Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENGANTAR HUKUM TATA PEMERINTAHAN/HUKUM


ADMINISTRASI NEGARA

Tujuan Pembelajaran Umum


Mahasiswa diharapkan dapat memahami arti, asas-asas,subyek, obyek dan fungsi Hukum Tata
Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian Hukum Tata Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara;
2. Menjelaskan macam-macam asas Hukum Administrasi Negara;
3. Menjelaskan pengertian subyek Hukum Tata Pemerintahan;
4. Menjelaskan pengertian obyek Hukum Tata Pemerintahan;
5. Menjelaskan macam-macam fungsi Hukum Administrasi Negara.

I.1 Pengertian Hukum Tata Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara


Apakah Administrasi Negara itu? Perkataan bahasa Inggris "administer" adalah
kombinasi kata-kata bahasa Latin ad + ministrare, yang berarti "to serve" melayani. Di dalam
kamus dikatakan bahwa "to administer" adalah "to manage" atau "direct" mengelola atau
memerintah.
Definisi dari definisi, definisi berasal dari kata Latin "definire" yang berarti menandai
batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, memberi ketentuan atau batasan arti, jadi
"definisi" dapat diartikan sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan dengan suatu "term", atau
kata lain definisi adalah sebuah pernyataan yang memuat penjelasan tentang arti
sebuah"term". Bagaimana para ahli memberikan definisi administrasi negara itu?
Menurut Dimock & Dimock, Administrasi Negara ialah aktivitas-aktivitas negara dalam
melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya, atau dalam arti sempit merupakan aktivitas-
aktivitas badan-badan eksekutif dan kehakiman, khususnya aktivitas-aktivitas badan eksekutif
saja, dalam melaksanakan pemerintahan. Definisi Dimock tersebut menafsirkan, bahwa
Administrasi Negara mempunyai 2 (dua) arti, pertama administrasi dalam arti luas yaitu
aktivitas-aktivitas badan-badan Legislatif, Ekseskutif dan badan Yudikatif. Jadi, badan
Legislatif membuat undang-undang disebut Administrasi Negara, Hakim menafsirkan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 1


undang-undang, memeriksa perkara, mendengar saksi dan memutus perkara, disebut
Administrasi Negara. Sementara administrasi dalam arti sempit adalah aktivitas badan
eksekutif dalam melaksanakan Pemerintahan. Misalnya aparat Direktorat Pajak memungut
Pajak Bumi dan Bangunan, disebut Administrasi Negara, dosen memberikan kuliah,
memeriksa kertas ujian dan menentukan nilai ujian, disebut Administrasi Negara dan
seterusnya.
Ahli lainnya, Prof, Prajudi Atmosudirdjo, S.H. memberikan definisi Administrasi
Negara dengan 3 (tiga) pengertian, yaitu:
1. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau sebagai institusi politik (kenegaraan);
2. Administrasi Negara sebagai "fungsi" atau sebagai aktivitas melayani Pemerintah, yakni
sebagai kegiatan "Pemerintah operasional"; dan
3. Administrasi. Negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.
Definisi Administrasi Negara diberikan juga oleh para ahli lainnya, seperti Dwight
Waldo, Leonard D. White dan John M. Pfiffner yang dirumuskan secara berbeda satu dengan
lainnya, tetapi dalam perbedaannya itu ada persamaannya, yaitu Administrasi Negara sebagai
"aktivitas" dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Definisi Hukum Administrasi Negara yang lain dikemukakan oleh De La Bassecour
Caan, bahwa:
"Yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan tertentu
yang -menjadi sebab maka negara berfungsi (beraksi) dan peraturan-peraturan itu mengatur
hubungan-hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan Pemerintahnya".

Untuk sekedar dipakai sebagai pegangan saja bagi para birokrat Pemerintah dan untuk
para praktisi hukum, Hukum Administrasi Negara dapat diartikan sebagai himpunan peraturan
yang mengatur kegiatan aparat pemerintah dan warga negara ataupun suatu badan hukum
privat yang terlibat atau yang dilibatkan ke dalam pelaksanaan Hukum Administrasi Negara.
Hal ini kiranya mudah dipahami apabila definisi atau teori Hukum Administrasi Negara ini
dipergunakan di dalam praktek Hukum Administrasi Negara. Sebagai contoh, misalnya
kegiatan aparat Kantor Pertanahan Kabupaten dan para pemegang hak atas tanah dalam
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Contoh
lainnya adalah kegiatan aparat Direktorat Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia
memungut pajak dengan para wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak. Mengenai
fungsi Hukum Administrasi Negara, dalam hubungannya dengan fungsi HTN dilukiskan oleh
van Vollenhoven, bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 2


verlengstuk/perpanjangan/kelanjutan dari Hukum Tata Negara. Demikian juga, Oppenheim
melukiskannya bahwa Hukum Tata Negara menggambarkan negara dalam keadaan tidak
bergerak (staat in rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara menggambarkan negara
dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Mengenai hubungan fungsi antara fungsi Hukum Tata Negara dan fungsi Hukum
Administrasi Negara dapat dikatakan, bahwa fungsi Hukum Tata Negara adalah fungsi politik,
menetapkan fungsi yang ditetapkannya dalam peraturan-peraturan Hukum Tata Negara, yaitu
dalam peraturan-peraturan Undang-Undang Dasar yang menetapkan fungsi kepada badan
kenegaraan di Pemerintah Pusat dan Undang-Undang Nomor 22 Tahuri 1999 yang
menetapkan fungsi kepada badan-badan Pemerintah di Daerah. Sedangkan fungsi Hukum
Administrasi Negara adalah fungsi teknis, yaitu melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan
oleh Hukum Tata Negara. Sebagai contoh, misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, merupakan peraturan teknis, yaitu peraturan yang
meJaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19 tentang
Pendaftaran Tanah. Contoh lainnya adalah Peraturan Pemerintafi Nomor 44 Tahun 1993
tentang Kendaraan dan Pengemudi yang melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

I.2 Asas-Asas Hukum Administrasi Negara


Bagaimana hubungannya antara asas dan kaidah? Asas dalam istilah asingnya adalah
beginsel, asal dari perkataan begin yang artinya permulaan atau awal. Jadi, asas itu adalah
mengawali atau yang menjadi permulaan sesuatu dan yang dimaksudkan sesuatu di sini
adalah kaidah. Sedangkan kaidah atau norma adalah ketentuan-ketentuan tentang bagaimana
seharusnya manusia bertingkah laku dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lainnya. Jadi,
asas itu dasar dari suatu kaidah, misalnya, asas monogami dari hukum perkawinan Eropa, ini
berarti bahwa hukum perkawinan barat didasarkan pada asas monogami ini, yaitu bahwa
seorang suami hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai istrinya dan sebaliknya
seorang istri hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai suaminya. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 27 KUHS sebagai berikut :
“dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai 1 (satu) orang
wanita sebagai istrinya dan seorang istri hanya 1 (satu) orang laki-laki sebagai suaminya”.

Demikian banyak kaidah hukum, baik hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata
Negara maupun Hukum Administrasi Negara. Pembentukannya didasarkan kepada suatu asas

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 3


dan suatu asas yang menjadi dasar suatu kaidah hukum, disebut asas hukum. Maka dalam
lapangan Hukum Administrasi Negara dikenal juga asas-asas hukumnya sebagai berikut:
1. Asas legalitas, bahwa setiap perbuatan administrasi berdasarkan hukum.
2. Asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan atau dengan istilah lain asas tidak boleh
melakukan detournement de pouvoir.
3. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang
lainnya atau disebut asas exes de pouvoir.
4. Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk negara atau disebut asas nondiskriminatif.
5. Asas upaya memaksa atau bersanksi sebagai jaminan pentaatan kepada Hukum
Administrasi Negara.
6. Asas kepastian hukum.
7. Asas keadilan sosial.
8. Asas orang yang tepat di tempat yang tepat (The right man in the right place).
9. Asas kesatuan dan persatuan.
10. Asas batal karena kecorobohan.
11. Asas kebebasan atau asas Freies Ermessen.

Penjelasan dari tiap-tiap asas sebagai berikut:


1. Asas legalitas maksudnya ialah bahwa setiap perbuatan Administrasi Negara, baik
dalam membuat peraturan maupun dalam membuat ketetapan haruslah berdasarkan
hukum yang.berlaku.
2. Asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan atau tidak boleh melakukan
detournement de pouvoir, merupakan asas-asas preventif untuk mencegah timbulnya
ekses-ekses sebagai akibat kebebasan yang diberikan kepada Administrasi Negara
(freies ermessen).
3. Asas tidak boleh menyerobot wewenang Badan Administrasi Negara yang satu oleh
yang lainnya (exes de pouvoir) merupakan asas-asas prevenfif untuk mencegah
timbulnya ekses-ekses sebagai akibat adanya pembagian wewenang/tugas dalam suatu
unit organisasi Pemerintah.
4. Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk adalah asas untuk mencegah timbulnya
perbuatan Administrasi Negara yang diskriminatif terhadap penduduk Indonesia
karena hal ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 :
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemeriptahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
5. Asas upaya memaksa adalah asas untuk menjamin ketaatan penduduk kepada
peraturan-peraturan administrasi negara.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 4


6. Asas kepastian hukum, maksudnya adalah bahwa Hukum Administrasi Negara positif
harus dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada periduduk, dalam hal ini
kepastian hukum mempunyai 3 (tiga) arti sebagai berikut:
Pertama, pasti mengenai peraturan hukumnya yang mengatur masalah pemerintah
tertentu yang abstrak.
Kedua, pasti mengenai kedudukan hukum dari subjek dan objek hukumnya dalam
pelaksanaan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara.
Ketiga, mencegah kemungkinan timbulnya perbuatan sewenang-wenang
(eigenrichting) dari pihak manapun, juga tidak dari pihak pemerintah.
Ketiga pengertian tersebut berkaitan secara erat yang satu dengan lainnya dalam
pelaksanaan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara. Ambillah sebagai
contoh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasti
peraturan hukumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, mengatur
masalah pemerintah tertentu, yaitu masalah pendaftaran tanah, pasti mengenai
kedudukan hukum dari subjek dan objek hukumnya, yaitu aparat Badan Pertanahan
Nasional dan para pemegang hak atas tanah, obyeknya adalah tanah yang dimiliki atau
yang dikuasai pemegang hak atas tanah. Mencegah timbulnya perbuatan sewenang-
wenang karena perbuatan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pendaftaran tanah,
sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut.
7. Asas keadilan sosial adalah keadilan yang berlaku di dalam masyarakat, keadilan
obyektif, yaitu keadilan berdasarkan perasaan keadilan masyarakat, bukan keadilan
subyektif, yaitu keadilan semata-mata berdasarkan perasaan orang perorangan.
Apabila kita tinjau keadilan sosial itu dari teori Aristoteles yang membedakan keadilan
ke dalam :
a. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah
atau hak menurut jasanya. Jadi, bukan persamaan, melainkan kesebandingan.
Keadilan dalam Hukum Privat.
b. Keadilan komunikatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap orang sama
banyaknya dengan mengingat jasa-jasanya. Keadilan dalam Hukum Publik.
Contoh keadilan distributif dalam Hukum Privat, misalnya hukum tukar-menukar
barang, adalah adil apabila barang yang dipertukarkan itu sebanding nilainya.
Contoh keadilan komutatif, dalam Hukum Publik, yaitu berdasarkah Undang-
Undang Dasar 1/945, Pasal 6 ayat (1) "Presiden ialaK orang Indonesia asli",
artinya setiap orang Indonesia asli sama haknya untuk menjadi presiden, tetapi
tidak semua orang Indonesia asli dapat menjadi presiden, sebab ada syarat yang

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 5


harus dipenuhi, yaitu yang telah memberikan jasa kepada masyarakat, bangsa dan
negara.
8. Asas orang yang tepat di tempat yang tepat, The right man in the right place, adalah
asas yang menjadi dasar norma-norma Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,
tentang Dasar Perubahan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian. Sedangkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ini berfungsi
sebagai pedoman dan ukuran bagi badan-badan Pemerintah dalam membuat keputusan
yang menyangkut kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, sebagai
pedoman, artinya menunjuk ke arah pembentukan keputusan yang baik dan benar,
sebagai ukuran berarti salah benarnya keputusan itu diukur dengan peraturan-
peraturan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Mengenai hnanajemen pegawai
negeri sipil untuk mendapatkan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi
kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku; agama, ras atau golongan. (Pasal 17
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999). Jadi, penempatan pegawai negeri sipil untuk
jabatan struktural berdasarkan prinsip "The right man in the right place" atau
menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat.
9. Asas Persatuan dan Kesatuan, asas ini menjadi dasar dari Pasal Undang-Undang
Nomor,43 Tahun 1999, yaitu:
"Setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia".
10. Asas batal karena kecerobohan. Yang dimaksud dengan asas ini ialah, bahwa suatu
keputusan Pemerintah yang dibuat secara ceroboh, artinya lepas dari sengaja atau
tidak sengaja isi keputusan itu tidak sesuai dengan isi dari peraturan yang menjadi
dasar keputusan tersebut. Sebagai contoh, misalnya, isi Surat Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) tidak sesuai dengan isi permohonan Izin Mendirikan Bangunan,
nama pemohon tidak sama, lokasi tidak sama, luas tanah di mana bangunan itu akan
didirikan tidak sama, ini semua dapat menjadi sebab keputusan itu menjadi batal,
karena mengandung kekurangan yuridis, yaitu dibuat secara ceroboh.
11. Asas Kebebasan atau Asas Freies Ermessen. Dalam suatu negara hukum modern
lapangan Administrasi Negara menjadi sangat luas. Hal ini disebabkan ikut campumya
Pemerintah (staatsbemoeienis) dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 6


tugas Administrasi Negara bertambah pula banyaknya karena harus melayani
kebutuhan masyarakat yang tidak terhingga banyaknya dan yang beraneka ragam
coraknya. Tugas Administrasi Negara dalam negara kesejahteraan (Welfare State), oleh
Dr. Lemaire disebut dengan bestuurszorg, yaitu menyelenggarakan kesejahteraan
umum yang mempunyai tanda istimewa, yaitu kepada Administrasi Negara diberikan
kebebasan untuk atas inisiatif sendiri bertindak cepat dan tepat menyelesaikan
kepentingan-kepentingan guna kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan
cara memberikan kepada Administrasi Negara keleluasaan untuk menyelenggarakan
dengan cepat dan berfaedah (doeltreffen) kepentingan-kepentingan guna kesejahteraan
umum, atau dengan perkataan lain, dalam melaksanakan bestuurszorg itu kepada
Administrasi Negara diberikan freies Ermessen artinya kepada Administrasi Negara
diberikan kebebasan untuk atas inisiatif sendiri melakukan perbuatan-perbuatan guna
menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak dan yang peraturan
penyelesaiannya belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan kenegaraan yang diserahi
tugas membuat undang-undang.
Dalam hal demikian, Administrasi Negara bertugas untuk membuat peraturan
penyelesaian yang diperlukan itu. Diberikannya Freies Ermessen kepada Administrasi
Negara berarti bahwa sebagian kekuasaan yang dipegang oleh badan pembentuk
undang-undang (legislatif) dipindahkan ke dalam tangan Pemerintah/Administrasi
Negara, sebagai badan eksekutif. Sehingga,supremasi badan legislatif diganti oleh
supremasi badan eksekutif. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari suatu Welfare State,
yaitu ekonomi yang lebih dipimpin oleh Pemerintah, memperbesar kekuasaan
Pemerintah/eksekutif, sehingga untuk dapat membuat peraturan atas inisiatif sendiri
pun maka Administrasi Negara memerlukan fungsi legislatif. Oleh sebab itu, adakah
dasar hukum yang mengatur fungsi legislatif kepada badan eksekutif/Pemerintah?
Kekuasaan membuat peraturan atas inisiatif sendiri yang diberikan kepada
Administrasi Negara terdapat dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
sebagai berikut:
"Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang".

Namun, kekuasaan ini diberikan kepada Pemerintah dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa. Pada negara-negara modern sudah dikenal Lembaga Hukum Tata

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 7


Negara yang disebut delegasi perundang-undangan (delegatie van wetgeving) dengan
tujuan-tujuan :
a. untuk mengisi kekosongan dalam undang-undang;
b. mencegah kemacetan dalam bidang pemerintahan;
c. administrasi negara dapat mencari kaidah-kaidah baru dalam lingkungan
undang-undang atau sesuai dengan jiwa undang-undang.
Pasal lainnya dari Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar "delegasi
perundang-undangan" adalah Pasal 5 ayat (2) yang menetapkan :
"Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya".

Maka dikatakan bahwa kedua pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu sebagai
pasal-pasal delegasi perundang-undangan.
Suatu negara kesejahteraan (welfare state) membawa hukum administrasi yang:
a. menerima Freies Ermessen,
b. mengizinkan Staats Bemoeienis,
c. mengutamakan kepentingan umum, dan
d. kenyataan hukum yang didukung oleh kesadaran etis.
Asas Freies Ermessen ini diberikan kepada Pemerintah atau Administrasi Negara
mengingat fungsi Pemerintah atau Administrasi Negara sebagai penyelenggara kesejahteraan
umum dan hal ini berbeda dengan fungsi kehakiman, yaitu menyelesaikan sengketa antara
penduduk yang satu dengan yang lainnya atau antara penduduk dengan pemerintah. Dengan
demikian, keputusan Pemerintah atau Administrasi Negara akan lebih mengutamakan
pencapaian tujuannya atau sasarannya (delmatigeheid) daripada sesuainya dengan hukum
yang berlaku ( rechtmatigeheid). Sedangka keputusan hakim yang lebih diutamakan adalah
kesesuaian keputusannya dengan hukum yang berlaku, baik itu hukum undang-undang
maupun hukum kebiasaan (rechtmatigeheid), sebab keputusan hakim yang tidak sesuai
dengan hukum yang berlaku akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara 1970
Nomor 74 Pasal 5).

I.3 Obyek dan Subjek Hukum Tata Pemerintahan


Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan atau sebagai
salah satu disiplin ilmu, mempunyai objek yang dipelajarinya dan untuk dilakukan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 8


penelitiannya. Seperti halnya dengan disiplin ilmu lainnya, maka objek studi Hukum
Administrasi Negara ada 2 (dua) macam, yaitu: .
1. Objek material
Yang dimaksud dengan objek material dalam studi Hukum Administrasi Negara adalah
manusia, dalam hal ini adalah Aparat Pemerintah atau aparat Administrasi Negara
sebagai pinak yang memerintah dan warga masyarakat atau suatu badan hukum privat
sebagai pihak yang diperintah. Antara kedua pihak ada hubungan hukum publik, bukan
hubungan hukum privat.
2. Objek formal
Yang dimaksud dengan objek formal adalah perilaku atau kegiatan atau pula keputusan
hukum badan pemerintah, baik yang bersifat peraturan (regeling) maupun yang bersifat
ketetapan (beschikking).
Dengan demikian, objek dan subjek dari Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut:
1. Objek Hukum Administrasi Negara adalah setiap benda, baik yang bersifat materil
maupun immateril, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang ada maupun yang
ada kemudian, yang dapat menimbulkan hubungan Hukum Administrasi Negara.
2. Subjek Hukum Administrasi Negara adalah orang atau Badan Pemerintah atau pula badan
hukum privat yang dapat mempunyai hak dan dapat dibebani kewajiban dalam suatu
hubungan Hukum Administrasi Negara. Misalnya, Subjek-subjek dalam Undang-Undang
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, adalah Aparat
Direktorat Pajak sebagai pemungut pajak dan orang atau badan hukum privat sebagai
wajib pajak sebagai pembayar pajak, sedangkan tanah dan bangunan sebagai objek
pajaknya.

I.4 Fungsi Ilmu Hukum Administrasi Negara


Fungsi Hukum Administrasi Negara adalah:
1. Menciptakan Pemerintah yang baik-, yaitu menciptakan Pemerintah yang BERSIH, ADIL
dan BERWIBAWA. Pemerintah yang bersih artinya tanpa cacat hukum, tanpa korupsi,
kolusi dan tanpa nepotjsme. Pemerintah yang adil, artinya Pemerintah yang dapat
memberikan. keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan dan
Pemerintah yang dapat memberikan kepada warga masyarakat apa yang menjadi haknya.
Misalnya, pencabutan hak milik atas tanah warga masyarakat yang digunakan untuk
kepentingan umum. Maka Pemerintah wajib memberikan ganti kerugian yang layak
kepada Eks pemilik tanah, sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960. Pemerintah yang berwibawa, artinya Pemerintah yang disegani dan
dihormati eksistensinya di dalam maupun di luar negeri.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 9


2. Menciptakan aparat Pemerintah yang baik, yaitu menciptakan aparat Pemerintah yang
baik secara moral, yakni aparat Pemerintah yang mempunyai:
(a)Keyakinan diri, yaitu mempunyai keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan
dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Misainya, ia yakin melakukan korupsi
adalah tidak baik karena akan merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kalau ia
dihukum penjara, serta merugikan masyarakat dan negara, karena uang yang dikorup
itu adalah uang rakyat yang harus digunakan untuk pembangunan fasilitas-fasilitas
publik.
(b)Dapat mengawasi diri, tanpa harus ada pengawasan dari luar. Misalnya, seorang
bendahara keuangan negara akan mengelola uang negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tanpa harus diawasi oleh atasannya atau oleh
Badan Pengawas Keuangan.
(c)Mempunyai disiplin diri, mentaati, dan mematuhi peraturan perundang-undangan
tanpa paksaan dari luar. Misalnya, seorang aparat Kepolisian harus melakukan
penjagaan di tempat tertentu yang rawan kejahatan, maka ia akan melakukan tugas
tersebut tanpa harus dipaksa oleh atasannya.

Pendapat lain mengemukakan bahwa fungsi Hukum Administrasi Negara adalah:


1. Menjamin kepastian hukum
Masalah kepastian hukum itu menyangkut masalab bentuk dari hukum. Bentuk
hukum yang tertulis disebut hukum undang-undang dan bentuk hukum yang tidak tertulis
disebut hukum. adat dan hukum kebiasaan. Bahwa hukum undang-undang yang karena
bentuknya tertulis lebih banyak memberikan kepastian hukum daripada hukum adat dan
hukum kebiasaan yang bentuknya tidak tertulis. Karena orang merasa lebih enak dan
lebih nikmat bekerja dengan hukum yang tertulis daripada dengan hukum yang tidak
tertulis. Mengenai kepastian hukum ini Prof. Van Apeldoorn memberikan pengertian
kepastian hukum mempunyai 2 (dua) segi: Pertama tama, berarti soal dapat
ditentukannya (bepaaldbaarheid) hukum dalam hal-hal yang konkret. Pihak-pihak yang
mencari keadilan ingin mengetahui, apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang
khusus, sebelum ia memulai dengan perkara. Yang kedua, kepastian hukum berarti
keamanan hukum, artinya perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenang-wenangan
hakim. Jadi, pada dasarnya kepastian hukum itu berarti pertama, dapat ditentukan
hukumnya (hukum tertulis) dalam hal-hal yang konkret tertentu, misalnya pada jual beli,
pemungutan dan pembayaran pajak dan seterusnya, kedua untuk mencegah timbulnya
perbuatan sewenang-wenang yang dapat dilakukan oleh siapapun, juga tidak dari pihak
Pemerintah.
Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 10
2. Menjamin keadilan hukum
Yang dimaksud dengan keadilan hukum adalah keadilan yang telah ditentukan
oleh undang-undang dan peraturan tertulis, seperti misalnya, keadilan dalam bidang
pertanahan yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah untuk Kepentingan Umum oleh
Pemerintah, tetapi Pemerintah harus adil terhadap eks pemegang hak atas tanah itu, yaitu
harus memberikan ganti kerugian yang layak. Mengenai masalah kelayakan ini tidak ada
ukurannya, karena harga tanah tidak sama, tergantung pada lokasi tanah tersebut, harga
tanah di kota lebih tinggi daripada harga tanah dipinggiran kota. Maka masalah tidak
adanya ukuran kelayakan inilah, yang menimbulkan sengketa tanah antara Pemerintah
dan masyarakat eks pemegang hak atas tanah.
3. Hukum Administrasi Negara berfungsi ganda, sebagai PEDOMAN dan UKURAN
Hukum Administrasi Negara berfungsi sebagai pedoman, artinya sebagai
petunjuk arah bagi perilaku manusia, yaitu menunjuk ke arah perilaku yang baik dan
benar. Sebagai contoh, misalnya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
Pasal 19 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, dipakai sebagai pedoman bagi para pemegang
hak atas tanah dan aparat Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan pendaftaran
tanah di Kantor-kantor Pertanahan Kabupaten dan Kota.
Hukum Administrasi Negara berfungsi sebagai ukuran, maksudnya untuk menilai
apakah pelaksanaan pendaftaran tanah itu dilakukan secara benar atau salah, maka
dipakailah sebagai ukuran Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang berisikan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses pendaftaran tanah untuk memperoleh
sertifikat tanah atas nama pemegang hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan setempat.
Sertifikat tanah berfungsi sebagai alat bukti yang kuat atas pemilikan dan
penguasaan sebidang tanah dan mempunyai arti sosial ekonomi yang penting bagi
pemegang haknya, karena tanah itu mempunyai fungsi sebagai HARTA bagi keluarganya,
sebagai sumber penghasilan bagi pengelola tanah sebagai tempat pemukiman dan
akhirnya sebagai tempat persemayaman terakhir bagi manusia. Karena tanah
mempunyai arti penting bagi pemegang haknya, maka setiap sengketa tanah, Pemeriritah
harus menyelesaikannya dengan sangat hati-hati, cermat dan penuh rasa tanggung jawab,
sebab apabila tidak demikian, akan menimbulkan dampak yang buruk bagi Pemerintah.

I.5 Rangkuman

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 11


1. Hukum Administrasi Negara itu sebagai himpunan peraturan yang mengatur kegiatan
aparat pemerintah dan warga negara ataupun suatu badan hukum privat yang terlibat atau
yang dilibatkan ke dalam pelaksanaan Hukum Administrasi Negara.
2. Objek Hukum Administrasi Negara adalah setiap benda, baik yang bersifat materil
maupun immateril, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang ada maupun yang
ada kemudian, yang dapat menimbulkan hubungan Hukum Administrasi Negara.
3. Subjek Hukum Administrasi Negara adalah orang atau Badan Pemerintah atau pula badan
hukum privat yang dapat mempunyai hak dan dapat dibebani kewajiban dalam suatu
hubungan Hukum Administrasi Negara.
4. Fungsi Hukum Administrasi Negara adalah fungsi teknis, yaitu melaksanakan fungsi
yang telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.

I.6 Latihan Soal/Tugas


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara?
2. Apa subjek dan Objek Hukum Administrasi Negara?
3. Jelaskan mengenai asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara!
4. Jelaskan fungsi Hukum Administrasi Negara dalam kehidupan sehari-hari dan berikan
contohnya!

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 12


BAB II
NEGARA HUKUM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Tujuan Pembelajaran Umum


Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang konsep negara, negara hukum dan negara
kesejahteraan, serta dapat memahami hubungan antara negara hukum dan HAN.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian negara dan negara hukum.
2. Menjelaskan perbedaan antara negara hukum dan negara kesejahteraan
3. Menjelaskan hubungan antara negara hukum dan HAN

II.1 Negara
II.1.1 Pengertian Negara
Negara berasal dari kata statum (bahasa latin), artinya menempatkan dalam
keadaan berdiri, kemudian berkembang menjadi staat (bahasa Belanda dan Jerman).
Menurut Logemaan, negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan
mengatur masyarakat dengan kekuasaannya itu. Oleh karena itu, negara memiliki
sifat:
1. Memaksa, artinya mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik
secara legal.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 13


2. Monopoli, artinya mengatur kegiatan-kegiatan yang menyangkut hajat hidup
orang banyak.
3. Mencakup semua, artinya untuk mencapai tujuan maka negara mengeluarkan
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan bagi semua orang tanpa kecuali.

II.1.2 Unsur-Unsur Negara


Sesuatu dikatakan sebagai sebuah negara apabila memenuhi unsur-unsur suatu
negara yang terdiri dari:
1. Rakyat;
Rakyat adalah semua orang yang berada di dalam suatu negara atau menjadi
penghuni negara. Sementara penduduk adalah setiap orang yang bertempat
tinggal atau berdomisili di dalam wilayah suatu negara.
Berbeda dengan rakyat atau penduduk, suatu negara memiliki anggota yang
dikenal sebagai warga negara atau mereka yang berdasarkan hukum merupakan
anggota dari suatu negara.
2. Wilayah;
Wilayah negara adalah wilayah yang merupakan batas-batas di mana suatu
negara dapat melaksanakan kegiatannya dan menegakkan kedaulatannya.
3. Pemerintah yang berdaulat;
Pemerintah mempunyai arti sempit dan arti luas. Pemerintah dalam arti sempit
adalah eksekutif. Sementara pemerintah dalam arti luas adalah gabungan dari
semua lembaga kenegaraan atau gabungan dari semua alat perlengkapan negara
( legislatif. Eksekutif dan yudikatif).
4. Pengakuan dari negara lain.
Pengakuan suatu negara oleh negara lain dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam.
Yaitu:
a. Pengakuan secara de jure, yaitu pengakuan terhadap sahnya suatu negara
berdasarkan pertimbangan meurut hukum; dan
b. Pengakuan secara de facto, yaitu pengakuan terhadap suatu negara berdasarkan
kenyataan adanya negara.
Dari unsur-unsur negara di atas, unsur negara ke-1 dan ke-2 merupakan unsur pokok
(konstitutif), sementara unsur negara ke-3 dan ke-4 merupakan unsur tambahan
(deklaratif).

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 14


II.1.3 Terjadinya Negara
Terjadinya negara dapat ditinjau dari dua segi yaitu:
1. Secara primer.
Tinjauan secara primer adalah mempersoalkan bagaimana asal mula terjadinya
negara yang pertama di dunia. Di sini masalah kekayaan dijadikan sebagai
pendorong agar orang-orang mau membentuk suatu kelompok.
2. Secara sekunder.
Ini suatu cara melihat terjadinya negara dengan memperhatikan dari dalam
lingkungan negara-negara lainnya. Di sini suatu kelompok dapat dikatakan
sebagai suatu negara apabila telah mendapatkan pengakuan dari negara lain.

II.1.4 Fungsi dan Tujuan Negara


Fungsi suatu negara adalah:
1. menjaga ketertiban dan keamanan;
2. pertahanan;
3. kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; dan
4. menegakkan keadilan.
Sementara tujuan negara menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Shang Yang, tujuan negara adalah membentuk kekuasaan negara yang
sebesar-besarnya;
2. Menurut Niccollo Machiavelli, tujuan negara adalah membentuk kekuasaan
negara sebesar-besarnya guna kebebasan, kehormatan dan kesejahteraan;
3. Menurut Dante Alighieri, tujuan negara adalah untuk mewujudkan perdamaian
dunia;
4. Menurut Immanuel Kant, tujuan negara adalah menjunjung tinggi hak dan
kebebasan warganya.

II.1.5 Bentuk Negara


Secara umum bentuk negara dibedakan menjadi:
1. Negara Kesatuan (unitary state), yang bersifat:
a. Sentralistik; atau
b. Desentralistik.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 15


Untuk memahami bentuk negara kesatuan, maka perhatikan beberapa hal berikut
ini:
1) Makna satu kesatuan bukan berarti seragam tetapi satu dalam
keanekaragaman;
2) Keseragaman tidak identik dengan kesatuan;
3) Hakikat desentralisasi adalah menghormati keanekaragaman;
4) Otonomi daerah adalah dalam rangka kemandirian bukan kemerdekaan;
5)Otonomi daerah dikuatkan dengan adanya substitusi silang/perimbangan
keuangan, dengan demikian maka daerah yang miskin akan sumber daya alam
bukanlah penghalang untuk perwujudan otonomi daerah;
6)Mengenai otonomi daerah hakikatnya adalah bagaimana memanfaatkan
sumber-sumber kekayaan daerah untuk menjalankan roda pemerintahan;
7)Otonomi daerah hakikatnya adalah untuk persatuan dan kesatuan, karena salah
satu upaya menjaga kesatuan adalah dengan pemerataan dan transmigrasi;
8)Otonomi daerah dan undang-undangnya harus saling berkaitan atau tidak lepas
sama sekali dan pada asasnya daerah harus memperhatikan kepentingan yang
lebih besar.
2. Negara Serikat/Federasi (federal state).
Beberapa hal yang perlu dipahami dari suatu negara serikat/federasi adalah:
1)Pada negara federal, negara bagian mempunyai konstitusi dan terdapat institusi
kekuasaan;
2)Pada negara federasi, institusi kekuasaan untuk negara federal adalah Presiden
dan untuk negara bagian adalah Gubernur Negara Bagian;
3) Negara bagian tidak boleh melakukan hubungan internasional;
4)Bentuk negara federal memiliki esensi yang sama dengan desentralistik, yaitu
ada pemecahan kewenangan di pusat dan sebagian di daerah;
5) Kesatuan desentralistik memiliki esensi yang sama dengan federal;

II.2 Negara Hukum


Banyak konsepsi tentang negara hukum antara lain:
1. Konsep Eropa Kontinental, yang dinamakan rechtsstaat;
2. Konsep Anglo Saxon (rule of law);
3. Konsep Socialist Legality;

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 16


4. Konsep negara hukum Pancasila
Gagasan negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato dalam “Nomoi”.
Dikatakan di dalam nomoi, bahwa “penyelenggaraan negara yang baik ialah yang
didasarkan pada pengaturan (hukum) yangt baik”.
Pendapat Plato didukung dan dipertegas oleh muridnya, yaitu Aristoteles dalam
buku “Politica”. Menurut Aristoteles, “ Suatu negara yang baik ialah negara yang
diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum”. Aristoteles mengatakan bahwa
ada 3 (tiga) unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu:
1) Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum
2) Pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-
ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang
menyampingkan konvensi dan konstitusional.
3) Pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak
rakyat, bahwa berupa paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotik.
Oleh karena gagasan negara hukum tersebut samar-samar, maka tenggelam dalam
waktu yang sangat panjang, kemudian muncul kembali secara lebih eksplisit pada abad
ke-19 dengan munculnya konsep rechtstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami
oleh Immanuel Kant.
Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah:
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Pada saat hampir bersamaan muncul konsep negara hukum (rule of law) dari A.V.
Dicey, yang mengemukakan unsur-unsur rule of law:
a. Supremacy of the law,yaitu tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of
arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar
hukum;
b. Equality before the law, kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum;
c. Terjaminnya HAM oleh Undang-Undang (UUD untuk negara lain) serta keputusan-
keputusan pengadilan.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 17


Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum mengalami penyempurnaan
yang secara umum diantaranya :
a. Sistem pemerintahan negara yang di dasarkan atas kedaulatan rakyat;
b. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas
hukum atau peraturan perundang-undangan;
c. adanya jaminan terhadap HAM warga negara;
d. adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
e. adanya pengawasan dari badan-badan peradilan yang bebas dan mandiri ( lembaga
peradilan tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif);
f. adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk
turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh
pemerintah;
g. adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber
daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Perumusan unsur-unsur negara hukum tidak terlepas dari falsafah dan sosio
politik yang melatarbelakangi, terutama falsafah individualisme, yang menempatkan
individu/warga negara sebagai prismus interpares dalam kehidupan bernegara
Oleh karena itu, unsur pembatasan kekuasaan negara untuk melindungi hak-hak
Individu menempati posisi yang signifikan. Semakin signifikan setelah munculnya
adagium: Power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely ( manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi
kekuasaan yang tidak terbatas/absolut pasti akan disalahgunakan), dari Lord Acton.
Negara hukum seperti ini kemudian dikenal sebagai negara dengan sistem
pemerintah yang demokratis/demokrasi konstitusional dengan ciri bahwa pemerintah
yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
warga negaranya. Oleh karena itu esensi dari negara yang berkonstitusi adalah
perlindungan terhadap HAM. Atas dasar itu keberadaan konstitusi dalam suatu negara
mempunyai conditio Sinequanon (Sri Soemantri, tidak ada suatu negara di dunia ini
tidak mempunyai Konstitusi atau UUD)
HAMID S. ATTAMIMI, mengatakan bahwa dalam abad ke-20 hampir tidak ada
suatu yang tidak menyebutkan dirinya sebagai “negara berdasarkan atas hukum”.
Dengan demikian, dalam batas-batas minimal, negara hukum identik dengan negara

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 18


yang berkonstitusi atau negara yang menjadikan konstitusi sebagai aturan manusia,
kehidupan, kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.

II.2.1 Negara Hukum Demokratis


Ada korelasi antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi demi peraturan
perundang-undangan dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem
demokrasi. (a.l. korelasi tersebut muncul dalam istilah demokrasi konstitusional).
Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara harus bertumpu pada partisipasi dan
kepentingan rakyat.
Oleh karena itu negara hukum harus ditopang oleh atau dengan sistem demokrasi.
“Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan arah. Hukum tanpa demokrasi
akan kehilangan makna.” Dengan demikian, negara hukum yang bertopang pada sistem
demokrasi dapat disebut sebagai negara hukum demokratis (democratische
rechtsstaat) sebagai perkembangan lebih lanjut dari demokrasi konstitusional. Disebut
demikian karena didalamnya diakomodir : (dari J. B. J. M. ten Bergen).
1. Prinsip-prinsip negara hukum, yaitu:
a. Asas legalitas (pembatasan kebebasan warga negara oleh pemerintah
berdasarkan UU);
b. perlindungan HAM;
c. Pemerintah terikat pada hukum;
d. monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum (dengan
adanya instrumen yuridis penegakan hukum seperti adanya sistem peradilan);
e. pengawasan oleh hakim yang merdeka.
2. Prinsip-prinsip demokrasi, yaitu :
a. Perwakilan politik (perwakilan yang dipilih melalui pemilu);
b. pertanggungjawaban politik;
c. pemencaran kewenangan;
d. pengawasan dan kontrol;
e. kejujuran dan kontrol pemerintahan untuk umum;
f. rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.

Sementara itu, menurut H. D. van Wijk dan Willem Konijnenbelt:


A. Prinsip-prinsip Rechtsstaat:

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 19


1) Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
2) Hak-hak asasi;
3) Pembagian kekuasaan;
4) Pengawasan lembaga kehakiman.
B. Prinsip-prinsip demokrasi:
1) Keputusan-keputusan penting, yaitu undang-undang diambil bersama-sama
dengan perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilu;
2) Hasil dari pemilu diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan rakyat untuk
mengisi pejabat-pejabat pemerintahan;
3) Keterbukaan pemerintahan;
4) Siapapun yang memiliki kepentingan yang dilanggar oleh tindakan penguasa,
harus diberi kesempatan untuk membela kepentingannya;
5) Setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas, dan harus
seminimal mungkin menghindari ketidakbenaran dan kekeliruan.

II.3 Negara Kesejahteraan


Secara historis, pemusatan kekuasaan negara pada satu tangan atau satu lembaga telah
membawa bencana bagi kehidupan demokrasi dan kemasyarakatan serta terlanggarnya hak
asasi warga negara. Oleh karena itu harus ada pemisahan karena kekuasaan negara dalam
berbagai lembaga negara sehingga terjadi saling kontrol (checks and balances).
Hal tersebut di atas melahirkan teori pemencaran kekuasaan atau pemisahan kekuasaan.
1. Untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke yang membaginya menjadi :
a. kekuasaan legislatif (membuat undang-undang)
b. kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang)
c. kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan luar negeri)
2. Montesquieu dalam buku L’Esprit des Lois (The spirit of the law). Menurutnya, bahwa
dalam suatu negara ada 3 (tiga) organ dan fungsi utama pemerintahan yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudisial.
Dalam perkembangannya, ajaran pemisahan kekuasaan dimodifikasi terutama melalui
ajaran pembagian kekuasaan (machtsverdeling/distribution of power) yang menekankan
pentingnya pembagian fungsi bukan pembagian lembaga, dan ajaran checks and balances
yang menekan pentingnya hubungan saling mengawasi dan mengendalikan antar berbagai
lembaga negara.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 20


Terdapat pula pembagian lain yang dikemukakan oleh para sarjana, sebagai berikut :
a. Menurut Presthus tugas negara meliputi dua hal, yaitu:
(a) policy making, ialah penentuan haluan negara; dan
(b) task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan
oleh negara.
2. Menurut E. Utrecht dan AM, Donner :
(a) lapangan yang menentukan tujuan atau tugas;
(b) lapangan merealisasi tujuan atau tugas yang telah ditentukan itu.
3. Pembagian tugas negara dikemukakan pula oleh Hans Kelsen, yaitu:
(a) politik sebagai etik, yakni memilih tujuan kemasyarakatan; dan
(b) politik sebagai teknik, yakni bagaimana merealisasikan tujuan-tujuan tersebut.
4. Logemann,membagi tugas negara menjadi dua, yaitu :
(a) menentukan tujuan yang tepat; dan
(b) melaksanakan tujuan tersebut secara tepat pula.
5. Berbeda degan pendapat para sarjana di atas yang membagi tugas negara menjadi dua,
van Vollenhoven membaginya menjadi 4 (empat), yaitu:
(a)membuat peraturan dalam bentuk undang-undang baik dalam arti formal maupun
materiil yang disebut regeling;
(b)pemerintahan dalam arti secara nyata memelihara kepentingan umum yang disebut
bestuur;
(c)penyelesaian sengketa dalam peradilan perdata yang disebut yustitusi;
(d)mempertahankan ketertiban umum baik secara preventif maupun represif, di dalamnya
termasuk peradilan pidana yang disebut politie;
6. Sementara Lemaire membagi tugas negara dalam lima jenis yaitu:
(a) Perundang-undangan;
(b) pelaksanaan yaitu pembuatan aturan-aturan hukum oleh penguasa sendiri;
(c) pemerintahan;
(d) kepolisian; dan
(e) pengadilan.
Seiring perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara hukum yang banyak
dianut terutama setelah perang dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state).
Perkembangan negara kesejahteraan muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep
legal state atau negara penjaga malam. Dalam konsepsi legal state terdapat prinsip

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 21


staatsonthouding atau pembatasan peranan negara dan pemerintahan dalam bidang politik
yang bertumpu pada dalil “The least government is the best government”, dan terdapat”
prinsip “laissez faire, laissez allerdalam bidang ekonomi yang melarang negara dan
pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (“The state should intervene as little
as possible in people’s lives and businesses”).
Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif, sehingga
sering disebut negara penjaga malam (nachtwakerstaat)
Kegagalan implementasi nachtwachterrsstaat tersebut kemudian muncul gagasan yang
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan
rakyartnya, yaitu welfare state.
Ciri utama negara ini adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan
kesejahteraan umum bagi warganya. Dengan kata lain, ajaran welfare state merupakan bentuk
konkret dari peralihan prinsip staatsonthouding, yang membatasi peran negara dan
pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah
untuk mewujudkan kesejahteraan umum, di samping menjaga ketertiban dan keamanan (rust
en orde).
Sejak negara turut serta dalam pergaulan kemasyarakatan, lapangan pekerjaan
pemerintah makin lama makin luas. Administrasi negara diserahi kewajiban untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Diberikannya tugas tersebut
membawa konsekuensi yang khusus bagi administrasi negara. Untuk melaksanakan tugasnya
tersebut pula, maka kepada administrasi n egara harus diberikan kemerdekaan untuk dapat
bertindak atas inisiatif sendiri, terutama untuk menangani masalah-masalah genting yang
timbul tiba-tiba dan peraturan penyelenggaraannya belum ada.
Pemberian kewenangan kepada administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif
sendiri lazim dikenal dengan istilah freies Ermessen atau discretionary power, yaitu suatu
istilah yang didalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas.
Pemberian Freies Ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara mempunyai
konsekuensi tertentu dalam legislasi. Administrasi negara memiliki kewenangan yang luas
untuk melakukan berbagai tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat
atau mewujudkan kesejahteraan umum, dan untuk melakukan tindakan itu diperlukan
instrumen hukum. Artinya, bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk
bertindak, diberikan pula kewenangan untuk membuat instrumen hukumnya.
Menurut E. Utrecht, kekuasaan administrasi negara dalam bidang legislasi ini meliputi:

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 22


1. Kewenangan untuk membuat peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam
menghadapi persoalan genting yang belum ada peraturannya;
2. Kekuasaan administrasi negara untuk membuat peraturan atas dasar delegasi;
3. Droit function, yaitu kekuasaan administrasi negara untuk menafsirkan sendiri
berbagai peraturan, yang berarti administrasi negara berwenang mengoreksi hasil
pekerjaan pembuat undang-undang.
Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan berkaitan dengan bentuk negara tertentu.
Dalam negara dengan bentuk kesatuan, ada dua kemungkinan penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan, yaitu sentralisasi atau desentralisasi.

II.4 Hubungan antara Negara Hukum dengan Hukum Administrasi Negara


Hamid S. Attamimi dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa negara hukum secara
sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di Bawah kekuasaan
hukum.
Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya
hukum yang harus tunduk pada pemerintah. Dalam negara hukum, hukum ditempatkan
sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan,
sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain diletakkan untuk menata masyarakat yang
damai, adil dan bermakna. Artinya sasaran dari negara hukum adalah terciptanya kegiatan
kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan, kedamaian,
dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Dalam negara hukum, eksistensi hukum dijadikan
sebagai instrumen dalam menata kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.
Terhadap penyelenggaran tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara
hukum itu terdapat aturan-aturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-
peraturan yang terhimpun dalam hukum tata negara. Meskipun demikian untuk
menyelenggarakan persolan-persoalan yang bersifat teknis hukum tata negara ini tidak
sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain, hukum tata negara
membutuhkan hukum lain yang lebih bersifat teknis. Hukum tersebut adalah Hukum
Administrasi Negara.
Menurut J.B.J.M. ten Bergen, hukum administrasi negara adalah sebagai hukum
sekunder yang berkenaan dengan keanekaragaman lebih mendalam dari tatanan hukum publik
sebagai akibat pelaksanaan tugas oleh penguasa.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 23


Atas dasar tersebut di atas tampak bahwa keberadaan hukum administrasi negara seiring
sejalan dengan keberadaan negara hukum tata negara.
Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan, maka pada akhirnya hukum
administrasi akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan
pemerintahan. Dengan demikian, keberadaan hukum administrasi negara itu muncul karena
adanya penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara hukum,
yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan, pemerintahan,
dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum.

II.5 Rangkuman
1. Menurut Logemaan, negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur
masyarakat dengan kekuasaannya itu.
2. Dalam abad ke-20 hampir tidak ada suatu yang tidak menyebutkan dirinya sebagai
“negara berdasarkan atas hukum”. Dengan demikian, dalam batas-batas minimal, negara
hukum identik dengan negara yang berkonstitusi atau negara yang menjadikan konstitusi
sebagai aturan manusia, kehidupan, kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
3. Kegagalan implementasi nachtwachterrsstaat tersebut kemudian muncul gagasan yang
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan
rakyartnya, yaitu welfare state.
4. Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan, maka pada akhirnya hukum
administrasi akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan
pemerintahan. Dengan demikian, keberadaan hukum administrasi negara itu muncul
karena adanya penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara
hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum.

II.6 Latihan Soal/Tugas


Kerjakanlah soal-soal berikut ini:
1. Jelaskan bagaimana ciri-ciri negara hukum yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
2. Suatu negara hukum modern seperti Indonesia menggunakan Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat dan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 24


bernegara. Jelaskan bagaimana dan dimana diaturnya pelaksanaan Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara di Indonesia!

BAB III
KEDUDUKAN, KEWENANGAN DAN TINDAKAN HUKUM
PEMERINTAH

Tujuan Pembelajaran Umum


Mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan dan kewenangan pemerintah, serta
memahami tindakan pemerintahan

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian kedudukan hukum pemerintah
2. Menjelaskan pengertian kewenangan pemerintah
3. Menjelaskan pengertian tindakan pemerintahan
4. Menjelaskan jenis tindakan pemerintahan dan memberikan contoh dari masing-masing
tindakan pemerintahan
5. Menjelaskan dan memberikan contoh hubungan antara kedudukan hukum dan
kewenangan pemerintah serta tindakan pemerintahan

III.1 Kedudukan Hukum Pemerintah (Rechtspotitie)


Ulpianus membagi hukum kedalam hukum publik dan hukum privat. Pembagian oleh
Ulpianus tersebut membawa pengaruh yang cukup besar ke dalam sejarah pemikiran hukum,
termasuk dalam memahami keberadaan pemerintah dalam melakukan pergaulan hukum
(rechtsverheer).
Dalam kenyataan sehari-hari, pemerintah dalam melaksanakan aktivitas dalam bidang
hukum publik juga sering terlibat dalam bidang keperdataan.Dalam pergaulan hukum
pemerintah sering tampil dengan twee petten (2 kepala) yaitu, sebagai wakil dari jabatan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 25


(ambt) yang tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan hukum (rechtspersoon) yang
tunduk pada hukum privat.
Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Oleh karena itu
Logemann mengatakan, bahwa dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi
yang berkenaan dengan berbagai fungsi. Fungsi adalah lingkungan kerja yang terperinci
dalam hubungannya secara keseluruhan. Fungsi-fungsi itu dinamakan jabatan, dan oleh
karena itu Negara adalah organisasi jabatan.
Jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk
waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang. Bagir Manan mengatakan bahwa
jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara
keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi.
Negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk
mencapai tujuan negara. Dengan kata lain jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap
yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara. Oleh karena itu Jabatan bersifat tetap,
sementara pemegang jabatan (ambtsdrager) dapat berganti-ganti.
Berdasarkan ajaran hukum keperdataan dikenal istilah subyek hukum, yaitu
pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia (natuurlijk persoon) dan badan
hukum (rechts persoon).
Badan Hukum terdiri dari 2 (dua) yaitu:
1) Badan Hukum privat;
2) Badan Hukum publik.
Menurut Chidir Ali ada 3 (tiga) histeria untuk menentukan status badan hukum publik,
yaitu :
a) Dilihat dipendirianya (didirikan dengan suatu konstruksi hukum publik oleh penguasa
dengan undang-undang atau peraturan lain);
b) Lingkungan kerjanya, yaitu melaksanakan perbuatan-perbuatan publik;
c) Badan hukum itu diberi wewenang publik seperti membuat keputusan, ketetapan atau
peraturan yang mengikat umum.
Termasuk dalam kategori badan hukum publik yaitu provinsi, kabupaten dan kota.
Badan hukum publik dimaksud di atas tersebut melakukan perbuatan-perbuatan publik
seperti:
1. Membuat peraturan (regeling);
2. Mengeluarkan kebijakan (beleid), keputusan (besluit), dan ketetapan (beschiking);

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 26


3. Kedudukannya adalah sebagai jabatan atau organisasi jabatan (ambtenorganisatie)
yang tunduk dan diatur hukum publik dan diserahi kewenangan publik
(publikbevoegdheid), bukan sebagai badan hukum (rechtspersoon) yang tunduk dan
mengikatkan diri pada hukum privat dan yang dilekati dengan kecakapan (bekwaam)
hukum.

III.1.1 Kedudukan Pemerintah Dalam Hukum Publik


Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Diantara jabatan-
jabatan kenegaraan ini ada jabatan pemerintahan. Dalam konteks hukum administrasi yang
menempatkan jabatan pemerintahan sebagai obyek kajian utama mengenal karakteristik
jabatan pemerintahan merupakan sesuatu yang tidak terelakan.
P. Nicolai dan kawan-kawan menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik yang terdapat
pada jabatan atau organ pemerintahan, yaitu :
a. Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri;
b. Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum
administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses
peradilan;
c. Di samping sebagai tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang
tidak puas;
d. Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri.
Meskipun jabatan pemerintahan ini dilekati dengan hak dan kewajiban atau diberi
wewenang untuk melakukan tindakan hukum, jabatan tidak dapat bertindak sendiri. Jabatan
hanyalah fiksi, yang perbuatan hukumnya melalui perwakilan yaitu pejabat. Pejabat bertindak
untuk dan atas nama jabatan. Menurut E. Utrecht, karena diwakili pejabat, jabatan itu
berjalan. Pihak yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan ialah
pejabat. Jabatan bertindak dengan perantaraan pejabatnya. Jabatan wali kota berjalan karena
diwakili oleh wali kota. P. Nicolai dan kawan-kawan (Ridwan HR:79) menyebutkan, bahwa
kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintahan harus dijalankan oleh manusia.
Tenaga dan pikiran organ pemerintahan adalah tenaga dan pikiran mereka yang ditunjuk
untuk menjalankan fungsi organ tersebut, yaitu para pejabat.
Berdasarkan ketentuan hukum, pejabat hanya menjalankan tugas dan wewenang, karena
pejabat tidak memiliki wewenang. Pihak yang memiliki dan dilekati wewenang adalah

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 27


jabatan. Seperti dikatakan oleh Logemann, bahwa berdasarkan hukum tata negara, jabatanlah
yang dibebani dengan kewajiban, yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum. Hak
dan kewajiban berjalan terus, tidak perduli dengan pergantian pejabat.
Antara jabatan dengan pejabat memiliki hubungan yang erat, namun di antara keduanya
sebenarnya memiliki kedudukan hukum yang berbeda atau terpisah dan diatur dengan hukum
yang berbeda. Jabatan diatur oleh Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, sedangkan
pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian.
Di samping itu tampak bahwa pejabat menampilkan dirinya dalam dua kepribadian,
yaitu selaku pribadi dan selaku personifikasi dari organ, yang berarti selain diatur dan tunduk
pada hukum kepegawaian juga tunduk pada hukum keperdataan, khususnya dalam
kapasitasnya selaku individu atau pribadi (privepersoon/privatperson). Dalam hukum
administrasi, tindakan hukum jabatan pemerintahan dijalankan oleh pejabat pemerintah.
Denagna demikian, kedudukan hukum pemerintah berdasarkan hukum publik adalah sebagai
wakil dari jabatan pemerintahan.

III.1.2 Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Privat


Negara, provinsi, kabupaten, dan lain-lain dalam perspektif hukum perdata disebut
sebagai badan hukum publik. Badan hukum (rechtspersoon) adalah kumpulan orang, yaitu
semua yang di dalam kehidupan masyarakat (dengan beberapa perkecualian) sesuai dengan
ketentuan undang-undang dapat bertindak sebagaimana manusia, yang memiliki hak-hak dan
kewenangan-kewenangan, seperti kumpulan orang (dalam suatu badan hukum), perseroan
terbatas, perhimpunan (sukarela), dan sebagainya.
Dalam kepustakaan hukum dikenal ada beberapa unsur dari badan hukum, yaitu:
a. perkumpulan orang (organisasi yang teratur);
b. dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum;
c. adanya harta kekayaan yang terpisah;
d. mempunyai kepentingan sendiri;
e. mempunyai pengurus;
f. mempunyai tujuan tertentu;
g. mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban;
h. dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.
Bila berdasarkan hukum publik negara, provinsi, dan kabupaten/kota adalah organisasi
jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan, maka berdasarkan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 28


hukum perdata negara, provinsi, dan kabupaten/kota adalah kumpulan dari badan-badan
hukum yang tindakan hukumnya dijalankan oleh pemerintah.
Menurut J.B.M.ten Berge mengatakan, bahwa pemerintah sebagaimana manusia dan
badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah menjual dan
membeli, menyewa dan menyewakan, menggadai dan menggadaikan, membuat perjanjian,
dan mempunyai hak milik.
Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan
hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dan badan hukum, bukan wakil dari
jabatan. Oleh karena itu, kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak
berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat, tidak memiliki kedudukan yang
istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama
dengan seseorang atau badan hukum perdata (equality before the law) dalam peradilan umum.
Untuk mengetahui kapan pemerintah bertindak sebagai wakil dari jabatan dan kapan
mewakili badan hukum, dapat diperhatikan penjelasan berikut ini:
 Organ dan badan hukum dapat dibedakan dengan tegas. Dalam berbagai hal keduanya
tidak sama.
 Pada wilayah kabupaten terdapat organ-organ seperti DPRD, pemerintah harian, dan
bupati/wali kota. Badan hukumnya adalah badan umum kabupaten. Artinya kita tidak
dapat membuat perjanjian dengan DPRD, Pemerintahan harian, dan Bupati/Walikota,
tetapi hanya dengan Kabupaten.
 Pembuatan keputusan yang bersifat privat bagi Kabupaten dilakukan oleh Dewan, atau
berdasarkan delegasi, oleh pemerintahan harian.Dalam berbagai hal, bupati/wali kota
bertindak sebagai wakil (dari kabupaten).
 Perbedaan antara organ dengan badan hukum ini sangat penting dalam proses hukum.
Dalam hal upaya administratif atau peradilan administrasi, gugatan ditujukan terhadap
organ yang membuat keputusan tersebut. Organ inilah yang menjadi pihak dalam proses
hukum.
 Sementara dalam hal keperdataan, badan hukumlah yang menjadi pihak, misalnya pada
kabupaten, bupati tampil bertindak (untuk badan hukum) yaitu kabupaten.
Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa tindakan hukum pemerintah di bidang
keperdataan adalah sebagai wakil dari badan hukum (rechtspersoon), yang tunduk dan diatur
dengan hukum perdata. Dengan demikian, kedudukan pemerintah dalam hukum privat adalah
sebagai wakil dari badan hukum keperdataan.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 29


III.2 Kewenangan Pemerintah
Salah satu cara untuk meredakan kebingungan banyak orang dalam membedakan dua
macam fungsi pemerintah yaitu sebagai wakil dari jabatan dan badan hukum, adalah melalui
pemahaman secara mendalam tentang konsep kewenangan pemerintahan
(bestuursbevoegdheid).
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi
negara-negara hukum dalam sistem kontinental.
Asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus
didasarkan pada undang-undang. Asas legalitas ini merupakan prinsip negara hukum yang
sering dirumuskan secara khas dalam ungkapan het beginsel van wetmatigheid van bestuur.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum.
Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan
mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan
rakyat.
Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-
hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan
perlindungan dari hak-hak rakyat.
Penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas, yang berarti
didasarkan undang-undang (hukum tertulis), dalam praktiknya tidak memadai apalagi di
tengah masyarakat yang memiliki tingkat dinamika yang tinggi. Hal ini karena hukum tertulis
senantiasa mengandung kelemahan-kelemahan.
Bagir Manan menyebutkan adanya kesulitan yang dihadapi oleh hukum tertulis, yaitu:
1) hukum sebagai bagian dari kehidupan masyarakat mencakup semua aspek kehidupan
yang sangat luas dan kompleks sehingga tidak mungkin seluruhnya dijelmakan dalam
peraturan perundang-undangan;
2) peraturan perundang-undangan sebagi hukum tertulis sifatnya statis, tidak dapat dengan
cepat mengikuti gerak pertumbuhan, perkembangan dan perubahan masyarakat yang
harus diembannya.
Adanya kelemahan dalam hukum tertulis ini berarti pula adanya kelemahan dalam
penerapan asas legalitas. Oleh karena itu, dalam penyelenggarakan kenegaraan dan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 30


pemerintahan dalam suatu negara hukum, diperlukaan persyaratan lain agar kehidupan
kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan berjalan dengan baik dan bertumpu pada
keadilan.
Berikut adalah persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pemerintahan:
1. Efektivitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan.
2. Legimitas, artinya kegiatan administrasi negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh
karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau lingkungan yang
bersangkutan.
3. Yuridikitas, yaitu syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat administrasi
negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas.
4. Legalitas, yaitu syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi
negara tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis) dalam arti luas; bila
sesuatu dijalankan dengan dalih keadaan darurat. Kedaruratan itu wajib dibuktikan
kemudian. Apabila kemudian tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat di
pengadilan.
5. Moralitas, yaitu salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat. Moral dan
etik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi. Perbuatan tidak senonoh, sikap
kasar, kurang ajar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas dan sebagainya, wajib
dihindarkan.
6. Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkin. Kehematan biaya dan produktivitas wajib
diusahakan setinggi-tingginya.
7. Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk mengembangkan atau
mempertahankan mutu prestasi yang sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki
legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian,
substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni kemampuanuntuk melakukan tindakan-
tindakan hukum tertentu.
Wewenang sendiri merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi
pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan
dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di
dalam hubungan hukum publik.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 31


Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum
adminitrasi. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini sehingga banyak yang
menyebutnya sebagi konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.
Wewenang pemerintahan secara tersirat berasal dari peraturan perundang-undangan,
artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara
teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh
melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.
Kewenangan atribusi berlaku bilamana terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang
baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga di sini dilahirkan
atau diciptakan suatu wewenang baru. Sementara itu, legislatur yang kompeten untuk
memberikan atribusi wewenang pemerintahan dibedakan antara:
a. yang berkedudukan sebagai original legislator; di Indonesia di bagi pada tingkat
pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama
pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah
adalah DPRD dan pemda yang melahirkan Peraturan Daerah;
b. yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden yang berdasarkan pada
suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah di mana
diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata
usaha negara tertentu.
Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau
jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif
kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh
adanya suatu atribusi wewenang.
Dalam hal pelimpahan wewenag pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat-
syarat sebagi berikut:
1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan
sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.
2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi
hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-
undangan.
3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian tidak
diperkenankan adanya delegasi.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 32


4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk
meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.
5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk)
tentang penggunaan wewenang tersebut.
Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh
wewenag organ pemerintahan ini penting, karena berkenaan dengan pertanggungjawaban
hukum dalam penggunaan wewenang tersebut. Hal ini seiring dengan salah satu prinsip dalam
negara hukum yaitu, tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban (geen bevoegdheid
zonder responsibility). Di dalam setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintahan
tertentu tersirat pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu
bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ
pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam
suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat
menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung
jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada
penerima wewenang (atributaris). Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun
hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung
jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih pada
penerima delegasi (delegataris). Sementara itu, pada mandat, penerima mandat (mandataris)
hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir
keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya,
penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi mandat.

III.3 Tindakan Hukum Pemerintahan


Pemerintah atau administrasi negara merupakan subyek hukum, penyandang hak dan
kewajiban. Sebagai subyek hukum, pemerintah melakukan berbagai tindakan baik tindakan
nyata maupun tindakan hukum.
Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum,
oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum.
Tindakan hukum adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat
menimbulkan akibat hukum tertentu atau tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak
dan kewajiban.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 33


Tindakan hukum semula berasal dari ajaran hukum perdata, yang kemudian digunakan
dalam hukum administrasi negara sehingga dikenal istilah tindakan hukum admisnistrasi.
Tindakan hukum administrasi merupakan suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ
administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam
bidang hukum administrasi.
Bentuk akibat hukum dalam bidang hukum administrasi dapat berupa hal-hal sebagai
berikut :
a. Jika menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada;
b. Bila menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau obyek yang ada;
c. Bila terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status tertentu yang
ditetapkan.
Bila dikatakan bahwa tindakan hukum pemerintahan merupakan pernyataan kehendak
sepihak dari organ pemerintahan dan membawa akibat pada hubungan hukum atau keadaan
hukum yang ada, kehendak organ tersebut tidak boleh mengandung cacat seperti kekhilafan
(dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang), dan lain-lain yang menyebabkan akibat-
akibat hukum yang tidak sah. Di samping itu, karena setiap tindakan hukum harus didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan sendirinya tindakan tersebut
tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan yang bersangkutan, yang dapat
menyebabkan akibat-akibat hukum yang muncul itu batal (nietig) atau dapat dibatalkan
(nietigbaar).
Walaupun tindakan hukum administrasi berasal dari tindakan hukum perdata, namun
ketika digunakan dalam hukum administrasi negara, sifat tindakan hukum ini mengalami
perbedaan. Perbedaan tersebut terutama dalam hal sifat mengikatnya. Tindakan hukum
administrasi dapat mengikat warga negara tanpa memerlukan persetujuan dari warga negara
yang bersangkutan, sementara dalam tindakan hukum perdata diperlukan persesuaian
kehendak antara kedua pihak atas dasar kebebasan kehendak atau diperlukan persetujuan dari
pihak yang dikenai tindakan hukum tersebut. Hal ini karena hubungan hukum perdata itu
bersifat sejajar, sementara hubungan hukum publik itu bersifat sub ordinatif, di satu pihak
pemerintah dilekati dengan kekuasaan publik, di pihak lain warga negara tidak dilekati
dengan kekuasaan yang sama.

III.3.1 Unsur-Unsur Tindakan Hukum Pemerintahan


Menurut Muchsan unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan adalah sebagai berikut:

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 34


1) perbuatan tersebut dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai
penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung
jawab sendiri;
2) perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
3) perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di
bidang hukum administrasi;
4) perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan
negara dan rakyat.
Oleh karena negara hukum mengedepankan asas legalitas, maka unsur tindakan hukum
pemerintahan harus ditambahkan pula dengan satu unsur lain, yaitu perbuatan hukum
administrasi harus didasarkan pada peraturan perundang-perundangan yang berlaku atau pada
prinsipnya tindakan hukum administrasi hanya dapat dilakukan dalam hal dan dengan cara
yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan.

III.4 Rangkuman
1. Dalam pergaulan hukum pemerintah sering tampil dengan twee petten (2 kepala) yaitu,
sebagai wakil dari jabatan (ambt) yang tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan
hukum (rechtspersoon) yang tunduk pada hukum privat.
2. Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Diantara jabatan-
jabatan kenegaraan ini ada jabatan pemerintahan.
3. Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan
hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dan badan hukum, bukan wakil dari
jabatan. Oleh karena itu, kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan
tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat, tidak memiliki kedudukan
yang istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan
yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata (equality before the law) dalam
peradilan umum.
4. Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan,
yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik.
5. Wewenang pemerintahan secara tersirat berasal dari peraturan perundang-undangan,
artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 35


teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut
diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.
6. Tindakan hukum semula berasal dari ajaran hukum perdata, yang kemudian digunakan
dalam hukum administrasi negara sehingga dikenal istilah tindakan hukum admisnistrasi.
Tindakan hukum administrasi merupakan suatu pernyataan kehendak yang muncul dari
organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat
hukum dalam bidang hukum administrasi.

III.5 Latihan Soal/Tugas


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Apa yang dimaksud dengan kedudukan pemerintah?
2. Apa perbedaan kedudukan pemerintah dalam bidang hukum publik dan kedudukan
hukum pemerintah dalam bidang hukum perdata? Berikan contohnya!
3. Jelaskan macam-macam kewenangan pemerintah serta berikan masing-masing contoh
yang dapat secara jelas membedakan setiap macam kewenangan pemerintah tersebut!
4. Apa yang dimaksud dengan tindakan pemerintahan, serta apa kaitan antara kedudukan,
kewenangan dan tindakan pemerintahan?

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 36


BAB IV

INSTRUMEN PEMERINTAHAN

Tujuan Pembelajaran Umum

Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang instrumen pemerintahan dan mampu


membedakan serta mengaplikasikannya dalam bidang pekerjaannya

Tujuan Pembelajaran Khusus

Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian instrumen pemerintahan
2. Menjelaskan pengertian peraturan perundang-undangan, ketetapan tata usaha negara
(KTUN), perturan kebijaksanaan, rencana-rencana, perizinan dan instrumen hukum
keperdataan
3. Menjelaskan hubungan antara instrumen-instrumen pemerintahan
4. Menjelaskan fungsi instrumen pemerintahan di Indonesia

IV.1 Instrumen Pemerintahan


Instrumen pemerintahan adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemerintah atau
administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. Instrumen pemerintahan merupakan
bagian dari instrumen penyelenggaraan negara secara umum (pemerintahan dalam arti luas).
Pada dasarnya, pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling
tidak dilakukan oleh 3 lembaga (organ), yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif, dan yudikatif.
Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara, masing-masing organ negara tersebut
diberikan kewenangan untuk mengeluarkan instrumen hukumnya. Pemerintah sebagai salah
satu organ Negara diberikan tugas untuk mengurus berbagai segi kehidupan masyarakat.
Untuk itu pulalah pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan administrasi
negara (TUN) melalui instrumen hukum tersebut. Secara garis besar, perbuatan administrasi
Negara (TUN) ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 macam perbuatan, yaitu :
1. mengeluarkan peraturan perundang-undangan;
Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 37
2. mengeluarkan keputusan;
3. melakukan perbuatan materiel.
Sebelum diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (UU P3), istilah keputusan digunakan secara bersamaan untuk hal yang
bersifat pengaturan (regeling) dan hal yang bersifat penetapan (beschikking). Misalnya, dulu
ditemukan Keputusan Presiden yang bersifat pengaturan dan juga ada Keputusan Presiden
yang bersifat penetapan. Begitu juga di tingkat menteri atau pejabat-pejabat lainnya. Namun,
dengan diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 dibedakan secara tegas antara istilah
peraturan dan keputusan.
Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan, maka sebutannya adalah peraturan,
sedangkan yang bersifat penetapan adalah keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam
pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah peraturan. Oleh karena itu,
setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur seharusnya menggunakan
istilah peraturan, tidak lagi menggunakan keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal
yang sifatnya menetapkan saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan
pangkat, penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya.
Tiga macam perbuatan di atas masing-masing dapat dilakukan pengujian atau penilaian
apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, yang berwenang melakukan
pengujian atau penilaian adalah peradilan TUN. Sedangkan untuk peraturan perundang-
undangan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, pengujian atau penilaiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung. Untuk perbuatan materil, penilaian atau pengujian apakah
perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada peradilan umum (perdata), yang didasarkan pada penafsiran yang luas dari Pasal 1365
KUH Perdata.
Di bawah ini akan diuraikan secara lebih mendalam mengenai keputusan TUN dan
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Sedangkan
mengenai perbuatan materil, pada kesempatan ini tidak dibahas, karena masalah ini tunduk
sepenuhnya pada KUH Perdata untuk hukum materielnya, dan KUH Acara Perdata untuk
hukum formalnya.

IV.2 Peraturan Perundang-undangan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 38


Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang P3, peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peraturan perundang-
undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan unsur-unsur antara lain:
1) waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja;
2) tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja;
3) orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja; dan
4) fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu saja, tetapi untuk
berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-ulang.

UU No.10 Tahun 2004 tentang P3 menentukan bahwa sumber hukum dari segala
sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan perundang-
undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut UU P3 jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut :
a) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU);
c) Peraturan Pemerintah (PP);
d) Peraturan Presiden (PERPRES);
e) Peraturan Daerah (PERDA), yang meliputi:
1) Peraturan Daerah (PERDA) provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah provinsi bersama dengan gubernur. Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah
Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 39


2) Peraturan Daerah (PERDA) kabupaten/kota yang dibuat oleh dewan perwakilan
rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
3) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Karena jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas merupakan


hierarki, maka kekuatan hukumnya adalah sesuai dengan hierarki tersebut. Yang dimaksud
hierarki di sini adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang
didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi menjadi dasar peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah. Apabila antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, konsekuensinya dapat dijadikan
alasan untuk melakukan pengujian secara materiil (judicial review).
Seringkali menjadi pertanyaan adalah bagaimana kedudukan hukum peraturan
perundang-undangan lain yang sudah ada sebelum UU P3 diundangkan, namun tidak
termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut? Pertanyaan ini
sering muncul karena jenis peraturan perundang-undangan dalam UU P3 disebutkan secara
limitatif. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah jenis peraturan perundang-undangan di luar
yang disebutkan dalam UU P3 tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam praktik, jenis peraturan perundang-undangan di luar yang disebutkan dalam UU
P3 banyak sekali, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri,
kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah
atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.
Jadi, konsekuensi dari diundangkannya UU ini adalah tidak lagi dikenal peraturan
perundang-undangan dengan sebutan keputusan, misalnya : keputusan presiden yang bersifat
mengatur dan keputusan menteri yang bersifat mengatur, karena semua yang sifatnya
mengatur (regeling) sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang sifatnya penetapan
(beschikking) sebutannya adalah keputusan. Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang
sudah ada sebelum UU P3 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 40


Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan pejabat lainnya, harus
dibaca peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan UU P3. Dalam kesempatan ini, secara
khusus akan dibicarakan jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh badan atau
pejabat TUN (organ pemerintah).
Dalam negara kesejahteraan (welfare state), tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk
melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga legislatif. Dalam perspektif
negara kesejahteraan, pemerintah dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan
umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan diberikan kewenangan untuk campur
tangan dalam kehidupan masyarakat dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum.
Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut, pemerintah juga diberikan
kewenangan untuk membuat dan menggunakan peraturan perundang-undangan. Dengan kata
lain, pemerintah juga memiliki kewenangan dalam bidang legislasi. Mengapa kewenangan
legislasi ini diberikan kepada pemerintah, padahal berdasarkan paham trias politika
(pemisahan kekuasaan) kewenangan legislasi ini hanya dimiliki oleh lembaga legislatif?
Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi eksekutif hanya
sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, seiring
dengan perkembangan tugas negara dan pemerintahan, bukan saja kehilangan relevansinya,
tetapi dalam praktik juga menemui banyak kendala. Hal ini dikarenakan badan legislatif
sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 tidak membentuk segala jenis peraturan perundang-
undangan, melainkan terbatas pada UU dan Perda. Jenis peraturan perundang-undangan lain
dibuat oleh administrasi negara. Selain itu, yang berjalan selama ini kewenangan legislasi
bagi pemerintah pada dasarnya berasal dari undang-undang, yang berarti melalui persetujuan
parlemen.

IV.3 Keputusan Tata Usaha Negara


Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 9 Tahun 2004, unsur utama dari Keputusan TUN adalah: 1) merupakan penetapan
tertulis, 2) dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, 3) merupakan tindakan hukum TUN
yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, 4) bersifat konkret, individual, dan
final, 5) menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Secara teori, hubungan hukum publik senantiasa bersifat sepihak atau bersegi satu. Oleh
karena itu, hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum keperdataan
yang selalu bersifat 2 pihak atau bahkan lebih, karena dalam hukum keperdataan di samping

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 41


ada kesamaan kedudukan, juga ada asas otonomi yang berupa kebebasan pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak dan kebebasan untuk
menentukan isi hubungan tersebut. Sebagai wujud dari pernyataan kehendak sepihak,
pembuatan dan penerbitan keputusan hanya berasal dari pihak pemerintah, tidak tergantung
pada pihak lain.
Penetapan tertulis maksudnya cukup ada hitam di atas putih, bentuk tidak penting.
Dalam praktik, Keputusan TUN ada juga yang tidak tertulis, konsekuensinya berdasarkan UU
No. 5 Tahun 1986 Keputusan TUN yang tidak tertulis tidak menjadi obyek sengketa TUN.
Hal ini disebabkan Keputusan TUN tidak tertulis sukar dijadikan pegangan, sukar dibuktikan,
lagi pula mudah disangkal oleh salah satu pihak jika timbul sengketa. Persyaratan tertulis
terutama menunjuk pada isi, bukan pada bentuk. Persyaratan tertulis diharuskan hanya untuk
memudahkan segi pembuktian.
Adapun yang dimaksud dengan badan atau pejabat TUN adalah badan atau pejabat, baik
di pusat maupun di daerah, yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif. Jadi, di sini
tidak dilihat siapa yang melakukan kegiatan, tetapi sifat kegiatan tersebut. Melihat pada
pengertian di atas, maka badan atau pejabat TUN sangat beragam. Beragamnya badan atau
pejabat TUN menunjukkan bahwa pengertian badan atau pejabat TUN memiliki cakupan
yang sangat luas, yang berarti luas pula pihak yang dapat diberikan wewenang pemerintahan
untuk membuat dan mengeluarkan keputusan.
Tindakan hukum TUN adalah tindakan dari badan atau pejabat TUN yang bersumber
pada suatu ketentuan hukum TUN, yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban. Pembuatan
dan penerbitan keputusan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau harus
didasarkan pada wewenang pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan. Tanpa dasar kewenangan, badan atau pejabat TUN tidak dapat membuat dan
menerbitkan keputusan atau keputusan tersebut menjadi tidak sah.
Keputusan memiliki sifat norma hukum yang individual-konkret dari norma hukum
yang bersifat umum-abstrak. Untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum dan abstrak ke
dalam peristiwa konkret, maka dikeluarkanlah keputusan yang akan membawa peristiwa
umum dapat dilaksanakan. Konkret berarti obyek yang diputuskan dalam keputusan tersebut
tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Individual artinya keputusan
tersebut tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.
Apabila yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 42


tersebut harus disebutkan satu per satu. Final artinya sudah definitif dan oleh karena itu dapat
menimbulkan akibat hukum.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka, keputusan merupakan wujud konkret dari
tindakan hukum TUN. Tindakan hukum berarti tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat
menimbulkan akibat hukum tertentu atau tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan
untuk menciptakan hak dan kewajiban. Dengan demikian, tindakan hukum TUN merupakan
tindakan hukum yang dilakukan oleh badan atau pejabat TUN untuk menimbulkan akibat
hukum tertentu, khususnya di bidang pemerintahan.

IV.4 Peraturan Kebijaksanaan


Keberadaan peraturan kebijakan tidak terlepas dari kewenangan bebas dari pemerintah
yang dikenal dengan freies Ermessen. Freies Ermessen merupakan salah satu sarana yang
memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan administrasi negara untuk melakukan
tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies Ermessen diberikan
kepada pemerintah karena fungsi pemerintah atau administrasi negara adalah
menyelenggarakan kesejahteraan umum, berbeda dengan fungsi yudisial yang berfungsi
menyelesaikan sengketa. Keputusan yang diambil oleh pemerintah lebih mengutamakan
pencapaian tujuan (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum (rechmatigheid).
Meskipun kepada pemerintah diberikan ruang gerak kebebasan, namun dalam kerangka
negara hukum kebebasan tersebut tidak digunakan tanpa batas. Batas-batas yang harus
dipertimbangkan dalam melakukan tindakan bebas tersebut antara lain:
a) ditujukan untuk melaksanakan tugas pelayanan publik;
b) merupakan tindakan yang aktif dari administrasi negara;
c) tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum;
d) tindakan tersebut diambil atas inisiatif sendiri;
e) tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara tiba-
tiba;
f) dapat dipertanggungjawabkan.
Freies Ermessen muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan
dalam penerapan asas legalitas. Bagi negara welfare state, asas legalitas saja tidak cukup
untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat, yang
berkembang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam praktik

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 43


penyelenggaraan pemerintahan, freies Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam
hal-hal sebagai berikut :
a) belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelesaian secara kongkret
atas suatu masalah, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera;
b) peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya;
c) aparat pemerintah tersebut diberi kewenangan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya
merupakan kewenangan aparat yang lebih tinggi tingkatannya.

Dalam praktik, peraturan kebijakan diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis
aturan, misalnya peraturan, keputusan, instruksi, surat edaran, pedoman, petunjuk,
pengumuman. Mengenai kekuatan mengikat peraturan kebijakan, masyarakat yang terkena
peraturan kebijakan tersebut secara tidak langsung terikat, karena tidak bisa berbuat lain
kecuali mengikutinya (take it or leave it).

IV.5 Rencana-rencana
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan konsepsi negara
hukum modern (welfare state), administrasi negara mempunyai kewajiban untuk
merealisasikan tujuan negara. Tujuan bernegara meliputi berbagai dimensi, yang perlu
disusun perencanaannya. Rencana merupakan alat bagi implementasi dan implementasi
seyogyanya berdasarkan rencana. Tidak bisa dibayangkan akibatnya apabila melaksanakan
tujuan bernegara tanpa ada rencana yang matang. Dalam hukum administrasi negara, rencana
merupakan bagian dari tindakan hukum pemerintahan, yaitu suatu tindakan yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Meskipun demikian, tidak semua rencana
memiliki akibat hukum langsung bagi warga negara. Sebagai bagian dari tindakan hukum
pemerintahan, perencanaan pasti memiliki relevansi hukum. Rencana pengembangan wilayah
tidak memiliki akibat hukum, baik bagi organ pemerintahan maupun warga negara, tetapi
rencana peruntukan yang bertentangan dengan rencana pengembangan wilayah tidak mungkin
disetujui.
Dari berbagai rencana yang ada, terdapat beberapa unsur rencana, antara lain:
a) merupakan gambaran tertulis;
b) merupakan keputusan atau tindakan;
c) dilakukan oleh organ pemerintah;

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 44


d) ditujukan untuk masa yang akan datang;
e) memiliki elemen rencana;
f) memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam;
g) memiliki keterkaitan;
h) untuk waktu tertentu.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa rencana memiliki sifat hukum yang beragan.
Keragaman sifat hukum dari rencana dapat diketahui dengan melihat pada organ yang
membuat rencana, isi rencana, dan saran rencana tersebut. Dengan demikian, akan diketahui
pula akibat hukum dan relevansi hukum yang muncul dari rencana tersebut.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, rencana merupakan salah satu instrumen
pemerintahan, yang sifat hukumnya berada di antara peraturan perundang-undangan,
peraturan kebijakan, dan ketetapan. Dengan demikian, perencanaan memiliki bentuk
tersendiri, patuh pada peraturannya sendiri, dan mempunyai tujuan tersendiri, yang berbeda
dengan peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan ketetapan. Rencana
merupakan himpunan kebijakan yang akan ditempuh pada masa yang akan datang, tetapi
bukan merupakan peraturan kebijakan karena kewenangan untuk membuatnya ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan atau didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang
jelas. Rencana memiliki sifat norma yang umum-abstrak, namun bukan merupakan peraturan
perundang-undangan, karena tidak semua rencana mengikat umum dan tidak selalu
mempunyai akibat hukum langsung. Rencana merupakan hasil penetapan (keputusan) oleh
organ pemerintahan tertentu yang dituangkan dalam bentuk ketetapan (keputusan), tetapi
bukan keputusan (beshikking) karena di dalamnya memuat pengaturan yang bersifat umum.

IV.6 Perizinan
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan atau
mengendalikan tingkah laku para warga. Izin pada prinsipnya merupakan persetujuan dari
penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Dengan memberi izin, penguasa
memperbolehkan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tertentu yang
sebenarnya dilarang. Kebolehan untuk melakukan tindakan tertentu tersebut lazimnya dilekati
dengan persyaratan atau cara tertentu. Izin merupakan perbuatan pemerintah bersegi satu

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 45


berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa kongkret
menurut prosedur dan persyaratan tertentu.
a) Unsur-unsur perizinan antara lain:
b) merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan (ketetapan);
c) harus ada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan; dikeluarkan
oleh organ pemerintah;
d) ditujukan untuk peristiwa kongkret;
e) harus memenuhi prosedur dan persyaratan tertentu.
Karena izin berbentuk ketetapan (keputusan), maka selalu dalam bentuk tertulis, yang
paling kurang memuat:
a) organ yang berwenang memberikan izin;
b) pihak yang dituju;
c) diktum;
d) ketentuan, pembatasan, persyaratan;
e) pemberian alasan;
f) pemberitahuan tambahan.

W.F. Prins dalam bukunya mengatakan bahwa dalam Hukum Administrasi Negara yang
modern, di antaranya ketetapan-ketetapan yang menguntungkan yang banyak terjadi adalah
"IZIN" dan Izin ini merupakan ketetapan yang menguntungkan yang dapat mengenai berbagai
hal seperti akan diuraikan dibawah ini.

A. Dispensasi atau Bebas Syarat


W.F. Prins memberikan definisi dispensasi sebagai berikut :
"Yang dimaksud dengan dispensasi atau bebas syarat itu adalah perbuatan yang menyebabkan
suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi suatu hal yang istimewa".

Tujuan dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum
dengan menyimpang dari syarat-syarat undang-undang yang berlaku untuk pemberian
dispensasi ini juga harus dipenuhi syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh undang-undang
yahg bersangkutan.
Sebagai contoh : Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, ditentukan
dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai berikut :

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 46


"Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam betas) tahun".

Atas peraturan ini dapat diberikan dispensasi artinya dapat diberikan pengecualian
kepada seorang pria atau wanita yang belum mencapai umur yang telah ditentukan dalam
pasal tersebut di atas dengan mengajukan suatu permohonan kepada penguasa atau
Pengadilan setempat di mana mereka bertempat tinggal. Permohonan itu dapat diajukan oleh
orang tua atau walinya, tetapi biasanya dispensasi dimintakan kepada pengadilan setempat,
sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat (2) undang-undang tersebut, yaitu sebagai berikut:
"dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita".

Apabila dispensasi diberikan oleh Pengadilan, ini berarti Pengadilan telah membuat
suatu ketetapan yang disebut voluntaire jurisdictie, yaitu keputusan Hakim yang tidak
menyelesaikan suatu SENGKETA atau PERSELISIHAN. Sebagai lawan dari keputusan
hakim ini disebut contentieuse jurisdictie, yaitu keputusan hakim yang memutuskan suatu
sengketa atau perselisihan, misalnya sengketa hutang-piutang, sengketa jual beli dan
sebagainya. Contoh voluntaire jurisdictie, misalnya, pengangkatan seorang wali (voogd) atas
anak di bawah umur yang tidak dikuasai oleh orang tuanya dan pengangkatan seorang
pengampu atas orang yang sakit ingatan (pengampu/curator).

B. Vergunning atau Izin


E. Utrecht memberikan pengertian "vergunning" ini sebagai berikut :
"Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga
memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal
konkret, maka perbuatan Administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin (vergunning)".

Kalau dibandingkan vergunning ini dengan dispensasi, maka keduanya mempunyai


pengertian yang hampir sama. Perbedaan antara keduanya diberikan oleh W.F. Prins sebagai
berikut :
"Pada izin, memuai uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan
bebas syarat atau dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya
dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas".

Sebagai contoh, misalnya : Bouwvergunning atau Izin Mendirikan Bangunan itu


diberikan berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie/HO) Tahun 1926 Stb:

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 47


1926-226, yang mana pada Pasal 1 ayat (1) ditetapkan secara terperinci objek-objek mana
tidak boleh didirikan tanpa izin dari pihak Pemerintah, yaitu objek-objek yang. dapat
menimbulkan bahaya, kerugian dan. gangguan-gangguan bagi bangunan sekelilingnya. Jadi,
maksud pasal ini adalah bahwa untuk mendirikan bangunan harus ada izin lebih dahulu dari
pihak Pemerintah. Dengan pasal ini dapat dicegah berdirinya.sebuah bangunan yang dapat
menimbulkan bahaya, kerugian dari gangguan-gangguan bagi bangunan-bangunan
sekelilingnya. Misalnya, dilarang mendirikan bengkel besi di sebelah rumah sakit sebab
hal'ini dapat menimbulkan gangguan-gangguan kepada para pasien yang ada di rumah sakit
tersebut.
Demikian pula Undang-Undang Batas Daerah Laut (Territoriale zee en Maritieme
Kringen ordonnantie 1930 Stb! 1939.142) yang menetapkan pula, bahwa penduduk bangsa
Indonesia adalah bebas untuk melakukan penangkapan ikan, sedangkan yang lainnya harus
mempunyai izin, kepada kawula negara bukan bangsa Indonesia izin diberikan bilamana tidak
bertentangan dengan kepentingan maritieme sedangkan kepada bangsa asing izin itu dapat
diberikan bilamana syarat-syarat tertentu dicukupi (Pasal 5).
Jadi, jika dibaca contoh-contoh dispensasi dan izin seperti telah dikemukakan di atas,
maka perbedaan antara keduanya itu dapat diketahui, walaupun agak samar-samar. Hal ini
dikemukakan juga oleh W.F. Prins sebagai berikut:
"Istilah izin adalah tepat kiranya untuk maksud memberikan dispensasi (bebas syarat) dari
sebuah larangan, dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga".
Akan tetapi, sebetulnya izin itu diberikan biasanya karena ada peraturan yang berbunyi:
"dilarang untuk ... tidak dengan izin" atau bentuk lain yang dimaksud sama seperti itu.

C. Licentie (lisensi)
Mengenai lisensi W.F. Prins mengemukakan pendapatnya, bahwa lisensi adalah tepat
kiranya untuk izin guna menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa. Sehingga, agar tidak
mendapat gangguan-gangguan karena sesuatu dan lain alasan dari pihak Pemerintah, maka
setelah mendapat lisensi Pemerintah, orang dapat dengan leluasa menjalankan perusahaannya.
Sebagai contoh, misalnya :
a) Lisensi untuk mendirikan tempat perjudian (Stb. 1912-230).
b) Lisensi untuk menambang intan di Martapura (Stb. 1923-565).
c) Lisensi untuk memotong.hewan (Stb. 1936).
d) Lisensi untuk memburu burung Genderawasih (Stb. 1916-230).

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 48


Kedua lisensi yang disebut terakhir mempunyai arti fiskal artinya lisensi ini diberikan
hanya sebagai tanda bukti bahwa pajak sudah dibayar. Kedua izin (lisensi) ini tidak dapat
disebut lisensi karena bagi para pemegangnya, izin ini bukanlah jaminan sama sekali bahwa
usahanya itu tidak akan dipersukar. Dengan demikian, maka terdapat 2 (dua) macam lisensi,
yaitu :
a) Lisensi yang berlaku untuk jangka waktu yang lama.
b) Lisensi yang berlaku hanya untuk 1 (satu) kali saja.
Sebagai contoh, untuk macam lisensi yang pertama adalah contoh lisensi huruf a dan
huruf b, sedangkan untuk lisensi yang ke-2 adalah contoh lisensi huruf c dan d.

D. Konsesi
Mengenai konsesi ini terdapat pendapat dari Prof, van Vollehhoven yang dapat dipakai
sebagai pegangan, yang mengemukakan, bahwa yang disebut konsesi itu ialah bilamana
orang-orang pertikelir setelah berdamai dengan Pemerintah, melakukan sebagian dari
pekerjaan Pemerintah. Oleh karena itu, menurut rumus ini telah terjadi suatu delegasi
kekuasaan dari Pemerintah kepada seseorang partikelir/swasta untuk melakukan suatu
pekerjaan atau tugas dari Pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan tugas dari
Pemerintah atau Bestuur itu adalah Bestuurszorg atau mengusahakan/menyelenggarakan
kesejahteraan umum. Jadi, sebagian dari bestuurszorg ini diserahkan pelaksanaannya kepada
pihak partikelir/swasta dengan syarat-syarat tertentu, yaitu syarat-syarat yang harus
mengutamakan kepentingan umum daripada mencari keuntungan semata-mata. Dengan
demikian, tujuan pemberian konsesi itu adalah untuk kesejahteraan umum, suatu usaha yang
dapat memenuhi kebutuhan rakyat banyak yang karena sesuatu dan lain sebab Pemerintah
tidak dapat melaksanakannya sendiri. Sebagai contoh, karena pemerintah kurang mempunyai
tenaga ahli untuk melaksanakannya sendiri, misalnya kurang tenaga ahli untuk melaksanakan
suatu proyek pembangunan dan sebagainya
Pemberian konsesi itu dapat meliputi berbagai bidang, baik bidang pendidikan, bidang
perhubungan maupun bidang-bidang lain yang mempunyai arti ekonomis bagi rakyat banyak.
Contohnya : konsesi pendidikan yang diberikan kepada yayasan pendidikan, seperti Yayasan
Pendidikan Katolik dan sebagainya untuk mendirikan sekolah-sekolah.
Kemudian, konsesi-konsesi yang diberikan kepada berbagai perusahaan swasta, seperti
DAMR1, PELNI dan GIA untuk menyelenggarakan jaringan-jaringan lalu lintas umum di
darat, laut dan di udara. Akhirnya, konsesi-konsesi yang diberikan kepada perusahaan-

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 49


perusahaan, seperti PERTAMINA, SHELL dan CALTEC untuk melakukan eksploitasi
pertambangan, khususnya tambang minyak bumi.
IV.7 Instrumen Hukum Keperdataan
Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari tampil dengan 2 kedudukan, yaitu
sebagai wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan pemerintahan. Sebagai wakil dari
badan hukum, kedudukan hukum pemerintah berbeda dengan orang perseorangan atau badan
hukum perdata pada umumnya, yaitu diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan
dan dapat melakukan tindakan hukum keperdataan.
Penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan
dalam menjalankan tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan instrumen hukum perdata
merupakan konsekuensi dari paham negara kesejahteraan, yang menuntut pemerintah untuk
mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, organ
pemerintah tidak cukup jika hanya menggunakan instrumen hukum publik, tetapi juga
menggunakan instrumen keperdataan terutama guna mencapai efektivitas dan efisiensi
pelayanan terhadap masyarakat.
Meskipun pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan hukum
keperdataan, namun tidak seluruh tindakan hukum keperdataan yang dapat dilakukan oleh
manusia dapat pula dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah, begitu juga badan hukum pada
umumnya tidak dapat melakukan hubungan keperdataan yang berhubungan dengan hukum
kekeluargaan, seperti perkawinan, perwalian, dan kewarisan.
Terdapat 2 kemungkinan kedudukan pemerintah dalam menggunakan instrumen hukum
keperdataan, yaitu:
a) pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam
hubungan hukum keperdataan dengan kedudukan yang tidak bebrbeda dengan orang
perseorangan atau badan hukum perdata;
b) pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam
kedudukan yang sejajar dengan orang perseorangan atau badan hukum.
Bentuk instrumen hukum keperdataan yang lazim dipergunakan oleh pemerintah adalah
perjanjian, yang antara lain dapat berbentuk:
a) perjanjian perdata biasa;
b) perjanjian perdata dengan syarat-syarat standar;
c) perjanjian mengenai pelaksanaan kewenangan publik;
d) perjanjian mengenai kebijakan pemerintahan.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 50


IV.8 Rangkuman
1. Instrumen pemerintahan adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemerintah atau
administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya.
2. Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang P3, peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum.
3. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 9 Tahun 2004, unsur utama dari Keputusan TUN adalah: 1) merupakan penetapan
tertulis, 2) dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, 3) merupakan tindakan hukum
TUN yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, 4) bersifat konkret,
individual, dan final, 5) menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.
4. Keberadaan peraturan kebijakan tidak terlepas dari kewenangan bebas dari pemerintah
yang dikenal dengan freies Ermessen. Freies Ermessen merupakan salah satu sarana yang
memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan administrasi negara untuk melakukan
tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
5. Rencana merupakan alat bagi implementasi dan implementasi seyogyanya berdasarkan
rencana. Sementara izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Bentuk instrumen lain yang biasa digunakan adalah instrumen
hukum keperdataan dan yang lazim dipergunakan oleh pemerintah adalah dalam bentuk
perjanjian.

IV.9 Latihan Soal/Tugas


Carilah artikel yang memuat contoh-contoh penerapan instrumen pemerintahan!

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 51


BAB V
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK (AAUPL)

Tujuan Pembelajaran Umum


Mahasiswa diharapkan dapat memahami pentingnya AAUPL dalam pelaksanaan
pemerintahan di Indonesia

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian, fungsi dan kedudukan AAUPL
2. Menjelaskan satu-persatu AAUPL yang dikenal secara umum
3. Menjelaskan AAUPL yang digunakan di Indonesia
4. Menjelaskan manfaat AAUPL dalam pelaksanaan pemerintahan

V.1 Pendahuluan
Dalam suatu negara hukum modern, setiap tindakan hukum pemerintahan dengan
instrumen yuridis apa pun yang digunakan harus tetap dalam koridor hukum dan sesuai
dengan gagasan munculnya konsep negara hukum modern (welfare state). Dalam melakukan
semua tindakannya, pemerintah tidak saja bersandarkan pada peraturan perundang-undangan
atau hukum tertulis, tetapi juga hukum tidak tertulis, yang lazim disebut dengan asas-asas
umum pemerintahan yang layak.
Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Siapa yang peduli asas? Mungkin
hanya kalangan akademisi. Padahal asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, menjadi
titik tolak berpikir, pembentukan dan intepretasi hukum. Sedangkan peraturan hukum
merupakan patokan tentang perilaku yang seharusnya, berisi perintah, larangan, dan
kebolehan.

V.2 Sejarah AAUPL

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 52


Sejak diaturnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan
kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan
kehidupan masyarakat, yang dalam campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada
peraturan perundang-undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui freies Ermesen,
ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara karena dengan freies Ermesen
muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam
bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam bentuk
willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang
mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara.
Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946
Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas
memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang peningkatan perlindungan hukum bagi
rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi de
Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang peningkatan perlindungan hukum
bagi rakyart tersebut dalam bentuk asas-asas umum pemerintahan yang layak (algemene
beginselen van behoorlijk bestuur). Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui
pemerintah atau ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de
Monchy dengan pemerintah, yang menyebabkan komisi ini dibubarkan. Kemudian muncul
komisi van de Greenten, yang merupakan bentukan pemerintah dengan tugas yang sama
dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami nasib yang sama, yaitu karena
ada beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil penelitiannya tidak disetujui oleh
pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan tanpa membuahkan hasil.
Ketidaksungguhan hati pemerintah Belanda saat itu dalam upaya mewujudkan
peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara, menyebabkan
pembubaran kedua panitia tersebut. Hal ini ditambah dengan ketakutan yang muncul di
kalangan pejabat dan para pegawai pemerintahan di Belanda terhadap AAUPL, karena
dikhawatirkan asas-asas ini akan digunakan sebagai ukuran atau dasar pengujian dalam
meniali kebijakan-kebijakan pemerintah.
Meskipun demikian, ternyata hasil penelitian de Monchy ini digunakan dalam
pertimbangan putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi. Dengan kata lain,
meskipun AAUPL ini tidak dengan mudah memasuki wilayah birokrasi untuk dijadikan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 53


sebagai norma bagi tindakan pemerintahan, tetapi tidak demikian halnya dalam wilayah
peradilan. Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan kekahwatiran para pejabat dan
pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang, bahkan sekarang telah diterima dan dimuat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Belanda.

V.3 Peristilahan, Pengertian dan Kedudukan AAUPL


Terdapat beberapa peristilahan untuk asas-asas umum pemerintahan yang layak/baik,
antara lain:
1. Di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB)
2. Di Inggris dikenal “The Principal of Natural Justice”
3. Di Perancis “Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique”
4. Di Belgia “Aglemene Rechtsbeginselen”
5. Di Jerman “Verfassung Sprinzipien”
6. Di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”.
Di Belanda Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma
hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam Wet AROB
(Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan
Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman “Tidak bertentangan
dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang
pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang
hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim.
Sebagai hukum tidak tertulis, arti yang tepat untuk ABBB bagi setiap keadaan
tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. AAUPL ini berkembang menjadi
wacana yang dijadikan kajian para sarjana dan ini menunjukan bahwa AAUPL merupakan
konsep terbuka. Sebagai konsep terbuka AAUPL akan berkembang dan disesuaikan dengan
ruang dan waktu di mana konsep ini berada. Atas dasar itu tidaklah mengherankan jika secara
kontemplatif maupun aplikatif, AAUPL ini berbeda-beda antara satu negara dengan negara
lainnya atau antara sarjana satu dengan sarjana lainnya.
Di Belanda sendiri, paling sedikit ada 7 ABBB yg sudah memiliki tempat yg jelas,
yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas
pemberian alasan, larangan ‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang-
wenang.
1. Asas persamaan: Hal-hal yang sama harus diperlakukan sama.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 54


2. Asas kepercayaan: legal expectation, harapan-harapan yang ditimbulkan (janji-janji,
keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana) sedapat
mungkin harus dipenuhi.
3. Asas kepastian hukum: secara materiil menghalangi badan pemerintah untuk menarik
kembali suatu ketetapan dan mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang
berkepentingan (kecuali karena 4 hal, yaitu dipaksa oleh keadaan, ketetapan didasarkan
pada kekeliruan, ketetapan berdasarkan keterangan yang tidak benar, syarat ketetapan
tidak ditaati); secara formil ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus
disusun dengan kata-kata yang jelas..
4. Asas kecermatan: suatu ketetapan harus diambil dan disusun dengan cermat (pihak ke-3,
dengar pendapat, nasihat)
5. Asas pemberian alasan: ketetapan harus memberikan alasan, harus ada dasar fakta yang
teguh dan alasannya harus mendukung.
6. Larangan penyalahgunaan wewenang: tidak boleh menggunakan wewenang untuk tujuan
yang lain.
7. Larangan willekeur: kewenangan, kurang memperhatikan kepentingan umum, dan secara
kongkret merugikan.
Sementara itu di Indonesia, AAUPB meliputi antara lain:
1. Asas kepastian hokum.
2. Asas keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai.
3. Asas kesamaan.
4. Asas bertindak cermat.
5. Asas motivasi.
6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan.
7. Asas permainan yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.

Perbandingan ABBB dan AUPB

• Asas persamaan • Asas kesamaan

• Asas kepercayaan • Asas menanggapi pengharapan yang

• Asas kepastian hukum wajar

• Asas kecermatan • Asas kepastian hukum

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 55


• Asas pemberian alasan • Asas bertindak cermat

• Larangan ‘detournement de • Asas motivasi


pouvoir’ • Asas jangan mencampuradukan
• dan larangan bertindak wewenang
sewenang2 • Asas keadilan dan kewajaran

• Asas keseimbangan

• Asas fair play

• Asas meniadakan akibat putusan


batal

• Asas perlindungan pandangan hidup

• Asas kebijaksanaan

• Asas kepentingn umum

Kedudukan AAUPL dalam sistem hukum menurut van Berge adalah sebagai hukum
tidak tertulis. Sementara menurut Philipus M. Hadjon, AAUPL harus dipandang sebagai
norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun
arti yang tepat dari AAUPL bagi setiap keadaan tersendiri selalu dapat dijabarkan dengan
teliti. Dapat pula dikatakan bahwa AAUPL, adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana
keadaan-keadaan dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan.

V.4 Fungsi dan Arti Penting AAUPL


Pada awal kemunculannya, AAUPL hanya dimaksudkan sebagai sarana perlindungan
hukum, dan bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum bagi
warga negara dari tindakan pemerintah.AAUPL selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian
dalam peradilan dan upaya administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi
tindakan pemerintahan.
Dalam perkembangannya, AAUPL memiliki arti penting dan fungsi berikut ini:
1. Bagi adminsitrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran
dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir,
samar atau tidak jelas. Selain itu, sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 56


administrasi negara memperguankan freies Ermessen/melakukan kebijaksanaan yang
jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi
negara diharapkan terhindar dari perbuatan onerchtmatige daad, detournement de
pouvoir, abus de droit, dan ultravires.
2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPL dapat dipergunakan sebagai
dasar gugatan sebagaimana disebut dalam Pasal 53 UU No. 5/1986.
3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
4. Selain itu, AAUPL tersebut berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.

V.5 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak di Indonesia


Pada mulanya keberadaan AAUPL ini di Indonesia belum secara yuridis formal
sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Seiring dengan perjalanan waktu dan
perubahan politik Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu undang-
undang, yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dengan diundangkannya UU No. 28
tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Asas-asas umum
pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan sebagai
Asas Umum Penyelenggaraan Negara, yang meliputi:
1. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam rangka negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara
3. Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif
4. Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia negara
5. Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 57


6. Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (SAKIP)

V.6 Pembagian AAUPL

Berkenaan dengan ketetapan, AAUPL terbagi dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat
formal atau prosedural dan asas yang bersifat material atau substansial. Asas yang bersifat
formal berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan ketetapan,
atau asas-asas yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan keputusan seperti asas
kecermatan, yang menuntut pemerintah untuk mengambil keputusan dengan persiapan yang
cermat, dan asas permainan yang layak (fair play beginsel). Asas-asas yang bersifat material
tampak pada isi dan keputusan pemerintah. Termasuk kelompok asas yang bersifat material
atau substansial ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan sewenang-
wenang, larangan penyalahgunaan kewenangan.

V.7 Rangkuman
1. Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang
menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum.
2. Paling sedikit ada 7 ABBB yg sudah memiliki tempat yg jelas, yaitu asas persamaan, asas
kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan
‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang-wenang.
3. AAUPL terbagi dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat formal atau prosedural dan
asas yang bersifat material atau substansial.

V.8 Latihan Soal/Tugas


Carilah 3 (tiga) buah artikel yang memuat pelaksanaan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Layak (AAUPL) dan berikan tanggapannya!

BAB VI
Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 58
PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DALAM
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Tujuan Pembelajaran Umum


Mahasiswa dapat memahami bentuk perlindungan hukum, penegakan hukum dan
pertanggungjawaban pemerintah.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian perlindungan hukum
2. Menjelaskan pengertian penegakan hukum
3. Menjelaskan pengertian pertanggungjawaban pemerintahan
4. Menjelaskan fungsi perlindungan hukum, penegakan hukum dan pertanggungjawaban
pemerintah di Indonesia

VI.1 Perlindungan Hukum


Subjek hukum selaku pemikul hak dan kewajiban (de drager van de rechten en
plichten), baik itu manusia (naturlijke persoon), badan hukum ( rechtpersoon), maupun
jabatan (ambt), dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan
(bekwaam) atau kewenangan (bevoegdheid) yang dimilikinya. Di tengah pergaulan
masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya tindakan-
tidakan hukum dari subjek hukum itu. Tindakan hukum ini merupakan awal lahirnya
hubungan hukum (rechtsbetrekking), yakni interaksi antarsubjek hukum yang memiliki
relevansi hukum atau mempunyai akibat-akibat hukum. Agar hubungan antarsubjek hukum
itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil, dalam arti setiap subjek hukum mendapatkan
apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, hukum
tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum tersebut.
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak dan
kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan kewajibannya
dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Di samping itu hukum juga berfungsi
sebagai instrumen perlindungan bagi subjek hukum.\

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 59


Fungsi hukum sebagai instrumen pengatur dan instrumen perlindungan ini, diarahkan
pada suatu tujuan yaitu untuk menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum
secara harmonis, seimbang dan adil. Ada pula yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah
mengatur masyarakat secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian di antara
manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia
tertentu (baik materil maupun ideal), kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan
sebagainya terhadap yang merugikannya. Tujuan-tujuan hukum itu akan tercapai jika masing-
masing subjek hukum mendapatkan hak-haknya secara wajar dan menjalankan kewajiban-
kewajibannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara
adalah hukum administrasi negara atau hukum perdata, tergantung dari sifat dan kedudukan
pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. (Ridwan HR:281). Pada bab
sebelumnya telah disebutkan bahwa pemerintah memiliki dua kedudukan hukum, yaitu
sebagai wakil dari badan hukum publik ( rechtspersoon. Pubic legal entity) dan sebagai
pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan. Ketika pemerintah melakukan tindakan
hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum, tindakan tersebut diatur dan
tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan ketika pemerintah bertindak dalam
kapasitasnya sebagai pejabat, tindakan itu diatur dan tunduk pada hukum administrasi negara.
Baik tindakan hukum keperdataan maupun publik dari pemerintah dapat menjadi peluang
munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-hak warga
negara. Oleh karena itu, hukum harus memberikan perlindungan hukum bagi warga negara.
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan
diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum. Namun,
masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana
mewujudkan perlindungan hukum itu diberikan (Paulus EL:123).
Sebelum lebih jauh dikemukakan mengenai bidang-bidang perlindungan hukum, perlu
dikemukakan terlebih dahulu mengenai macam-macam perbuatan pemerintahan yang
memungkinkan lahirnya kerugian bagi masyarakat dan/atau bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Secara umum ada tiga macam perbuatan pemerintahan, yaitu perbuatan pemerintahan
dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling), perbuatan pemerintahan
dalam penerbitan ketetapan (beschikking), dan perbuatan pemerintah dalam bidang
keperdataan (materiele daad). Dua bidang yang pertama terjadi dalam bidang publik sehingga
tunduk dan diatur berdasarkan hukum publik, sedangkan yang terakhir khusus dalam bidang

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 60


perdata dan karenanya tunduk dan diatur berdasarkan hukum perdata. Atas dasar
pembidangan perbuatan pemerintahan ini, maka perbuatan melawan hukum oleh pemerintah
yang berbentuk melanggar hak subjektif orang lain tidak hanya terbatas pada perbuatan yang
bersifat privaatrechtelijk saja, tetapi juga perbuatan yang bersifat publiekrechtelijk. Penguasa
dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar hak subjektif orang
lain apabila: (Muchsan:22)
1. penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata serta
melanggar ketentuan dalam hukum tersebut;
2. penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar
ketentuan kaidah hukum tersebut.
Di samping tiga macam perbuatan pemerintah tersebut, seiring dengan konsep negara
hukum modern yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat (welfare state), pemerintah juga
dilekati dengan kewenangan bebas atau freies Ermesen, yang jika dituangkan dalam bentuk
tertulis akan berwujud pearturan kebijaksanaan. Dengan demikian, secara garis besar,
perlindungan hukum akibat dari perbuatan pemerintah terdapat di dalam bidang perdata
maupun publik.

VI.1.1 Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata


Kedudukan pemerintah yang serba khusus terutama karena sifat-sifat istimewa yang
melekat padanya, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, telah menyebabkan perbedaan
pendapat yang berkepanjangan dalam sejarah pemikiran hukum, yaitu berkenaan dengan
apakah negara dapat digugat atau tidak di depan hakim. Pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya memerlukan kebebasan bertindak dan mempunyai kedudukan istimewa
dibandingkan dengan rakyat biasa. Oleh karena itu, persoalan menggugat pemerintah di muka
hakim tidaklah dapat dipersamakan dengan menggugat rakyat biasa. Persoalan menggugat
pemerintah ini dianggap sebagai salah satu bagian yang sulit dari ilmu hukum perdata dan
hukum administrasi. (Sudargo G:55)
Secara teoritis, Kranenburg memaparkan secara kronologis adanya tujuh konsep
mengenai permasalahan apakah negara dapat digugat di muka hakim perdata, sebagai berikut:
(Philipus M. Hadjon:108)
1. konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai
keputusan kehendak yang diwujudkan oleh kekuasaan menyatakan bahwa tidak ada
tanggung gugat negara.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 61


2. konsep yang membedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiskus. Sebagai
penguasa, negara tidak dapat digugat dan sebaliknya sebagai fiskus dapat saja negara
digugat.
3. konsep yang mengetengahkan kriteria sifat hak, yakni apakah suatu hak dilindungi oleh
hukum publik ataukah hukum perdata.
4. konsep yang mengetengahkan kriteria kepentingan hukum yang dilanggar.
5. konsep yang mendasarkan pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sebagai
dasar untuk menggugat negara. Konsep ini tidaklah mempermasalahkan apakah yang
dilanggar itu peraturan hukum publik ataukah peraturan hukum perdata.
6. konsep yang memisahkan antara fungsi dan pelaksanaan fungsi. Fungsi tidak dapat
digugat, tetapi pelaksanaannya yang melahirkan kerugian dapat digugat.
7. konsep yang mengetengahkan suatu asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya
berkewajibannya dalam tindak-tanduknya, apa pun aspeknya (hukum publik maupun
hukum perdata) memerhatikan tingkah laku manusiawi yang normal. Para pencari
keadilan dapat menuntut negara dan alatnya agar mereka berkelakuan normal. Setiap
kelakuan yang mengubah kelakuan yang normal dan melahirkan kerugian-kerugian,
dapat digugat.
Terlepas dari berbagai konsep yang dikemukakan para sarjana, dalam buku ini diambil
asumsi bahwa negara sebagai suatu institusi memiliki dua kedudukan hukum, yaitu sebagai
badan hukum publik dan sebagai kumpulan jabatan (complex van ambten) atau lingkungan
pekerjaan tetap. Baik sebagai badan hukum maupun sebagai kumpulan jabatan, perbuatan
hukum negara atau jabatan dilakukan melalui wakilnya yaitu pemerintah.
Berkenaan dengan kedudukan pemerintah sebagai wakil dari badan hukum publik yang
dapat melakukan tindakan-tindakan hukum dalam bidang keperdataan seperti jual beli, sewa-
menyewa, membuat perjanjian, dan sebagainya, maka dimungkinkan muncul tindakan
pemerintah yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige overheidsdaad). Berkenaan
dengan perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan hukum ini disebutkan bahwa; Hakim
Perdata berkenaan dengan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah berwenang
menghukum pemerintah untuk membayar ganti kerugian. Di samping itu, hakim perdata
dalam berbagai hal dapat mengeluarkan larangan atau perintah terhadap pemerintah untuk
melakukan tindakan tertentu.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah tersebut secara khusus
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum,

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 62


yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata
ini telah mengalami pergeseran penafsiran, sebagaimana tampak dari beberapa yurisprudensi.
Secara garis besar munculnya pergeseran penafsiran ini terbagi dalam dua periode, yaitu
periode sebelum tahun 1919 dan sesudah tahun 1919. Pada periode sebelum 1919 dan sesudah
tahun 1919. Pada periode sebelum 1919 ketentuan Pasal 1365 ditafsirkan secara sempit,
dengan unsur-unsur :
a. perbuatan melawan hukum;
b. timbulnya kerugian;
c. hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian;
d. kesalahan pada pelaku.
Berdasarkan penafsiran demikian, tampak bahwa perbuatan melawan hukum berarti
sama dengan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatigedaad is
onwetmatigedaad). Interpretasi perbuatan melawan hukum sama artinya dengan perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang tersebut disebabkan oleh aliran legisme, yang
dominan pada saat itu. Aliran itu menganggap bahwa hukum hanyalah apa yang tercantum
dalam undang-undang. Di luar undang-undang tidak terdapat hukum. Penafsiran yang sempit
terhadap unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini berakibat pada sempitnya perlindungan
hukum yang dapat diberikan kepada warga negara.
Setelah tahun1919 kriteria perbuatan melawan hukum adalah diantaranya: (a)
mengganggu hak orang lain; (b) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; (c)
bertentangan dengan kesusilaan; (d) bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan sikap hati-
hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat
atau terhadap benda orang lain. Dengan adanya perluasan penafsiran ini, perlindungan hukum
yang dapat diberikan kepada warga negara juga semakin luas. Adanya perluasan penafsiran
ini dalam praktik peradilan melahirkan kesulitan. Kesulitan ini muncul karena cara
pemerintah ikut dalam pergaulan masyarakat itu dilakukan menurut cara-cara yang serba
khusus, sedangkan ukuran kepatutan yang ingin diterapkan tersebut sebenarnya hanya bisa
seratus persen berlaku bagi pergaulan antarwarga masyarakat saja dan sulit dikatakan bahwa
telah tumbuh dan berkembang norma-norma kelakuan dalam pergaulan antarwarga
masyarakat dengan pemerintah. (Indroharto:248)
Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan hukum pemerintah, dalam
kapasitasnya sebagai wakil dan badan hukum publik, dilakukan melalui peradilan umum.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 63


Kedudukan pemerintah atau administrasi negara dalam hal ini tidak berbeda dengan seseorang
atau badan hukum perdata yaitu sederajat sehingga pemerintah dapat menjadi tergugat
maupun penggugat. Dalam konteks inilah prinsip kedudukan yang sama di depan hukum
(equality before the law) yang menjadi salah satu unsur negara hukum terimplementasikan.
Dengan kata lain, hukum perdata memberikan perlindungan yang sama baik kepada
pemerintah maupun seseorang atau badan hukum perdata.

VI.1.2 Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik


Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya
menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah
yang bersifat sepihak. Dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan
hukum pemerintahan itu tergantung pada kehendak pihak lain dan tidak diharuskan ada
persesuaian kehendak (wilsovereenstemming) dengan pihak lain.
Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum pemerintah dalam melakukan
tindakan hukum sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum terhadap
warga negara, apalagi dalam negara hukum modern yang memberikan kewenangan ynag luas
kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan warga negara. Oleh karena itu, diperlukan
perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan hukum pemerintah.
Hukum administrasi tidak tertulis atau asas umum pemerintahan yang layak, seperti
disebutkan pada bab sebelumnya, memang dimaksudkan sebagai verhoogde
rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan
administrasi negara yang menyimpang. Dalam rangka perlindungan hukum, keberadaan asas-
asas umum pemerintahan yang layak ini memiliki peranan penting sehubungan dengan
adanya langkah mundur pembuat undang-undang, yang memberikan kewenangan kepada
adminitrasi negara untuk membuat peraturan perundang-undangan dan adanya pemberian
freies Emerssen pada pemerintah. Di satu sisi, pemberian kewenangan legislasi kepada
pemerintah untuk kepentingan administrasi ini cukup bermanfaat untuk relaksasi dari
kekakuan dan frigiditas undang-undang, namun di sisi lain pemberian kewenangan ini dapat
menjadi peluang terjadinya pelanggaran kehidupan masyarakat oleh pemerintah, dengan
bertopang pada peraturan perundang-undangan.
Alat uji terhadap terhadap aspek kebijaksanaan pemerintah adalah dengan asas-asas
umum pemeintahan yang layak. Munculnya asas-asas umum pemerintahan yang layak

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 64


sebagai batu uju terhadap tindakan pemerintahan, disamping untuk mengimbangi pemberian
kewenangan legislasi bagi pemerintah dan terutama kebijaksanaan pemerintahan, juga yang
terpenting merupakan instrumen penting dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi
rakyat.
Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif
dan represif. Pada perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindakan
pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam
mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
Di Indonesia perlindungan hukum bagi rakyat akibat tindakan hukum pemerintah ada
beberapa kemungkinan, tergantung dari instrumen hukum yang digunakan pemerintah ketika
melakukan tindakan hukum. Adapun instrumen hukum yang lazim digunakan adalah
keputusan dan ketetapan. Tindakan hukum pemerintah yang berupa mengeluarkan keputusan
merupakan tndakan pemerintah yang termasuk dalam kategori regeling atau perbuatan
pemerintah dalam bidang legislasi. Hal ini dikarenakan keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah itu merupakan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu uji materil
dilakukan melalui Mahkamah Agung yang merupakan lembaga pemegang hak uji materil
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Akan tetapi setelah adanya
amandemen undang-undang dasar, telah terbentuk Mahkamah Konstitusi yang diberi
kewenangan menguji “hasil karya” lembaga legislatif.
Untuk hak uji materil peraturan perundang-undangan tingkat daerah mempunyai
mekanisme yang berbeda dengan tingkat pusat, yaitu ditempuh melalui jalur pemerintahan
dalam bentuk penundaan (schorsing) atau pembatalan (vernietiging), sebelum ditempuh
melalui Mahkamah Agung.
Perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan (beschikking) ditempuh melalui
dua kemungkinan, yaitu peradilan administrasi (administratieve rechtspraak) dan banding
admisnitrasi (administratieve beroep). Ada perbedaan antara peradilan administrasi dengan
banding administrasi, yaitu sebagai berikut:

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 65


1. Peradilan administrasi mengacu pada kata “peradilan” yang menyangkut proses peradilan
pada pemerintahan melalui instansi yang merdeka. Kemerdekaan ini tampak pada
hakimadministrasi yang profesional, di samping juga kedudukan hukumnya,
pengangkatan untuk seumur hidup, ketentuan mengenai penggajian terdapat pada
undang-undang, pemberhentian ketika melakukan perbuatan tidak senonoh hanya
dilakukan melalui putusan pengadilan. Sifat kedua yang berkenaan dengan hal ini adalah
bahwa instansi ini hanya menilai tindakan pemerintahberdasarkan hukum.
2. Banding administrasi, berkenaan dengan proses peradilan di dalam lingkungan
administrasi; instansi banding administrasi adalah organ pemerintahan, dilengkapi dengan
pertanggungjawaban pemerintahan. Dalam hal banding administrasi ini tindakan
pemerintahan tidak hanya dinilai berdasarkan hukum, tetapi juga dinilai aspek
kebijaksanaannya.
Berdasarkan keterangan mengenai penyelesaian sengketa terhadap ketetapan tata usaha
negara yang berlaku di Indonesia, tampak bahwa tolok ukur yang digunakan adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau hukum tertulis dan dengan aasas-asas umum
pemerintahan yang layk atau hukum tidak tertulis. Asas-asas umum pemerintahan yang layak
atau hukum tidak tertulis digunakan sebagai batu uji dalam proses peradilan ini terutama
sehubungan dengan diberikannya kewenangan bebas kepad pemerintah. Khusus dalam
penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui upaya administratif, digunakan pula tolok
ukur kebijaksanaannya (doelmatigheid) di samping aspek hukumnya (rechtmatigheid). Dalam
hal ini, ketetapan tata usaha negara dinilai bukan saja sah tidaknya menurut hukum, tetapi
juga dinilai layak tidaknya berdasarkan pertimbangan akal sehat.

VI.2 Penegakan Hukum


Hukum merupakan sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep
tentang keaddilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Kandungan hukum ini
bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau
konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-
ide tersebut menjadi kenyataan.(Satjipto Rahardjo: 15)
Soerjono Soekanto (Sorjono Soekanto:13) mengatakan bahwa penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawaantah dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 66


mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan hukum secara konkret adalah
berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati.
Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang
memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para
penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap
orang. Tugas penegak hukum tidak hanya diletakkan di pundak polisi. Penegakan hukum
merupakan tugas dari semua subjek hukum dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam
kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab
melakukan penegakan hukum.

VI.2.1 Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara


Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan (P. Nicolai:469), sarana penegakan hukum
administrasi berisi:
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau
berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap
keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu; dan
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintahan.
Sementara itu Paulus E. Lotulung (Paulus EL:xv-xviii), mengemukakan beberapa
macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi
kedudukan dari badan/organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern
dan kontrol ekstern. Kontrol intern berarti secara organisatoris/struktural masih termasuk
dalam lingkungan pemerintah sendiri, sedangkan kontrol ekstern adalah pengawasan yang
dilakukan oleh organ atau lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar
pemerintah.
Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau kontrol dibedakan dalam
dua jenis, yaitu kontrol a-priori dan kontrol a-posteriori. Kontrol a-priori terjadi bila
pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah,
sedangkan kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah
dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah. Selain itu, kontrol dapat pula ditinjau
dari segi hukum (rechtmatigheid) dan kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid). Kontrol
dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat
hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah,
sedangkan kontrol dari segi kemanfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 67


perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya. Dikatakan pula bahwa
kontrol yang dilakukan oleh peradilan dalam hukum administrasi mempunyai ciri-ciri:
a. Ekstern karena dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan;
b. A-posteriori karena selalu dilakukan sesudah terjadinya perbuatan yang dikontrol;
c. Kontrol segi hukum karena hanya menilai dari segi hukum saja.
Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan
agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai
suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum
terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. Di samping itu,
yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan
perlindungan hukum bagi rakyat.
Telah disebutkan bahwa sarana penegakan hukum itu, di samping pengawasan, adalah
sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan,
bahkan sanksi merupakaninti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi biasanya diletakkan
pada bagian akhir setiap peraturan. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum
administrasi.
Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan
penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum
administrasi.tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada
pemerintah untuk menerapkan norma-norma hukum administrasi tertentu, diiringi pula
dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan
sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma hukum administrasi tersebut.
Sanksi dalam hukum administrasi adalah alat kekuasaan yang bersifat hukum publik
yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban
yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara. Berdasarkan definisi ini tampak ada
empat unsur sanksi dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen),
bersifat hukum publik (publiekkrechtelijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai
reaksi atas ketidakpatuhan (reactie op niet-naveling).
Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi dikenal dua jenis sanksi, yaitu
sanksi reparatoir dan sanksi punitif. Sanksi reparatoir diartikan sebagai sanksi yang
diterapkan terhadap reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan
pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum. Dengan kata
lain, mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran. Sedangkan sanksi

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 68


punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman pada
seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintah dan pengenaan uang
paksa, sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi.
Disamping dua jenis sanksi tersebut, ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M. ten Berge
(J.B.J.M. ten Berge: 391) disebut sanksi regresif, yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi
atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang
diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya
ketetapan. Contoh dari sanksi regresif adalah penarikan, perubahan, dan penundaan suatu
ketetapan. Ditinjau dari segi tujuan, diterapkannya sanksi regresif ini sebenarnya tidak begitu
berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi
tersebut. Sanksi reparatoir dikenakan terhadap pelanggaran norma hukum administrasi secara
umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam ketetapan.
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat, keberadaan sanksi administratif ini
semakin penting artinya. Menurut Moctar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta (Mochtar K dan
Arief S:47), di dalam kehidupan masyarakat masa kini, di mana segala bentuk usaha besar
dan kecil bertambah memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan masyarakat,
sanksi administratif semakin memainkan peranan yang penting. Sanksi administratif yang
dapat berbentuk penolakan pemberian perizinan setelah dikeluarkan izin sementara (preventif)
atau mencabut izin yang telah diberikan (represif), jauh lebih efektif untuk memaksa orang
menaati ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur usaha dan industri dan perlindungan
lingkungan dibandingkan dengan sanksi-sanksi pidana. Itulah sebabnya mengapa di bidang
pengaturan perusahaan industri dan juga di bidang perlindungan dan pelestarian lingkungan,
sanksi-sanksi administratif lebih diutamakan dibandingkan dengan sanksi pidana.

VI.2.2 Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara


Seiring dengan luasnya ruang lingkup dan keragaman bidang urusan pemerintahan yang
masing-masing bidang itu diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam
rangka penegakan peraturan itu menjadi beragam. Pada umumnya macam-macam dan jenis
sanksi itu dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan
bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum
administrasi, yaitu:
a. paksaan pemerintah (bestuurdwang);

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 69


Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda, paksaan pemerintah merupakan
tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk
memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula
apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-
kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam kepustakaan hukum administrasi negara, ada dua istilah mengenai paksaan
pemerintahan ini, yaitu bestuurdwang dan politiedwang. Istilah yang sebelumnya sering
digunakan adalah paksaan polisi (politiedwang).
b. penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan
sebagainya);
Ketetapan yang menguntungkan (begunstigende beschikking) artinya ketetapan itu
memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui
ketetapan atau bila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin
ada. Lawan dari ketetapan menguntungkan adalah ketetapan yang memberi beban
(belastende beschikking), yaitu ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya
tidak ada atau penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.
c. pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom);
Uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam
perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan,
atau tidak sesuai waktu yang ditentukan; dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti
kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga. Dalam hukum administrasi, pengenaan uang
paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau
melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan
paksaan pemerintahan.
Pengenaan uang paksa merupakan alternatif untuk tindakan nyata, yang berarti
sebagai sanksi subsidiaire dan dianggap sebagai sanksi reparatoir. Persoalan hukum yang
dihadapi dalam pengenaan dwangsom sama dengan pelaksanaan paksaan nyata. Dalam
kaitannya dengan ketetapan tata usaha negara yang menguntungkan seperti izin, biasanya
pemohon izin disyaratkan untuk memberikan uang jaminan. Jika terjadi pelanggara atau
pelanggar (pemegang izin) tidak segera mengakhirinya, uang jaminan itu dipotong
sebagai dwangsom. Uang jaminan ini lebih banyak digunakan ketika pelaksanaan
bestuurdwang sulit dilakukan.
d. pengenaan denda administratif (administratieve boete).

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 70


Denda administratif dapat dilihat contohnya pada denda fiskal yang ditarik oleh
inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai
akibat dari kesalahannya.
Berbeda dengan pengenaan uang paksa administrasi yang ditujukan untuk
mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih
dari reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang
pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Bagaimanapun
juga, organ administrasi dapat memberikan hukuman tanpa perantaraan hakim.
Pengenaan denda administratif tanpa perantaraan hakim ini tidak berarti pemerintah dapat
menerapkannya secara arbiter (sewenang-wenang). Pemerintah harus tetap
memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Macam-macam sanksi tersebut tidak selalu dapat diterapkan secara keseluruhan pada
suatu bidang administrasi negara tertentu. Sanksi paksaan pemerintahan misalnya, sudah
barang tentu tidak dapat diterapkan dalam bidang kepegawaian dan keenagakerjaan. Akan
tetapi, dapat terjadi dalam suatu bidang administrasi diterapkan lebih dari keempat macam
sanksi tersebut, seperti dalam bidang lingkungan.
Pemahaman terhadap berbagai sanksi tersebut di atas penting dalam kajian hukum
administrasi karena didalamnya menyangkut bukan saja tentang efektivitas penegakan
hukum, bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya dalam menerapkan sanksi, dan
prosedur penerapan sanksi, tetapi juga untuk mengukur apakah norma-norma hukum
administrasi yang di dalamnya memuat sanksi telah sesuai dibuat dan relevan diterapkan di
tengah masyarakat.

VI.3 Pertanggungjawaban Pemerintah


VI.3.1 Pengertian Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan, dan sebagainya). Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada
pertanggungjawaban, yaitu liability dan resposibility. Liability merupakan iatilah hukum yang
luas yang di dalamnya antara lain mengandung makna bahwa liability menunjuk pada makna
yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang
pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua
karakter hak dan kewajiban. Di samping itu, liability juga merupakan kondisi tunduk pada

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 71


kewajiban secara aktual atau potensial; kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang
akatual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya, atau beban; kondisi yang
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa yang
akan datang. Sementara responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atas suatu
kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility
juga berarti kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan
memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apa pun yang telah
ditimbulkannya. Dari responsibility ini muncul istilah responsible government, yang
menunjukkan bahwa istilah ini pada umumnya ditujukan untuk jenis-jenis pemerintahan
dalam hal pertanggungjawaban terhadap ketetentuan atau undang-undang publik dibebankan
pada departemen atau dewan eksekutif, yang harus mengundurkan diri apabila penolakan
terhadap kinerja mereka dinyatakan melalui mosi tidak percaya, di dalam majelis legislatif,
atau melalui pembatalan terhadap suatu undang-undang penting yang dipatuhi mereka.

VI.3.2 Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Hukum Administrasi


Telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang
mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau setiap tindakan hukum pemerintahan harus
berdasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Bersandar
pada asas legalitas itulah pemerintah melakukan berbagai tindakan hukum. Karena pada
setiap tindakan hukum itu mengandung makna penggunaan kewenangan, maka di dalamnya
tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban.
Tanggung jawab pemerintah terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh
hampir semua negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam perpektif hukum publik, tindakan
hukum pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan dipergunakan beberapa instrumen
hukum dan kebijakan seperti peraturan (regeling), keputusan (besluit), peraturan
kebijaksanaan (beleidsregel) dan ketetapan (beschikking). Di samping itu pemerintah juga
sering menggunakan instrumen hukum keperdataan seperti perjanjian dalam menjalankan
tugas-tugas pemerintahan. Setiap penggunaaan wewenang dan penerapan instrumen hukum
oleh pejabat pemerintahan pasti menimbulkan akibat hukum karena memang dimaksudkan
untuk menciptakan hubungan hukum dan akibat hukum. Hubungan hukum ini ada yang
bersifat intern (interne rechtsbestrekking), yakni hubungan hukum di dalam antarinstansi
pemerintahan, dan hubungan hukum ekstern (eksterne rechtsbestrekking), yakni hubungan

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 72


hukum ekstern pemerintah, akibat hukum yang ditimbulkannya ada yang bersifat umum,
dalam arti mengenai setiap warga negara, dan akibat hukum yang bersifat khusus, yakni
mengenai seseorang atau badan hukum perdata tertentu.
Sehubungan dengan pertanggungjawaban dan tuntutan ganti kerugian, pada hubungan
hukum ekstern dan akibat hukum yang bersifat khusus merupakan bahasan pada buku ini.
Dalam hal ini instrumen hukum yang dimaksudkan adalah KTUN, yakni suatu instrumen
hukum yang memiliki sifat individual dan final, yang berarti sudah definitif dan karenanya
dapat menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolen) secara langsung bagi seseorang atau badan
hukum perdata.
Setiap penggunaan kewenangan itu didalamnya terkandung pertanggungjawaban,
namun demikian harus dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan
kewenangan, sebab tidak semua pejabat tata usaha negara yang menjalankan kewenangan
pemerintahan itu secara otomatis memikul tanggung jawab hukum. Badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan ketetapan atas dasar kewenangan yang diperoleh secara
atribusi dan delegasi adalah sebagai pihak yang memikul pertanggungjawaban hukum,
sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara yang melaksanakan tugas dan pekerjaan atas
dasar mandat bukanlah pihak yang memikul tanggung jawab hukum, yang memikul tanggung
jawab adalah pemberi mandat (mandans). (Ridwan HR:360)
Di samping penentuan kewajiban tanggung jawab itu didasarkan pada cara-cara
memperoleh kewenangan, juga harus ada kejelasan tentang dua pertanyaan ini. Pertama,
siapa yang dimaksud dengan pejabat? Kedua, kapan atau pada saat bagaimana seseorang itu
disebut dan dikategorikan sebagai pejabat? Kedua pertanyaan ini penting dalam rangka
penentuan kewajiban tanggung jawab dalam bidang hukum publik. Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu merujuk kembali tentang subjek hukum di bidang hukum publik yang
telah disampaikan pada pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
Telah dijelaskan bahwa dalam perspektif hukum publik, yang berkedudukan sebagai
subjek hukum adalah jabatan (ambt) yakni suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri
yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang. Lembaga ini
dalam bahasa Belanda disebut juga dengan orgaan yang artinya adalah alat perlengkapan,
sedangkan alat perlengkapan maksudnya adalah orang atau majelis yang terdiri dari orang-
orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar berwenang mengemukakan atau
merealisasikan kehendak badan hukum. Dengan demikian, organ itu sama artinya dengan
badan, sedangkan badan dapat berarti orang atau majelis. Hanya saja jabatan atau organ ini

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 73


adalah sebuah fiksi yang tidak dapat melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat
hukum (perbuatan hukum) secara mandiri. Tindakan jabatan itu dilakukan oleh wakil yang
disebut pejabat. Pihak yang ditunjuk dan bertindak sebagai wakil ini adalah seseorang yang di
satu sisi sebagai manusia, yang dapat bertindak dalam bidang perdata sebagai privatperson
dan terikat atau tunduk pada ketentuan hukum perdata, dan di sisi lain sebagai pejabat, yang
bertindak untuk dan atas nama jabatan serta terikat atau tunduk pada ketentuan hukum publik.
Berdasarkan jawaban atas pertanyaan yang pertama, jawaban atas pertanyaan kedua
dapat bahwa seseorang itu disebut atau dikategorikan sebagai pejabat adalah ketika ia
menjalankan kewenangan untuk dan atas nama jabatan. Sementara itu, ketika seseorang itu
melakukan perbuatan hukum bukan dalam rangka jabatan atau bertindak tidak sesuai dengan
kewenangan yang ada pada jabatan itu, maka ia tidak dapat dikategorikan sebagai pejabat atau
dikategorikan sebagai pejabat yang berwenang. Dalam hukum publik, akibat hukum yang
lahir bukan dari pejabat yang tidak berwenang dianggap tidak pernah ada atau dianggap
sebagai penyimpangan hukum, yang jika akibat hukumnya itu menimbulkan kerugian bagi
pihak lain dapat dituntut secara hukum.

VI.4 Rangkuman
1. Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan
diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum. Namun,
masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana
mewujudkan perlindungan hukum itu diberikan.
2. Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif
dan represif. Pada perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar
artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena
dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap
hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
3. Sementara yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai
yang mantap dan mengejawaantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 74


tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut ditaati.
4. Adapun tanggung jawab pemerintah terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh
hampir semua negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam perpektif hukum publik,
tindakan hukum pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan dipergunakan
beberapa instrumen hukum dan kebijakan seperti peraturan (regeling), keputusan
(besluit), peraturan kebijaksanaan (beleidsregel) dan ketetapan (beschikking). Di samping
itu pemerintah juga sering menggunakan instrumen hukum keperdataan seperti perjanjian
dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Setiap penggunaaan wewenang dan
penerapan instrumen hukum oleh pejabat pemerintahan pasti menimbulkan akibat hukum
karena memang dimaksudkan untuk menciptakan hubungan hukum dan akibat hukum.

VI.5 Latihan Soal/Tugas


Carilah suatu artikel yang dapat menjelaskan mengenai perlindungan hukum, penegakan
hukum atau pertanggungjawaban pemerintahan, kemudian buatkan kajiannya berdasarkan
teori-teori mengenai perlindungan hukum, penegakan hukum atau pertanggungjawaban
pemerintahan!.

BAB VII
HUKUM TATA NEGARA

Tujuan Pembelajaran Umum

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 75


Mahasiswa dapat memahami Hukum Tata Negara, ruang lingkup, sumber hukum dan
keterkaitannya dengan disiplin ilmu kenegaraan yang lain.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa dapat :
1. menjelaskan pengertian Hukum Tata Negara
2. menjelaskan mengenai ruang lingkup Hukum Tata Negara
3. menjelaskan mengenai hubungan antara Hukum Tata Negara dengan ilmu-ilmu
kenegaraan yang lain
4. menjelaskan tentang sumber Hukum Tata Negara
5. menjelaskan mengenai sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, serta bentuk dan
sistem pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1990.

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 76


Indroharto, usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Jazim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak


(AAUPL) di Linfkungan Peradilan Administrasi Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999.

Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,
2000.

Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982.

Nicolai, P., et.al., Bestuursrecht, Amsterdam, 1994.

Paulus Effendi Lotulung, (ed.) Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.

Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, Cetakan Pertama, FH.UII Press, Yogyakarta, 2009.

Riwan HR, Hukum Adminitrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006

Hukum Tata Pemerintahan-Akuntansi Manajemen Pemerintahan D4 hlm 77

Anda mungkin juga menyukai