Anda di halaman 1dari 24

PENGANTAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB 21
“Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan
Barang) dan Aplikasinya di Indonesia”

BAB 22
“Tinjauan atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang Terkait dengan
Lalpran Operasional”
BAB 23
“Seluk Beluk Pengauditan Dan Peran Spkn Dalam Audit Di Pemerintah
Indonesia”

ADE SUPRIALDI 177110436


DEDI PURNOMO 177110605
MUHAMMAD FAKHRY NUKAS 177110466
PENDRI IRAWAN SAPUTRA 177110648
RIDDOH TUMIAR WANTO 147110120

Dosen Pengampu: La Ode Syafran, SE, M. Si

PROGRAM STUDI ADMINISTRSASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2017
BAB 21
“Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan
Barang) dan Aplikasinya di Indonesia”

A. Pendahuluan
Sistem akuntansi yang baik menjamin dilakukannya prinsip stewardship dan
accountability yang baik. Pemerintah/ unit kerja pemerintah perlu memiliki sistem
akuntansi yang berfungsi sebagai alat pengendalian transaksi keuangan dan mendukung
pencapaian tujuan organisasi. Sistem akuntansi mempengaruhi teknik dan prosedur
akuntansi sesuai dengan teori akuntansi yang ada.
B. Teori Akuntansi dalam Akuntansi Sektor Publik
Teori akuntansi memiliki kaitan yang erat dengan akuntansi keuangan, terutama
pelaporan keuangan kepada pihak eksternal. Suatu teori perlu didukung oleh berbagai
riset yang didalamnya terdapat hipotesa-hipotesa yang diuji kebenarannya. Menurut
Mardiasmo (2009: 143), tujuan mempelajari teori akuntansi:
 Memahami praktik akuntansi yang saat ini ada
 Mempelajari kelemahan dan kekurangan dari praktik yang saat ini
dilakukan
 Memperbaiki praktik akuntansi di masa mendatang
Pengembangan akuntansi sektor publik dilakukan untuk memperbaiki kualitas
praktik yang saat ini ada, terkait dengan upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan
sektor publik  laporan keuangan yang mampu menyajikan informasi keuangan yang
relevan dan reliable.
C. Kendala yang Dihadapi Akuntansi Sektor Publik
 Objektivitas: Adanya benturan kepentingan antara kepentingan manajemen
dengan kepentingan stakeholder
 Konsistensi: Penggunaan metode akuntansi yang sama untuk menghasilkan
laporan keuangan selama beberapa periode berturut-turut
 Daya Banding: Laporan keuangan dapat digunakan untuk membandingkan
kinerja organisasi dengan organisasi lain yang sejenis
 Tepat Waktu: Lama waktu yang dibutuhkan oleh organisasi untuk
menghasilkan laporan keuangan
 Ekonomis dalam Penyajian Laporan Keuangan: Manfaat yang diperoleh harus
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan laporan tersebut
 Materialitas: Suatu informasi dianggap material apabila mempengaruhi
keputusan, atau jika dihilangkan akan menghasilkan keputusan yang berbeda
D. Sistem Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Menurut Masisi (1978) dalam Glynn (1993) yang dikutip oleh Mardiasmo
(2009) aturan dasar sistem akuntansi keuangan:
 Identifikasi kegiatan operasi yang relevan. Hanya kejadian dan kegiatan
ekonomi yang relevan saja yang akan dicatat dalam sistem akuntansi keuangan.
 Pengklasifikasian kegiatan operasi secara tepat. Penentuan waktu pengakuan
untuk setiap jenis operasi (timing of recognition). Pada prinsipnya suatu operasi
dapat dicatat atau diakui pada tahap tertentudari proses operasi. Misalnya, ketika
barang diterima atau pada waktu pemesanan.
 Adanya sistem pengendalian untuk menjamin reliabilitas. Sistem pengendalian ini
memiliki dua komponen, yaitu komponen formal dan substansial. Komponen formal
adalah pembukuan berpasangan: kesalahan akuntansi akan dapat diketahui dan
dilacak ketika jumlah sisi kredit tidak sama dengan sisis debit. Komponen
substansial merupakan mekanisme konflik kepentingan :kesalahan akuntansi
muncul ketika mempengaruhi secara negatif pihak ketiga.
 Menghitung pengaruh masing-masing operasi. Baik akuntansi sektor publik
maupun swasta direkomendasikan untuk menggunakan sistem pembukuan
berpasangan dalam mencatat akuntansi transaksi. Dan keduanya sama-sama
membutuhkan standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pencatatan agar
terdapat perlakuan yang sama terhadap suatu transaksi.
E. Standar Akuntansi Sektor Publik
Standar akuntansi merupakan pedoman atau prinsip-prinsip yang mengatur
perlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada
pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktik khusus
yang digunakan untuk mengimplementasikan standar untuk memastikan diikutinya
prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntasi sektor publik harus dilengkapi dengan
sistem pengendalian yang telah ditetapkan, sistem akuntasi sektor publik harus dilengkapi
dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan pengeluaran dana publik.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi
antara lain :

 Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan


 Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang
memungkinkan pengujian secara hati-hati dan independen
 Standar memberikan petunjuk tentang kumpulan data yang perlu disajikan
yang berkaitan dengan berbagai variable yang patut dipertimbangkan dalam
bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan
peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial lainnya.
 Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak
yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
F. Teknik-Teknik Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Terdapat lima teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor
publik. Pada dasarnya kelima teknik akuntansi tersebut tidak bersifat mutually exclusive.
Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak berarti menolak penggunaan
teknik yang lain. Berikut adalah teknik-teknik akuntansi tersebut:
 Akuntansi Anggaran: Akuntansi anggaran merupakan praktik akuntansi yang
banyak digunakan organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan, yang mencatat
dan menyajikan akun operasi dalam format yang sama dan sejajar dengan anggarannya.
 Akuntansi Komitmen: Tujuan utama akuntansi komitmen adalah untuk
pengendalian anggaran. Agar manajer dapat mengendalikan anggara, ia perlu
mengetahui berapa besar anggaran yang dilaksanakan jika dihitung berdasarkan order
yang telah dikeluarkan.
 Akuntansi Dana: Akuntansi dana merupakan salah satu alternatif sistem akuntansi di
sektor publik yang dikembangkan dari basis kas dan prosedur pengendalian anggaran.
 Akuntansi Kas: Sistem akuntansi ini hanya mengakui arus kas masuk dan kas
keluar. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas. Kelebihan cash
basis adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil dan obyektif.
 Akuntansi Akrual: Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas.
Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang
lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan
keputusan ekonomi, sosial, dan politi
BAB 22

Tinjauan atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang Terkait


dengan Laporan Operasional

PP NOMOR 71 TAHUN 2010: APAKAH MERUPAKAN JAWABAN ATAS


TUNTUTAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL?

Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintahan dan untuk
menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi manajemen keuangan
yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu penerapan akuntansi berbasis akrual yang
merupakan best practice di dunia internasional.

Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui transaksis dan peristiwa lainnya
pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi. Transaksi dan peristiwa tersebut dicatat dalam
akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya. Ahyani
mengungkapkan bahwa penerapan basis akrual memebrikan hasil yang lebih baik dan
memberikan keuntungan sebagai berikut:

1. Memberikan ketelitian dalam penyajian laporan keuangan pemerintah dsaerah dan


memungkinkan untuk melakukan penilaian secara lengkap terhadap kinerja
pemerintahan.
2. Lebih akurat dalam melaporkan nilai aset, kewajiban, maupun pembiayaan
pemerintah.
3. Memungkinkan dilakukan cut off (pemisahan suatu periode dengan periode yang lain)
secara lebih sempurna dan menginformasikan nilai-nilai ekonomis yang terkandung
dalam suatu periode tertentu.
4. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka
akuntabilitas publik.

Basis Akuntansi di Indonesia: Perspektif sejarah dan hukum


Penerapan sistem akuntansi pemerintahan dari suatu negara akan sangat bergantung kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada negara yang bersangkutan. Dwi Ratna
menuliskan bahwa menurut PBB ciri-ciri sistem akuntansi pemerintah antara lain:1. Sistem
akuntansi pemrintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada suatu negara
2. Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel dan
auditabel
3. Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan untuk penyusunan rencana atau program dan evaluasi pelaksanaan secara
fisik dan keuangan

Sistem akuntansi di indonesia mengalami beberapa kali perkembangan tergantung dari


perubahan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Praktik akuntansi pemerintahan pertama kalinya diterapkan di Indonesia adalah pada


masa reformasi yang menghasilkan dau undang-undang yang menjasi tonggak diterapkannya
otonomi daerah, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua
Undang-undang tersebut melahirkan PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan aturan penjabarannya, yaitu Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurus, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan
Keuangan Daerah, serta Tata Cara penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah, serta Penyusunan Perhitungan APBD.

Pada tahun 2003, terbitlah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
yang memberikan arah terhadap pengembangan sistem pengelolaan keuangan
negara(daerah), termasuk didalamnya adalah sistem akuntansi pemerintahan.sesuai dengan
amanat undang-undang keuangan negara tersebut, pemerintah telah menetapkan PP Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Lingkup pengaturan PP Nomor 71 Tahun 2010 meliputi SAP Berbasis Akrual dab
SAP Berbasis Kas menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran 1 dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu tahun anggaran 2010 dan dapat segera diterapkan oleh
setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada lampiran II berlaku selama masa
transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual, paling lambat
4 tahun setelah tahun 2010. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan
sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yaitu paling lama
sampai tahun 2014. Selanjutnya, setiap entitas pelapor, baik pada pemerintahan pusat maupun
pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas
pelaporauntuk sementara masih diperkenankan menrapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual,
entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.

Pasal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 secara jelas menetapkan bahwa akuntansi
berbasis akrual sudah diterapkan selambat-lambatnya tahun anggaran 2008. Hal ini berarti
seharusnya mulai tahun anggaran 2008, hanya SAP Berbasis Akrual yang berlaku dan
dipraktikkan. Jika ada Ketentuan di bawahnya yang menyebutkan berbeda dan melebihi
tahun yang telah ditetapkan, maka hal ini dapat melanggar terhadap ketentuan undang-
undang, dan seharusnya dinyatakan batal demi hukum.

Namun, dari sudut pandang praktik akuntansi keterlambatan ini dapat dipahami dan
merupakan langkah yang tepat. Pelaksanaan akuntansi berbasis akrual di lingkungan
organisasi pemerintahan bukanlah perkara yang mudah dan perlu diterapkan secara gradual
atau bertahap. Dilihat dari sudut pandang ini, menunjukkan bahwa undang-undang terkait yang
berlaku saat ini sudah tidak up to date dengan perkembangan di lapangan saat ini sehingga
perlu direvisi. Jadi, dalam kondisi seperti ini, lebih utama mana, aspek hukum atau aspek
praktik akuntansi? Tentu hal ini bukanlah sebuah pilihan, kedua aspek tersebut harus dipenuhi
karena ciri utama dari akuntansi pemerintahan, yang membedakannya dengan akuntansi bisnis,
adalah sistem akuntansi pemerintahan yang harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu Negara.

Selain itu juga, penetapan SAP Berbasis Akrual yang dimuat dalam Lampiran I PP
Nomor 71 Tahun 2010, secara teoritis dianggap tidak tepat karena masih digunakannya dua
basis akuntansi dalam SAP tersebut, yaitu basis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran
dan basis kas akrual untuk pelaporan finansial. Penggunaan dua basis akuntansi ini mengarah
pada penggunaan basis modifikasian, bukan basis akrual secara penuh. Sementara PP Nomor
71 Tahun 2010 tidak mengatur pelaksanaan anggaran secara akrual. Sehingga, sebenarnya
penerapan PP Nomor 71 Tahun 2010 tidak dapat dikatakan telah melaksanakan amanat dari
Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 dan/atau Pasal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun
2004, yaitu menerapkan akuntansi berbasis akrual (penuh). Oleh karena itu, jika memang revisi
terhadap undang-undang di atasnya dianggap mendesak, maka harus segera dilakukan agar
pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut memiliki legitimasi hukum.
Due Process PP Nomor 71 Tahun 2010

Due process atau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai proses baku penyusunan, dalam
konteks penyusunan standar, berarti bahwa sebuah lembaga pembuat regulasi (standar)
mencoba melibatkan semua pihak yang dipengaruhi oleh regulasi tersebut, sehingga dapat
menjaga legitimasi dari sebuah proses penyusunan regulasi. Dengan kata lain, semua pihak
yang terpengaruh oleh regulasi tersebut memiliki kesempatan untuk memberikan masukan di
dalam proses pengambilan keputusan regulasi tersebut (Wolk dkk., 2008).
Apabila dalam penyusunan standar akuntansi sektor bisnis perlu melakukan due
process sebagai bentuk dan cara untuk mengakomodasi pengaruh politik dan ekonomi dalam
penyusunan standar akuntansi, maka due process dalam penyusunan standar akuntansi
pemerintah mutlak harus dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam organisasi pemerintahan,
memiliki domain publik yang luas sehingga aspek hukum dan nuansa politiknya lebih besar
daripada di dalam organisasi sektor bisnis. Oleh karena itu, pada PP Nomor 71 Tahun 2010
juga dilampirkan penjelasan mengenai due process (proses baku penyusunan) yang telah
dilakukan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dalam rangka penyusunan
standar akuntansi berbasis akrual. Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan
pertanggungjawaban profesional KSAP. Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan
melalui prosedur yang meliputi tahap-tahap kegiatan (due process) yang dilakukan dalam
penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP. Standar
akuntansi pemerintahan disusun oleh KSAP yang independen dan ditetapkan dengan
peraturan pemerintah setelah terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa
Keuangan.

SAP Berbasis Akrual versi PP Nomor 71 Tahun 2010

Pengertian basis akrual menurut PSAK (IAI, 2004) adalah mengakui pengaruh transaksi dan
peristiwa lain pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada
periode yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian tersebut, laporan keuangan yang disusun
atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu
yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di
masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa
depan.

Berdasarkan uraian di atas, apabila SAP menggunakan basis akrual, maka


pendapatan, belanja, pembiayaan, asset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat
terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada
keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Selanjutnya, bagaimana konsep akrual menurut PP Nomor 71 Tahun 2010? Pengertian basis
akrual dapat diketahui dari Pasal 1 poin 8 yang menyatakan :
“SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, asset, utang, dan
ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam
APBN/APBD.”

LAPORAN OPERASIONAL VERSUS LAPORAN RELISASI ANGGARAN


Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan
penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Sedangkan Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya keuangan yang dikeola oleh pemerintah pusat atau daerah, yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode
pelaporan.
Perbedaan tujuan kedua laporan tersebut juga berdampak pada berbedanya manfaat
dan informasi yang disediakan oleh kedua laporan tersebut. Laporan Operasional
menyediakan informasi yang mencerminkan seluruh kegiatan operasional keuangan entitas
pelaporan yang berguna bagi penggunanya untuk mengevaluasi pendapatan-LO dan beban
untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintah. Informasi yang disediakan oleh
Laporan Operasional adalah informasi (PSAP Nomor 12 par.6):
a. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan
pelayanan;
b. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, serta kehematan perolehan dan
penggunaan sumber daya ekonomi;
c. Berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang baru akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan
cata menyajikan laporan secara komparatif;
d. Mengenai penurunan ekuitas (bila difisit operasional(, dan peningkatan ekuitas (bila
surplus operasional).
Sementara, Laporan Relisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna bagi
penggunanya dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya
ekonomi, akuntabilitas, dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan :
a. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya
ekonomI
b. Menyediakan informasi mengenai relisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna
dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran.
Laporan Realisasi Anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna
laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi yang telah
dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat, serta telah dilaksanakan sesuai dengan
anggarannya (APBN/APBD) dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Oleh karena itu, Laporan Realisasi Anggaran masih menggunakan basis kas,
karena penetapan anggarannya masih berbasis kas juga.

Peranan Laporan Operasional


Berdasarkan PSAP No.12 paragraf 6 SAP Berbasis Akrual dinyatakan bahwa ada 4(empat)
informasi yang disediakan oleh Laporan Operasional (LO). Masing-masing dari keempat
informasi tersebut mencerminkan peranan dari Laporan Operasional, yaitu informasi :

a. Mencerminkan peran dalam perhitungan biaya pelayanan


b. Mencerminkan peran untuk menilai kinerja pemerintah
c. Berperan dalam mengestimasi pendapatan yang akan diterima
d. Berperan untuk menentukan besarnya perubahan ekuitas yang dimiliki oleh
pemerintah

Struktur Laporan Operasional

Struktur Laporan Operasi mencakup pos-pos berikut (PSAP Nomor 01 paragraf 92 SAP
Berbasis Akrual).

a. Pendapatan LO dari kegiatan operasional yaitu hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah equitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu
dibayar kembali.
b. Beban dari kegiataan operasional, yaitu penurunan manfaat ekonomi/potensi jasa
dalam periode pelaporan yang dapat menurunkan ekuitas berupa pengeluaran/
konsumsi asset atau timbulnya kewajiban.
c. Surplus/deficit dari kegiatan non-operasioanl (bila ada), yaitu selisih antara
pendapatan dan beban non-operasional yang sifatnya tidak rutin.
d. Pos luar biasa (bila ada), yaitu pendapatan atau beban yang bukan merupakan operasi
biasa yang tidak diharapkan sering/rutin terjadi, diluar kendali atau pengaruh entitas
yang berkaitan, serta sifat dan jumlahnya diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan (CaLK).
e. Surplus/deficit LO, yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban
selama satu periode pelaporan.

Konsepsi Akrual dan Keterkaitan Antarlaporan

Konsep akrual pada laporan operasional terlihat pada transaksi pendapatan LO dan beban
dalam bentuk barang/jasa. Transaksi pendapatan dan beban yang terkait dengan transaksi
selain kas dapat segera dicatat pada pendapatan LO dan beban pada saat terjadinya transaksi.

Pelaporan pelaksanan anggaran dan pelaporan finansial tidak memiliki keterkaitan,


sehingga Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tidak lagi terkait dengan neraca, sebagaimana
pada SAP Berbasis Kas Menuju Akrual.
Akuntansi Pendapatan-LO versus Pendapatan –
LRA

Menurut PSAP Nomor 01,pendapatan-LO didefinisikan sebagai hak pemerintah


pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun yang
bersangkutandan tidak perlu dibayar lagi. Sedangkan, Pendapatan-LRA adalah semua
penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran
Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Table 22.1 Perbedaan dan Persamaan Pendapatan-LO dan Pendapatan-


LRA

Pendapatan-LO Pendapatan-LRA
Perbedaan
Pengakuan - Pada saat timbulnya hak Pada saat kas diterima
- Pada saat pendapatan direalisasi
Pengelompokan Berdasarkan sumber pendapatan Berdasarkan jenis
pendapatan

Persamaan
Pencatatan Asas bruto Asas bruto

Akuntansi Belanja versus Beban

Menurut PSAP Nomor 01, beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas,yang dapat berupa pengeluaran atau
konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Sedangkan belanja adalah semua pengeluaran dari
Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
Beban Belanja
Perbedaan
Pengakuan Pada saat timbulnya kewajiban Pada saat kas keluar
Pada saat terjadi konsumsi aset
Terjadinya penurunan manfaat
ekonomi atau potensi jasa
Pengelompokan Menurut klasifikasi ekonomi Menurut klasifikasi
(jenis belanja),
organisasi,dan fungsi

Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya


mengelompokkan berdasarkan jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat/daerah
yaitu beban pegawai, beban barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan
sosial, dan beban lain-lain.

Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja),organisasi, dan


fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis
belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas,yaitu belanja operasi, belanja modal, dan belanja
lain-lain.

Akuntansi Surplus/Defisit-LRA versus Surplus/Defisit-LO

Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu periode
pelaporan,setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos luar
biasa.

Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan operasional dan surplus/defisit


dari kegiatan non-operasional merupakan surplus/defisit sebelum pos luar biasa,yang setelah
ditambah/dikurangi pos luar biasa akan menjadi surplus/defisit-LO. Saldo surplus/defisit-LO
akan dipindahkan ke Laporan Perubahan Ekuitas sebagai penambah atau pengurang ekuitas.

Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan belanja


selama satu periode pelaporan. Surplus/defisit-LRA akan mempengaruhi SiLPA/SiKPA yang
nantinya akan dipindahkan ke Laporan Perubahan SAL sebagai penambah atau pengurang
SAL.
Akuntansi Pembiayaan versus Kegiatan Non-Operasional dan Pos Luar Biasa

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali,baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun
berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

Kegiatan non-operasional sifatnya tidak rutin termasuk dari surplus/defisit dari penjualan asset
non lancar dan penyelesaian kewajiban jangka panjang. Pos luar biasa adalah pendapatan luar
biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan
operasi biasa,tidak diharapkan sering terjadi,dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas
bersangkutan.

Sebelum adanya pemisahan antara kegiatan operasional dengan non-operasional dan


pos luar biasa, pendapatan dan beban berkemungkinan besar mengalami overestimate atau
underestimate

Agenda Masa Mendatang

SAP Berbasis Akrual menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 menghadapi beberapa


permasalahan yang cukup krusial dalam penerapannya. Dalam hal ini, paling tidak ada tiga
permasalahan utama yang harus segera dijawab dan dicari solusinya,yaitu sebagai berikut.

1. Masalah legitimasi hukum atas PP Nomor 71 Tahun 2010


2. Masalah praktik akuntansi menurut SAP Berbasis Akrual terkait teknik pencatatan
dan pelaporannya.
3. Masalah strategi penerapan SAP Berbasis Akrual sehingga dapat diterima dan
dilaksanakan oleh semua entitas pemerintahan sesuai batas waktu yang ditentukan
oleh aturan perundang-udangan
BAB 23
“Seluk-Beluk Pengauditan dan Peran SPKN dalam Audit di Pemerintahan Indonesia”

PERBEDAAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN ( PENGAUDITAN)

Secara konsepsional , pelakasanaan pemeriksaan APBN/APBD sangat berbeda dari aspek


pengawasan. Istilah suatu pemriksaan (auditing) adalah sebuah istilah teknis profesional. Secara teknis
profesional, pemriksaan APBN/APBD hanya dapat dilakukan oleh institusi yang memiliki wewenang
dan keahlian untuk melakukan audit. Pengawasan dapat dilakuakn dari pihak internal dan juga
eksternal, dimana pengawasan dari internal dilakukan langsung oleh pimpinan, sedangkan pengawsan
dari ekstrernal dilakukan oleh lembaga legislative.

Secara operasional, antara pengawasan dan pemeriksaan memang sulit untuk dipisahkan dalam
rangka fungsi pengawasan pimpinan misalnya pemeriksaan selalu menyertai pengawasan. Dalam hal
ini pengawasan merupakan tindakan untuk membandingkan antara yang seharusnya terjadi dengan yang
sebenarnya terjadi atau untuk menjamin pencapain tujuan tertentu secara optimal. Sama dengan
pengawasan, Tarigan ( 2007 ) membagi pemeriksaan keuangan menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan
keuangan secara internal dan ekstrnal. Pemeriksaan secara internal dimana badan pengawas keuangan
dan pembangunan (BPK) melakukan pemeriksaan dalam lingkungan pemerintah secara keseluruhan,
yang menjalankan fungsi pengawasan dari presiden selaku kepala pemerintah atau inspektorat wilayah
(Itwil) dalam lingkungan pemerintah daerah, yang menjalankan fungsi pengawasan dari kepala
daerah selaku pimpinan daerah. Sedangkan pemeriksaan keuangan secara eksternal dijalankan oleh
badan pemeriksa keuangan (BPK) yang menjalankan amanat konstitusi untuk memeriksa pertanggung
jawaban keuangan pemrintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat.

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPR/DPRD dan
masyarakat) lebih menekakan pada amanat apakah seorang pemimpin tersbut sudah menjalankan
tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan, semntara itu pengawas secara internal lebih berupa
pengendalian internal dan pengendalian manajemen, yang berada dibawah kendali eksekutif
(pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan
tercapai. Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPR/DPRD
sebagai kekuatan penyeimbang antar ekskutif dengan masyarakat, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dan melalui LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan di daerah.
JENIS-JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK

Auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti terkait informasi yang
dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang atau lebih yang berkompeten
dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 1991).

Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada
sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional
dan hukum, di mana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab
yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga
jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit kinerja
(performance audit), dan audit investigasi (investigation audit) (Bastian,2003).

Audit Keuangan

Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian
keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara
benar. Audit keuangan dibagi menjadi audit atas laporan keuangan dan audit atas hal yang berkaitan
dengan keuangan. Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan apakah laporan
keuangan dan entitas yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi
atau usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Audit Kinerja

Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan, dalam hal tujuan dan prosedurnya.
Menurut SKPN, yang dimaksud dengan audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara yang terdiri atas audit atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Audit kinerja pada sebuah
program pemerintah meliputi juga audit atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta
pengujian terhadap pengendalian internal (Sandha dan Bastian, 2008).

Secara proses dan teknik pengauditan, antara audit keuangan dan audit kinerja tidak ada
perbedaan yang mendasar. Bahkan definisi audit kinerja dapat diturunkan dari audit keuangan.
Perbedaan di antara keduanya terletak pada objek yang diaudit, fokus audit, dan kriteria atau standar
yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan audit (Mahmudi,2007).

Perbedaan Audit Keuangan dengan Audit Kinerja


Audit Keuangan Audit Kinerja
Objek audit : laporan keuangan Objek audit : organisasi, program,
aktivitas/kegiatan, atau fungsi
Menguji kewajaran laporan keuangan Menguji tingkat ekonomi, efisiensi, dan
dari salah saji yang material dan efektivitas dalam penggunaan sumber
kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi daya untuk mencapai tujuan
berterima umum
Lebih bersifat kuantitatif-keuangan Lebih bersifat kualitatif
Tidak terlalu analitis Sangat analitis
Tidak menggunakan indikator kinerja, Membutuhkan indikator kinerja, standar,
standar, dan target kinerja dan target kinerja untuk mengukur
kinerja.
Biasanya tidak mempertimbangkan Biasanya mempertimbangkan cost-
analisis biaya manfaat benefit analysis
Waktu pelaksanaan audit tertentu Audit bisa dilakukan sewaktu-waktu
(biasanya pada akhir periode tertentu)
Audit dilakukan untuk peristiwa Mempertimbangkan kinerja masa lalu,
keuangan masa lalu sekarang dan masa mendatang

Tidak dimaksudkan untuk membantu Dimaksudkan untuk memperbaiki alokasi


melakukan alokasi sumber daya secara sumber daya secara optimal dan
optimal memperbaiki kinerja
Tidak terdapat rekomendasi audit dan Terdapat rekomendasi audit dan follow-
follow-up audit up audit

Audit Ekonomi dan Efisiensi

Konsep yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi, yang
berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi
terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisasi input resources yang
digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Konsep kedua
dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efisiensi, yang berarti pencapaian output yang
maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output
tertentu. Dapat disimpulkan bahwa ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi
mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input).

Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas telah
memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan, gedung, ruang, dan peralatan
kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan dan
mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien,
termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola sistem informasi, prosedur administrasi,
dan struktur organisasi.

Audit Efektivitas

Konsep yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efektivitas. Efektivitas
berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas merupakan
perbandingan antara outcome dengan output. Outcome sering kali dikaitkan dengan tujuan
(objectives) atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan
dengan pencapaian tujuan.
Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang
diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan menentukan apakah
entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan
biaya yang paling rendah.

Efektivitas berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna jasa. Untuk mengukur
efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Meskipun
efektivitas suatu program tidak dapat diukur secara langsung, ada beberapa alternatif yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu program, yaitu mengukur dampak atau pengaruh,
evaluasi oleh konsumen dan evaluasi yang menitikberatkan pada proses, bukan pada hasil. Evaluasi
terhadap pelaksanaan suatu program hendaknya mempertimbangkan apakah program tersebut
relevan atau realistis, apakah ada pengaruh dari program tersebut, apakah program telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan apakah ada cara-cara yang lebih baik dalam mencapai hasil.

Audit Investigasi

Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak
dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung
inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan (Bastian,2003).
Tujuan audit investigatif adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta
melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari
masyarakat. Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi adalah pada lembaga audit seperti BPK.
Audit investigasi merupakan pemeriksaan oleh auditor dengan tujuan menemukan kecurangan (Rahayu
dan Bastian, 2008).

Adapun sumber informasi audit investigasi adalah :

1. Pengembangan dari temuan audit sebelumnya;


2. Adanya pengaduan dari masyarakat;
3. Adanya permintaan dari DPR untuk melakukan audit.

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK


Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam pekerjaan audit, dan tidak ada satu
pendekatan yang menjadi pendekatan paling tepat. Secara garis besar, pendekatan audit ada tiga, yaitu
(Bastian, 2003:62)
1. Audit Transaksi
Pendekatan ini meliputi vouching atau pembuktian seluruh transaksi yang terjadi setelah
melihat dokumen-dokumen atau bukti-bukti yang ada.
2. Audit Neraca
Pendekatan ini meliputi verifikasi seluruh aset dan kewajiban yang disajikan dalam neraca
3. Audit Sistem
Dalam pendekatan ini, auditor melakukan pengujian sistem akuntansi dan sistem pengendalian
internal untuk melihat apakah terdapat suatu dasar yang dapat diandalkan sehingga sistem
tersebut dapat digunakan.

Proses Audit dalam Sektor Publik


Value for money audit (VFM audit) merupakan perkembangan terbaru dari audit kinerja yang
terdapat pada sektor publik. Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan dan audit
kepatuhan.
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi umum guna
mendapat pemahaman yang memadai tentang informasi yang ada pada organisasi atau perusahaan
tersebut sehingga dapat menganalisis akan sistem pengendalian manajemen-nya. Auditor dapat
menetapkan kriteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat, apabila ia telah
memahami informasi kinerja atas suatu organisasi atau perusahaan. Hasil temuan kemudian dilaporkan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang diusulkan oleh auditor.
Pada akhirnya rekomendasi yang diusulkan oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang
berwenang.
Proses audit keuangan secara umum dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap utama, yaitu
(Mahmudi, 2007:194)
1. Perencanaan audit
2. Pekerjaan lapangan
3. Pelaporan
Pada proses audit kinerja tidak berbeda untuk tahap perencanaan audit hingga
pelaporannya, hanya saja ditambah dengan tahap tindak lanjut (follow-up) audit.
Mardiasmo (2009:197) menyatakan bahwa struktur audit kinerja memiliki (1) tahap pengenalan
dan perencanaan, (2) tahap pengauditan, (3) tahap pelaporan, dan (4) tahap penindaklanjutan.
Pada tahap pengenalan dan perencanaan, perlu dilakukan survey pendahuluan dan review sistem
pengendalian manajemen. Untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang dapat membatu
auditor dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja
dan kriteria dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Tahap pengaditan dalam audit kinerja terdiri atas tiga elemen, yaitu telaah hasil-hasil program,
telah ekonomi dan efisiensi, dan telaah kepatuhan. Review hasil-hasil program akan membantu auditor
untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi
akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar secara
ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas
telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama,
tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
Tahap pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya tuntutan yang tinggi
dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan utama untuk
melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat
luas. Penyampaian hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan tertulis
kepada lembaga legislatif maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak manajemen. Namun
demikian, akan lebih baik bila laporan audit disampaikan secara tertulis, karena pengorganisasian dan
pelaporan temuan-temuan audit secara tertulis akan membuat hasil pekerjaan yang telah dilakukan
menjadi lebih permanen. Selain itu, laporan tertulis juga sangat penting untuk akuntabilitas publik.
Laporan tertulis merupakan ukuran yang nyata atas nilai sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor. Laporan yang disajikan oleh auditor merupakan kriteria yang penting bagi kesuksesan atau
kegagalan pekerjaannya. Tahapan yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, di mana tahap ini
didesain untuk memastikan atau memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh
auditor sudah diimplentasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap perencanaan melalui
pertemuan dengan pihak manajemen untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi dalam
mengimplementasikan rekomendasi auditor. Selanjutnya. auditor mengumpulkan data-data yang ada
dan melakukan analisis terhadap data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan

PERAN & FUNGSI STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA(SPKN)

Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi patokan dalam
pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan inilah yang akan mengarahkan pemeriksaan didalam setiap
tahapan pemeriksaan, dan menjadi penilai apakah sebuah pemeriksaan telah dijalankan dengan baik
atau tidak. Apabila terjadi penyimpangan terdapat tahapan tahapan dalam standar pemeriksaan tidak
dijalankan , maka secara otomatis proses pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar yang
berlaku ( bastian dan supriyani, 2008 )

Sesuai dengan peraturan BPK-RI Nomor 1 Tahun 2007 bahwa SPKN atau standar pemeriksaan
keuangan negara adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. SPKN dinyatakan dalam bentuk pernyataan standar pemeriksaan yang
selanjutnya disebut PSP. SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap
entitas , program kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara sesuai dengan peraturan perundang-undang. SPKN ini berlaku bagi :

1. Badan pemeriksa keuangan


2. Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atau pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara untuk dan atas nama badan pemeriksaan keuangan

Sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2004 standar pemerintah ( SPKN ) memiliki kedudukan
sebagai dasar untuk menilai kebenaran , kecermatan , kreadibilitas dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan tanggung jawab keuangan negara. Adapun peran SPKN yaitu Memberikan patokan
atau arahan per tahapan pemeriksaan pengeloaan dan tangung jawab keuangan negara bagi
pemeriksa. Dengan kata lain , SPKN disusun untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan
organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tangung jawab
keuangan negara. Dengan adanya standar pemeriksaan ini diharapkan akan meningkatkan kreadibilitas
informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan
pengujian bukti secra objektif. Dalam penerapannya, SPKN berlaku untuk semua pemeriksaan yang
dilaksanakan terhadap entitas, program , kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara ( bastian dan supriyani, 2008 )

ISU & TANTANGAN DALAM AUDIT DI PEMERINTAH INDONESIA

Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta meniai kewajaran laporan keuangan sektor publik
tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik juga memeriksa dan menilai tingkat ekonomis , efisiensi
serta efetivitas dari semua entitas , program , kegiatan serta fungsi yang dilakukan pemerintah. Dengan
demikian , bila kualitas auidt sektor publik rendah akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum terhadap
pejabat pemerintah dan akan muncil kecurangan , korupsi kolusi serta berbagai ketidakberesan.

Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang utuh dan tidak parsial atas SPKN. Media sederhana
yang dapat dilakukan untuk memulai suatu pemahaman terhadap SPKN adalah melalui sosialisasi.
Namun kadang kala sosialisasi tidak berjalan efektif karena hanya sekedar penyampaiann. Oleh karena
itu perlu dibuat suatu sosialisasi yang dapat membuat pihak memahami makna SPKN sehingga
memahami apa yang ajan dilaksanakan. Sosialisasi dibperuntukan bagi :

1. Auditor , BPK yang bertujuan agar SPKN dapat diaplikasikan dalam


pemeriksaan sehingga outputnya sesuai SPKN
2. Auditee( pemerintah dan lembaga negara ) bertujuan untuk membantu auditee agar dapat
membantu dalam memahami hasil pemeriksaan auditor BPK.
3. Akademisi/profesi/pemerhati yang bertujuan untuk mendapat masukan dalam
pengembangan baik bersifat koreksi maupun pengembangan dengan kondisi terkini.

Dengan sinergisitas hasil sosialiasasi ketiga pihak tersebut secara baik maka kualitas
pemeriksaan BPK RI yang bernilai tambah bagi pihak yang diperiksa dapat terwujud . ingat
pemeriksaan bernilai tambah ditentukan oleh 3 faktor simultan dan baiknya kualitas

1. Hasil pemeriksaan
2. Kemampuan untuk memahami hasil pemeriksaan
3. Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan setelah diadaptasikan dengan kondisi
Selain itu tantangan dimasa yang akan datang auditor atau pemeriksa sebagaimana
telah dijelaskan oleh ritonga (2010) adalah adanya amanat UU Nomor 17
Tahun 2003 untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual. Salah satu kondisi yang menjadi syarat
untuk dapat menerapkan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah adalah adanya
dukungan dari pemeriksa keuangan.

Apapun motivasi dan argumen pemerintah dalam menarapkan akuntansi pemerintah berbasis
akrual , namun kenyataannya sampai dengan saat ini amanat undang-undang tersebut dicabut.
Oleh karena itu akuntansi berbasis akrual menjadi keajaiban yang harus segera diterapkan. Kendalanya
adalah belum adanya standar akuntansi pemerintah yang berbasi akrual penuh karena belum mengatur
penganggaran berbasis akrual yang dikeluarkan oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP). PP
Nomor 71 Tahun 2010 yang menyatakan sebagai SAP Berbasis Akrual, kenyataannya tidak
menggunakan akrual penuh , melainnkan basis akrual modifikasikan. Namun demikian , tidak ada
salahnya bagi pemeriksa(auditor) BPK untuk mempersiapkan kompetensi auditor dan mengkaji ulang
standar pemeriksaan yang ada saat ini, untuk mengaudit laporan keuangan pemerintah yang telah
berbasis akrual.

Anda mungkin juga menyukai