Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah KMB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
DAFTAR ISI
Latar belakang …………………………………………………………………i
BAB 1 ……………………………………………………………………………i
Pendahuluan ……………………………………………………………………i
a.Latar Belakang ……………………………………………………………….i
b.Tujuan ………………………………………………………………………...i
c. Sistematika Penulisan………………………………………..
BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama tipe LNH, dan
dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah
penderita penyakit ini juga terus meningkat. Sekedar gambaran, angka kejadian LNH telah
meningkat 80% dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih
banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentan usia antara 45-60 tahun.
Makin tua umur, makin tinggi resiko terkena penyakit ini. Tapi secara umum LNH bisa menyerang
semua usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sementara dari sisi jenis kelamin, kasus LNH
lebih sering ditemukan pada pria ditimbang wanita. Di indonesia, limfoma merupakan jenis kanker
nomor 6 yang paling sering ditemukan .
Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam
pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip
susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir
keseluruh tubuh melalui pembuluh limfatik ada dua macam limfosit yaitu sel B dan sel T. Sel B
membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan jalan membuat antibodi yang menyerang
dan memusnahkan bakteri.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Tujuan khusus
1. Untuk menambah pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah
2. Untuk mengetahui pengertian keperawatan medikal bedah
3. Untuk menambah pengetahuan tentang yang terdapat pada keperawatan medikal bedah
C. Sistematika Penulisan
Bab I : terdiri dari pendahuluan: latar belakang, tujuan, sistematika penulisan
Bab II : terdiri dari tinjauan teoritis: patofisiologi, manifestasi klinis, terapi, asuhan keperawatan
limfoma maligna
Bab III : terdiri dari penutup: kesimpulan, saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Patofisiologi
Keganasan limfoma adalah kanker jaringan limfoid, klasifikasi tergantung pada empat gambaran
utama: tipe sel, derajat diferensiasi, tipe yang menghasilkan sel tumor, dan pola pertumbuhan
nodular diobservasi, istilah nodular digunakan setelah tipe sel. Bila tak memperhatikan pola
pertumbuhan yang di buat, limfoma adalah tipe penyebar. Limfoma malignum adalah tumor ganas
primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu
keganasan sistem hematopoietik terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL)
dan limfoma non Hogkin (NHL). Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat.
Belakangan ini insiden ilimfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul
dari kelenjar limfe, hanya 10%timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan
limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar.
Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80%
lebih, menjadi tumor ganas dengan efektivitas terapi tertinggi dewas ini. Prognosis limfoma non-
Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas
limfoma malignum, kini dalam hal klasifikasi jeni patologik, klasifikasi stadium, metode terpai,
diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami
kemajuan pesat, ini sangat membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.
Pemeriksaan histopatologik merupakan dasar utama diagnosis pasti limfoma, biopsi kelenjar
limfe utuh sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma. Pada umumnya dasar untuk menegakkan
diagnosis limfoma secara histologik terutama adalah destruksi strukstur normal kelenjar limfe,
invasi kasul kelenjar limfe, dan atipia selular.
B. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda fisik
Manifestasi klinis limfoma malignum bervariasi, karan jaringan limfatik tersebar luas dalam tubuh,
jaringan limfatik tersebar las dalam tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi
primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainann di bagian tubuh berbeda dapat
menunjukkan manifestasi berbeda. Selain itu, limfoma malignum stadium lanjut dapat menginvasi
jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi.
1. Limfadenopati
Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial menempati 60%
lebih, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian leher menempati 60-80%, disusul bagian
aksila menempati 6-20%, inguinal 6-12%, yang mengenai kelenjar limfe mandibula, pre atau retro
aurikular dll. Relatif sedikit. Pembesaran kelenjar limfe sering kali asimetri, konsistensi padat dan
kenyal, tidak nyaeri, pada stadium dini tidak saling melekat, pembesaran kelenjar limfe profunda,
dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat.
Bila kelenjar limfe mediastinal tekena dapat timbul sindrom kompresi mediastinum, invasi paru,
atelektasis, hidrotoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal terkena (para aorta retroperitoneal,
mesenterium) dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa abdomen, gangguan bab dan bak,
hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna (submukosa) terkena dapat timbul nyeri abdomen,
diare, massa abdomen, ileus, hematokezia, perforasiintestinal, sindrom malabsorpsi. Urutan
terkenanya saluran usus oleh limfoma malignum adalah ileum, apendiks, rektum, jejunum,
duodenum dan kolon. Bila tonsil dan jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul
pembesaran tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan bernapas, dan mudah mengenai kelenjar
limfe gaster dan retroperitoneal.
2. Kelainan limpa
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul splenomegali, hipersplenisme.
3. Kelainan hati
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian pasien dapat
menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu
intrahepatik.
4. Kelainan skeletal
Kelainan tulang rangka menempati sekitar 0-15%, paling sering ditemukan pada vertebrata torakal
dan lumbal, lalu kosta dan kranium. Manifestasi berupa nyeri tulang, fraktur patologis dll. Pada
limfoma non Hodgkin lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.
5. Destruksi kulit
Kelainan kulit ada yang spesifik dan nonspesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit limfoma
malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plakat, ulkus, papel, makula, ada kalanya berupa
eritroderma maligna. Yang nonspesifik hanya tranformasi dari dermatitis biasa, gejalanya berupa
pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita dll.
7. Gejala sistemik
1. Demam dapat berupa demam iregular, atau demam rekuren periodik spesifik (Pel-Ebstein), kausa
demam mungkin terkait dengan masuknya sel ganas ke dalam sirkulasi.
2. Keringat malam-sangat menonjol.
3. Penurunan berat badan-dalam setengah tahun berat badan turun 10% lebih tanpa kausa spesifik.
Sebagian kasus ketika timbul penyakit atau dalam perjalanan penyakitnya timbul pruritus kulit
(dengan atau tanpa ruam kulit). Limfoma sendiri memiliki gejala relatif khas berupa demam,
keringat dingin dan penurunan berat badan, terdapat salah satu dari 3 gejala itu disebutmemiliki
gejal B (lihat uraian pada pembagian stadium). Gejala sistemik pada limfoma Hodgkin lebih
banyak dibandingkan limfoma non Hodgkin. Pada umumnya karakteristik klinis limfoma Hodgkin
(HL) dan limfoma nonHodgkin (NHL) memiliki perbedaan berikut ini:
1. HL kebanyakan memiliki keluhan pertama brupa limfadenopati superfisial, khususnya
limfadenopati leher, sedangkan NHL sekitar 40% timbul pertama di jaringan limfatik ekstranodi,
termasuk lingkar Waldeyer faring dan intra abdomen, dengan manifestasi pembesaran tonsil,
massa faring, massa abdomen, nyeri abdomen dll. Tentu saja, sebagian pasien HL jenis nodular
sklerosis dapat juga tampil dengan manifestasi utama massa mediastinum. Sebagian kecil HL juga
dapat datang dengan demam tak jelas sebabnya. Bila kelenjar limfe superfisial tak membesar,
kelainan terbatas di rongga abdomen atau retroperitoneal sering kali adalah jenis deplesi limfosit.
2. HL sering tampil pertama berupa pembesaran satu kelompok kelenjar limfe, dan dapat dalam
jangka waktu sangat panjang tetap stabil atau kadang membesar dan kadang mengecil, lalu melalui
jalur tertentu secara gradual ekspansi ke jaringan limfatik di dekatnya (tapi kelenjar limfe
supraklavikular kiri dapat memintas mediastinum langsung menyebar ke abdomen, ada yang
berpendapat menelusuri duktus torakikus berekspansi retrograd). Sedangkan NHL
perkembangannya tidak beraturan, tidak jarang pasien sejak awal tampil dengan limfadenopati
generalisata.
3. Limfadenopati pada HL sering kali lebih lunak, lebih mobil, antara kulit di dasar dan beberapa
massa kelenjar limfe tidak saling melekat, sedangkan NHL khususnya yang berderajat keganasan
tinggi sering kali mnginvasi jaringan lunak sekitar kelenjar limfe bahkan kkulit, membentuk satu
massa relatif keras terfiksasi, bila mengenai kulit permukaan tampak merah, udem, nyeri, pada
stadium lanjut dapat berulserasi.
4. Pada HL sering terjadi demam, keringat dingi, ruam kulit, pruritus, eosinofilia dll; reaksi
hipersensitif kulit tertunda positif, juga sering ditemukan reaksi terhadap berbagai antigen.
5. Secara umum, HL berkembang relatif lambat, perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi terapi
lebih baik. Sedangkan kasus NHL (selain jenis derajat keganasan rendah) seing kali progresi lebih
cepat, perjalanan penuakit lebih pendek, reaksi terapi tidak seragam, walaupun terjadi remisi tapi
mudah kambuh, prognosis lebih buruk.
C. Terapi
Terapi limfoma Hodgkin
Kemoterapi dan radioterapi merupakan metode sangat efektif terhadap limfoma Hodgkin. Namun
dalam hal aplikasi radioterapi, kemoterapi ataupun kombinasi keduanya, berdasarkan stadium
klinis pasien dan faktor prognosis, masih terdapat pilihan yang berlainan. Dewasa ini cenderung
pada terapi kombinasi (CMT= combined modality therapy) bertumpu pada kemoterapi kombinasi
dipadukan dengan radioterapi. Dalam mencapai angka kuratif tinggi, perhatikan untuk mengurangi
insiden timbulnya tumor sekunder yang diinduksikan kemoradioterapi, infertilitas dan efek toksik
jangka panjang lainnya.
1. Limfoma Hodgkin stadium I-II
Lomfoma Hodgkin stadium awal dengan metode terapi dewasa sebagian besar sudah dapat
disembukan. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam menentukan strategi terapi adalah cara
mengurangi lebih lanjut efek toksik jangka panjang.
2. Limfoma Hodgkin stadium III-IV
Limfoma Hodgkin stadium lanjut terutama diterapi dengan kemoterapi kombinasi 6-8 kur,
terhadap lokasi massa sangat besar pasca remisi total dengan kemoterapi dapat diberikan
radioterapi lokal. Formula perpaduan MOPP/ABV yang berasal dari MOPP dan ABVD mungkin
hasilnya lebih baik dari formula semula, formula BEACOPP dianggap sebagai formula yang lebih
memiliki harapan dalam meningkatkan efek terapi terhadap limfoma Hodgkin stadium lanjut.
3. Limfoma Hodgkin rekuren atau refrakter.
Pasca terapi pertama tidak pencapai remisi (refrakter) atau pascaterapi terjadi remisi lalu rekuren,
memlalui terapi salvasi sebagian masih dapat disembuhkan.
4. Efek toksik jangka panjang pasca terapi.
1. Keganasan sekunder: pasien limfoma Hodgkin yang diterapi dengan formula MOPP, khususnya
bila ditembahkan radioterapi area luas, peluang timbulnya keganasan sekunder adalah sekitar 10%
termasuk leukemia, lomfoma Hodgkin dan tumor padat lainnya.
2. Hambatan fungsi gonad: pasca terapi dengan formula MOPP atau COPP sering ditemukan
gangguan fungsi gonad, pada pria dapat timbul aspermia, pada wanita timbul amenore.
3. Lainnya: termasuk hipotiroidisme, miokardiopati, penyakit jantung iskemik dll.
4. Formula kemoterapi standar limfoma.
2. Data Obyektif
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
b. Wajah pucat
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3. Nyeri berhubungan dengan interpsi sel saraf
4. Perubahan perfusi jaringan peri4fer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
terhadap perdaharan
5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
9. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi,
tidak mengenal sumber-sumber
Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a. Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b. Intervensi :
Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan
dalam tubuh.
Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi.
Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
menjadi seimbang.
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
2. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a. Tujuan : nyeri berkurang
b. Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Intervensi :
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
B. Saran
A. Mahasiswa Mahasiswi
Mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti tentang asuhan keperawatan limfoma
B. Institusi
Institusi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya makalah yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA