendiri. Sebagai contoh, karena pemerintah kurang mempunyai
tenaga ahli untuk melaksanakannya sendiri, misalnya kurang tenaga ahli untuk melaksanakan
suatu proyek pembangunan dan sebagainya
Pemberian konsesi itu dapat meliputi berbagai bidang, baik bidang pendidikan, bidang
perhubungan maupun bidang-bidang lain yang mempunyai arti ekonomis bagi rakyat banyak.
Contohnya : konsesi pendidikan yang diberikan kepada yayasan pendidikan, seperti Yayasan
Pendidikan Katolik dan sebagainya untuk mendirikan sekolah-sekolah.
Kemudian, konsesi-konsesi yang diberikan kepada berbagai perusahaan swasta, seperti
DAMR1, PELNI dan GIA untuk menyelenggarakan jaringan-jaringan lalu lintas umum di
darat, laut dan di udara. Akhirnya, konsesi-konsesi yang diberikan kepada perusahaan-
V.1 Pendahuluan
Dalam suatu negara hukum modern, setiap tindakan hukum pemerintahan dengan
instrumen yuridis apa pun yang digunakan harus tetap dalam koridor hukum dan sesuai
dengan gagasan munculnya konsep negara hukum modern (welfare state). Dalam melakukan
semua tindakannya, pemerintah tidak saja bersandarkan pada peraturan perundang-undangan
atau hukum tertulis, tetapi juga hukum tidak tertulis, yang lazim disebut dengan asas-asas
umum pemerintahan yang layak.
Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Siapa yang peduli asas? Mungkin
hanya kalangan akademisi. Padahal asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, menjadi
titik tolak berpikir, pembentukan dan intepretasi hukum. Sedangkan peraturan hukum
merupakan patokan tentang perilaku yang seharusnya, berisi perintah, larangan, dan
kebolehan.
• Asas keseimbangan
• Asas kebijaksanaan
Kedudukan AAUPL dalam sistem hukum menurut van Berge adalah sebagai hukum
tidak tertulis. Sementara menurut Philipus M. Hadjon, AAUPL harus dipandang sebagai
norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun
arti yang tepat dari AAUPL bagi setiap keadaan tersendiri selalu dapat dijabarkan dengan
teliti. Dapat pula dikatakan bahwa AAUPL, adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana
keadaan-keadaan dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan.
Berkenaan dengan ketetapan, AAUPL terbagi dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat
formal atau prosedural dan asas yang bersifat material atau substansial. Asas yang bersifat
formal berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan ketetapan,
atau asas-asas yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan keputusan seperti asas
kecermatan, yang menuntut pemerintah untuk mengambil keputusan dengan persiapan yang
cermat, dan asas permainan yang layak (fair play beginsel). Asas-asas yang bersifat material
tampak pada isi dan keputusan pemerintah. Termasuk kelompok asas yang bersifat material
atau substansial ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan sewenang-
wenang, larangan penyalahgunaan kewenangan.
V.7 Rangkuman
1. Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang
menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum.
2. Paling sedikit ada 7 ABBB yg sudah memiliki tempat yg jelas, yaitu asas persamaan, asas
kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan
‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang-wenang.
3. AAUPL terbagi dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat formal atau prosedural dan
asas yang bersifat material atau substansial.
BAB VI
Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 58
PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DALAM
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
VI.4 Rangkuman
1. Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan
diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum. Namun,
masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana
mewujudkan perlindungan hukum itu diberikan.
2. Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif
dan represif. Pada perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar
artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena
dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap
hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
3. Sementara yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai
yang mantap dan mengejawaantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
BAB VII
HUKUM TATA NEGARA
DAFTAR PUSTAKA
Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1990.
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,
2000.
Paulus Effendi Lotulung, (ed.) Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.
Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, Cetakan Pertama, FH.UII Press, Yogyakarta, 2009.
Riwan HR, Hukum Adminitrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006