Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

DASAR TEORI
2.1 PENENALAN GEOLOGI GUNUNG API.

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan
bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Suatu
gunung berapi merupakan bentukan alam dari pecahan yang terjadi di kerak dari benda langit
bermassa planet, seperti Bumi, dimana patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu
vulkanik dan gas bisa keluar dari dapur magma yang terdapat di bawah permukaan bumi.

Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah menjadi 17 lempeng


tektonik utama yang kaku yang mengambang di atas lapisan mantel yang lebih panas dan
lunak. Oleh karena itu, gunung berapi di Bumi sering ditemukan di batas divergen dan
konvergen dari lempeng tektonik. Contohnya, di pegunungan bawah samudra seperti
punggung tengah atlantik terdapat gunung berapi yang terbentuk dari gerak divergen lempeng
tektonik yang saling menjauh, sementara di Cincin Api Pasifik terbentuk gunung berapi dari
gerakan konvergen lempeng tektonik yang saling mendekat. Gunung berapi biasanya tidak
terbentuk di wilayah dua lempeng tektonik bergeser satu sama lain.

Letusan atau erupsi gunung berapi dapat menimbulkan berbagai bencana, tidak hanya di
daerah dekat letusan. Bahaya dari debu vulkanik adalah terhadap penerbangan khususnya
pesawat jet dimana debu vulkanik dapat merusak turbin dari mesin jet. Letusan besar dapat
mempengaruhi suhu dikarenakan asap dan butiran asam sulfat yang dimuntahkan letusan
dapat menghalangi matahari dan mendinginkan bagian bawah atmosfer bumi seperti
troposfer, namun material tersebut juga dapat menyerap panas yang dipancarkan dari bumi
sehingga memanaskan stratosfer. Dari sejarah, musim dingin vulkanik telah mengakibatkan
bencana kelaparan yang parah.

Lebih lanjut, istilah gunung apiini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice
volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es
biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api
lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai
Bledug Kuwu.
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali
adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of
Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi
yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak
aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun
sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan
sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan
istirahat atau telah mati.

Letusan gunung berapi terjadi apabila magma naik melintasi kerak bumi dan muncul di atas
permukaan. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar
magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada
aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
Aliran lava , Letusan gunung berapi, Aliran lumpur, Abu, Kebakaran hutan., Gas
beracun.,Gelombang tsunami , Gempa bumi.

2.2 GEOMORFOLOGI GUNUNG API


Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :
1. Kerucut,
merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi piroklastik dan berlapis.
Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas gunungapi dapat berupa kerucut
batuapung yang tersusun oleh batuapung, kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan
kerucut sinder yang merupakan kumpulan sinder dan bahan skoreaan.

gambar
2. Kubah,
biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah lava merupakan bentukan
dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.

gambar
3. Maar,
umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.

gambar

4. Kawah
merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunungapi. Berdasarkan genetiknya
dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat
kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter).

gambar
5. Kaldera,
merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval. Ukuran kaldera memang
lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan ukuran yang membedakannya hingga
mempunyai ukuran berupa kawah dapat disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan
kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :

a. Kaldera letusan
yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat yang
menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa batuan dalam
jumlah besar. Contoh yang baik antara lain Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera
Tarawera di New Zealand.
b. Kaldera runtuhan
yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan cepat yang memuntahkan
batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada dapur
magma. Penurunan permukaan magma didalam waduk pun akan menyebabkan
akan terjadinya runtuhan pada bagian puncak gunungapi. Contoh yang baik antara
lain Kaldera Toba (Tapanuli – Sumatra Utara), Kaldera Tengger (Probolinggo –
Jawa Timur).
c. Kaldera erosi
disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi akan
memperluas daerah lekukan sehingga kaldera tersebut akan semakin luas.
d. Kaldera resurgent
yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di bagian tengah kaldera yang
terangkat oleh magma yang bergerak naik ke atas, dan kemudian membentuk
suatu kubah.

gambar
2.3 FASIES GUNUNG API
1. Zona sentral

Pada zona ini, pusat erupsi terjadi dan energi terbesar dari pusat erupsi ada pada zona
ini. Dengan adanya kegiatan vulkanisme yang tinggi, banyak menyebabkan aktifitas-
aktifitsas lain seperti hidrothermal dan mineralisasi sehingga banyak terjadi proses alterasi
menghasilkan berbagai macam unsur yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti emas. Telah
diketahui, tambang-tambang emas besar di Indonesia seperti di Grasberg, Papua, dulunya
merupakan zona pusat erupsi gunungapi purba. Namun perlu diketahui, saat gunungapi masih
aktif, zona ini sangatlah berbahaya. Kandungan gas-gas beracun dan sulfur yang berbau
menyengat dan pekat dapat menyebabkan pingsan atau bahkan kematian apabila terhirup
melampaui batas. Saat terjadi erupsi, zona inilah yang menjadi sangat hancur.

yang dicirikan oleh :

a. Banyak radial dike / sill


b. Adanya sumbat kawah (plug) dan crumble breccia
c. Adanya zona hidrothermal
d. Sifat piroklastik kasar
e. Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi

2. Zona Proksimal atau fasies proksimal


Zona ini adalah zona dengnan lapisan soil yang tipis dan material piroklastik agak
terorientasi. Material piroklastik ini setelah beberapa bulan atau beberapa tahun bisa menjadi
sumber penghisupan bagi tanaman melalui berbagai unsur yang dibawanya. Maka dari itu, zona
ini sudah mulai dikembangkan menjadi lahan perkebunan dimana sayuran dapat sangat tumbuh
subur. Selain itu, zona proksimal menjadi daerah penangkap air hujan yang baik yang
kemudian menyalurkannnya ke zona-zona di bawahnya. Saat terjadi erupsi, zona ini menjadi
sangatlah berbahaya. Pyroclastic fall, flow, and surge dapat menjadi sangat berbahaya bagi
kehidupan. Zona ini menjadi zona bahaya jika terjadi erupsi

yang dicirikan oleh :


a. Material piroklastik yang agak berorientasi
b. Terjadi pelapukan pada lava dan material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis
c. Sering dijumpai parasitic cone
d. Bnanyak dijumpai ignimbrite dan welded tuff
3. Zona distal atau fasies distal

Zona ini tersusun atas lahar dan tuff. Material-material ini jika telah lapuk akan menjadi
sangat subur bagi tanaman. Pertanian dan perkebunan menjadi sangat berkembang pada daerah
ini. Tangkapan air baik dari hujan maupun zona di atasnya muncul sebagai mata air dan
menjadi sumber air bagi kehidupan. Namun saat terjadi erupsi, zona ini juga masih menjadi
zona bahaya karena terjangan lahar yang hebat apabila erupsi yang terjadi sangatlah kuat.

yang dicirikan oeh :


a. Material piroklastik berukuran halus
b. Banyak dijumpai lahar
c. Terkadang terdapat cinder cone

4. Zona distal
Zona ini merupakan zona dengan kelerengan landai dan menjadi daerah tangkapan air
hasil dari zona medial dan proksimal. Litologi penyusunnya kebanyakan adalah konglomerat,
lahar, batupasir, dan tuff. Daerah ini masih cukup subur dengan adanya jatuhan piroklastik
yang sampai di daerah ini. Saat terjaidi erupsi, zona distal dapat menjadi daerah aman namun
dapat juga menjadi daerah berbahaya terutama pada kawasan yang terletak di sekitar sungai
tempat lahar menerjang.
Yang dicirikan oleh:
Conglomerate
Lacustrne silstone
Interbedded (sand stone dan tuf)
gambar
2.4 KELURUSAN VULKANIK
Analisa kelurusan gunungapi bertujuan untuk menentukan pola penyebaran gunungapi,
berdasarkan kelurusan-kelurusan yang dibentuknya. Dari arah - arah kelurusan gunungapi ini
dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan sistem rekahan di daerah tersebut.
Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan untuk menafsirkan evolusi atau
perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang muncul di permukanan bumi dan
membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya bukanlah merupakan suatu kebetulan.
Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau rekahan-rekahan yang ada didalam kerak
bumi yang berhubungan erat dengan struktur geologi daerah, baik secara lokal maupun
regional. Celah - celah ini merupakan bidang lemah yang mudah diterobos magma. Dalam
perkembangan selanjutnya akan membentuk suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi.
Beberapa gunungapi atau kelompok gunungapi kadang-kadang memperlihatkan gejala
kelurusan. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh unsur - unsur
gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder, daerah-daerah
hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya.
Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai
anggapan bahwa :

1. Susunan lurus gunungapi tersebut berhubungan erat dengan rekahan-rekahan tektonik


atau disloksi lainnya.
2. Pada tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang kepundan
akan berkembang memencar.
3. Gunungapi mungkin saja akan menempati perpotongan dua atau lebih rekahan yang
ada, sehingga gunungapi tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan lainnya yang
berada dalam satu kelurusan.
4. Pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia memperlihatkan jarak (spacing) yang
sistematik.

Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola kelurusan
dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh gunungapi itu
sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan oleh tekanan magmatis dari gunungapi
tersebut.
2. Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau lebih
pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.
3. Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari
beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati daerah
pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.

Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu “kecil sampai
menengah” dan “menengah sampai besar”. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya utama
pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint, extension
joint dan realese joint.
Selain melalui morfostratigrafi, evolusi gunungapi secara lokal ditafsirkan dari perpindahan
pusat erupsi gunungapi. Perpindahan pusat erupsi umumnya disebabkan oleh :
 Sumbat pada lubang kepundan utama.
 Terbentuknya pola rekahan pada tubuh gunungapi atau sekitar gunungapi, sehingga keluarnya
magma melalui saluran lain pada kulit bumi yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.

Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya
tegangan dari dalam bumi.
2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di bagian
dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya rekahan
besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang kemudian
berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.

Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami rekahan-
rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama (δ1), gaya tegasan
menengah (δ2), gaya tegasan terkecil (δ3), shear joint orde I (S1), extension joint
(Ex), release joint (R), dan shear joint orde II (S2).

Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya
aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :
1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.

2. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.

Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :


1. Rekahan radial (radial fissures), diartikan sebagai hasil injeks magma berbentuk siil yang
menerobos tubuh gunungapi atau lapisan batuan di sekitarnya dan diikuti oleh “pencungkilan”
kerak bumi dan berakhir dengan pembentukan rekahan.
2. Rekahan tangensial (tangensial fissure), merupakan perkembangan suatu sesar atau rekahan
tension yang melalui suatu daerah pra-gunungapi.
3. Rekahan konsentris (concentric fissure), merupakan pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk
dyke dari suatu pelepasan tekanan waduk magma.

Pola kelurusan Gunungapi di busur kepulauan Indonesia.


Tjia (1968) telah menganalisis pola kelurusan gunungapi di Indonesia, yang untuk
masing-masing daerah dibuat diagram kipas kelurusannya. Arah-arah orogen atau jajaran
gunungapi untuk tiap daerah ternyata berlainan, sehingga arah tegasan kompresi, yang
dianggap tegak lurus arah orogen, untuk tiap daerah juga berbeda. Garis lurus arah-arah orogen
dianggap sebagai pencerminan dari rekahan-rekahan yang mempunyai kemiringan dari 70º
hingga tegak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelengkungan busur kepulauan dari
Sumatra - Jawa hingga Indonesia Timur, yang merupakan Busur Banda Dalam yang
bergunungapi.
Hudson (1962) menyebutkan bahwa tegasan utama mempunyai arah yang tegak lurus
busur kepulauan Indonesia (Busur Banda Dalam). Sedang menurut Ritsema (1964) arah
tegasan utama tegak lurus setiap bagian dari busur kepulauan.
Sebagai contoh kelurusan gunungapi di Jawa Tengah adalah jajaran lurus relatif berarah
utara - selatan atau utarabaratlaut - selatantenggara dari G.Ungaran - Suropati – Telomoyo –
Merbabu – Merapi - G. Merapi sepertinya menempati 2 perpotongan dua sistem rekahan
disamping seperti disebutkan di atas juga rekahan yang berjurus timurlaut – baratbaratdaya.
Sehingga dua rekahan yang berpotongan ini bertanggung jawab terhadap keaktifan gunungapi
tersebut. Pola kelurusan lain misal jajaran G.Slamet – Prau – Sindoro - Sumbing, di daerah
kompleks Lamongan, Dieng, Ijen dan Halmahera
2.5. ANALISIS PETROKIMIA BATUAN GUNUNG API
2.5.1 METODE IGNGLI
tujuanya adalah menetukan jenis efolus magma.
Perhitungan dan rumus rumus:

A) penetuan nomor molrkul (NM)

Di prgunakan rumus nigli tentang nomor molekul yaitu:

NM = % Berat oksida
BM oksida

Didalam praktikum, persen berat oksida suda diketahui sedangkan PM oksida dicari lebh
dahulu yaitu dengan menjumlakan berat atom (BA) unsur unsur yang menyusun oksida
oksida tersebut. (BA) unsur unsur bisa dilihat dalam tabel sistem priodik unsur.kuus untuk
menentukan NM Fe2O3 harus dicari lebih dulu NM FeO3 dimana:

NM SIO2 = % berat SIO2


BM SIO2
NM Al2O3= % berat ALO3
BM AL2O3
NM Fe2O3 = % berat Fe2O3 x 2 + NM FeO
BM Fe2O3
NM FeO = % berat FeO
BM FeO
NM MgO = % berat MgO
BM MgO
NM MNO = % berat MNO
BM MNO
NM CaO = % berat CaO
BM CaO
MN K2O = % berat K2O
BM K2O
MN Na2O = % berat Na2O
BM Na2O
MN H2O = %berat H2O
Bm H2O
MN TIO2 = % berat TIO2
BM TIO2
MM P2O5 = % berat P2O5
BM P2O5
MN SIO3 = % berat SIO3
BM SiO3

b. penentuan harga keofisien magma

harga keofisien magma dari SI, Al ,Fm, K, ALK, MG, C,TI, P ditentukan dengan
mempergunakan rumus :

harga koefisien magma :

SI = NM Sio2 x 100
NM Oksida
Al = NM AL2O3 X 100
NM Oksida
FM = NM ( Fe2O3 + MgO +H20 )
NM Oksida
K = Nm K2O
NM oksida
ALK = NM (Na 2O + K2O )
MN oksisa
Mg = MN MgO
( FeO + MgO +MnO)
C = MN CaO
MN oksida
TI = NI TIO2 X 100
NM oksida
P = NM P2O5 X 100
Mn oksida

c. penentuan harga koefisien nilai kuarsa (QZ):

syarat bila :

ALK < Al dipergunakan rumus QZ = SI – (100+ 4 ALK )

Alk > Al dipergunakan rumus Q Z = SI – ( 100 + 3 ALK)

Ket :

Bila QZ > 0 maka ada kuarza bebas

Bila QZ < 0 maka tidak mengandung kuarsa bebas ( magma bebas )

D . pembuatan diagaram binait dan tinair

Baik digaran dinair maupun diagram tinair merupakan - ploting harga koefisien magma
diatas , dimana :

Diagram binair mempergunakan 2 sumbuh ( sumbu y dan z ), dengan ketentuan :

Y = C + Al

Z = C + ALK

Sedakan diagram tenar mempergunakn 3 sumbu ( X Y Z ) dengan ketentuan :

X = C + FM

Y = C + AL

Z = C + ALK
Skalah dari diagram diagram terebut dibuat sama ( sumbuh tegak sama dengan sumbu
mendatar )

E . pembuatan diagram segitiga QS – FS – LS :

Diagaram segitiga QS – FS –LS merupakan diagaram segitiga sama sisi dimana harga QS, FS
dan LS ditentukan dengan mengunakan rumus :

QS = SI – (100 +ALK)
SI
FS = 100 – 2 Al
SI
LS = 4 ALK + 2 AL
SI
Namu sebelum mempergunakan rumus diaatas , harga harga Al, ALK dan si harus dikalikan
dengan 3.

Setelah didapatkan hasil hasil QZ FS dan LS , maka NI nilai nilai tersebut diplot dalam
diagram segitiga . dalam bentuk persen

Dan harus diingat bahwa rumus rumus diatas bisa di pergunakn bila :

AL < ALK dan C > AL – ALK terpenuhi.

Ket:

QS : adalah bagian SI sisa sebagai kuarsa bebas

FS : adalah SI yang dikombinasikan dengan jumlah normal unsur unsur mefik( diopsit ,
hipersten, augit dan ansttit).

LS : adalah bagian Si yang dikombinasikan dengan jumlah normal unsur unsur leukokrat (
felpar, dan leosit)
Contoh diagram segitiga

QS
100

asam
50 50
leusitik
basa

100 50 100
FS LS

2.5.1. METODE RITTMANN (1952 -1953)

Tujuanya adalah menetukan jenis magma dan sifat magam dengan cara memperhatikan nilai
suatu index (S) dan p serta hubungan prkembangan K dan FM masing masing contoh batuan
dengan magma.

Metode ini kusus diperhatikan untuk magma jenis calk al kali(tipe pasifik)

a) penetuan jenis magma

untuk menetukan jenis magmanya ,yang di dasrkan pada suatu index (S) dan P di pergunakan
tabel yang disusun oleh RITTWANN (1953) :

dan P di pergunakan tabel yang disusun oleh RITTWANN (1953) :

S P Jenis magma
<l >70 Calc alkali exstrim
1-1,8 65-70 Calc alkali kuat
1,8-3 60-65 Calc alkali medium
3-5 55-60 Calc alkali lemah

Penetuan nilai suatu index (S) dan P :


Rumus : S = (Na2O + K2O) 2
SIO2 – 43
P = SIO2 (An + 0 3, 7
Dimana AN = AL ALK
AL + ALK
AL = 0,9 AL2O3
ALK = K2O + 1,5 Na2O
Kemudian dengan memasuki nilai nilai SdanP masing –masing contoh batuan dengan tabel
diatas , maka jenis magma bisa di tentukan .

b) penetuan sifat magma :


untuk menetukan sifat magma , diperhatikan perkembangan nilai-nilai K dan Fm dari
masing-masing contoh batuan dimana besarnya nilai K dan FM tersebut ditentukan
oleh rumus :
K = K2O
ALK
Fm = Fe2o3 + 1 ,1 Feo + 2 Mgo + (NaO sebagai FeO)

Hubungan nilai K dengan sifat magma :


Bila nilai FM cendrung naik maka magma akan bersifat asam, sebaliknya bila K
menurun maka magma akan bersifat asam.

Naik Dan turunya nilai K dan Fm dalam contoh batuan harus selaras , dalam arti bila
nila K menurun maka nila Fm harus naik .
Bila didalam analisa ditemukan kasus penurunan atau naiknya nilai K dan Fm yang
tidak selaras , maka didalam penyelesianya diperlukan presentasi besarnya penurunan
nilai K dan Fm .
Sebagai contoh :

K sample no 1 = 0, 286
K sample no 2 = 0, 178
Selisih = 0, 009
0, 009 x 100% = 34, 429%
= 0, 286
Fm sample no. 1= 18, 804
Fm sample na. 2= 17, 031
Selisih = 1, 773
1, 773 x 100% = 9, 429%
= 18, 804
Disini terlihat bahwa penurunan prosentase penurunan nila K lebih besar dari pada
nila Fm hingga :
1) karena prosentase penurunan nila K besar maka proses berat unsur K semakin
kecil sehinga magma bersifat basah
2) karena prosentase nilai Fm relatif lebih kecil, maka proses berat Fm akan tetab
besar sehinga magma bersifat basah.

Selain hal di atas, sifat magma dapat dilihat dari perkembangan nila AL, ALK dan An
dimana bila nilai An dan AL naik magma akan bersifat basah , sebalinya dengan naiknya
nilai ALK magma akan bersifat asam .

2.5.3 METODE KUNO ( 1960 ) :


Tujuanya adalah menetuka nsifat magma ( jenis magma ) dengan di dasarkan pada
interprestasi kenaikan atau penurunan SdI ( solidicaton indek ) , yaitu bila mmana dilain sisi
contoh-contoh batuan megecil maka magma akan bersifat asam,

Sebaliknya dengan semakin besarnya nilai SdI maka magma akan bersifat basah..

Penetuaan solidification index ( SdI ) :

Rumus SIF = MgO X100


MgO + Fe2O3 Feo + NaO2 + K 2O

2.5.4 METODE PEACOCK ( 1931 ) :

Tujuanya adalah menetukan jenis magma dan tipe seutunya berdasarkan nilai

Alkali Lime Index (~).

Cara :

Dengan mepergunakan diagram Salib sumbu , dimana sumbu x ( absis ) adalah harga-harga
SiO2 , sumbu y ( ordinat ) sebelah kiri untuk harga- harga ( K2O + Na2O ) dan sumbu y
sebelah kanan untuk harga –harga CaO
Harga-harga SiO2 , CaQ dan ( K2O + Na2O ) dari masing-masing contoh batuan diplot
kedalaman digram salib sumbu dimana dari hasil ploting :

a) Harga SiO2 terhadab ( K2O + Na2O ) dan garis CaO dari titik potong kedua garis itu
, setelah di proyeksikan ke sumbu x akan terbaca harga Alkali Lime Index (`~) : yaitu
nilai yang di tunjukan oleh nilai SiO2 dalam sumbu x .
Kemudian untuk menetukan jenis magam dan ti pe suitnya di pergunakan
Tabel Peacock ( 1931 )

Tabel jenis magma dan tipe sualte batuan ( PEACOCK ,1931 )

Jenis magma Nilai Alkali Lime Tipe Suate


Index
alkalic < :51 Atlantik suate
Alkalic calcic 51-56
Calc alkalic 56-61
calcic >61 Pasefik suate

2.5.5 METODE KUNO 11 ( 1966 ) :

Tujuanya adalah untuk menetukan seri batuan dan sekaligus perkembangan magmanya .

Dalam metodew ini di pergunakan “ Variation diagram Of SiO2 versus , ( K2O + Na2O ) and
clasivication oF serius rocks” ( lampiran 2 ) dimana hasil-hasil ploting harga SiO2 dan K2O
+Na2O pada diagram diatas akan menujukan seri batuanya .

Kemudian dengan melihat perkembangan seri batuan dari masing –masing contoh akan bisa
ditentukan pula perkembangan magmanya . misal seri batuan yang berkembang dari hing
alumina series menjadi thileiitic series akan menujukan perkembangan magmanya dari yang
kurang basa ke sifat yang lebih basah.
2.5.6 METODE WITHFORD ( 1975 ) :

Tujuanya adalah untuk menetukan jenis batuan fulkanik , perkembangan serta kedalaman
jalur Benioff menurut konseb tektonik lempeng.

Metode ini mempergunakan diagran-diagram :

a) Variation diagram of SiO2 versus K2O and classi fikation of vulcanic rock (lihat
lampiran 3 ). Dimana setela harga harga SiO2 dan K2O masing-masing contoh batuan
diplot kedalaman digram akan didapati jenis-jenis batuan fulkanikya serta akan terlihat
pula perkembanganya batuan vulkanik tersebut.
b) Figure to show relationshi of depth of benio of bone with volcanic suates
(WITHFORD and NICHLOS 1935) lihat lampiran 4.

Dari gambar ini setelah harga kedalaman jalur Benioff diplot, akan di dapatkan kerabat
batuan fulkaniknya yang sesuai dengan kedalaman jalur penujamanya .

Penetuan Kedalaman jalur Benioff


Rumus d = 397 - ( 5, 26 x % SiO2 ) + ( 35, 04 X % K2O )
Nilai persen berat SiO2 dan K2O yang di masukan kedalam rumus yang di atas
adalah yang berasal dari contoh batuan yang paling basa, sehinga harus di dekati secara
potografi , yaitu mengenai mineral-mineral penyusun contoh-contoh batuan tersebut .

Lampiran 1 :

PROSEDUR ANALISAH KIMIA CONTOH BATUAN

1. 1. Penjediaan Contoh Batuan :

Contoh batuan di cuci dengan aguades , di keringkan di udara terbuka , lalu


dikeringkan pada pemanas dengan suhu 8ᴼ C kemudian contoh dihancurkan dan di giling
menjadi ukuran yang lebih kecil dari 35 mikron, di ayak lalu di kirim ke laboratorium untuk
di analisi.

1.2 pereaksi

preaksi ini digunakan untuk mengetahi kandunganseperti SiO2 , CaO, dan MgO total
MnO,Fe total,TiO2,dan Al2O3
7 gam NAOH padat dilarutkan dalam cawan nikel dengan tutup ukukaran 75 – 100
mililiter dan didiginkan dalam sikator. Kemudian 0,5 garam contohnya batuan dimasukan
kedalam larutan yang dilarutkan elama satu jam. Larutan di encerkan dengan akuades
kemudan dituangkan kedalam labu ukur 250 ml yang sebelumnya telah di isi dengan 37,5
ml HCL pekat, lalu ditambahakan akuadas sampai pada tanda batas .

1.3 cara kerja


01. penentuan Sio2 secara garfit meter :
25 -50 ml ( 100 -200mg ) larutan contoh di uapakan sampai kering lalau ditambahkan
10 ml HCL 1:1 dan 30 ml akuades panas tiga kali .endapan yang diperoleh dimasukan
kedalam cawan platina kemudian dipijarkan pada suhu 800 ᴼ C -1000ᴼ C lalu ditimbng
.tambahkan 2 tetes H2SO4 (1:1) dan 5 ml HF lalu di uapkan .,endapan dipijarakan lagi pada
suhu yang sama kemudian ditimbang . selisi pertimbangan adalah kadar SiO2.

Kadar SiO2 = berat endapan SiO2 X 100%


Berat contoh

02. penentuan AL 2O3 secara grafitimeter:


50 ml larutan contoh ditambah dengn 250 ml akuadas masukan kedalam labu
elemeyer 500 ml. Tambaakan beberapa tetes indiikator merah metyl yang dinetraliskan
dengan NAOH , asamkan dengan HCL pekat. Tambahkan 10 ml Na2HPO4 20% , #) ml Ha2
53O3 30% dan 5 ml asam asetat. Panaskan ampai memdididh dan biarkan sampai jernih dan
tutup paka corong.

Dalam keadan yang masih panas disarin dan dicuci dengan aguades panas selanjutanya
masukan kedalam cawan persen lain lalu di aburkan . kemudian dipijarkan antara 800 -1000
ᴼ C dan masukan kedalm diskator.

Faktor = fX 350 x berat endapan garam ( gram )


25 X 100
Berat contoh gram
F = faktor AL2O3 = o,4 180
AL 3 PO 4

0.3penentuan Fe secara total. Secara vulumemetri:


25 ml contoh ditambahkan HCL pekat hinga sampai PH 4 dan menghasilkan warna
kuning lalu dipanaskan sampai hampir mendidih tambahkan tetes demi tetes Sn CL2 cimana
warna kuning akan hilang kemudian tambahkan SnCL2 berlebihan, lalu didinginkan dengan
suhu kamar. Tambahkan dengan cepat Hg CL2 5% sebanyak 10 ml, maka akan diperoleh
endapan berwarna putih, kemudian tambahkan 2 – 5 ml H3PO4 20ml H2O , lalau saring.
Filtrasi yang dihasilkan di titrasi dengan standar KmnO4.

04. penentuan MnO secara sprektrofeterometri:


contoh ditimbang secara 1 garam , masukan kedalam labu elemeyer,tambahkan
NHO3 1:3 sebanyak 25 ml didikan selama 1- 2 menit. Tambahkan amuniun persufat sekitar
0,5 gram . didikan selama 10 sampai 15 menit . tambahkan beberapa tetes larutan Na2 SO3
sampai larutan jerni. Didikan lagi beberapa menit untuk menghilnagkan kelebihan SiO2 .
larutan di encerkan menjadi 100 ml lalu disaring untuk menghinhari sisa larutan yanga ada .

kemudian larutan ditambahkan dengan 5 – 10 ml H3PO4 lalu dipanaskan. Tambahkan 0,5


garam KIO4 ,panaskanlagi sampai KIO4 larut semuah.

Absorban diamati pada panjang gelombang 545nm , kadar nm dalam ppm akan dapat dibaca
dalam kurfa baku:

MnO = f X vulume pengenceran X ppm X 100


Berat contoh (mg)
F = MnO = 1,291
MN

05. penentuna Ca dan Mg total secara tirimetri


Dari 25 ml larutan contoh di endapakan Fe nya dengan NH4OH kemudian setelah
disaring dengan kertas sring kedalam filtrulnya ditambahkan NH4OH sampai mencapai PH
12. Larutan yang dihasilkan ditambah dengan 5 tetes KCN 20 % lalu ditambahkan 2,5 ML
bulfer Ph 10 , kemudian ditambahkan indukar ebt. Akirnya tertitrasi denganlarutan EDTA
0,05 M hasil titrasi ini akan ekifalen dengan kadar total CaO dan MgO

MgO = BM MgO X ( a-b) X 250/ 25 X 100%


Berat contoh MgO (mg)
a: migrek pemakayan CaO dan MgO
b: migrek pemakayan CaO

06. penentuan CaO secara vulume metri :


Dari 25 ml larutan contoh diendapkan Fe nya dengan Nh4OH bila di larutkan contoh
mengandung NI tambahkan ( NE4) 2S lalu saring dengan kertas saling. Dari filtratnya
ditambahkan NaoH 20 % hinga mencapai PH 12 kemudian tambahkan 10 tetes KCN 10%
dan tambahkan pula indikator murexide ( 1: 100 NaCl ). Akirnya dititgrasi dengan larutan
EDTA 0,05 m dampai warna berubah angur menjadi fiolet.

Hasil tirasi akan ekivalen dengan kadar CaO.

CaO = BM CaO x a xN x250 /25 X 100


Berat contoh mg

07. penentuan Na2O secara foto metrinyalah


contoh ditimbamng tepat 0,1 gram , masukan kedalm glas beker tambahkan 5 ml
H2SO4 pekat, ppanaskan sampai hampir kering . ulangi lagi penambahan H2S04 ,pekat dan
panaskan contah larut sampai 2 kali . tambahkan lagi 5 ml asam blaser , kemudian dimasukan
kepada labu takar 100 ml dan tambahkan aguades sampi tanda batas . ukuran intensitasnya
dengan foto metri-nyala konsentrasinya di baca dengan kurva baku ( kurva standar ).

CaO = BM caO X a x N 250 / 25 X 100%


Berat contoh ( mg )
10 . Penetuan TiO2 secara pktrofotometri

Kedalaman 1 gram larutan di tambah 7,5 ml HCI pekat, lalu di panaskan sampai hampir
kering . tambahkan kedalam KCIO3 jenu sehinga 25 ml equades . berturut-turut di panaska
disaring dengan kertas sering lalau dicuci. Fitrat yang di hasilkan dipanaskan selama 1 jam,
kemudian di tambakan 5 ml BaC12 10% panas , endapan yang hasilkan disaring denga kertas
swring lalu dicuci . Endapan dilarutkan dengan 25 ml EDTA 0 ,05 M ditamba 5 ml NH4OH
pekat, dipanaskan selama 15-25 menit , dan endapan yang di hasilkan akan larut. Larutan
kemudian di dinginkan dalam suhu kamar , lalu di tambahka 3-5 ml buffor PH 10 .

Akhirnya di tirrasikan dengan ZnSO4 0, o5 M dengan indikator EBT .

SO3 = ( a-b ) x N X BM So3 x 100%


Berat contoh ( mg )

a = pemakaIan EDTA

b = pemakaian Zn SO4

N = normalitas larutan ZnSO4 .

08 Penetuan TIO2 Secara Spektrofotometri :


Di dalam 25 ml larutan cintoh di tambahkan5 ml H2SO4 pekat , lalu diuabkan sampai
timbul uwab purtih , larutan didinginkan pada suhu kamar dan tambahka H3PO4 tetes demi
tetes sampai larutan tidak berwarna , kemudian tambahkan 1 ml secara berlebihan ,
selanjutnya tambahkan 1-2 ml H2O2 sehinga larutan berwarna kuning . larutan terahkir di
encerkan kedalam tabung nesler sampai folumenya mencapai 100 ml .

Absorbanya di amati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang nm , konsentrasinya


dibaca pada kurva baku.

TiO2 = kadar dalam ppm

= a/500.000 x 100%

a = kadar TiO2 dalam ppm


500.000 = berat conto dalam ppm

09. Penetuan P2O5 Secara Volimetri :


3 gram larutan contoh dilarutkan kedalam 15-20 mg air raja ( NNO3 : HCI = 1:3 )
, lalu dipanaskan sampai hampir kering , kemudian di tambah kan eqades kemudian di
panaskan dan di saring dalam kertas kering dalam bentuk panas . cuci dengan eqwades panas
dengan tambahkan HNO3 sedikit .Filtrat yang di hasilkan kemudian ditambahkan dengan
NH4NO3 sampai pH tetab 7, lalu ditambahka 5 ml HNO3 dan 2-3 gram NH4NO3
dipanaskan, tambahkan 1o ml amonium melybdat 20% dalam keadan panas dam di diginkan
selama satumalam . selanjutnya di saring dengan kertas saring dan endapan yany diperoleh
dari dilarutkan dalam larutan standar NaOH berlebihan , kelebihan NaOH ditrasi kembali
dengan larutan standar HCI.

P2O5 = ( mgrek NaOH - ,mgrek FCI ) X 0, 003088 x 100 %


Berat contoh ( gr )
I ml L N NaOLi = 0, 003088 grm P2O5 = C,CO1349 grm P = 0, 003088 grm P2O5 .

11 . Penetuan FeO secara Volumetri :

0 , 2 contoh batuan ditambah SnIi2 sekitar 0, 1 grm kemudian tambahkan 25 ml


H2SO4 1 N , dan di panaskan . setelah dingin pada suhu kamar , larutn di encerkan dalam
aquades mebjadi 100 ml dalam labu takar . setelah d isaring kemudian filtrat yang di hasilkan
di ambil 25 ml lau ditambahkan 25 ml H2SO4 l N dan di panaskan .akhirnya di titrasi
dengan standar KMnO4 .

FeO = BM FeO X N X V X 100/ 25 X 100%


200 gram
BM FeO = 73 , 85.
12. Penetuan H2O ⁻ dan H2O ⁺ yang hilang dibakar grafitimeter
1,5 gram contoh batuan yang telah di gerus dikeringkan dalam pengeringan pada suhu
105 – 110 ᴼ C selama satu jam . setelah didingingkan dalam disikator, ditimbang. Selisi berat
ontolit sebelum dan sesuda di keringkan merupakan kadar H2O toh sebelum dan sesudah
dikeringkan setelah itu contoh dikeringkan damlam penergingan pada suhu 105 -110 ᴼ C
selama satu jam,kemudian dipijarkan dalam tungku pelebur pada suhu 800 -1000 ᴼ C selama
satu jam , kemudian setelah didinginkan ditimbang selisi berat contoh sebelumnya dan sesuda
dipijarkan merupakan kadar H2O.
BAB 3

PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai