Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA DAN ELEKTROLIT IMBALANS

Oleh:

Dr. Ivan Meidika Kurnia

Pembimbing:
Dr. Tiurma Lisapine, Sp.A

INTERNSHIP STASE RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KALIDERES

JAKARTA

2018
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Umur : 1 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Prima Dalam 4/5, Kalideres, Jakarta Barat

Agama : Islam

Suku : -

Ruang : HCU

Masuk Rumah Sakit : 15 Januari 2018

Keluar Rumah Sakit : 18 Januari 2018

No.RM : 034493

Jaminan : BPJS

I. ANAMNESIS (Alloanamnesis 15-01-2018 Pukul 14.10 WIB)

Keluhan utama:
Sesak napas sejak 2 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke IGD RSUD Kalideres dengan sesak napas sejak 2 jam SMRS.
Sesak pertama kali, dirasakan terus-terusan sejak 2 jam lalu, tidak ada bunyi “ngik-ngik”.
Selain sesak, anak batuk dan demam. Menurut ibu pasien, anak mulai batuk sejak tadi
malam, berdahak namun sulit dikeluarkan. Anak batuk hingga muntah 1 kali tadi malam
(1 hari SMRS), muntah berisi lendir berwarna kuning. Batuk berulang disangkal, pilek
disangkal. Anak demam sejak 5 hari yang lalu, demam dirasakan sepanjang hari, turun

2
hanya saat diberi obat panas. Ibu pasien sudah membawa anak berobat ke klinik 1 hari
SMRS dan diberikan obat penurun panas dan antibiotik, namun belum ada perbaikan.
Keluhan BAB cair disangkal, BAK normal, nafsu makan berkurang namun anak masih
mau minum.
Anak punya riwayat kejang 3 bulan yang lalu, kejang sebanyak 2 kali. Kejang
pertama, durasi kejang tidak lebih dari 5 menit, sifat kejang berupa mata mendelik ke
atas, tangan dan kaki terlihat kaku serta mulut kaku seperti menggigit. Kejang kedua,
durasi kejang kurang lebih 20 menit, anak dibawa ke Puskesmas dan sempat diberikan
diazepam melalui anus.

Riwayat penyakit dahulu:


Typhoid : disangkal
DBD : disangkal
Diare : disangkal
ISPA : pernah
Kejang : pernah
Alergi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


Keluhan serupa : disangkal
Typhoid : disangkal
DBD : disangkal
Kejang : disangkal
Alergi : disangkal
TBC : disangkal

Riwayat pemeliharaan perinatal:

Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 1 kali setiap bulan
sampai usia kehamilan 9 bulan. Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 2
kali di bidan. Obat–obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan penambah
darah. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.

Kesan: riwayat pemeliharaan perinatal baik

3
Riwayat persalinan ibu:

Pasien merupakan anak laki-laki lahir dari ibu G1P0A0 dengan usia kehamilan aterm,
lahir secara normal, persalinan dilakukan di Puskesmas, anak lahir langsung menangis,
berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir ibu pasien lupa..

Kesan : neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, lahir spontan

Riwayat imunisasi:

BCG : 1x (usia 1 bulan)

Hep B : 1x (usia 0 bulan)

Polio : 4x (usia 1, 2, 3, 4 bulan)

DPT+ HiB + OPV : 3x (usia 2, 3, 4 bulan)

Campak : 1x (9 bulan)

Kesan : imunisasi dasar sudah lengkap sesuai dengan jadwal imunisasi Depkes
2017, DPT ulangan umur 18 bulan belum dilakukan.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

Pertumbuhan :

Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir ibu pasien lupa. Berat badan
saat ini 11 kg.

Perkembangan :

Motorik kasar

 3 bulan : mulai bisa mengangkat kepala


 7 bulan : mulai bisa duduk
 9 bulan: mulai bisa merangkak
 12 bulan : mulai belajar berjalan

4
Motorik halus

 9 bulan : mulai bisa memegang benda-benda kecil


 18 bulan : mulai bisa menyebutkan kata

Kesan : riwayat perkembangan baik

Riwayat asupan nutrisi :


 0-6 bulan : ASI + Susu formula
 6-8 bulan : ASI + Sufor
 8-12 bulan : ASI + bubur nasi + telur yang dihaluskan
 12 bulan sampai sekarang : nasi sesuai menu keluarga, frekuensi 3 kali sehari

Kesan : makanan sudah sesuai dengan usia

II. PEMERIKSAAN FISIK (15-01-2018 Pukul 14.30)

Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
- Nadi : 150x/menit (kuat, regular)
- Suhu : 37.9 ºC
- RR : 72 x/menit (regular)
Data antropometri :
- Berat badan : 11 kg
- Tinggi badan : 83 cm
- Status gizi : baik

Pemeriksaan sistem

Kepala : normocephalic, ubun-ubun tidak cekung

Mata : pupil bulat, isokor, cekung -/-, diameter 3mm/ 3mm,


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedema palpebral
(-/-), subconjungtival hemorrhage (-/-)

5
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung (+/+), sekret (-/-)

Telinga : bentuk normal, tanda peradangan (-/-), sekret (-/-)

Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), mukosa hiperemis (-),

lidah kotor (-)

Tenggorokan : T1-T1 mukosa hiperemis (-), mukosa faring hiperemis (-),

kripte melebar (-), detritus (-)

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Axilla : tidak teraba pembesaran KGB

Thorax : simetris, datar, retraksi suprasternalis (+), retraksi intercostae (+),


retraksi epigastrium (-).

Jantung

o Inspeksi : ictus cordis tampak


o Palpasi : ictus cordis teraba kuat di ICS V 1 cm medial dari
midclavicula line sinistra
o Perkusi : batas jantung kiri ICS V MCL sinistra
batas jantung kanan ICS V linea sternalis dextra
batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
o Auskultasi : BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).

Paru – paru

o Palpasi : tidak dilakukan


o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) basah,
wheezing (-/-)

Abdomen
o Inspeksi : datar
o Auskultasi : bising usus (+) 14 x/ menit, normoperistaltik

6
o Perkusi : timpani
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor baik

Genitalia dan Anus : laki-laki, dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2 detik

Kulit : turgor baik

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran

Pemeriksaan neurologis

Tanda rangsang meningeal : (-)

Tanda peningkatan TIK : (-)

Nervus cranialis : dalam batas normal

Motorik : dalam batas normal

Sensorik : dalam batas normal

Reflek fisiologis : (+)

Reflek patologis : (-)

7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium 15-1-2018

Px. Darah Hasil Nilai Rujukan


Leukosit (/uL) 19,5 4,0-10,0
Hemoglobin (mg/dL) 10,0 13-17
Hematokrit (%) 31,6 36,1-49,4
MCV -
MCH -
MCHC -
Trombosit (/uL) 361 150-450
Glukosa sewaktu 201 200
(mg/dL)
Elektrolit
Na (mmol/L) 131 136-145
K (mmol/L) 3,4 3,5-5,1
Cl (mmol/L) 96 97-111
Pemeriksaan Widal
Salmonella Typhi O 1/80 Negatif
Salmonella Paratyphi AO Neg Negatif
Salmonella Paratyphi BO Neg Negatif
Salmonella Paratyphi CO Neg Negatif
Salmonella Typhi H 1/80 Negatif
Salmonella Paratyphi AH Neg Negatif
Salmonella Paratyphi BH Neg Negatif
Salmonella Paratyphi CH Neg Negatif

Kesan :
Lab: Leukositosis, anemia, hiponatremia, hipokalemia

8
Rontgen Thorax PA (15/1/2018):
Tampak multiple infiltrate noduler pada kedua lapang paru
Konsolidasi inhomogen di lapangan atas paru kanan
Trakea di tengah
Mediastinum superior dan hilus tidak melebar
Jantung kesan tidak membesar
Aorta tidak elongasi, dilatasi maupun kalsifikasi
Kedua hemidiafragma dan sudut kostofrenikus baik
Tulang-tulang intak

Kesan:
Gambaran TB paru, DD/ bronkopneumonia
Jantung dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS


Data Antropometri
Anak laki-laki usia 1 tahun 6 bulan , berat badan 11 kg, tinggi badan 83 cm.

9
Kesan : Status gizi baik dan perawakan normal

10
V. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 9 bulan, berat badan 11 kg, dan
tinggi badan 83 cm, sesak napas sejak 2 jam SMRS. Sesak terus-terusan, tidak ada suara
“ngik-ngik”. Keluhan diawali batuk sejak semalam, muntah 1 kali tadi malam. Anak
demam sejak 5 hari yang lalu, demam dirasakan sepanjang hari. Pagi hari SMRS, anak
terlihat sesak dan anak dibawa ke IGD oleh orang tuanya. Pasien sudah berobat ke klinik
1 hari SMRS dan diberikan obat penurun panas dan antibiotik Amoxicillin, namun belum
ada perbaikan. Tidak ada keluhan BAK maupun BAB cair, anak masih mau minum.
Anak punya riwayat kejang 3 bulan yang lalu, kejang sebanyak 2 kali. Nafsu makan anak
berkurang namun anak masih mau minum.

DIAGNOSIS BANDING

Pneumonia

TB paru

VI. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia
Hiponatremia
Hipokalemia

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- IVFD KaEN3B 700 cc / 20 jam dilanjutkan Maintenance KaEN3B 1050 cc/24
jam
- Cefotaxime 2 x 500 mg IV
- Paracetamol 3 x 120 mg IV p.r.n
- Nebulizer: Ipratropium Bromida 1 respules + NaCl 0.9% 2 cc (3 x sehari)

Non Medikamentosa
- Diet lunak
- O2 2 lpm
11
VIII. EVALUASI
- Keadaan umum dan tanda – tanda vital
- Saturasi O2
- Keaktifan anak
- Retraksi
- Diuresis

IX. KOMPLIKASI
- Gagal napas

X. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada orang tua bahwa pneumonia adalah penyakit infeksi paru-paru,
umumya mempunyai prognosis baik apabila ditangani dengan baik.

2. Memberikan informasi mengenai penyebab intrinsik maupun ekstrinsik pneumonia.

Beberapa hal yang harus diperhatikan bila anak terlihat sesak:

- Pernapasan cuping hidung


- Bibir menjadi biru
- Retraksi di sela iga, di atas dada, dan di ulu hati (supraclavicular, suprasternal,
epigastrium).
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

12
LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal 16/1/2018 17/1/2018 18/1/2018
Jam 10.00 WIB 11.00 WIB 10.30 WIB
Keluhan Panas (-) sesak (+) Sesak (-), batuk Batuk (+) berkurang
berkurang, batuk berkurang, anak aktif,
berkurang, anak sudah anak mau makan dan
tenang minum

KU/KES TSR/CM TSR/CM TSR/CM


TTV:
RR 30x/menit 28x/menit 26x/menit
HR 108x/menit 110x/menit 114x/menit
S 37.0 C 37.1 C 36.6 C
Kepala dbn Dbn Dbn

Kulit dbn Dbn Dbn

Mata Cekung -/- Cekung -/- Cekung -/-

Telinga dbn Dbn Dbn

Hidung dbn Dbn Dbn

Tenggorok dbn Dbn Dbn

Mulut Mukosa bibir lembab Mukosa bibir lembab Mukosa bibir lembab

Thorax : Retraksi berkurang Retraksi minimal Retraksi (-)


Cor dbn dbn Dbn
Pulmo ronkhi +/+ perbaikan, ronkhi -/-, wheezing - Ronkhi -/-, wheezing -
wheezing -/- /- /-
Abdomen Supel, BU + normal, Supel, BU + normal, Supel, BU + normal,
turgor kulit baik turgor kulit baik turgor kulit baik

Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2’’ Akral hangat, CRT < Akral hangat, CRT <
2’’ 2’’

Hasil elektrolit selesai


koreksi: Na 138, K 4.7,
Cl 99

Assessment Pneumonia Pneumonia (membaik) Pneumonia (membaik)

13
Hiponatremia dan
Hipokalemia terkoreksi

Plan Terapi lanjut Terapi lanjut Rawat jalan

IVFD lanjut KaEN3B Pindah bangsal Tx/ Cefixime 2x50


700 cc / 24 jam mg

(Salbutamol 1mg +
CTM ½ tab) 3x1

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia
baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat.
Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat
diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun
sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan
sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan
tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.

B. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu

14
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat.
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun
bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati.

C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan
paru atau spesimen yang berasal dari paru.
2) Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
15
b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit
dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
4) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan
yang tinggi, dan demam ringan.

2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis


a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/ Nosocomial
pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

3. Berdasarkan agen penyebab


a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita daya tahan tubuh lemah
16
D. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan
neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung
udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan
penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area
yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada
pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus,
klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke
dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa
dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus.
Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa
muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui
kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini
menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini
mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang
umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam
ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

E. FAKTOR RISIKO
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita,
diantaranya :
1. Faktor Intrinsik
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:
17
a) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan
meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti
pneumonia.
b) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah
satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat
pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat
dicegah dengan imunisasi.
c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang
buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita.
d) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di
bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

2. Faktor Ekstrinsik
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan risiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal
dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya:

18
a) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan
penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang
tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri
patogen
b) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko
terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga
dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan
dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.

F. DIAGNOSIS
o Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulent
bahkan bisa berdarah
o Sesak napas
o Demam
o Kesulitan makan/minum
o Tampak lemah
o Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan
- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap
atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotic
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab
19
H. TATALAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu diraawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak
mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit,
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
Kriteria Rawat Inap
Bayi:
- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
- Frekuensi napas >60x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

20
Tabel 1. Pilihan antibiotic intravena untuk pneumonia

I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam
dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit
pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
1. Perawatan Selama Masa Kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu
selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan
terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal
sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi
serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan
perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu,

21
balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita
yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang
memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT
(Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan
4 bulan.

4. Memeriksa anak sedini mungkin apabila batuk


Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai
dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan
dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur
serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan
tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin
sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit
batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia
pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi
akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan
berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali
akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.

ELEKTROLIT IMBALANS
A. HIPONATREMIA
Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah
rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam
dan di sekitar sel-sel tubuh. Satu atau lebih faktor, mulai dari kondisi medis yang mendasari

22
untuk minum terlalu banyak air selama olahraga dapat menyebabkan natrium dalam tubuh
menjadi encer.

Ketika kondisi tersebut terjadi, kadar cairan tubuh meningkat, dan sel-sel dapat mulai
membengkak. Pembengkakan ini dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan, dari ringan
hingga parah. Pengobatan hiponatremia ditujukan untuk menyelesaikan kondisi yang
mendasarinya. Pengobatan hiponatremia tergantung pada penyebabnya.

Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia,
termasuk:

 Pil diuretik, khususnya diuretik thiazide

 Sirosis hepatis

 Masalah ginjal

 Gagal jantung kongestif

 Syndrome of inappropriate anti diuretic hormone (SIADH)

 Minum air terlalu banyak selama olahraga (hiponatremia exertional)

 Perubahan hormonal akibat insufisiensi kelenjar adrenal (penyakit Addison)

 Perubahan hormonal karena tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme)

 Polidipsia primer

 Ekstasi

 Muntah kronis atau diare parah

 Dehidrasi

 Diet

 Kadar Na aman sekurangnya 125 mEq/L


 Koreksi cepat dilakukan bila Na < 120 dengan NaCl 3% 4-6cc/kgBB/2jam
 Koreksi lambat (20 jam)
 ∆ Na x 0.6 x BB = … mEq

23
B. HIPOKALEMIA

Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya
gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan
kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.

Penyebab hipokalemia:

1. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.
Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium
plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan
deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai
dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk
mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang
berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai
<10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira
7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari. Setelah periode tersebut, kehilangan
lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai
85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah
mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.

2. Disfungsi Ginjal
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis
Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang
menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.

3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal


Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada
pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa
mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah,
fistula, dan transfusi eritrosit.

24
4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras
cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak
dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

5. Endokrin atau Hormonal


Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari
sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan
kehilangan kalium.

DIAGNOSIS
Untuk memastikan hipokalemia, akan dilakukan serangkaian pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang, seperti kadar K dalam serum kurang dari 3.5 mEq/L, kadar K, Na, Cl
dalam urin 24 jam, kadar Mg dalam serum, analisis gas darah, dan terdapat gelombang U pada
elektrokardiografi (EKG).

KOREKSI HIPOKALEMIA
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu
disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia,
misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.

 Koreksi cepat (4 jam) dilakukan bila K < 2.5 dengan rumus


 (∆K x BB x 0.4) +1/3 BB
 Koreksi lambat (20 jam)
 2 x BB x (5/6)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

2. Setyanto DB, Suardi AU, Setiawati L, Triasih R, et al. 2009. Pedoman Pelayanan
Medis. IDAI.

3. Vellaichamy M, editor. Pediatric hyponatremia. Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/907841-overview. Accessed on February 3rd
2018.

4. Verive MJ, editor. Pediatric hypokalemia. Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/907757-overview. Accessed on February 3rd
2018.

5. Panduan Pelayanan Medis. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Departemen Ilmu


Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015.

26

Anda mungkin juga menyukai