Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Konseptual

1. Hernia Inguinalis

a. Pengertian

Hernia inguinalis merupakan salah satu jenis hernia dimana penonjolan

usus keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang

terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk

kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari

anulus inguinalis eksternus (Sjamsuhidayat, 2010).

Menurut Jong (2004), hernia inguinalis merupakan klasifikasi hernia

berdasarkan letaknya, dimana penonjolan hernia tersebut terjadi di daerah

amulus inguinalis.

b. Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena bawaan lahir atau karena sebab

yang didapat. Kejadian hernia meningkat dengan bertambahnya umur

karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen

dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi

otot dinding perut mengendur dan tekanan intra abdomen tidak tinggi. Bila

otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal

dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke

dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah


tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering

menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra

abdomen (Nettina, 2001).

Menurut Hidayat (2006), hernia inguinalis dapat terjadi karena

beberapa hal, seperti batuk, adanya prosesus vaginalis yang terbuka,

tekanan intraabdomen yang meningkat secara kronis, kelemahan otot perut,

kelemahan jaringan ikat karena faktor usia, kehamilan multipara dan

obesitas.

c. Manifestasi Klinis

Pasien yang menderita hernia biasanya terlihat baik, hanya saja ada

benjolan didaerah inguinalis pasien. Bila memang sudah tampak benjolan,

harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali atau

tidak. Pasien diminta berbaring bernapas dengan mulut untuk mengurangi

tekanan intra abdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosa

pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui

skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum.

Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada

keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan

dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa

tersebut menyentuh ujung jari maka itu dinamakan hernia inguinalis

lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah

hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000).


Menurut Herdman (2012), tanda dan gejala yang sering muncul pada

pasien hernia adalah adanya benjolan keluar atau masuk dan keras yang

sering tampak di skrotum atau lipatan paha. Adanya rasa nyeri pada daerah

benjolan tersebut jika isinya terjepit. Mual dan muntah atau distensi

abdomen bisa saja terjadi jika telah ada komplikasi. Pada hernia inguinalis

strangulata, kulit diatasnya menjadi merah dan panas serta terasa sakit yang

bertambah hebat. Pada hernia femoralis, mungkin berisi dinding kandung

kemih sehingga menimbulkan gejala sakit kencing diserta hematuria.

d. Patofisiologi

Hernia terjadi karena pertumbuhan tekanan intraabdomen yang berat.

Awalnya akan terjadi kerusakan di dinding abdomen, kemudian terjadi

hernia. Karena aktivitas yang berat dan pekerjaan otot yang terlalu kuat

yang berlangsung lama, terjadilah penonjolan dan menyebabkan kerusakan

yang parah. Sehingga kantong di dalam perut mengalami kelemahan dan

isi perut masuk kedalam kantong tersebut, dimana tidak seharusnya terjadi.

Jika suplay darah terganggu akibat sumbatan tersebut, bisa saja terjadi

ganggren (Oswari, 2000).

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari hernia menurut Hidayat (2006) dengan tindakan

sebagai berikut ; 1) Konservatif, yaitu tindakan melakukan reposisi atau

pengembalian kembali organ pada posisi normal, dan 2) Definitif, yaitu

dengan operasi pembedahan.


Menurut Sjamsuhidajat (2010) pengobatan operatif merupakan

satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang paling memungkin untuk

dilakukan. Jenis pembedahan yang mungkin dilakukan pada operasi

hernia yaitu herniotomy, hernioplasti dan herniorafi. Berikut penjelasan

jenis operasi hernia :

1. Pada herniotomy, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke

lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada

perlekatan kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi

mungkin lalu dipotong.

2. Pada hernioplastik, dilakukan tindakan memperkecil annulus

inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis

inguinalis.

3. Pada herniorafi, dilakukan tindakan pengembalian isi perut kepada

tempat semula dan rongga yang terbuka dikuatkan.

Herniorafi merupakan pembedahan kecil diatas area yang lemah.

Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perineal, kantung hernia

dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Herniorafi

merupakan tehknik terbaru yang angka keberhasilannya lebih tinggi

dengan meminimalisasi kekambuhan, nyeri, dan waktu pemulihan post

operasi lebih pendek (Black, 2006).

Pembedahan dapat menimbulkan kecemasan pada klien dengan

berbagai alasan seperti pengalaman di rumah sakit sebelumnya,

peringatan dari teman dan keluarga, atau karena kurang pengetahuan. Jika
klien memiliki informasi yang salah atau tidak menyadari alasan

dilakukannya pembedahan akan membuat perawat mengalami dilema

etiknya sendiri karena bisa jadi rencana pembedahan dapat menimbulkan

stress psikologis yang tinggi. Klien merasa cemas tentang pembedahan

dan hasil dari operasinya. Klien sering merasa bahwa mereka kurang

dapat mengontrol kecemasan pada diri mereka (Potter dan Perry, 2006).

2. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan adalah sebuah perasaan yang tidak pasti dan tidak

berdaya (Kusumawati dan Hartono, 2010). Menurut NANDA (2012),

kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang tidak

jelas sebabnya atau perasaan takut yang karena antisipasi terhadap suatu

bahaya.

Gangguan kecemasan adalah puncak dari ketegangan seseorang

sehingga bisa mneimbulkan kehilangan kendali akibat adanya penilaian

yang subjektif dari proses komunikasi interpersonal. Gangguan ini

normal bila kita memiliki perasaan khawatir dan merasa tegang atau takut

jika dibawah tekanan atau stress dalam menghadapi situasi tertentu.

Sebenarnya, kegelisahan dapat membantu kita tetap waspada dan fokus,

memacu kita untuk melakukan tindakan dan memotivasi kita untuk

memcahkan masalah, tetapi, jika kegelisahan terjadi diatas batas normal,

maka akan masuk ke dalam wilayah anxiety disorders (Nasir dan Muhith,

2011).
b. Tingkat Kecemasan

Dalam rentang respon kecemasan, ada lima rentang respon dalam

kecemasan tersebut, yaitu antisipasi, dimana seseorang dapat mengontrol

kecemasannya (tidak termasuk tingkat kecemasan), ringan, sedang, berat,

dan panik. Berikut penjabaran tingkat kecemasan tersebut :

a) Kecemasan ringan.

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, individu sadar, dan lahan presepsi meningkat (Direja,

2011). Pada tingkat ini individu akan merasa waspada, lapangan

presepsi luas, menajamkan indra, dapat memotivasi individu untuk

belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif, dan

meghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas (Kusumawati dan Hartono,

2010).

b) Kecemasan sedang.

Kecemasan tingkat ini memungkinkan seseorang untuk memustakan

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain (Direja,

2011). Individu hanya fokus pada pikiran yang menjadi perhatiannya

saja, terjadi penyempitan lapangan presepsi, dan masih dapat

melakukan sesuatu dengan arahan orang lain (Kusumawati dan

Hartono, 2010).

c) Kecemasan berat.

Pada tingkat ini, seorang individu akan memiliki lahan presepsi yang

sempit, hanya memusatkan perhatian padayang detil dan tidak bisa


dengan yang lain, dan semua perilaku ditujukan untuk menurunkan

kecemasan (Direja, 2011).

d) Panik.

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) dalam bukunya, dikatakan

bahwa seseorang yang panik akan kehilangan kendali diri dan detil,

detil perhatian hilang, tidak bisa melakukan apapun walaupun dengan

perintah, terjadi peningkatan aktivitas motoric, berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan presepsi

dan hilangnya pikiran rasional, dan biasanya disertai dengan

disorganisasi kepribadian.

Kriteria serangan panik ini sendiri secara fisik adalah palpitasi,

berkeringat, gemetaran, sesak nafas, merasa tersedak, nyeri dada,

mual dan distress abdomen dan pening. Sedangkan secara psikologis,

individu mengalami derealisasi atau depersonalisasi, ketakutan

kehilangan kendali diri, ketakutan mati dan parestesia.

c. Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda umum seseorang mengalami kecemasan adalah adanya

perasaan takut, konsentrasi terganggu, merasa tegang dan gelisah,

antisipasi yang terburuk, cepat marah, resah, merasakan adanya

tanda-tanda bahaya, dan merasa seperti hilang dari pikiran kosong.

Selain tanda dan gejala psikologis, tanda fisik seseorang mengalami

kecemasan adalah jantung berdebar, berkeringat, mual atau pusing,

peningkatan frekuensi BAB atau diare, sesak nafas, tremor, kejang,


ketengan otot, sakit kepala, kelelahan dan insomnia (Nasir dan

Muhith, 2011).

d. Penanganan Kecemasan

Smelzer dan Bare (2003) menyebutkan intervensi keperawatan

untuk mengatasi masalah kecemasan dapat dilakukan dengan

pendidikan kesehatan dan teknik relaksasi. Doenges, Moorhouse dan

Geissler (2000) menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat

menurunkan kecemasan dan meningkatkan koping adaptif. Selain itu,

pendapat lain yang dikemukakan oleh Spry (2009) menjelaskan bahwa

pemberian informasi yang sesuai dengan kebutukan klien pada fase pre

operasi dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan klien. Intervensi

keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kecemasan dan

kurang pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran pre operasi

(preoperative teaching).

3. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses pembelajaran yang

dilakukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang

dilakukan untuk merubah perilakunya yang tidak sehat ke pola yang lebih

sehat (Aisyah, 2010).

Pendidikan kesehatan bertujuan supaya masyarakat menyadari

memelihara kesehatan, menghindari hal-hal yang merugikan kesehatan


dirinya dan kesehatan orang lain, dan kemana seharusnya mencari

pengobatan jika sakit dan sebagainya (Windasari, 2014).

b. Metode penelitian

Ada beberapa metode dalam memberikan pendidikan kesehatan

menurut Windasari (2014), yaitu :

1) Ceramah, yaitu pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara

didepan sekelompok pengunjung.

2) Diskusi kelompok, yaitu percakapan yang direncanakan atau

dipersiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu

dengan seseorang pemimpin.

3) Panel, yaitu pembicaraan yang sudah direncanakan di depan

pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau

lebih serta diperlukan seorang pemimpin.

4) Forum panel, yaitu panel yang didalamnya individu ikut berpartisipasi

dalam diskusi.

5) Permainan peran, yaitu pemeran sebuah situasi dalam kehidupan

manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang

atau lebih untuk dipakai sebagai bahan analisa oleh kelompok.

6) Symposium, yaitu serangkaian pidato pendek di depan pengunjung

dengan seorang pemimpin.


7) Metode demonstrasi, yaitu metode pembelajaran yang menyajikan

suara prosedur atau tugas, cara menggunakan alat, dan cara

berinteraksi.

c. Pendidikan Kesehatan Pre Operasi

Bernier, Saranes, dan Owen (2003) menjelaskan bahwa pendidikan

kesehatan pre operasi merupakan pemberian informasi dan penjelasan

mengenai proses pembedahan, perilaku yang diharapkan, dan antisipasi

sensasi, serta mendengarkan pasien yang akan menjalani operasi. Tujuan

kegiatan ini adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta

mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi post operasi (Calvin &

Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2002).

Materi yang perlu disampaikan pada pendidikan kesehatan pre operasi

bermacam-macam, Spry (2009) menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan

ini mencakup kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur

pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Selain itu,

edukasi mengenai hal lain, seperti latihan napas dalam dan batuk efektif,

latihan kaki, serta mengenai persiapan preoperatif dan perawatan

postoperatif juga perlu dilakukan.

Hal lain yang perlu disampaikan dalam pendidikan kesehatan pre

operasi juga mencakup pengajaran mengenai bed rest dan mobilisasi dini

post operasi. Alam, et al (2011) menjelaskan bahwa insiden sakit kepala

setelah anestesia spinal dimana dapat dikurangi dengan bed rest. Walaupun

bed rest dianjurkan pada saat post operasi, di sisi lain mobilisasi dini juga
diperlukan untuk mencegah trombosis vena. Rice, Brassell, dan McLeod

(2010) menjelaskan bahwa salah satu pencegahan komplikasi ini dilakukan

dengan mobilisasi dini. Smeltzer dan Bare (2002) juga menjelaskan

bahwa dalam melakukan ambulasi dini tidak melewati batas toleransi

pasien dan harus memperhatikan jenis prosedur bedah, kondisi fisik, dan

usia pasien.

Hal lainnya yang perlu disampaikan pada pasien adalah kapan boleh

makan dan minum setelah operasi. Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan

bahwa cairan merupakan substansi pertama yang ditoleransi pasien setelah

pembedahan. Setelah itu, jika tidak ada rasa mual, diet normal dapat

diberikan.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Menurut Potter (2005), pengkajian keperawatan adalah suatu proses yang

bertujuan untuk mengumpulkan, meverifikasi, dan mengomunikasikan data

tentang klien. Pengkajian meliputi :

a. Anamnesis

Anamnesis adalah dimana mencari data dari narasumber langsung, pasien

atau keluarga atau tenaga kesehatan yang lain tentang keadaan pasien.

Anamnesis meliputi :

1) Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku

bangsa, tanggal MRS, tanggal pengkajian,

2) Keluhan utama, yaitu keluhan yang paling mengganggu klien

berhubungan dengan hernia inguinalis seperti adanya benjolan di

selangkangan, kemaluan atau skrotum, nyeri di daerah benjolan dan

biasanya nyeri disertai mual, muntah, kembung.

3) Riwayat penyakit sekarang, dimana merupakan kronologis dari

penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga dilakukan

pengkajian seperti merasa ada benjolan di skrotum bagian kanan

atau kiri dan kadang-kadang mengecil atau menghilang. Bila

menangis, batuk, mengangkat beban berat akan timbul benjolan

lagi, timbul rasa nyeri pada benjolan dan timbul rasa kemeng

disertai mual-muntah.
4) Riwayat penyakit dahulu, dimana kemungkinan klien memiliki

riwayat batuk kronis dan tumor intraabdominal, bedah abdominal.

5) Riwayat penyakit keluarga, dimana adakah keluarga yang menderita

penyakit hernia atau penyakit yang mungkin diturunkan kepada

klien yang berhubungan dengan hernia.

b. Pengkajian fungsional gordon

1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan

mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri yang

dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan

penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam

pemeliharaan kesehatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik

Pola nutrisi metabolik pada pasien yang mengalami cedera kepala

akan menjadi terganggu. Akibat dari proses penyakitnya pasien

merasakan tubuhnya menjadi lemah dan nafsu makan menurun. Perut

terasa kembung dan ada rasa mual dan muntah.

3. Pola Eliminasi

Pola ini menggambarkan karakteristik dan masalah saat BAK/ BAB

sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu eliminasi

saat pasien di rawat di RS. Pada pasien hernia, biasanya tidak ada

gangguan dalam BAB dan BAK.


4. Pola Aktivitas dan Latihan.

Sehubungan adanya kelemahan fisik dan nyeri, akan menyebabkan

aktivitas fisik pasien terbatas dan berkurangnya kemampuan dalam

melakukan aktivitas fisik tersebut.

5. Pola Tidur dan Istirahat.

Adanya nyeri pada kepala dan perubahan lingkungan atau dampak

hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan

kebutuhan tidur dan istirahat.

6. Pola Kognitif dan Perseptual

Pada pasien hernia umumnya tidak ada gangguan pada pola kognitif

dan perseptual mereka.

7. Pola Persepsi dan Konsep diri.

Pada pola ini emosi pasien biasanya tidak stabil, konsep dirinya

terganggu karena penyakit yang dialaminya.

8. Pola Peran dan Hubungan.

Pasien akan mengalami perubahan dalam peran dan tanggung

jawabnya karena pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti

biasanya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut

berdampak pada hubungan interpersonal.

9. Pola Seksualitas dan Reproduksi.


Biasanya pada pasien hernia pola ini akan mengalami gangguan.

Biasanya klien akan susah melakukan kegiatan reproduksi karena

massa yang ada di skrotumnya.

10. Pola Koping dan Toleransi Stress

Pasien yang belum mengerti penyakitnya akan merasa stress dan akan

sering bertanya tentang penyakitnya. Kebanyakan pasien mengalami

cemas.

11. Pola Nilai dan Kepercayaan

Pasien tidak mengalami gangguan pada pola ini. Klien masih bisa

melakukan ibadah, tetapi jika sudah mengalami nyeri hebat maka

pola ini akan terganggu.

c. Pemeriksaan fisik

Perubahan bentuk fisik yang paling jelas adalah pembesaran pada

skrotum. Saat di palpasi kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba

pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda

ini disebut tanda sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi

mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium.

Setelah operasi, pasien akan mendapatkan bekas luka operasi

(pembedahan) pada perutnya dan skrotum sudah tidak ada massa.

d. Pemeriksaan penunjang
Pada hernia inguinalis, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

adalah rontgen dan USG. Ini betujuan untuk melihat massa dan

ukurannya yang terdapat pada skrotum.

e. Hasil laboratorium

Pada hernia inguinalis, hasil laboratorium yang mungkin ditemukan tidak

normal adalah leukosit > 10.000 – 18.000/mm3 dan serum elektrolit

meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, didapatkan diagnosa yang

mungkin bisa terjadi adalah :

1) Nyeri akut bd gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.

2) Cemas bd prosedur pre dan post operasi.

3) Resiko konstipasi bd penurunan peristaltik.

4) Resiko infeksi bd insisi pembedahan

5) Kurang pengetahuan bd kurang terpaparnya informasi.

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri Akut  Pain level  Manajemen nyeri
Batasan Karakteristik :  Pain control  Administrasi
analgesik
 Perubahan selera makan
 Terapi relaksasi
 Perubahan tekanan darah
 Administrasi
 Perubahan frekwensi jantung anastesi
 Perubahan frekwensi pernapasa  Manajemen
lingkungan :
 Laporan isyarat kenyamanan
 Diaforesis  Administrasi
 Perilaku distraksi pengobatan

 Mengekspresikan perilaku  Manajemen


pengobatan
 Masker wajah
 Manajemen sedasi
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Gangguan tidur
2. Cemas  Anxiety Self  Pengurangan
Conrol kecemasan
Batasan Karakteristik :
 Anxiety  Teknik penenang
Perilaku : Level
 Penurunan produktivitas  Peningkatan
 Gerakan yang ireleven  Social koping
 Gelisah Anxiety
 Melihat sepintas Level  Manajemen
 Insomnia relaksasi
 Kontak mata yang buruk  Coping
 Mengekspresikan kekawatiran
karena perubahan dalam peristiwa
hidup
 Agitasi
 Mengintai
 Tampak waspada
Affektif :
 Gelisah, distres
 Kesedihan yang mendalam
 Ketakutan
 Perasaan tidak adekuat
 Berfokus pada diri sendiri
 Peningkatan kewaspadaan
 Iritabihtas
 Gugup senang berlebihan
 Rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
 Peningkatan rasa ketidak
berdayaan yang persisten
 Bingung, menyesal
 Ragu/tidak percaya diri
 Khawatir
Fisiologis :
 Wajah tegang, tremor tangan
 Peningkatan keringat
 Peningkatan ketegangan
 Gemetar, tremor
 Suara bergetar
Simpatik :
 Anoreksia
 Eksitasi kardiovaskular
 Diare, mulut kering
 Wajah merah
 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan denyut nadi
 Peningkatan reflek
 Peningkatan frekwensi pernapasan
 Pupil melebar
 Kesulitan bernapas
 Vasokontriksi superfisial
 Lemah, kedutan pada otot
Parasimpatik :
 Nyeri abdomen
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan denyut nadi
 Diare, mual, vertigo
 Letih, ganguan tidur
 Kesemutan pada ekstremitas
 Sering berkemih
 Anyang-anyangan
 Dorongan cegera berkemih
Kognitif :
 Menyadari gejala fisiologis
 Bloking fikiran, konfusi
 Penurunan lapang persepsi
 KesuIitan berkonsentrasi
 Penurunan kemampuan belajar
 Penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah
 Ketakutan terhadap konsekuensi
yang tidak spesifik
 Lupa, gangguan perhatian
 Khawatir, melamun
 Cenderung menyalahkan orang
lain.
3 Resiko Konstipasi  Bowel  Manajemen
Batasan Karakteristik : - elimination konstipasi/impaks
i
 Hydration
 Latihan Impact
 Manajemen
pencernaan
 Penahapan diet
 Monitor cairan
 Manajemen
pengobatan
 Manajemen
nutrisi
4 Resiko Infeksi  Immune  Kontrol infeksi
Faktor Resiko : Status
 Penyakit kronis  Proteksi infeksi
 Pengetahuan yang tidak cukup  Knowledge :
infection  Manajemen
untuk menghindari pemajanan pengobatan
patogen control
 Pertahanan tubuh primer yang  Risk Control  Terapi nutrisi
tidak adekuat
 Identifikasi resiko
 Ketidakadekuatan pertahanan
sekunder  Perawatan luka
 Vaksinasi tidak adekuat
 Pemajanan tehadap patogen
lingkungan meningkat
 Wabah
 Malnutrisi
5 Kurang Pengetahuan  Knowledge:  Pendidikan
Batasan Karakteristik : acute illness kesehatan
 Perilaku hiperbola management
 Ketidakakuratan mengikuti  Pengajaran :
 Knowledge: proses penyakit
perintah conception
 Ketidaakuratan melakukan tes prevention  Pengajaran :
 Perilaku tidak tepat (mis., hysteria, preoperasi
 Knowledge:
bermusuhan, agitasi, apatis)
depression 
 Pengungkapan masalah Modifikasi
management kebiasaan
 Knowledge:
health  Manajemen energi
behavior 
 Knowledge:
health
promotion
 Knowledge:
healthy
lifestyle
 Knowledge:
pain
management
 Knowledge:
stress
management
 Knowledge:
treatment
procedure
 Knowledge:
medication

4. Implementasi

Implementasi adalah wujud dari rencana keperawatan yang telah disusun

sesuai intervensi (Setiadi, 2012). Implementasi keperawatan yang diberikan

disesuaikan dengan kondisi pasien dengan keluhan perharinya.

Macam-macam implementasi menurut Potter dan Perry (2008) yaitu ; 1)

Intervensi keperawatan independen, yaitu tindakan yang dilakukan perawat

sendiri secara mandiri, 2) Intervensi keperawatan dependen, yaitu tindakan

yang membutuhkan arahan dari dokter atau profesional kesehatan lainnya,

dan 3) Intervensi keperawatan kolaboratif, yaitu tindakan yang

membutuhkan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian berbagai

profesional layanan kesehatan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah melihat hasil dari implementasi yang sudah diberikan.

Tahap evaluasi adalah mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi,

mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah

terpenuhi, menginterpretasi dan meringkas data, mendokumentasikan

temuan dan setiap pertimbangan klinis dan menghentikan, meneruskan, atau

merevisi rencana perawatan (Potter dan Perry, 2009).


Macam-macam evaluasi adalah evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi

formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan

keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan

tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi

formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,

yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil

pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan

perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan

menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.

Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan

wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga

terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan

(Asmadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai