Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah KMB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
DAFTAR ISI
Latar belakang …………………………………………………………………i
BAB 1 ……………………………………………………………………………i
Pendahuluan ……………………………………………………………………i
a.Latar Belakang ……………………………………………………………….i
b.Tujuan ………………………………………………………………………...i
c. Sistematika Penulisan………………………………………..
BAB II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama tipe LNH, dan
dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah
penderita penyakit ini juga terus meningkat. Sekedar gambaran, angka kejadian LNH telah
meningkat 80% dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih
banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentan usia antara 45-60 tahun.
Makin tua umur, makin tinggi resiko terkena penyakit ini. Tapi secara umum LNH bisa menyerang
semua usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sementara dari sisi jenis kelamin, kasus LNH
lebih sering ditemukan pada pria ditimbang wanita. Di indonesia, limfoma merupakan jenis kanker
nomor 6 yang paling sering ditemukan .
Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam
pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip
susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir
keseluruh tubuh melalui pembuluh limfatik ada dua macam limfosit yaitu sel B dan sel T. Sel B
membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan jalan membuat antibodi yang menyerang
dan memusnahkan bakteri.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Tujuan khusus
1. Untuk menambah pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah
2. Untuk mengetahui pengertian keperawatan medikal bedah
3. Untuk menambah pengetahuan tentang yang terdapat pada keperawatan medikal bedah

C. Sistematika Penulisan
Bab I : terdiri dari pendahuluan: latar belakang, tujuan, sistematika penulisan
Bab II : terdiri dari tinjauan teoritis: patofisiologi, manifestasi klinis, terapi, asuhan keperawatan
limfoma maligna
Bab III : terdiri dari penutup: kesimpulan, saran
Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Patofisiologi
Keganasan limfoma adalah kanker jaringan limfoid, klasifikasi tergantung pada empat gambaran
utama: tipe sel, derajat diferensiasi, tipe yang menghasilkan sel tumor, dan pola pertumbuhan
nodular diobservasi, istilah nodular digunakan setelah tipe sel. Bila tak memperhatikan pola
pertumbuhan yang di buat, limfoma adalah tipe penyebar. Limfoma malignum adalah tumor ganas
primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu
keganasan sistem hematopoietik terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL)
dan limfoma non Hogkin (NHL). Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat.
Belakangan ini insiden ilimfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul
dari kelenjar limfe, hanya 10%timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan
limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar.
Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80%
lebih, menjadi tumor ganas dengan efektivitas terapi tertinggi dewas ini. Prognosis limfoma non-
Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas
limfoma malignum, kini dalam hal klasifikasi jeni patologik, klasifikasi stadium, metode terpai,
diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami
kemajuan pesat, ini sangat membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.
Pemeriksaan histopatologik merupakan dasar utama diagnosis pasti limfoma, biopsi kelenjar
limfe utuh sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma. Pada umumnya dasar untuk menegakkan
diagnosis limfoma secara histologik terutama adalah destruksi strukstur normal kelenjar limfe,
invasi kasul kelenjar limfe, dan atipia selular.

Limfoma Hodgkin (HL)


Karakteristik histologik utama HL adalah sel datia tumor berinti tunggal, inti banyak atau berinti
sepasang simetris (secara terpisah diseut dengan sel Hodgkin atau sel Reed-Sternberg) yang
tersebar sporadis, dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif nonneoplastik, termasuk
limfosit, sel plasma, granulosit eosinofilik dan unsur selular lain dan matriks fibrosis. Klasifikasi
Rye tahun 1969 membagi HL menjadi 4 jenis, yaitu predominan limfostik (LP), nodular sklerosis
(NS), sel campuran (MC) dan deplesi limfositik (LD), hingga kini masih luas digunakan. Sistem
klasifikasi WHO tahun 2001 yang baru hanya membuat perubahan sedikit, dengan menambahakn
satu jenis yaitu jenis klasik sarat limfosit. Menurut klasifikasi baru WHO, HL dapat dibagi
menjadi: HL jenis predominan limfosit nodular dan HL klasik, yang terkahir lebih lanjut dibagi
menjadi:jenis nodular sklerosis, jenis klasik sarat liimfosit, jenis sel campuran dan jenis deplesi
lmfosit.
1. Limfoma Hodgkin jenis predominan limfosit nodular (NLPHL)
NLPHL merupakan neoplasia sel B monoklonal yang ditandai proliferasi pleomorfik nodular atau
nodular dan difus, sel ganas yang tersebar sporadis dalam jaringan neoplastik sering kali berbeda
dari morfologi sel Reed- Sternberg klasik, sering kali berupa sel sangat besar berinti tunggal,
sedikit plasma, inti sering tampak terlipat atau lobular, disebut sebagai sel popkon (popcorn cell)
atau sel RS deformasi limfositik dan atau histiositik (sel L/H). Sel L/H ini terletak di dalam jaring
bundar besar yang terbentuk dari tonjolan yang dipenuhi sel dendritik foliular dari sel limfosit non-
neoplastik. Ekspresi imunologik: CD20+, CD79α+, BCL6+, CD45+, EMA+/-, CD15-, CD30-.
Ciri genetik: dapat ditemukan rearansemen gen Ig.
2. Limfoma Hodgkin klasik
Karakteristik Hl klasik adalah terdapatnya sel Reed Sternberg klasik atau sel Hodgkin berinti
tunggal dalam jaringan neoplasia, sel tumor berekspresi imunologik CD30 positif, CD15 juga
umumnya positif. Berdasarkan jumlah sel limfosit kecil, sel granulosit eosinofilik, netrofilik,
histiosit, sel plasma, fibroblas dan serat kolagen dan karakteristik sebuka reaktif lain di latar
belakangnya dan morfologi sel HRS, HL klasik dapat dibagi menjadi 4 subtipe histologik: HL
klasik kaya sel limfosit, HL nodular sklerosis, Hl sel campuran dan HL deplesi limfosit. Kesemua
subtipe histologik ini memiliki ekspresi imunologik dan ciri genetik sama, tapi karakteristik klinis
mereka dan hubungannya dengan Ebv tidak sama. Jenis ekspresi imunologik: CD30+, CD15+ (75-
85%), CD20+/-, CD79α-, BCL6-, CD45, EMA-, ALKI, LMP1+/-. Ciri genetik: dapat ditemukan
rearansemen gen Ig.
1. Limfoma Hodgkin klasik kaya limfosit (LRCHL): kaya sel limfosit kecil, latar belakang tidak
terdapat granulosit netrofilik dan granulosit eosinofilik difus maupun sel HRS sporadis seperti
karakteristik HL klasik. Terutama mengenai kelenjar limfe superfisial, jarang ditemukan mengenai
kelenjar limfe mediastinal maupun membentuk massa limfatik besar.
2. Limfoma Hodgkin nodular sklerosis (NSHL). HL klasik yang ditandai dengan setidaknya terdapat
satu nodul dikelilingi serabut kolagen dan adanya sel HRS bercelah. NSHL umunya ditemukan
pada wanita muda, tersering mengenai mediastinum, ekspresi kode LMP-1 dari EBV rendah (10-
40%).
3. Limfoma Hodgkin sel campuran (MCHL): HL klasik yang ditandai denganlatar belakang
inflamattorik campuran difus atau nodular samar dan di dalamnya tersebar spradis sel HRS tipikal.
MCHL sering ditemukan pada dewasa, di dalam lesi tak terdpat fibrosis nodular sklerosis.
Tersering mengenai kelenjar limfe superfisial, juga sering mengenai limpa, tapi jarang mengenai
mediastinum, sering terdapat sindrom B. Ekspresi kode LMP-1 dari EBV tinggi (sekitar 75%).
4. Limfoma Hodgkin deplesi limfosit (LDHL): HL klasik yang ditandai dengan syaratnya sel HRS
pleomorfik dan (atau) deplesi limfosit non-neoplastik, sering disertai fibrosi difus. Tersering
mengenai organ abdominal, kelenjar limfe retroperitoneal dan sumsum tulang. Kelenjar limfe
superfisial relatif jarang terkena, secara klinis sering kali stadium lanjut, 80% terdapat sindrom B,
sering degan infeksi HIV dan EBV. LDHL paling jarang ditemukan, banyak yang dahulu
didiagnosis sebagai LDHL, kini diketahui sebagian besar adalah limfoma non-Hodgkin dengan sel
besar anaplastik atau difus, sebagian lainnya mungkin adalah NSHL varian deplesi limfosit.

Limfoma non Hodgkin


Morfologi limfoma non-Hodgkin kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960an, bermunculan
berbagai metode klasifikasi. Dengan perkembangan biologi, imunologi dan genetika molekular,
formula klasifikasi yang baru akan lebih sesuai penggunaan klinis. Pada waktu diagnosis penyakit
ini, harus jelas pasien termasuk jenis yang mana, barulah dapat membantu dokter klinis memilih
strategi terapi yang tepat. Pewarnaan histopatologik dan imunohistokimia merupakan keharusan
dalam dalam diagnosis patologik, pemeriksaan ciri genetika molekular akan membantu klasifikasi
lebih lanjut.
1. Formulasi kerja terhadap limfoma non Hodgkin (working formulation)
Formulasi kerja merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma non-Hodgkin yang dikemukakan
tahun 1982, klasifikasi ini terutama didasarkan pada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar
limfe dan karakteristik sitologik sel tumor) dan sifat progresivitas biologik (tingkat keganasan
rendah, sedang, tinggi), bermanfaat tertentu dalam memprediksi survival dan kurabilitas pasien.
Kekurangan dari sistem klasifikasi ini adalah belum membedak aal tumor dari sel B atau sel T,
selain itu karena belum memanfaatkan teknik imunologi dan genetika molekular, belum dapat
mengidentifikasi jenis tertentu yang penting. Namun demikian, karena penggunaannya secara
klinis sudah relatif lama dan klasifikasinya sederhana, maka masih memiliki nilai referensi
tertentu.
Keganasan rendah A. Limfoma jenis sel kecil
B. Limfoma jenis predominan sel belah kecil folikular
C. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil
folikular
D. Limfoma jenis sel besar folikular
Keganasan sedang E. Limfoma jenis predominan sel belah kecil difus
F. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil
difus
G. Limfoma jenis sel besar difus
H. Limfoma jenis imunoblastik
Keganasan tinggi I. Limfoma jenis limfoblastik (inti berkelok atau tidak
berkelok)
J. Limfoma jenis sel kecil tak belah (Burkitt atau non-
Burkitt)

2. Klasifikasi limfoma dari WHO tahun 2001


Dengan kemajuan imunologi dan genetika, para ahli tumor memahami kombinasi 3 hal
yaitu morfologi, imunologi dan genetika untuk mengklasifikasikan NHL, hingga mungkin lebih
berguna dalam mengarahkan tindakan klinis. Tahun 1994, kelompok studi limfoma internasional
berdasarkan karakteristik morfologis, imunologis dan genetis NHL telah mengemukakan
klasifikasi REAL (revised European-American lymphoid neoplasms clasification). Tahun 2001,
atas dasar klasifikasi REAL, para ahli di bidang patologi, hematologi dan onkologi dari 100 lebih
negara di dunia bersama-sama telah menetapkan klasifikasi limfoma menurut WHO. Klasifikasi
ini dewasa ini paling berbobot dan luas digunakan. Kelebihannya yang paling menonjol adalah
setiap jenis limfoma benar-benar ditetapkan sebagai satu entitas penyakit, dengan ciri morfologis,
ekspresi imunologis, genetis dan klinis untuk mendefiniskan suatu jenis limfoma. Morfologi masih
tetap penting, ada beberapa jenis yang mengandalkan morfologi dalam penentuannya; beberapa
jenis perlu mengandalkan karakteristik ekspresi imunologisnya untuk menegakkan diagnosis;
beberapa jenis lainnya memiliki kelainan genetis spesifik; beberapa jenis yang lain bahkan
memerlukan data klinis (seperti limfonodular atau ekstranodular, tersebar atau lokalisasi, lokasi
anatomis khusus, dll) untuk menentukan diagnosisnya.
Neoplasia jaringan limfoid dalam klasifikasi WHO tahun 2001 dibagi menjadi 3 golongan besar:
neoplasia sel B, neoplasia sel T dan sel NK, dan limfoma Hodgkin.
Banyak neoplasia jaringan limfoid dapat tampil sebagai limfoma dan lekemia, misalnya lekemia
limfositik kronis sel B dan limfoma limfosit kecil, limfoma limfosit kecil, limfoma limfoblastik
dan lekemia limfoblastik, limfoma Burkitt dan lekemia Burkitt. Oleh karena itu, klasifikasi WHO
mencakup limfoma dan lekemia limfostitik. Pada dua golongan besar yaitu neoplasia sel B dan sel
T/NK dapat dibagi lagi menurut derajat diferensiasi sel tumor menjadi neoplasia sel prekursor
dengan tahap diferensiasi paling awal dan neoplasia sel perifer atau matur dengan tahap
diferensiasi lebih matur. Kedua golongan besar limfoma non-Hodgkin itu memiliki banyak entitas
penyakit, setiap entitas penyakit memiliki epidemiologi, etiologi dan ciri klinisnya yang khas,
mereka sering kali bereaksi berbeda terhadap terapi. Dokter patolog dan klinis harus memahami
lingkup perubahan morfologis dan perilaku klinis setiap entitas tersebut, melakukan diskusi
mulitidisipliner agar dapat menegakkan diagnosis tepat subtipe tertentu.

B. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda fisik
Manifestasi klinis limfoma malignum bervariasi, karan jaringan limfatik tersebar luas dalam tubuh,
jaringan limfatik tersebar las dalam tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi
primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainann di bagian tubuh berbeda dapat
menunjukkan manifestasi berbeda. Selain itu, limfoma malignum stadium lanjut dapat menginvasi
jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi.
1. Limfadenopati
Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial menempati 60%
lebih, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian leher menempati 60-80%, disusul bagian
aksila menempati 6-20%, inguinal 6-12%, yang mengenai kelenjar limfe mandibula, pre atau retro
aurikular dll. Relatif sedikit. Pembesaran kelenjar limfe sering kali asimetri, konsistensi padat dan
kenyal, tidak nyaeri, pada stadium dini tidak saling melekat, pembesaran kelenjar limfe profunda,
dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat.
Bila kelenjar limfe mediastinal tekena dapat timbul sindrom kompresi mediastinum, invasi paru,
atelektasis, hidrotoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal terkena (para aorta retroperitoneal,
mesenterium) dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa abdomen, gangguan bab dan bak,
hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna (submukosa) terkena dapat timbul nyeri abdomen,
diare, massa abdomen, ileus, hematokezia, perforasiintestinal, sindrom malabsorpsi. Urutan
terkenanya saluran usus oleh limfoma malignum adalah ileum, apendiks, rektum, jejunum,
duodenum dan kolon. Bila tonsil dan jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul
pembesaran tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan bernapas, dan mudah mengenai kelenjar
limfe gaster dan retroperitoneal.

2. Kelainan limpa
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul splenomegali, hipersplenisme.

3. Kelainan hati
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian pasien dapat
menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu
intrahepatik.

4. Kelainan skeletal
Kelainan tulang rangka menempati sekitar 0-15%, paling sering ditemukan pada vertebrata torakal
dan lumbal, lalu kosta dan kranium. Manifestasi berupa nyeri tulang, fraktur patologis dll. Pada
limfoma non Hodgkin lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.

5. Destruksi kulit
Kelainan kulit ada yang spesifik dan nonspesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit limfoma
malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plakat, ulkus, papel, makula, ada kalanya berupa
eritroderma maligna. Yang nonspesifik hanya tranformasi dari dermatitis biasa, gejalanya berupa
pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita dll.

6. Kelainan sistem neural


Yang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik, peninggian tekanan
intrakranial, kompresi spinal dan paraplegia, juga dapat timbul leukoensefalopati multipel dan
serebelopati subakut, dll.
Pada stadium lanjut ketika limfoma menginvasi bagian di luar jaringan limfatik, dapat timbul
aneka manifestasi klinis seperti hepatomegali, ikterus, nyeri tulang, fraktur patologis,
ginekomastia, eksoftalmos, massa di kulit, hidrotoraks, hidroperikard, massa pulmonal, paralisis
tungkai dan saraf kranial, paraplegia (kompresi ekstradural) dll.

7. Gejala sistemik
1. Demam dapat berupa demam iregular, atau demam rekuren periodik spesifik (Pel-Ebstein), kausa
demam mungkin terkait dengan masuknya sel ganas ke dalam sirkulasi.
2. Keringat malam-sangat menonjol.
3. Penurunan berat badan-dalam setengah tahun berat badan turun 10% lebih tanpa kausa spesifik.
Sebagian kasus ketika timbul penyakit atau dalam perjalanan penyakitnya timbul pruritus kulit
(dengan atau tanpa ruam kulit). Limfoma sendiri memiliki gejala relatif khas berupa demam,
keringat dingin dan penurunan berat badan, terdapat salah satu dari 3 gejala itu disebutmemiliki
gejal B (lihat uraian pada pembagian stadium). Gejala sistemik pada limfoma Hodgkin lebih
banyak dibandingkan limfoma non Hodgkin. Pada umumnya karakteristik klinis limfoma Hodgkin
(HL) dan limfoma nonHodgkin (NHL) memiliki perbedaan berikut ini:
1. HL kebanyakan memiliki keluhan pertama brupa limfadenopati superfisial, khususnya
limfadenopati leher, sedangkan NHL sekitar 40% timbul pertama di jaringan limfatik ekstranodi,
termasuk lingkar Waldeyer faring dan intra abdomen, dengan manifestasi pembesaran tonsil,
massa faring, massa abdomen, nyeri abdomen dll. Tentu saja, sebagian pasien HL jenis nodular
sklerosis dapat juga tampil dengan manifestasi utama massa mediastinum. Sebagian kecil HL juga
dapat datang dengan demam tak jelas sebabnya. Bila kelenjar limfe superfisial tak membesar,
kelainan terbatas di rongga abdomen atau retroperitoneal sering kali adalah jenis deplesi limfosit.
2. HL sering tampil pertama berupa pembesaran satu kelompok kelenjar limfe, dan dapat dalam
jangka waktu sangat panjang tetap stabil atau kadang membesar dan kadang mengecil, lalu melalui
jalur tertentu secara gradual ekspansi ke jaringan limfatik di dekatnya (tapi kelenjar limfe
supraklavikular kiri dapat memintas mediastinum langsung menyebar ke abdomen, ada yang
berpendapat menelusuri duktus torakikus berekspansi retrograd). Sedangkan NHL
perkembangannya tidak beraturan, tidak jarang pasien sejak awal tampil dengan limfadenopati
generalisata.
3. Limfadenopati pada HL sering kali lebih lunak, lebih mobil, antara kulit di dasar dan beberapa
massa kelenjar limfe tidak saling melekat, sedangkan NHL khususnya yang berderajat keganasan
tinggi sering kali mnginvasi jaringan lunak sekitar kelenjar limfe bahkan kkulit, membentuk satu
massa relatif keras terfiksasi, bila mengenai kulit permukaan tampak merah, udem, nyeri, pada
stadium lanjut dapat berulserasi.
4. Pada HL sering terjadi demam, keringat dingi, ruam kulit, pruritus, eosinofilia dll; reaksi
hipersensitif kulit tertunda positif, juga sering ditemukan reaksi terhadap berbagai antigen.
5. Secara umum, HL berkembang relatif lambat, perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi terapi
lebih baik. Sedangkan kasus NHL (selain jenis derajat keganasan rendah) seing kali progresi lebih
cepat, perjalanan penuakit lebih pendek, reaksi terapi tidak seragam, walaupun terjadi remisi tapi
mudah kambuh, prognosis lebih buruk.

C. Terapi
Terapi limfoma Hodgkin
Kemoterapi dan radioterapi merupakan metode sangat efektif terhadap limfoma Hodgkin. Namun
dalam hal aplikasi radioterapi, kemoterapi ataupun kombinasi keduanya, berdasarkan stadium
klinis pasien dan faktor prognosis, masih terdapat pilihan yang berlainan. Dewasa ini cenderung
pada terapi kombinasi (CMT= combined modality therapy) bertumpu pada kemoterapi kombinasi
dipadukan dengan radioterapi. Dalam mencapai angka kuratif tinggi, perhatikan untuk mengurangi
insiden timbulnya tumor sekunder yang diinduksikan kemoradioterapi, infertilitas dan efek toksik
jangka panjang lainnya.
1. Limfoma Hodgkin stadium I-II
Lomfoma Hodgkin stadium awal dengan metode terapi dewasa sebagian besar sudah dapat
disembukan. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam menentukan strategi terapi adalah cara
mengurangi lebih lanjut efek toksik jangka panjang.
2. Limfoma Hodgkin stadium III-IV
Limfoma Hodgkin stadium lanjut terutama diterapi dengan kemoterapi kombinasi 6-8 kur,
terhadap lokasi massa sangat besar pasca remisi total dengan kemoterapi dapat diberikan
radioterapi lokal. Formula perpaduan MOPP/ABV yang berasal dari MOPP dan ABVD mungkin
hasilnya lebih baik dari formula semula, formula BEACOPP dianggap sebagai formula yang lebih
memiliki harapan dalam meningkatkan efek terapi terhadap limfoma Hodgkin stadium lanjut.
3. Limfoma Hodgkin rekuren atau refrakter.
Pasca terapi pertama tidak pencapai remisi (refrakter) atau pascaterapi terjadi remisi lalu rekuren,
memlalui terapi salvasi sebagian masih dapat disembuhkan.
4. Efek toksik jangka panjang pasca terapi.
1. Keganasan sekunder: pasien limfoma Hodgkin yang diterapi dengan formula MOPP, khususnya
bila ditembahkan radioterapi area luas, peluang timbulnya keganasan sekunder adalah sekitar 10%
termasuk leukemia, lomfoma Hodgkin dan tumor padat lainnya.
2. Hambatan fungsi gonad: pasca terapi dengan formula MOPP atau COPP sering ditemukan
gangguan fungsi gonad, pada pria dapat timbul aspermia, pada wanita timbul amenore.
3. Lainnya: termasuk hipotiroidisme, miokardiopati, penyakit jantung iskemik dll.
4. Formula kemoterapi standar limfoma.

Terapi Limfoma Non-Hodgkin


Metode terapi terpenting terhadap limfoma non-Hodkin (NHL) adalah kemoterpi, terutama
terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu dalam
terapi NHL. Sedangkan operasi juga merupakan pilihan berguna dalam terapi gabungan terhadap
sebagian lesi ekstranodus. Dewasa ini klasifikasi patologik umumnya memakai sistem klasifikasi
baru menurut WHO tahun 2001, tapi klasifikasi kerja masih berguna tertentu sebagai rujukan.
Formula terapi yang kompleks sebaiknya dilakukan di sentrum tumor berpengalaman. Setiap
pasien pasca terapi 2-3 kur dan sebelumnya terapi rampung harus diperiksa menyeluruh dan
penentuan stadium ulanbg, untuk menilai hasil terapi, menentukan strategi terapi selanjutnya.
1. Limfoma indolen (tingkat keganasan rendah)
Limfoma indolen (keganasan rendah) memiliki ciri tabiat biologis tumor relative tenang, survival
relative panjang. Limfoma sel B indolen meliputi limfoma sel limfosit kecil difus, limfoma
limfoplasmatik, limfoma zona marginal splenik. Kebanyakan pasien saat diagnosis sudah
tergolong stadium lanjut, hanya sekitar 10-20% pasien stadium lanjut (III-1V) sangat sedikit yang
berpeluang sembuh, terapi umunya bersifat paliatif.
2. Limfoma agresif. (tingkat kegansan sedang)
Limfoma agresif meliputi limfoma sel B besar difus, limfoma sel B besar mediastinal, limfoma sel
besar anaplastic, dan subtype lain, terapi standar dengan formula CHOP. Penggunaan formula
generasi kedua, ketiga yang lebih rumit dibandingkan formulan CHOP dalam hal angka survival
tidak jelas lebih baik.
3. Limfoma sangat agresif (tingkat kegansan tinggi)
Limfoma limfoblastik dan limfoma burkit termasuk limfoma dengan kegansan tinggi, tapi terapi
keduanya memiliki ciri yang berbeda.
4. Terapi lomfoma non-Hodgkin refrakter rekuren.
Pasca terapi standar pertama tidak dapat mencapai remisi total, tergolong limfoma non Hodgkin
refrakter. Pasien demikian memiliki prognosis paling buruk, dapat terus diberikan formula dengan
obat non resistensi silang dan atau radioterapi area terkena terhadap lokasi lesi residif. Bila tersedia
sarananya ditambahkan kemoterapi intensifikasi dosis seupertinggi dengan dukungan sel sistem
hemopoietik autolog, dapat meningkatkan efektivitas. Pada pasien usia mudan dan tak sesuai untuk
cangkok sel stem autolog, bila tersedia sarananya dapat dipertimbangkan cangkon alogenik.

5. Formula kemoterapi terhadap limfoma non-Hodgkin.


1. Formula CHOP
2. Formula M-BACOD
3. Formula CHOP-Rituximab
4. Formula FMD
5. Formula CODOX-M/IVAC.

D. Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna


Pengkajian Keperawatan
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan
gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai
Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa
saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin
tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
1. Data subyektif
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 380 C
b. Sering keringat malam
c. Cepat merasa lelah
d. Badan lemah
e. Mengeluh nyeri pada benjolan
f. Nafsu makan berkurang
g. Intake makan dan minum menurun, mual, muntah

2. Data Obyektif
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
b. Wajah pucat
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3. Nyeri berhubungan dengan interpsi sel saraf
4. Perubahan perfusi jaringan peri4fer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
terhadap perdaharan
5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
9. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi,
tidak mengenal sumber-sumber
Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a. Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b. Intervensi :
Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan
dalam tubuh.
Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi.
Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
menjadi seimbang.
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
2. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a. Tujuan : nyeri berkurang
b. Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.

Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam


Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan
meningkat

Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)


Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.

Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman


Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.

Kolaborasi dalam pemberian analgetika.


Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Intervensi :
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total

Timbang BB sesuai indikasi


Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan rencana nutrisi

Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi


Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi

Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan


Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan

Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi


Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat membantu proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
a. Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
b. Intervensi :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-
tanda vital selama dan setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL


Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen

Libatkan keluarga dalam perawatan pasien


Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien

Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien


Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen).
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan
a. Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
b. Intervensi
Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur yang akan
dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya.

Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien.


Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan meningkatkan
pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya
Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien

Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.


Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan limfoma maligna dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat
Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :
1. Suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºc)
2. Nyeri berkurang
3. kebutuhan nutrisi terpenuhi
4. Aktivitas dapat ditingkatkan/ADL pasien terpenuhi
5. Pasien tidak cemas/berkurang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keganasan limfoma adalah kanker jaringan limfoid, klasifikasi tergantung pada empat gambaran
utama: tipe sel, derajat diferensiasi, tipe yang menghasilkan sel tumor, dan pola pertumbuhan
nodular diobservasi, istilah nodular digunakan setelah tipe sel. Bila tak memperhatikan pola
pertumbuhan yang di buat, limfoma adalah tipe penyebar. Limfoma malignum adalah tumor ganas
primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu
keganasan sistem hematopoietik terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL)
dan limfoma non Hogkin (NHL). Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat.
Belakangan ini insiden ilimfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul
dari kelenjar limfe, hanya 10%timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan
limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar.
Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80%
lebih, menjadi tumor ganas dengan efektivitas terapi tertinggi dewas ini. Prognosis limfoma non-
Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan.

B. Saran
A. Mahasiswa Mahasiswi
Mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti tentang asuhan keperawatan limfoma
B. Institusi
Institusi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya makalah yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Danielle, Gale. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Onkologi. Jakarta:EGC


Prof. Dr. Achmad Djaeni Sediaoetama, M.Sc. 1989. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di
Indonesia. Jakarta:Dian Rakyat.
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai