Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian Ibu, menurut International Statistical Classification of Disease,
Injuries and Causes of Death, Edisi X (ICD-X, WHO), didefinisikan sebagai
”Kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil atau dalam 42 hari setelah
berakhir kehamilannya, tanpa melihat usia dan letak kehamilannya, yang
diakibatkan oleh sebab apapun yang terkait dengan atau diperburuk oleh
kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh insiden dan
kecelakaan” (Kemenkes, 2013).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia mengalami
proses kehamilan. Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman.
Namun, sekitar 15 % ibu hamil dapat menderita komplikasi yang mengancam
jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu
setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90 % terjadi di Asia dan Afrika
subsahara, 10 % di negara berkembang lainnya, dan kurang dari 1 % di negara-
negara maju (Winkjosastro, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) merupakan jumlah kematian wanita selama
proses kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) yang
terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kecelakaan atau kasus incident 1 per 100.000 kelahiran hidup (Saifudin, 2010).
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah AKI atau
Maternal Mortality Ratio (MMR). Defenisi AKI adalah jumlah ibu yang
meninggal selama kehamilan, bersalin dan nifas yang dikarenakan oleh faktor
kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2010).
World Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa kematian ibu
dikawasan Asia Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian ibu yang
terjadi secara global. Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu di kawasan
ini adalah terjadi di India, Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Myanmar. Data
angka kematian ibu yang digunakan saat ini merujuk pada Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Dalam SDKI 2012 didapatkan
hasil angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012 meningkat menjadi 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, dibandingkan pada tahun 2007 yang
berhasil menekan angka kematian ibu sebesar 228 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Sama halnya dengan angka kematian ibu di Indonesia, angka
kematian ibu di Jawa Tengah juga masih merupakan permasalahan penting
yang menunggu diselesaikan.Pada tahun 2013, jumlah kematian ibu di Jawa
Tengah menduduki peringkat kedua terbesar diantara 33 provinsi di Indonesia,
sebesar 668 ibu meninggal pada tahun tersebut.
Data angka kematian ibu di wilayah Puskesmas Polokarto pada tahun
2016 terdapat 1 kasus. Adapun standar pelayanan minimal untuk angka
kematian ibu adalah dengan tidak ada angka kematian ibu. namun dengan
adanya 1 kasus kematian ibu sehingga standar pelayanan minimal masih di
angka 88.13/100.000kh. Sehingga standar pelayanan minimal untuk angka
kematian ibu belum tercapai.
Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat ditinjau dari AKI dan
AKB. Salah satu faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga penolong
persalinan. Meskipun banyak ibu hamil yang pernah memeriksakan
kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak persalinan yang ditolong
oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di pedesaan. untuk dapat
menekan AKB dan AKI perlu digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu (GSI),
kelangsungan hidup, perkembangan serta perlindungan ibu dan anak, Gerakan
Keluarga Reproduksi Sehat (GKRS), Safe Motherhood, dan penempatan bidan
di desa-desa (Depkes RI, 2009; Kusmiran, 2011).
Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita
agar kehamilan dan persalinan dapat dilalui dengan sehat dan aman, serta
menghasilkan bayi yang sehat. Di Indonesia, upaya Safe Motherhood
diterjemahkan sebagai upaya kesejahteraan/ keselamatan ibu. Kesejahteraan
ibu menunjukkan ruang lingkup yang luas, meliputi hal -hal di luar kesehatan,
sedangkan keselamatan ibu berorientasi khusus pada aspek kesehatan. Safe
Motherhood memiliki Empat Pilar Utama yaitu; 1) Keluarga berencana, 2)
Pelayanan Antenatal Care (ANC), 3) Persalinan yang aman, 4) Pelayanan
obstetric essensi/emergensi. Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal care
yang bertujuan utamanya mencegah komplikasi obstetri dan memastikan
bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai
(Saifuddin, 2010).
Untuk mengatasi masalah tersebut disarankan agar pemerintah bersama
masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu mmiliki akses
terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu
pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja
dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.
B. Rumusan Masalah
Masih adanya 1 kasus angka kematian ibu di wilayah Puskesmas Polokarto
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Manajemen dalam upaya penurunan kasus angka kematian ibu (AKI) di
Puskesmas Polokarto sepanjang tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Penurunan angka kematian ibu di Puskesmas Polokarto
b. Ditetapkan prioritas penyebab masalah di Puskesmas Polokarto
c. Ditetapkan prioritas alternative pemecahan masalah di Puskesmas
Polokarto
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
a. Memberikan informasi mengenai angka penemuan kasus angka
kematian ibu (AKI) di Puskesmas Polokarto sepanjang tahun 2017.
b. Menambah wawasan tentang manajemen upaya penurunan kasus angka
kematian ibu (AKI) di Puskesmas Polokarto.
2. Bagi institusi
a. Sebagai masukan dalam upaya untuk menekan angka kematian ibu
(AKI) di Puskesmas Polokarto.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kematian Ibu


Kematian Ibu, menurut International Statistical Classification of
Disease,Injuries and Causes of Death, Edisi X (ICD-X, WHO),
didefinisikan sebagai ”Kematian seorang wanita yangterjadi saat hamil atau
dalam 42 hari setelah berakhir kehamilannya, tanpa melihat usia dan letak
kehamilannya, yang diakibatkan oleh sebab apapun yang terkait dengan
atau diperburuk oleh kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkan oleh insiden dan kecelakaan”.
Definisi tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa kematian ibu
menunjukkan lingkup yang luas, tidak hanya terkait dengan kematian yang
terjadisaat proses persalinan, tetapi mencakup kematian ibu yang sedang
dalam masa hamil dan nifas(Kemenkes, 2013).

B. Klasifikasi Kematian Ibu


Menurut ICD-X, WHO tersebut kematian ibu dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Direct obstetric deaths, yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan
oleh komplikasi obstetri pada masa hamil, bersalin, dan nifas atau
kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan atau berbagai hal yang
terjadi akibat tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil, bersalin,
dan nifas.
2. Indirect obstetric deaths,yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh suatu
penyakit, bukan komplikasi obstetri, berkembang atau bertambah berat
akibat kehamilan atau persalinan.

Prawirohardjo (2011)membedakan kematian ibu atas :


1. Kematian langsung, yaitu kematian yang terjadi sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, nifas dan segala intervensi atau
penanganan yangtidak tepat dari komplikasi tersebut.
2. Kematian tidak langsung, yaitu kematian yang merupakan akibat dari
penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan
yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia,
tuberculosis,HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler.Secara global
80% kematian ibu tergolong kematian ibu langsung. Penyebab langsung
ini umumnya disebabkan oleh perdarahan, HDK, sepsis, partus macet,
komplikasi aborsi tidak aman, dan sebab-sebab lain.

C. Angka Kematian Ibu


Angka kematian ibu (AKI) merupakan jumlah kematian wanita
selama proses kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah
melahirkan) yang terkait dengan gangguankehamilan atau penanganannya
(tidak termasuk kecelakaan atau kasus incident 1 per 100.000 kelahiran
hidup (Saifudin, 2010).
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah AKI
atau Maternal Mortality Ratio(MMR).Defenisi AKI adalah jumlah ibu yang
meninggal selama kehamilan, bersalin dan nifas yang dikarenakan oleh
faktor kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2010).
Angka ini mencerminkan risiko obstetri yang dihadapi seorang ibu
sewaktu dia hamil.Jika ibu hamil beberapa kali maka risikonya meningkat,
dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu
probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan
sepanjang masa reproduksi.Selain hal tersebut di atas, AKI juga
mencerminkan keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara,
merefleksikan status kesehatan ibu selama hamil dan nifas, kualitas
pelayanan kesehatan serta kondisi lingkungan sosial dan ekonomi
(Kemenkes, 2010).

D. Epidemiologi
Angka kematian ibu merupakan tolak ukur kemajuan hasil
pembangunan kesehatan dan indikator derajat kesehatan masyarakat, tetapi
sampai saat ini permasalahan mengenai angka kematian ibu belum dapat
terselesaikan. Pada tahun 2015, Indonesia belum dapat memenuhi target
Millennium Development Goals (MDGs) yaitu penurunan angka kematian
ibu sebesar 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
Data angka kematian ibu yang digunakan saat ini merujuk pada
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Dalam
SDKI 2012 didapatkan hasil angka kematian ibu di Indonesia pada tahun
2012 meningkat menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup,
dibandingkan pada tahun 2007 yang berhasil menekan angka kematian ibu
sebesar 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Gambar 1. Angka kematian ibu (AKI) Tahun 19912012

Sama halnya dengan angka kematian ibu di Indonesia, angka


kematian ibu di Jawa Tengah juga masih merupakan permasalahan penting
yang menunggu diselesaikan.Pada tahun 2013, jumlah kematian ibu di Jawa
Tengah menduduki peringkat kedua terbesar diantara 33 provinsi di
Indonesia, sebesar 668 ibu meninggal pada tahun tersebut.

Gambar 2. Jumlah kematian Ibu per Provinsi Tahun 2013


Dari diagram tersebut dapat terlihat bahwa pada tahun 2013, Jawa
Barat merupakan provinsi dengan jumlah kematian tertinggi, dan Jawa
Tengah provinsi kedua tertinggi. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah
lima provinsi dengan jumlah kematian ibu tertinggi menyumbang 50% dari
jumlah total kematian ibu di Indonesia.
Di Provinsi Jawa Tengah, angka kematian ibu cenderung meningkat
dari tahun 2010 hingga 2014.
Gambar 3 Angka Kematian Ibu di Provinsi Jawa tengah Tahun 2010-
2014

Hingga triwulan ketiga, di Provinsi Jawa Tengah tercatat 847


ibu meninggal di tahun 2015.Angka kematianibu pun memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun 2010 hingga 2014, walaupun
peningkatan yang terjadi tidakterlalusignifikan.

E. Faktor risiko yang mempengaruhi kematian ibu


Faktor –faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal
yang dikelompokkan berdasarkan kerangka dari McCarthy dan Maine
(1992) yang masih dipakai sampai sekarang adalah sebagaiberikut :
a. Determinan dekat
Proses yang palingdekat terhadap kejadian kematian maternal
(determinan dekat)yaitu kehamilan itusendiri dan komplikasi dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasiobstetri) yang
berpengaruh langsung terhadap kematian maternal (Dinkes, 2013).
Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan
penyebab langsung kematian maternal, yaitu : Perdarahan pervaginam,
khususnya pada kehamilan trimester ketiga,persalinan dan pasca
persalinan, infeksi, keracunan kehamilan,komplikasi akibat partus lama
dan trauma persalinan(Dinkes, 2013).
1) Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan
atau janin yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan
langsung saat persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat
dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap sebagaisalah
satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang
diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara
lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.
Komplikasi persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari
normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu
maupun bayi karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan
(Dinkes, 2008).
Komplikasi persalinanmerupakan suatu kegawat daruratan
obstetrik yang paling sering menyebabkan kematian pada ibu
melahirkan.Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
persalinan yaitu status kesehatan ibu yang buruk, status kesehatan
reproduksinya, akses ke pelayanan kesehatan, serta prilaku kesehatan
yang kurang baik dari ibu itu sendiri.Selain itu kejadian komplikasi
persalinan dapat di pengaruhi juga oleh status wanita dalam keluarga
dan masyarakat dan status keluarga dalam masyarakat(Misar dkk,
2012).

2)Komplikasi kehamilan
Kehamilan merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh
seorang ibu. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung
normal dan hanya 10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit dan
komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada masa
kehamilan yaitu perdarahan, pre eklampsia, nyeri hebat didaerah
abdominopelvikum, hyperemisis gravidarum, disuria, ketuban pecah
dini, pertumbuhan janin terhambat, polihidramnion, makrosomia, dan
lain-lain.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada kehamilan tersebut
merupakan risiko tinggi bila terjadi pada ibu hamil(Saifuddin AB,
2010).

3)Komplikasi masa nifas


Pengertian Nifas Nifas merupakan masa atau waktu sejak bayi
dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu
berikutnya disertai pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan
lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Infeksi masanifas: beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan, infeksi masa nifas masih merupakan penyebab
tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi alat genital merupakan
komplikasi masa nifas.Infeks yang meluas ke saluran urinari, payudara,
dan pembedahan merupakanpenyebab terjadinya AKI tinggi.Gejala
umum infeksidapat dilihat darisuhu,pembengkakan, takikardia dan
malaise.Gejala lokalnya berupa uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri
pada payudara, atau adanya disuria(Bahiyatun, 2009).
Infeksi juga merupakan penyebab penting kematian dan
kesakitan ibu.Insidensi infeksi nifas sangatberhubungan dengan praktik
tidak bersih pada waktu persalinan dan nifas(saifuddin, 2010).

b.Determinan antara
Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan
antara yaitu status kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan
kesehatan,perilaku perawatan kesehatan / penggunaan pelayanan
kesehatan dan faktor –faktor lain yang tidak diketahui atau tidak
terduga(Dinkes, 2013).
1) Status kesehatan ibu
Status kesehatan ibu terdiri dari status gizi, riwayat komplikasi
kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan penyakit
penyerta/riwayat penyakit ibu(jantung dll).
a) Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa
kehamilan, karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status
kesehatan ibu hamil selama hamil serta gunapertumbuhan dan
perkembangan janin. Hubungan antara gizi ibu hamil dengan faktor
ekonomi, sosial, atau keadaan lain yang meningkatkan kebutuhan gizi
ibu hamildengan penyakit infeksi tertentu termasuk juga persiapan fisik
untukmasa persalinan. Kebutuhan ibu hamil secara garis besar adalah
asam folat, energi, protein, zatbesi (Fe), kalsium, pemberian suplemen
vitamin D terutama pada kelompok berisikopenyakit seksual (IMS) dan
dinegaradengan musim dingin yang panjang dan pemberian yodium
pada daerah yang endemik kretinisme (Kusmiyati, 2008).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawankekurangan
gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhangizi untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada
ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara
lain anemia, pertambahan berat badan yangkurang pada ibu hamildan
gangguan pertumbuhan janin(Ojofeitimi, 2008)
.

b) Status anemia
Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan
hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa
janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan
oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi
placenta terhadap janin.Menurut Depkes RI (2008), batasan
anemia adalah:
(1)Laki-laki Dewasa > 13 gram %
(2)Wanita Dewasa > 12 gram %
(3)Anak-anak > 11 gram %
(4)Ibu Hamil > 11 gram %
Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah
menderita anemia, maka perdarahan pascapersalinan dapat
memperberat keadaan anemia dan berakibat fatal(saifuddin,
2010).

c) Riwayat persalinan sebelumnya


Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan seperti keguguran,
melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya
dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep dan dengan
seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan
berikutnya(Kusumawati, 2006).

d) Riwayat penyakit ibu


Seorang wanita yang mempunyai penyakit-penyakit
kronik sebelum kehamilan, seperti jantung, paru, ginjal,
diabetes melitus, malaria dan lainnya akan sangat
mempengaruhi proses kehamilan dan memperburuk
keadaan pada saat proses persalinan serta berpengaruh
secara timbal balik antara ibu dan bayi, sehingga dan dapat
mengurangi kesempatan hidup wanita tersebut. Ibu yang
hamil dengan kondisi terdapat penyakit ini termasuk dalam
kehamilan risiko tinggi(Kusumawati, Y. 2006).

e) Riwayat komplikasi kehamilan


Serang ibu yang pernah mengalami komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan seperti keguguran,
melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya
dengan tindakan dengan ektrasi vakum atau forsep dan
dengan seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan
berikutnya(Kusumawati, 2006).

Banyak faktor lyang menyebabkan komplikasi obstetri


yaitu status gizi ibu, yaitu ibu yang KEK mempunyai risiko 7,9
kali melahirkan BBLR, kemudian ibu yang mempunyai
penyakit kronis berhubungan secara bermakna dengan kejadian
komplikasi kehamilan dan persalinan. Ibu dengan riwayat
komplikasi kehamilan sebelumnya juga akan berisiko
mengalami komplikasi obstetri 1,79 kali lebih besar daripada
ibu yang tanpa riwayat komplikasi. Tenaga kesehatan juga
berperan penting, karenaibu yang persalinannya tidak ditolong
oleh tenaga kesehatan berisiko 4,32 kali lebih besar untuk
mengalami komplikasi obstetric(Gitta, 2007).

2)Status reproduksi
Status reproduksi terdiri dari umur ibu, paritas dan jarak kehamilan.
a) Usia ibu
Umur ibu saat hamilUsia ibuyang berisiko untuk
terjadinya kematian maternal adalah usia kurang dari 20 tahun
ataulebih dari 35 tahun.Ibu yang hamil pada usia < 20 tahun
atau> 35 tahun memiliki risiko untuk mengalami kematian
maternal 3,4 kali lebih besar daripada ibu yang berusia 20 –35
tahun(Fibriana, 2007).
b) Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah
dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor
penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama
kehamilan maupun selama persalinan.Pada ibu yang primipara
(melahirkan bayi hidup) pertama kali, karena pengalaman
melahirkan belum pernah, maka kemungkinan terjadinya
kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his
(power), jalan lahir (passage), dan kondisi janin (pasagger).
Informasi yang kurang tentang persalinan dapat
pulamempengaruhi proses persalinan(Kusumawati, 2006).
c) Jarak kehamilan
Jarak kehamilan (jarak kehamilan < 2 tahun dan > 10
tahun merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan)Jarak antar kehamilan yang terlalu
dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk
terjadinya kematian maternal.Persalinan dengan interval kurang
dari 24 bulan (terlalu sering) secara nasional sebesar 15%, dan
merupakan kelompok risiko tinggi untuk perdarahan
postpartum, kesakitan dan kematian ibu.Jarak antar kehamilan
yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun,
untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan
ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.
a) Riwayat penggunaan KB
Keluarga berencana (KB) menyelamatkan kehidupan
perempuan dan mencegah 1 dari 3 kematian ibu dengan
menunda kehamilan, memberi jarak kelahiran, mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi serta memiliki 2
anak saja (smith dkk., 2009).
Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan
kontrasepsi.Menurut data SDKI Tahun 2007, angkaunmet-
need9,1%. Kondisi inimerupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kehamilan yang tidakdiinginkan dan aborsi yang
tidak aman, yang pada akhirnya dapatmenyebabkan
kesakitandan kematian ibu(Kemenkes, 2010).
b) Pemeriksaan antenatal
Menurut KemenkesRI (2010), pelayanan antenatal
merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan.Pengertian antenatal care adalah
perawatan kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan
merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan
antenatal care yang sudah ditetapkan.

c. Determinan jauh
Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan
mempengaruhi kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya
terhadapdeterminan antara, yang meliputi faktor sosio–kultural dan
faktor ekonomi, seperti status wanita dalam keluarga dan
masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status
masyarakat(dinkes, 2013).
1) Tingkat pendidikan ibu
Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang merupakan salah
satu faktor demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan individu maupun masyarakat. Seseorang dengan
pendidikan yang tinggi, akan mudah menerima informasi-informasi
kesehatan dari berbagai media dan biasanya ingin selalu berusaha
untuk mencari informasi tentang hal hal yang berhubungan dengan
kesehatan yang belum diketahuinya. Informasi kesehatan yang
cukup terutama pada ibu-ibu hamil, terutama masalah kehamilan
dan persalinan diharapkan akan dapat merubah perilaku hidup sehat
termasuk dalam perilaku pemeriksaan kehamilan atau Antenatal
Care(Kusumawati, 2006).
2) Status pekerjaan
Status pekerjaan perempuan dan suami medukung dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan, namun, pada penelitian yang
dilakukan di Indonesia membuktikan bahwa status perempuan yang
berkerja dan pekerjaan suami tidak mempunyai dampak signifikan
untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan
persalinan pada fasilitas pelayan kesehatan (Kristiana, 2009).

3) Wilayahtempat tinggal
Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan
kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal
ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir
dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh
perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu
yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya
(Meilani,dkk, 2009).Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya
fasilitas yang memadai akan memberi kemudahan bagi ibu hamil
untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa melaksanakan
antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat
segera ditangani (Yeyeh, 2009)

F. Upaya menurunkan angka kematian ibu

Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat ditinjau dari AKI


dan AKB.Salah satu faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga
penolong persalinan.Meskipun banyak ibuhamil yang pernah
memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak
persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di
pedesaan. untuk dapat menekan AKB dan AKI perlu digerakkan upaya
Gerakan Sayang Ibu (GSI), kelangsungan hidup, perkembangan serta
perlindungan ibu dan anak, Gerakan Keluarga Reproduksi Sehat (GKRS),
Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa-desa(Depkes RI, 2009;
Kusmiran, 2011).

Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan


wanita agar kehamilan dan persalinan dapat dilalui dengan sehat dan aman,
serta menghasilkan bayi yang sehat.Di Indonesia, upaya Safe Motherhood
diterjemahkansebagai upaya kesejahteraan/ keselamatan ibu.Kesejahteraan
ibu menunjukkan ruang lingkup yang luas, meliputi hal -hal di luar
kesehatan, sedangkan keselamatan ibu berorientasi khusus pada aspek
kesehatan.Safe Motherhood memiliki Empat Pilar Utama yaitu; 1)
Keluarga berencana, 2) Pelayanan Antenatal Care (ANC), 3) Persalinan
yang aman, 4) Pelayanan obstetric essensi/emergensi. Pilar yang kedua
yaitu pelayanan antenatal care yang bertujuan utamanya mencegah
komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini
mungkin serta ditangani secara memadai(Saifuddin, 2010).

BAB III

METODE PENERAPAN KEGIATAN DAN ANALISIS MASALAH

A. Gambaran Lokasi
1. Letak Geografis
Puskesmas Polokarto terletak di desa Mranggen Kecamatan Polokarto
Kabupaten Sukoharjo. Wilayah kerja Puskesmas Polokarto terdiri dari 17
desa, dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Utara : Kecamatan Mojolaban dan Kabupaten Karanganyar
b. Selatan : Kecamatan Bendosari
c. Barat : Kecamatan Grogol
d. Timur : Kabupaten Karanganyar
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Polokarto

2. Wilayah Kerja Cakupan


Berikut adalah wilayah kerja cakupan yang terdiri atas 17 desa, yaitu :
a. Desa Bulu dengan luas wilayah 5,034 km2
b. Desa Rejosari dengan luas wilayah 6,2140 km2
c. Desa Polokarto dengan luas wilayah 8,2388 km2
d. Desa Mranggen dengan luas wilayah 4,4175 km2
e. Desa Godog dengan luas wilayah 2,9550 km2
f. Desa Wonorejo dengan luas wilayah 2,5490 km2
g. Desa Jatisobo dengan luas wilayah 3,7497 km2
h. Desa Kayuapak dengan luas wilayah 3,2351 km2
i. Desa Genengsari dengan luas wilayah 4,3290 km2
j. Desa Kenokorejo dengan luas wilayah 3,820 km2
k. Desa Tepisari dengan luas wilayah 6,160 km2
l. Desa Kemasan dengan luas wilayah 3,350 km2
m. Desa Bakalan dengan luas wilayah 3,040 km2
n. Desa Ngombakan dengan luas wilayah 1,850 km2
o. Desa Karangwuni dengan luas wilayah 1,710 km2
p. Desa Bugel dengan luas wilayah 1,540 km2
q. Desa Pranan dengan luas wilayah 1,940 km2
Luas wilayah total 64,41 km2.
Jumlah Penduduk : 85.152 Jiwa

3. Keadaan Sosial Ekonomi


Mata pencaharian penduduk sebagian besar terdiri dari : buruh tani,
petani, pedagang, TNI/Polri, dan buruh industry
4. Sarana Pelayanan Kesehatan
a. Puskesmas Induk
Puskesmas Induk : Luas tanah 1200 m2, luas bangunan 1200 m2
b. Puskesmas Pembantu
1) Puskesmas Kenokorejo : Luas tanah 1000 m2,luas bangunan 450
m2
2) Puskesmas Karangwuni : Luas tanah 160 m2, luas bangunan 112
m2
3) Puskesmas Kayuapah : Luas tanah 380 m2, luas bangunan 380 m2
4) Puskesmas Genengsari : Luas tanah 120 m2, luas bangunan 120 m2
5) Puskesmas Bulu : Luas tanah 180 m2, luas bangunan 180 m2
c. Lain-lain
1) Milik Pemerintah
a) Puskesmas Induk :1
b) Puskesmas Pembantu : 5
c) Puskesmas Keliling :8
2) Milik Swasta
a) Dokter Praktek : 11
b) Bidan praktek mandiri : 1
c) RB :3
d) Balai Pengobatan :3
d. Posyandu
1) Posyandu Balita : 126
2) Posyandu Lansia : 106

5. Tenaga Kerja

PNS THL / JUMLA


No. JENIS TENAGA /PTT MAGANG H
1 Dokter Umum 9 - 9

2 Dokter Gigi 2 - 2

3 Perawat / Assisten Perawat 16 - 16

4 Perawat gigi 2 - 2

5 Bidan Puskesmas 16 - 16

6 Bidan Desa 17 - 17

7 Sanitarian 3 - 3

8 Gizi 2 - 2

9 Analis Kesehatan 2 - 2

10 Asisten Apoteker 2 - 2

11 Administrasi 11 - 11

12 Tenaga Strategis 2 2 4

13 Radiologi 1 - 1

14 Rekam Medik 2 1 3

Cleaning Servis / Penjaga / Cuci /


15 Sopir - 4 4

15 Fisioterapie 1 2 3

16 Pranata Lab 1 - 1

Jumlah 89 9 98

Tabel 1. Distribusi Tenaga kerja di Puskesmas Polokarto

6. Sumber Dana
Sumber dana berasal dari APBD,BOK Sukoharjo, APBD Provinsi
Jawa Tengah, APBN.
7. Visi
Masyarakat Polokarto sehat yang mandiri dan berkedilan
8. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan dasar dan lanjutan yang terjangkau
b. Meningkatkan profesionalisme petugas dan mutu pelayananan
c. Meneyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang lengkap
d. Mengutamakan kepuasan pelanggan
e. Meningkatkan dan memberdayakan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan
f. Meningkatkan kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
pembangunan yang berwawasan kesehatan
9. Motto
“Cepat, tepat, manfaat, dan bersahabat”
B. HASIL DATA PENDUDUK DAN SASARAN PROGRAM
Data yang dikumpulkan dari Puskesmas Polokarto didapatkan jumlah ibu
hamil dan ibu bersalin di seluruh wilayah kecamatan Polokarto pada tahun
2016, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Jumlah ibu hamil dan ibu bersalin di seluruh wilayah kecamatan
Polokarto pada tahun 2016

DESA JUMLAH BUMIL BULIN


PENDUDUK
1 Bulu 3644 55 53
2 Rejosari 3857 62 59
3 Polokarto 7638 110 105
4 Mranggen 10289 157 150
5 Godog 4876 81 76
6 Kenokorejo 6095 110 108
7 Jatisobo 5155 91 87
8 Kayuapak 4166 66 62
9 Genengsari 4999 68 65
10 Kenokorejo 4823 67 64
11Tepisari 3002 46 44
12 Kemasan 5015 67 64
13 Bakalan 5844 73 69
14
4139 80 77
Ngombakan
15Karangwuni 3274 55 53
16 Bugel 3683 70 67
17 Pranan 3670 41 37
JUMLAH 84169 1299 1240

Dari keseluruhan ibu hamil dan bersalin terdapat satu kasus kematian ibu
di kecamatan Polokarto pada tahun 2016, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Kasus kematian ibu di wilayah kecamatan Polokarto pada tahun


2016

No Kegiatan Hasil Targ


2016 et
SPM
1 AngkaKematian 1 102/10
Ibu (88.13/100 0.000
.000kh)
2 K1 97.69 100
%
3 K4 90.53 95 %
4 Persalinan 91.29 100
ditolong Nakes %
5 Peserta KB Aktif 72.10 75 %
6 Ibu Hamil 97.69 100
Mendapat Fe3 %
7 Bumil 141.54 100
risti/Komplikasi %
ditangani
Sumber : laporan Program KIA

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kematian ibu di wilayah
puskesmas polokarto pada tahun 2016 ada 1 kasus, yaitu:
1. Nama : Ny. M
2. Usia : 38 tahun
3. Kehamilan : P3A0
4. Sebab : perdarahan post partum
Adapun standar pelayanan minimal untuk angka kematian ibu adalah
tidak ada sama sekali kematian ibu, namun dengan adanya 1 kasus kematian
ibu sehingga standar pelayanan minimal masih di angka 84 %. Sehingga standar
pelayanan minimal untuk angka kematian ibu belum tercapai.
Untuk mengatasi masalah tersebut disarankan agar pemerintah bersama
masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu mmiliki akses
terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu
pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja
dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.
Faktor penyebab peningkatan angka kematian ibu, antara lain disebabkan
oleh : (1) Kurangnya Pemahaman masyarakat khususnya ibu ibuttgresiko
maternal masih kurang. (2) Kemampuan antenatal care (ANC) dari tenaga
kesegatan tentang tanda-tanda resiko maternal masih kurang. (3) Sistem
rujukan belum berjalan dengan baik. (4) Koordinasi lintas sektor dan lintas
program masih kurang. (5) ANC dengan 10 T belum dilaksanakan dengan
optimal. (6) Ambulan desa belum dilengkapi sistem rujukan/mobil rujukan. (7)
Belum semua warga punya JKN (8) Sosial ekonomi rendah. (9) Daya tampung
RS terbatas. (10) Luas wilayah dan jumlah penduduk yang banyak
Untuk mengatasi masalah tersebut disarankan agar mengadakan
penyuluhan-penyuluhan ataupun pertemuan-pertemuan antara tenaga
kesehatan, kader, maupun langsung dengan masyarakat untuk memberi
informasi mengenai pencegahan angka kematian ibu. Kemudian melakukan
advokasi antara kepala puskesmas dan bidan desa dan untuk melakukan rujukan
yang cepat dan tepat agar ibu segera tertangani. Menjalin kerjasama antara
puskesmas, kader bidan, dan perangkat desa guna menjalin kerjasama dalam
menekan angka kematian ibu. Serta mengadakan ambulance desa yang berguna
dalam mempercepat dan mempermudah sistem rujukan yang adanya kerjasama
antara puskesmas dan pihak terkait.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL KEGIATAN
1. Identifikasi Masalah
Data dari Puskesmas Polokarto pada tahun 2016 didapatkan masalah
kesehatan yang ada di wilayah kecamatan Polokarto adalah:
a. Angka Kematian Ibu (AKI)
b. Kematian akibat DBD
c. Tingginya Neonatus Resiko Tinggi (NEORISTI)
d. Rendahnya cakupan imunisasi bias
e. Angka kejadian campak tinggi
Dari kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh program Kesehatan Ibu
dan anak diperoleh hasil cakupan sebagai berikut :
Tabel Hasil Cakupan Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas
Polokarto Tahun 2016
No Kegiatan Hasil Target
2016 SPM
1 AngkaKematian 1 102/10
Ibu (88.13/100 0.000
.000kh)
2 K1 97.69 100 %
3 K4 90.53 95 %
4 Persalinan 91.29 100 %
ditolong Nakes
5 Peserta KB Aktif 72.10 75 %
6 Ibu Hamil 97.69 100 %
Mendapat Fe3
7 Bumil 141.54 100 %
risti/Komplikasi
ditangani
Sumber : laporan Program KIA
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa upaya Kesehatan Ibu dan Anak
serta KB :
1. Adanya kematian Ibu (1) (AKI : 88.13/100.000KH) Target :102/100.000
KH
2. Cakupan peserta KB Aktif masih rendah :72.10% (Target: 75 %)
3. Cakupan K1 masih rendah : 97.69 % ( Target : 100%)
4. Cakupan K4 masih rendah : 90.53 % ( Target : 95 % )
5. Cakupan persalinan masih rendah: 91.29 % ( Target : 100 %)
6. Cakupan KF3 masih rendah : 89.35 % ( Target : 90 % )

2. Penentuan Prioritas Masalah


Untuk menentukan prioritas masalah menggunakan kriteria matriks
berdasarkan dari tingkat urgensi (U), tingkat perkembangan (G), dan tingkat
keseriusan (S).
USG
No Prioritas Masalah Total
U S G
1 Angka Kematian 5 5 5 125
Ibu (AKI)
2 Kematian akibat 5 5 4 100
DBD
3 Tingginya 4 5 4 80
NEORISTI
4 Rendahnya 4 4 4 64
cakupan imunisasi
bias
5 Angka kejadian 4 4 4 64
campak tinggi

Setelah dilakukan matrikulasi masalah di atas dapat ditentukan bahwa


prioritas masalah yang akan disusun alternatif pemecahan masalahnya
adalah mengenai Angka Kematian Ibu (AKI).

3. Analisis Penyebab Masalah


Berdasarkan teori Blum, bahwa derajat kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan,
dan underlying disease. Maka untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah perlu di lihat sumber-sumber permasalahan dari faktor-faktor
penunjang kesehatan tersebut dalam diagram tulang ikan sebagai berikut:

Kurangnya Pemahaman
Man Metode
masyarakat khususnya
ibu ibu tentang resiko
maternal masih kurang
Sistem rujukan belum berjalan dengan ANC dengan 10 T belum
baik dilaksanakan dengan optimal

Kemampuan ANC dari nakes ttg Koordinasi lintas sektor dan lintas
tanda2 resiko maternal masih kurang program masih kurang Masih adanya
kasus
kematian ibu=
1 kasus
Sosial ekonomi
Ambulan desa Belum semua rendah Luas wilayah dan
belum dilengkapi warga punya
JKN jumlah penduduk
sistem yang banyak
rujukan/mobil Daya tampung RS terbatas
rujukan
Material Money Environment

4. Penentuan Prioritas Penyebab Masalah


a. Kurangnya Pemahaman masyarakat khususnya ibu ibu ttg resiko
maternal masih kurang
b. Kemampuan antenatal care (ANC) dari tenaga kesegatan tentang
tanda-tanda resiko maternal masih kurang
c. Sistem rujukan belum berjalan dengan baik
d. Koordinasi lintas sektor dan lintas program masih kurang
e. ANC dengan 10 T belum dilaksanakan dengan optimal
f. Ambulan desa belum dilengkapi sistem rujukan/mobil rujukan
g. Belum semua warga punya JKN

5. Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penyebab-penyebab yang ada didapatkan beberapa
alternatif penyelesaian masalah sebagai berikut :
Tabel 5. Alternatif Pemecahan Masalah

Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

1. Kurangnya Pemahaman masyarakat Mengadakan penyuluhan-


khususnya ibu ibu tentang resiko
penyuluhan ataupun pertemuan-
maternal masih kurang
pertemuan antara tenaga kesehatan,
kader, maupun langsung dengan
masyarakat untuk memberi
informasi mengenai pencegahan
angka kematian ibu.

2. Kemampuan ANC dari tenaga Membentuk dan melatih bidan dan


kesehatan tentang tanda2 resiko
mengadakan dokter ahli tetap dalam
maternal masih kurang
pelayanan.

3. Sistem rujukan belum berjalan Melakukan advokasi antara kepala


dengan baik
puskesmas dan bidan desa dan untuk
melakukan rujukan yang cepat dan
tepat

4. Koordinasi lintas sektor dan lintas Menjalin kerjasama antara


program masih kurang
puskesmas, kader bidan, dan
perangkat desa guna menjalin
kerjasama dalam menkan angka
kematian ibu.

5. ANC dengan 10 T belum Memaksimalkan peran kader bidan


dilaksanakan dengan optimal
dan meningkatkan intensitas
program ANC dengan 10 T

6. Ambulan desa belum dilengkapi Mengadakan ambulance desa yang


sistem rujukan/mobil rujukan
berguna dalam mempercepat dan
mempermudah system rujukan yang
adanya kerjasama antara puskesmas
dan pihak terkait

7. Belum semua warga punya JKN Memberikan penyuluhan tentang


manfaat JKN dan mendorong
masyarakat untuk mendaftarkan diri
sebagai peserta JKN

Untuk mengetahui berbagai faktor pendukung dan penghambat angka kematian


ibu, untuk itu dilakukan kajian seksama dengan analisis SWOT sebagai berikut :

Tabel 6. Analisis SWOT


SW Kekuatan (S) Kelemahan (W)
a. Kepercayaan terhadap a. Belum terjalinnya
puskesmas kerjasama dan koordinasi
OT b. Adanya fasilitas yang baik antara
penunjang puskesmas puskesmas dengan rumah
(ranap dan sakit terdekat
laboratorium) b. Belum adanya ambulance
c. Terjangkaunya desa sebagai mobil
pelayanan kesehatan rujukan
(pustu/puling) c. Kurangnya pemahaman
ibu tentang program
penanggulangan angka
kematian ibu
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
a. Adanya a. Meningkatkan a. Melakukan rujukan jika
kerjasama kerjasama dengan diketahui ibu hamil dengan
dengan RS/DPS risiko tinggi
RS/DPS b. Terus memberikan b. Menjalin kerjasama antara
b. Banyaknya pembekalan dan puskesmas dan pemilik
kader pelatihan bagi para mobil yang akan
kesehatan kader
diwilayah diperuntukan sebagai
puskesmas ambulance desa

Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT


a. Tingkat a. Melakukan survei a. Lebih melibatkan peran
ekonomi dan sejauh mana serta tokoh masyarakat dan
sosial pengetahuan program organisasi masyarakat
masyarakat penanggulangan angka setempat untuk ikut secara
yang rendah kematian ibu. aktif dalam program
b. Kurangnya b. Meningkatkan penanggulangan angka
kesadaran ibu kegiatan-kegiatan kematian ibu.
untuk promosi kesehatan b. Memperbaiki perencanaan
melakukan c. Pendekatan secara dan strategi program
ANC dengan personal melalui kader- penyuluhan
10 T kader desa agar dapat c. Meningkatkan komunikasi
mendorong ibu hamil dan koordinasi yang jelas
untuk melakukan ANC antara puskesmas dan
denagn 10 T bidan desa.
d. Adanya penyuluhan rutin
Untuk meningkatkan program pada tahun mendatang Puskesmas Polokarto
dapat melakukan :
1. Membentuk dan melatih bidan dan mengadakan dokter ahli tetap dalam
pelayanan.
2. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas antara jejaring internal
dan eksternal tenaga kesehatan di lingkungan puskesmas Polokarto.
3. Melakukan advokasi antara kepala puskesmas dan bidan desa dan untuk
melakukan rujukan yang cepat dan tepat
4. Menjalin kerjasama antara puskesmas, kader bidan, dan perangkat desa
guna menjalin kerjasama dalam menkan angka kematian ibu.
5. Memaksimalkan peran kader bidan dan meningkatkan intensitas program
ANC dengan 10 T
6. Mengadakan ambulance desa yang berguna dalam mempercepat dan
mempermudah system rujukan yang adanya kerjasama antara puskesmas
dan pihak terkait
7. Memberikan penyuluhan tentang manfaat JKN dan mendorong masyarakat
untuk mendaftarkan diri sebagai peserta JKN
8. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal.
9. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat
setempat untuk ikut secara aktif dalam program penaggulangan angka
kematian ibu.

6. Penentuan PrioritasAlternatif Pemecahan Masalah


Berikut matrikulasi alternative pemecahan masalah yang dilakukan oleh
Puskesmas Polokarto.
Tabel 7. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah
No DaftarPemecahanMasalah Efektivitas Efisiensi
Jumla
M I V (C)MxIMxIxV
C
1 Membentuk dan melatih bidan 4 4 2 2 16
dan mengadakan dokter ahli tetap
dalam pelayanan.

2 Mengadakan ambulance desa 4 4 3 4 12


yang berguna dalam
mempercepat dan mempermudah
system rujukan yang adanya
kerjasama antara puskesmas dan
pihak terkait

3 Melakukan advokasi antara 4 3 2 3 8


kepala puskesmas dan bidan desa
dan untuk melakukan rujukan
yang cepat dan tepat

Kriteriaefektivitas :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat deselesaikan)
I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar)
Kriteria penilaian efektifitas :
1 = tidak efektif
2 = agak efektif
3 = cukup efektif
4 = efektif
5 = paling efektif

Kriteria efisiensi :
C = Efficiency – Cost (semakin besar biaya yang diperlukan semakin tidak
efisien)

Kriteria penilaian efisiensi :


1 = paling efisien
2 = efisien
3 = cukup efisien
4 = agak efisien
5 = tidak efisien
Berdasarkan criteria matriks diatas, maka urutan prioritas pemecahan masalah
adalah sebagai berikut :
1. Membentuk dan melatih bidan dan mengadakan dokter ahli tetap dalam
pelayanan.
2. Mengadakan ambulance desa yang berguna dalam mempercepat dan
mempermudah system rujukan yang adanya kerjasama antara puskesmas dan
pihak terkait
3. Melakukan advokasi antara kepala puskesmas dan bidan desa dan untuk
melakukan rujukan yang cepat dan tepat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Angka penemuan kasus/Case Detection Rate (CDR) di Puskesmas Polokarto
pada tahun 2016 adalah 88.13/100.000KH dan angka tersebut jauh lebih rendah
dari target yang diharapkan yaitu 102/100.000KH selama satu tahun.
2. Faktor penyebab rendahnya CDR: (1) Kurangnya pemahaman masyarakat
khususnya ibu-ibu tentang risiko maternal masih kurang, (2) Kemampuan
antenatal care (ANC) dari tenaga kesehatan tentang tanda-tanda risiko maternal
masih kurang, (3) Sistem rujukan belum berjalan dengan baik, (4) Koordinasi
lintas sektor dan lintas program masih kurang, (5) ANC dengan 10 T belum
dilaksanakan dengan optimal, (6) Ambulan desa belum dilengkapi sistem
rujukan/mobil rujukan, (7) Belum semua warga punya JKN.

B. Saran
1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan ataupun pertemuan-pertemuan antara
tenaga kesehatan, kader, maupun langsung dengan masyarakat untuk memberi
informasi mengenai pencegahan angka kematian ibu.
2. Membentuk dan melatih bidan dan mengadakan dokter ahli tetap dalam
pelayanan.
3. Melakukan advokasi antara kepala puskesmas dan bidan desa dan untuk
melakukan rujukan yang cepat dan tepat.
4. Menjalin kerjasama antara puskesmas, kader bidan, dan perangkat desa guna
menjalin kerjasama dalam menkan angka kematian ibu.
5. Memaksimalkan peran kader bidan dan meningkatkan intensitas program ANC
dengan 10 T.
6. Mengadakan ambulance desa yang berguna dalam mempercepat dan
mempermudah system rujukan yang adanya kerjasama antara puskesmas dan
pihak terkait.
7. Memberikan penyuluhan tentang manfaat JKN dan mendorong masyarakat
untuk mendaftarkan diri sebagai peserta JKN.
DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun., 2009. Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.
Fibriana, A. I. 2007. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal di
kabupaten Cilacap Semarang: Program Studi Magister Epidemiologi
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Tesis

Gitta Almira, dkk. 2007. Hubungan jarak kehamilan dengan kejadian berat badan
lahir rendah di RSP Panembahan Senopati Bantul.

Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014. Jakarta

Kristiana, S. 2009. Socio-Economic and Demographic Determinants of Maternal


Health Care Utilization in Indonesia. Faculty os Social Science, The Flinders
University of South Australia.

Kusmiran E. 2011. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: salemba Medika

Kusmiyati, 2008. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitra Mya

Kusumawati, Y, 2006. Faktor-Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Tindakan


Persalinan dengan Tindakan RS dr. Moewardi Surakarta). Program Studi
epidemiologi. Universitas Diponegoro Semarang. Tesis

Meilani dkk. 2009. Kebidanan komunitas. Yogyakarta: Fitramaya


Misar Y, Masni, Zulkifli A, 2012. Faktor Risiko Komplikasi Persalinan Pada Ibu
Melahirkan di Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2012. Jurnal Kesehatan.
Vol 13. No: 6-8

Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. Poor Dietary Intake of Energyand
Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome
inSouthwest Nigeria. J. Nutr. 2008; 7(3):480-484

Prawirohardjo S. 2011. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi Ke-4
Cetakan Ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
WHO. 2004. International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data

Yeyeh, dkk. 2009. Asuhan kebidanan persalinan fisiologis dan patlogis. Jakarta: PT
bina pustaka

Anda mungkin juga menyukai