Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa yunani “Demokratia” yang dibagi
dalam dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau pemerintahan yang
rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan. Secara harfiah, demokrasi berarti
kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan dengan rakyat sebagai pemegang
kedaulatannya.

Berikut ini pengertian demokrasi menurut beberapa ahli :

• Menurut Aristoteles Demokrasi adalah suatu negara suatu kebebasan karena melalui
kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan di dalamnya.

• Menurut Abraham Lincoln Democracy is government of the people, by the people, and for
the people (Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat).

• Menurut Hans Kelsen Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah
yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan didalam melaksanakan
kekuasaan negara.

• Menurut Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-


keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

• Menurut Mohammad Hatta Demokrasi sebagai sebuah pergeseran dan penggantian


kedaulatan raja menjadi kedaulatan rakyat.

B. Sejarah Demokrasi

Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

C. Macam – Macam Demokrasi

1. Dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat

a. Demokrasi langsung (direct democracy) : Yaitu rakyat secara langsung dapat


membicarakan dan menentukan suatu urusan politik kenegaraan.

b. Demokrasi perwakilan atau tidak langsung (representative democracy) : Yaitu aspirasi


rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat
(parlemen).

c. Demokrasi sistem referendum : Yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang duduk di


parlemen tetapi dalam melaksanakan tgasnya, parlemen dikontrol oleh rakyat melalui sistem
referendum.

2. Dilihat dari dasar atau paham ideologi yang dianut

a. Demokrasi liberal : Yaitu paham demokrasi dengan menitikberatkan pada ideologi


liberalis yang cenderung pada kebebasan individu atau perseorangan.

b. Demokrasi rakyatatau proletariat (komunis) : Yaitu demokrasi yang cenderung kepada


kepentingan umum (dalam hal negara ini) sehingga hak-hak politik rakyat dan kepentingan
perseorangan kurang diperhatikan.

c. Demokrasi pancasila : Merupakan ciri khusus demokrasi yang tidak hanya mencakup
bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya, dan mewujudkan
kesejahteraan rakyat.

3. Dilihat dari perkembanga paham

a. Demokrasi kalsik : Yaitu paham demokrasi yang menitikberatkan pada pengertian politik
kekuasaan atau politik pemerintahan negara.

b. Demokrasi modern : Yaitu paham demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik
saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya dan menwujudkan kesejahteraan rakyat.

4. Dilihat dari hubungan antara pemerintahan dengan rakyat


a. Demokrasi liberal : Dalam demokrasi ini pemerintah dibatsi oleh undang-undang dan
pemilihan umum yang bebas diselenggarakan dalam waktu yang tetap.

b. Demokrasi terpimpin : Dalam demokrasi ini terdapat keyakinan para pemimpin bahwa
semua tindakan mereka dipercaya oleh rakyat, tetapi menolak persaingan dalam pemilihan
umum untuk menduduki kekuasan.

c. Demokrasi sosial : Demokrasi ini menaruh kepeduliannya kepada keadaan sosial dan
egalitarianisme (paham persamaan) bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.

d. Demokrasi partisipasi : Demokrasi yang menekankan hubungan timbal balik antara


penguasa atau pemimpin dengan yang dipimpin.

e. Demokrasi konstitusional : Demokrasi yang menekankan pada proteksi khusus bagi


kelompok-kelompok budaya dan menekankan kerja sama yang erat diantara elite yang
mewakili bagian budaya umum.

D. Prinsip-Prinsip Demokrasi

1. Prinsip budaya demokrasi

a. Kebebasan : Adalah kekuasaan untk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau
melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan bersama atas kehendak sendiri, tanpa
tekanan dar pihak manapun.

b. Persamaan : Setiap negara terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama. Namun dalam
negara demokrasi perbedaan tersebut tidak perlu ditonjolkan bahkan harus ditekan agar tidak
menimbulkan konflik.

c. Solidaritas : Rasa solidaritas harus ada di dalam negara demokrasi. Karena dengan
adanya sifat solidaritas ini, walaupun ada perbedaan pandangan bahkan kepentingan tiap-tiap
masyarakat maka akan senantiasa selalu terikat karena adanya tujuan bersama.

d. Toleransi : Adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersifat menenggang
(menghargai, memberikan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian
sendiri.
e. Menghormati kejujran : Kejujuran berarti kesediaan ataketerbukaan untuk menyatakan
suatu kebenaran. Kejujuran menjadi hal yang sangat penting bagi semua pihak.

f. Menghormati penalaran : Peanalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki


pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain.
Penalaran ini sangat diperlukan bagi terbangunnya solidaritas antarwarga masyarakat
demokratis.

g. KeadaaKeadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan budi
pekerti. Seseorang yang berperilaku beradab berarti memberikan penghormatan terhadap
pihak lain yang dapat tercermin melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara berbicara.

2. Prinsip – prinsip demokrasi yag bersifat universal

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.

c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga
negara.

d. Pengormatan terhadap supremasi hukum.

Adapun prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law) antara lain
sebagai berikut :

1) Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang.

2) Kedudukan yang sama dalam hukum.

3) Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang.

E. Ciri-Ciri Pemerintahan Demokratis

Setiap bentuk pemerintahan pastilah memiliki ciri-ciri. Berikut ini merupakan ciri-ciri
pemerintahan Demokrasi:

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik
langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

4. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.

F. Sejarah Demokrasi di Indonesia

Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945,
para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong
sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).

Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI
tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian terbesarnya pernah
mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung di negara-negara Eropah
Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia
sejak beberapa dasawarsa sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi
yang berkembang di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi
suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar
sebagai pemenang Perang Dunia-II.

Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa
model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.

Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia


mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi
Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan
(eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan
Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang
memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi
Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik
yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara.

Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya
Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan
ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan
turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.

Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan
model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk
menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan
ideologi negara Pancasila.

Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan
model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun,
tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari
jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang
tidak stabil dan krisis disegala aspeknya.

Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto,
maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan
reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara
yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya
UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan
tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.

Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya
laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar
lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi
Pancasila di era Orde Baru.

Model Demokrasi pasAca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja
sebagai Demokrasi Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan mengenai namanya)
yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan
tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil
(ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif
(Presiden/Wakil Presiden) dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk
melalui pemilihan umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme
demokrasi.

G. Proses Perkembangan Demokrasi Di Indonesia

1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).

Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu
disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat
sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh
Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah
negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :

• Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi
lembaga legislatif.

• Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.

• Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem


pemerintahn presidensil menjadi parlementer

2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama

a) Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959

Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan
parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

• Dominannya partai politik

• Landasan sosial ekonomi yang masih lemah

• Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

• Bubarkan konstituante

• Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950

• Pembentukan MPRS dan DPAS

b) Masa demokrasi Terpimpin 1959 – 1966

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan
nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

1. Dominasi Presiden

2. Terbatasnya peran partai politik

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan


presidenmembentuk DPRGR

3. Jaminan HAM lemah

4. Terjadi sentralisasi kekuasaan

5. Terbatasnya peranan pers

6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.


H. Pelaksanaan demokrasi di indonesia

1) pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945-1949

Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan ini (1945-1949),pelaksanaan


demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.
Sedangkan elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi
dan kodisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan
seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara,agar negara kesatuan tetap hidup.

Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi fungsinya yang
utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran
untuk bernegara serta menanamkan semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak
mengizinkan, pemilihan umum belum dapat dilaksanakan sekalipun hal itu telah menjadi
salah agenda politik utama.

Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi


pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakan hal-hal mendasar bagi
perkembangan demokrasi di indonesia untuk masa selanjutnya.

Pertama,pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak
semula, mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga begitu kita
menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial belanda, semua warga negara yang sudah
di anggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber
dari ras, agama, suku dan kedaerahan. Kedua, residen yang secara konstitusional ada
kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika komite nasional
indonesia pusat (KNIP) di bentuk untuk menggantikan parlemen. Ketiga, dengan maklumat
wakil presiden, maka di mungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian
menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di indonesia untuk masa-masa selanjutnya
dalam sejarah kehidupan politik kita.

2) Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1949-1959

Periode kedua pemerintahan negara indonesia merdeka berlangsung dalam


rentang waktu antara tahun 1949-1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian
undang-undang dasar. Pertama, pergantian UUD 1945 dengan konstitusi RIS pada
rentang waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Dalam rerntang
waktu ini, bentuk negara kita berubah dari kesatuan menjadi serikat, sistem
pemerintahan juga berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer. Kedua,
pergantian konstitusi RIS dengan UUD sementara 1950 pada rentang waktu 17 Agustus
1950 sampai dengan 5 Juli 1959. Priode pemerintahan ini bentuk negara kembali
berubah menjadi negara kesatuan dan sistem pemerintahan menganut sistem
parlementer. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pada periode 1949 sampai
dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.

Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di


indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya
dalam kehidupan politik di indonesia.

Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang


sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini
di perlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada piak pemerintah
yang mengakibatkan kabinet harus meletakan jabatannya. Meskipun pemerintahannya
baru berjalan beberapa bulan, seperti yang terjadi kepada Ir.Djuanda Kartawidjaja
yang di berhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.

Kedua, akuntabilitas (pertanggungjabawan) pemegang jabatan dan politisi


pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan
juga sejumlah media masa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya
kabinet dalam periode ini merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas
tersebut.

Ketiga,kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang


sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksiamal. Dalam periode ini,indonesia
menganut sistem multipartai. Pada periode ini,hampir 40 partai politikterbentuk
dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus
atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah
dalam hal rekruitmen boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Sehingga setiap partai
bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.

Keempat, sekalipun pemilihan umum hanya di laksanakan satu kali yaitu pada
1955, tetapi pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsif
demokrasi. Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair, serta yang
tidak kalah pentingnya adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan
bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.

Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar


mereka tidak di kurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat
memangfaatkannya dengan maksimal. Hak untuk berserikat dan berkumpul dapat di
wujudkan dengan jelas, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi
peserta pemilihan umum. Kebebasan pers juga di rasakan dengan baik. Demikian juga
kebebasab berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa ada rasa takut untuk
menghadapi resiko sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras. Sebagai contoh
adalah yang di lakukan oleh Dr. Halim mantan perdana mentri yang menyampaikan
surat terbuka dan mengeluarkan semua isi hatinya dengan kritikan yang sangat tajam
terhadap sejumlah langkah yang dilakukan presiden soekarno. Surat tersebut
tertanggal 27 Mei 1955.

Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah memperoleh


otonomi yang cukup bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi
sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Keenam indikator tersebut merupakan
ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer.
Akan tetapi, kesuksesan tersebut tidak berumur panjang. Demokrasi parlementer
hanya bertahan selama sembilan tahun seiring dengan di keluarkannya dekrit oleh
prersiden soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante dan
kembali kepada UUD 1945. Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang di jiwai oleh semangat gotong
royong, sehingga beliau menganggap bahwa sistem demokrasi ini telah gagal
mengadopsi nilai-nilai kepribadian bangsa indonesia.

3) Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1959-1965

Kinerja Dewan Konstituante yang berlarut-larut membawa Indonesia ke dalam


persoalan politik yang sangat pelik. Nrgara dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak
pasti, karena landasan konstitusional tida mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena hanya bersifat sementara. Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh
yang besar terhadap situasi keamanan nasional yang sudah membahayakan persatuan
dan kesatuan nasional.

Presiden soekarno sebagai kepala negara melihat situasi ini sangat


membahayakan bila terus dibiarkan. Oleh karena itu untuk mengeluarkan bangsa ini
dari persoalan yang teramat pelik ini, presiden soekarno suatu dekrit pada tanggal 5
Juli 1959 yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1945.
Dalam dekrit tersebut, Presiden menyatakan membubarkan dewan konstituante dan
kembali kepada UUD 1945. Dekrit presiden tersebut mengakhiri era demikrasi
parlementer, yang kemudian membawa danpak yang sangat besar dalam kehidupan
politik nasional. Era baru demokrasi dan pemerintahan indonesia mulai di masuki,
yaitu suatu konsep demokrasi yang oleh presiden soekarno disebut sebagai
“demokrasi terpimpin". Maksud konsep terpimpin ini, dalam pandangan presiden
soekarno adalah di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusawaratan
perwakilan.

Demokrasi terpimpin merupakan pembaluikan total dari proses politik yang


berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang di sebut dengan demokrasi
tidak lain merupakan perwujudan kehendak-kehendak presiden dalam rangka
menempatkan dirinya sebagi satu-satunya institusi yang paling kekuasa di indonesia.
Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era demokrasi terpimpin
adalah :

Pertama, mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk


mempersiapkan diri dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah ( karena
pemilihan umum tidak pernah dijalankan ), tetapi lebih merupakan elemen penopang
dari tarik ulur kekuatan antara lembaga keprersidenan, angkatan darat dan partai
komunis indonesia.

Kedua, dengan terbetuknya dewan perwakilan rakyat gotong royong ( DPR-GR ),


peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.
Karena, DPR-GR tidak lebih hanya merupakn instrumen politik lembaga
kepresidenan. Proses rekruitmen politik untuk lembaga inipun di tentukan oleh
presiden.
Ketiga, hak dasar manusia menjadi sangat lemah. Presiden dengan mudah
menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaanya
atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya. Sejumah lawan politiknya
menjadi tahan politik presiden, terutama yang berasal dari kalangan islam dan
sosialis.

Keempat, masa demkrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat dari anti
kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh pemerintah seperti
misalnya harian abadi dari masyumi dan harian pedoman dari PSI.

Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.

Dari kelima karakter di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa demokrasi


terpimpin sudah keluar dari aturan yang benar. Bukan di pimpin oleh hikmah
kebijaksanaan, akan tetapi dipimpin oleh institusi kepresidenan yang sangat otoriter
yang jauh dari nilai-nilai demokrasi universal. Masa ini bisa di sebut sebagai masa
suram demokrasi di indonesia.

4) pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1965-1998

Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang
singkat yaitu antara tahun 1966-1998, ketika jendral soeharto dipilih menjadi presiden
republik indonesia. Era yang kemudian di kenal sebagai orde baru dengan konsep
demokrasi pancasila. Visi utama pemerintahan orde baru ini adalah untuk
melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat indonesia.

Dengan visi tersebut, orde baru memberikan secercah harapan bagi rakyat indonesia,
terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada
masa demokrasi terpimpin dibawah presiden soekarno menjadi lebih demokratis. Harapan
rakyat tersebut tentu saja ada dasarnya. Presiden soeharto sebagai tokoh pertama orde baru
dipandang rakyat sebagai sesosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa ini keluar
dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu
dijadikan musuh utama negeri ini. Selain itu, beliau juga menciptakan stabilitas keamanan
negeri ini pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa
anggapan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru dibawah
pimpinan presiden soeharto.

Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada
perubahan yang subtantif dari kehidupan politik indonesia. Antara Orde Baru dan Orde Lama
sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde
Baru, kekuasaan presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik diindonesia. Lembaga
kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainya baik yang bersifat
suprastruktur (LSM, partai politik, dan sebagainya). Selain itu juga presiden soeharto
mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti pengemban
Supersemar, Mandataris, MPR, Bapak Pembangunan dan panglima tertinggi ABRI.

Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui bahwa pelaksanaan demokrasi pancasila
masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai pancasila secara murni dan konsekuen hanya
dijadijadikan alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi demokrasi pancasila sama
dengan kediktatoran. Karakteristik demokrasi pancasila ala orde baru yang berdasarkan pada
indikator demokrasi yang telah dikemukakan sebelumnya.

Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi.
Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/walikota, camat, dan kepala
desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan orde baru hanya terjadi pada jabatan
wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.

Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Rekruitmen politik merupakan proses


pengisian jabatan politik didalam penyelenggaraan pemerintah negra baik itu untuk lembaga
eksekutif (pemerintah pusat maupun daerah), legislatif (MPR, DPR, dan DPRD) maupun
lembaga yudikatif (Mahkamah Agung). Dalam negara yang mengnut sistem pemerintahan
yang demokratis, semua warga negara yang mampu dan memenuhi syarat mempunyai
peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan tetapi, yang terjadi di
indonesia pada masa Orde Baru, sistem rekruitmen politik tersebut bersifat tertutup, kecuali
anggota DPR yang berjumlah 400 orang dipilih melalui pemilihan umum. Pengisian jabatan
tinggi negara seperti Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan-jabatan
lainya dalam birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga
dengan anggota badab legislatif. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih melalui proses
pengangkatan dengan surat keputusan presiden. Sementara itu dalam kaitannya dengan
rekruitmen politik lokal (seperti gubernur dan bupati/walikota), masyarakat didaerah tidak
mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin mereka, karena kata akhir tentang
siapa yang akan menjabat diputuskan oleh presiden. Jelas, sistem rekruitmen seperti sangat
bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ketiga, pemilihan umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pemilihan umum telah
dilangsungkan sebanyak tujuh kali dengan frekuensi yang teratur setiap lima tahun sekali.
Tetapi kalau kita amati kualitas pelaksanaan pemilihan umum trsebut masih jauh dari
semangat demokrasi. Karena pemilihan umum tidak melahirkan persaingan yang sehat, yang
terjadi adalah kecurangan-kecurangan yang sudah menjadi rahasia umum.

Anda mungkin juga menyukai