Oleh :
dr. Fendrozibetra
Pendamping :
dr. Yenny Dwi Kalisna
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
3. Hoediyanto; A. Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Hasil Pembelajaran :
Memuat Visum et Repertum yang tepat
Visum et Repertum
PRO JUSTITIA
VISUM et REPERTUM
NO. 25/VI/RS-2018
Yang bertanda tangan dibawah ini dr.RIVO DIAN PUTRA dokter umum RSUD
Solok Selatan, atas permintaan dari Kepolisian Resor Solok Selatan Sektor Sungai Pagu
dengan Nomor Surat : R/30/VI/2018/POLSEK Kabupaten Solok Selatan tertanggal Dua
Belas Bulan Juni Tahun Dua Ribu Delapan Belas. Maka dengan ini menerangkan bahwa
pada tanggal Dua Belas Bulan Juni Tahun Dua Ribu Delapan Belas, Pukul Dua Belas
lewat empat Puluh Menit Waktu Indonesia Bagian Barat di Instalasi Kamar Jenazah
RSUD Solok Selatan, telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan Nomor
Registrasi : 09.45.43 yang menurut surat tersebut adalah :
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/Tanggal lahir : Batu Raja, 07 November 1970
Pekerjaan : Karyawan PT. SUPREME ENERGY
MUARA LABOH
Alamat : Jakarta
HASIL PEMERIKSAAN
1. Korban dibawa ke IGD RSUD Solok Selatan dalam keadaan tidak bernyawa,
dipastikan dengan tidak ada nadi, tidak ada nafas, dan tidak ada refleks cahaya pada
mata. Jenazah diantar oleh pihak PT dan Polisi Ke IGD RSUD Solok Selatan Pada
pukul sepuluh Waktu Indonesia Barat tanpa penutup atau kantong
jenazah…………..........................................................................................................
2. Pukul dua belas lewat empat puluh menit Waktu Indonesia Barat Jenazah berada di
Ruangan Kamar Jenazah ditutup kain panjang bermotif Batik berwarna Coklat
dengan ukuran dua ratus sentimeter kali seratus dua puluh sentimeter dan tampak
bercak darah serta pasir……………………………………………………………….
3. Jenazah memakai seragam PT berwarna oranye bergaris putih pada bagian dada dan
bahu. Pada seragam terdapat logo PT pada dada kiri, lengan kiri. Dan pada lengan
kanan terdapat bendera merah putih, di bagian punggung seragam terdapat tulisan
“Well Testing Difco” Ukuran Seragam L merek Eksekutif Product…………………
4. Pada bagian leher, dada, perut dan pinggang jenazah terdapat pasir…………………
5. Setelah seragam dibuka terdapat baju kaos berwarna merah hati polos. Tampak batu
dan pasir merek “Dalton”…………………………………………………………….
6. Setelah Baju Kaos dibuka terdapat singlet berwarna putih, merek Jonas, berlumuran
pasir, dan berlumuran darah…………………………………………………………..
7. Jenazah memakai celana panjang berjenis jeans merek “Lee Wal” berwarna coklat
dan memakai ikat pinggang berwarna hitam dengan kepala logam berwarna kuning
emas. Pada saku celana belakang kanan terdapat kain/buff berwarna loreng dengan
keeling empat puluh sentimeter, pada saku kiri depan terdapat cincin akik bermata
coklat............................................................................................................................
8. Setelah Celana Jeans dibuka, terdapat Celana Pendek berbahan dasar katun, bermotif
loreng…………………………………………………………………………………
9. Setelah Celana pendek dibuka, terdapat celana dalam berwarna coklat
muda………………………………………………………………………………….
10. Jenazah memakai kaos kaki berwarna biru bergaris putih pada kedua belah
kaki…………………………………………………………………………………...
11. Pada jari manis tangan kiri jenazah terdapat cincin berbahan
rotan…………………………………………………………………………………..
b) DADA
Pada area dada bagian depan terdapat beberapa luka lecet dan luka gores berwarna
kemerahan dengan ukuran luka memar terbesr lima sentimeter kali nol koma tiga
sentimeter…………………………………………………………………………….
c) PUNGGUNG
Pada punggung bagian kanan terdapat luka memar, luka lecet dan luka gores tidak
berbatas tegas sepanjang bahu kanan sampai ke pinggang dengan ukuran lebih
kurang lima puluh sentimeter kali empat puluh sentimeter………………………….
d) PERUT
Pada area perut kanan bawah bagian depan, dua sentimeter dari pada tonjolah tulang
pinggul kanan depan, terdapat luka lecet dengan ukuran tiga sentimeter kali dua
sentimeter.. …………………………………………………………………………...
e) ANGGOTA GERAK
1. Pada pergelangan tangan kanan terdapat luka lecet ukuran tujuh sentimeter kali
empat sentimeter dan luka robek dua buah dengan ukuran satu sentimeter kali
nol koma tiga sentimeter dengan dasar otot……………………………………..
2. Pada punggung tangan kanan terdapat beberapa luka lecet dengan ukuran
terbesar satu sentimeter kali satu sentimeter dan ukuran terkecil nol koma
sentimeter kali nol koma tiga sentimeter…………………………………….…...
3. Pada lengan bawah kiri sisi luar, pergelangan tangan, dan punggung tangan
terdapat beberapa luka lecet dengan ukuran rata-rata nol koma tujuh sentimeter
kalo nol koma tujuh sentimeter…………………………………………...….......
4. Pada area tulang kering kanan bagian depan terdapat tonjolan keras, dan terdapat
beberapa luka memar dengan rata rata ukuran nol koma dua sentimeter kali nol
koma dua sentimeter…………………………………………………………….
5. Pada area tulang kering kanan sepuluh sentimeter dari lutut kanan dan dua puluh
lima sentimeter dari mata kaki kanan bagian dalam terdapat luka robek ukuran
satu sentimeter kali nol koma delapan sentimeter dengan dasar
tulang…………………………………………………………………………….
6. Pada area tulang kering kiri bagian depan, terdapat tonjolan
keras.....…………………………………………………………………………..
7. Terdapat luka lecet dengan ukuran dua sentimeter kali satu sentimeter, dua puluh
sentimeter dari lutut kiri dan dua belas sentimeter dari mata kaki kiri bagian
dalam…………………………………………………………………………….
8. Pada punggung kaki kiri lima sentimeter dari pergelangan kaki kiri, terdapat luka
lecet dengan ukuran satu sentimeter kali satu sentimeter………………………..
9. Pada lipat lutu kiri, terdapat luka robek dengan dasar otot dan jaringan lemak
dengan ukuran dua belas sentimeter kali tiga sentimeter………………………..
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Dokter Pemeriksa,
dr. Fendrozibetra
TINJAUAN PUSTAKA
Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual” yang berarti melihat dan
“repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah
apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu
laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang
dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti
lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya1.
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusia baik
hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan
keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan2.
Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk
keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum
et repertum psikiatrik. Tiga jenis visum yang pertama adalah visum et repertum
mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak
pidana, sedangkan jenis terakhir adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa
atau saksi3.
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah
kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan,
dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan dan sedapat mungkin tanpa istilah
asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia3.
Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada
surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan
medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas sehingga
dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Umumnya, korban dengan
luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa
surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat
akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan
datang terlambat. Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan
kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik.
Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang
memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari
kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum harus
jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar
(pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah
jenazah).
Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :
a. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan
jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.
b. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka
rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi,
toksikologi, serologi, dan sebagainya.
Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis
kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian, serta saat kematian
seperti tersebut di atas.
Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana,
bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga
menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia.
Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak
pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum ini hanya
dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHP pasal 1841.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu1:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Keterangan terdakwa
- Surat-surat
- Petunjuk
Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat
meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi kemungkinan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan.
Bagian tengah :
a. Disebutkan SPVR korban hidup / mati
b. Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat, agama dan
pekerjaan).
c. Peristiwanya (modus operandi) antara lain
*Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .
*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).
*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).
*Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul).
1. PEMBUKAAN
Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et
repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN.
2. PEMBERITAAN.
Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
- Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka (luka bacok, luka tembak dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).
3. KESIMPULAN.
- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan,
pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
- Sifatnya subjektif.
4. PENUTUP
1. Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak perlu
bermeterai.
2. Pendahuluan
Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul
diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan,
identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat,
pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan
maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat
minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.
Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan
lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan
kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati.
Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat
oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga
terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi,
standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus
dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam
mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya resume hasil
pemeriksaan,melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka
ketentuan hokum-hukum yang berlaku.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila
substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam
KUHP. Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual
dokter seperti pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan
kedokteran berkelanjutan dan sebagainya3.
Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak padakorban dari segi fisik, psikis, sosial
dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka
panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam
menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa
keadilan. Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari
tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan (pidana
maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan
penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga
tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk
penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2)
KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus
dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang
memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam,
termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan. Rumusan hukum
tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP
menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan”. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh
sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut
dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya rumusan hukum tentang
penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak
menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban
dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke
dalam kategori tersebut2.
Kata penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dikenal dalam istilah
kedokteran. Dan karena penganiayaan biasanya menimbulkan luka, maka dalam
kesimpulan visum et repertum kata penganiayaan diganti dengan kata “luka”.
Dengan demikian kualifikasi luka menjadi 3:
- Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
- Luka yang tergolong luka yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian
- Luka yang tergolong luka berat
Syarat pembuat 3:
- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban.
Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20
hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan
penuntut umum.
Lampiran visum
- Fotografi forensik
- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
- Penjelasan istilah kedokteran
- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)