Abstrak
Peritontis adalah peradangan peritoneum dan mewakili penyebab penting dari morbiditas dan
mortalitas pembedahan. Penyakit ini dapat terlokalisasi atau meluas, dan dianggap melewati
tiga fase: pertama, fase pembuangan cepat kontaminan dari rongga peritoneum ke dalam
sirkulasi sistemik; kedua, fase interaksi sinergis antara bakteri aerob dan anaerob; dan ketiga,
sistem pertahanan tubuh mencoba melokalisasi infeksi. Peritonitis biasanya disebabkan oleh
bakteri, tapi dapat disebabkan secara kimiawi (aseptik), bilier, tuberkulosis, klamidia, drug-
disubklasifikasikan menjadi primer atau sekunder pada dasar apakah ada atau tidak adanya
peritonitis mengeluhkan nyeri abdomen yang parah dan mungkin menunjukkan ciri
Hippocratic facies. Palpasi abdomen menunjukkan nyeri tekan, adanya tahanan dan nyeri
dan elektrolit, hitung darah lengkap dan analisa gas darah. Pemeriksaan radiologi dada berdiri
scan sering memegang peranan penting dalam mengonfirmasi diagnosis spesifik (misal abses
subfrenik). Tatalaksana segera harus memasukkan resusitasi cairan, oksigen aliran tinggi,
antibiotik yang tepat (intravena) dan analgesik. Tatalaksana definitif adalah pembedahan
kecuali pada kelompok kecil pasien yang diindikasikan tatalaksana konservatif dengan cairan
(intravena) dan antibiotik (intravena). Tatalaksana pembedahan dapat dilakukan denga cara
laparotomi atau, di beberapa kondisi, laparoskopi. Kontrol area primer sepsis adalah penentu
Kata kunci antibiotik; bakteri; terapi konservatif; pembedahan darurat; tahanan; peradangan;
Patofisiologi
menuju sirkulasi sistemik. Hal ini terjadi karena cairan peritoneum yang terkontaminasi
bergerak cephalad sebagai respons terhadap gradien tekanan yang dihasilkan oleh diafragma.
limfatik. Aliran limfa menuju duktus limfatik utama melalui nodus substernal. Septikemia
yang dihasilkan terutama mengandug anaerob fakultatif gram negatif dan dikaitkan dengan
Fase II melibatkan interkasi yang sinergik antara bakteri aerob dan anaerob sebagaimana
mereka menghadapi pertahanan tubuh dan fagosit. Aktivasi komplemen adalah langkah lini
pertama pada peritonitis dan melibatkan imunitas bawaan dan acquired immunity; aktivasi
terutama terutama oleh jalur klasik, dengan dukungan jalur alternatif dan lektin. Surfaktan
fosfolipid diproduksi oleh sel mesotelial peritoneum yang bekerja secara sinergis dengan
,komplemen untuk meningkatkan opsonisai dan fagositosit. Sel mesotelial peritoneum juga
adalah sekretor mediator proinflamasi yang poten (ampuh), termasuk di sini interleukin-8,
dan interleukin-8, monosit kemoatraktan protein-1, makrofag inflamasi protein-1 α, dan
tumor nekrosis faktor α.2 Karena itu, sel mesotelial peritoneum memegang peranan penting
dalam jalur sinyaling sel mengantarkan pada pengerahan fagosit ke rongga peritoneum dan
Fase III adalah usaha yang dilakukan oleh pertahanan tubuh untuk melokalisasi infeksi
(Tabel 1), terutama melalui produksi eksudat fibrinosa yang menangkap mikroba di dalam
mempromosikan perkembangan abses. Regulasi formasi dan degradasi fibrin penting dalam
proses ini. aktivitas aktivasi plasminogen dihasilkan oleh sel mesotelial peritoneum yang
menentukan apakah fibrin yang terbentuk setelah cedera peritoneum dilisisikan atau diatur ke
dalam adhesi fibrosa. Khususnya, tumor nekrosi faktor α merangsang produksi plasminogen
aktivator inhibitor 1 oleh sel mesotelial peritoneum, yang menghambat degradasi fibrin.
Denyut jantung dan laju pernapasan awalnya meningkat sebagai hasil dari refleks volumetrik,
intestinal, diafragmatika dan nyeri. Asidosis metabolik dan peningkatan sekresi aldosteron,
hormon antidiuretik dan katekolamin selanjutnya mengubah cardiac output dan pernapasan.
Protein rusak dan glikogen hepatik dimobilisasikan ketika tubuh memasukin status tinggi
dan kehilangan elektrolit dan eksudat yang kaya akan protein. Distensi abdomen nyata
multi-organ, koma, dan kematian dapat terjadi jika peritonitis masih terjadi dan gagal untuk
dilokalisasi.
Etiologi
Peritonitis primer adalah infeksi bakteri difusa tanpa adanya kehilangan integritas dari
traktur gastrointestinal. Ini jarang ditemukan, tapi terjadi pada perempuan dewasa dan
Peritonitis sekunder adalah infeksi peritoneum akut berasal dari hilangnya integritas
dari traktus gastrointestinal atau nekrosis pankreatis terinfeksi. Bakteri aerob dan
anaerob sering terlibat, bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Eschericia coli
Invasi bakteri – bakteri mungkin dapat menginvasi rongga peritoneum melalui 4 jalur.
Invasi langsung dari lingkungan luar (misal luka tusuk abdomen, infeksi ketika
laparatomi)
Translokasi dari visera intraabdomen yang rusak (misal perforasi viskus (misal
kebocoran anastomosis)).
Melalui sirkulasi dan/atau translokasi usus: peritonitis primer dapat terjadi tanpa
sumber infeksi yang nyata (misal peritonitis streptokokus beta hemolitikus primr pada
Melalui saluran genital perempuan (misal ekstensi langsung dari lingkungan luar,
device).
Peritonitis kimiawi (aseptik) memegang sekitar 20% seluruh kasus peritonitis di UK, dan
biasanya sekunder dari perforasi duodenum atau ulkus gaster. Peritonitis steril akan
berkembang menjadi peritonitis bakterialis dalam beberapa jam diikuti dengan perpindahan
Peritonitis bilier adalah bentuk yang relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat berasal
Kolestitis akut
Trauma
Idiopatik
mungkin menjadi penyebab laparatomi diagnostik (tapi tidak penting) pada pasien yang tidak
Mekoneum – campuran sel epitel steril, musin, garam, lemak, dan bilirubin yang
terbentuk ketika fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekoneum berkembang jauh
pada masa intrauterine atau pada masa perinatal ketika mekoneum memasuki rongga
peritoneum melalui perforasi usus. Perforasi adalah bentuk sekunder dari beberapa bentuk
Peritonitis tuberkulosis jarang di UK, tapi mungkin masih banyak ditemukan pada pasien-
tuberkulosa
Tampilan klinis dapat jadi akut (onset menyerupai peritonitis bakterialis) atau kronik (onset
lebih menakutkan, dengan nyeri abdomen, demam, penurunan berat badan, asites, keringat
malam, massa abdomen). Secara makroskop, ada 4 bentuk penyakit ini:asitis, ensistik, plastik
pelvis (PID) dan ditandai dengan nyeri hipokondriak kanan, pireksi, dan hepatic rub.
ditarik di UK), dan kemoterapi intraperitonneal telah dikaitkan dengan gejala klinis yang
menyerupai peritonitis akut. Talc dan starch mungkin merangsang perkembanga benda asing
granulomata jika mulai memasukin ke dalam rongga peritoneum (misal sarung tangan
pembedahan)
Penyebab lain termasuk keracunan timbal, hiperlipidemia, porfiria intermiten akut, infeksi
Diagnosis
Tampilan klinis
Nyeri adalah gejala yang paling bayak dan mungkin terlokalisasi atau menyebar; biasanya
konstan dan tajam, dengan rasa khas seperti tusukan. Perforasi viseral menyebabkan nyeri
yang parah dan tiba-tiba yang biasanya pertama dinnilai di daerah terjadinya perforasi, tapi
kemudian menjadi lebih menyeluruh menjadi penyebaran kontaminasi peritoneum. Nyeri
akan menjalar ke ujung bahu ipsilateral jika peritoneum diafragmatika terlibat. Anoreksia,
malaise, nausea dan muntah biasanya adalah tanda yang terkait dengan peritonitis. Konstipasi
biasanya muncul, kecuali telah terjadi abses pelvis (yang mana dapat menyebabkan diare).
Pemeriksaan
Umum: seorang pasien peritonitis akan ditemukan pucat, keletihan dan cemas; mata cekung
response syndrome (SIRS) atau, lebih buruk lagi, syok sepsis, syok hipovolemik atau
kegagalan multiorgan.
Abdomen: pasien akan berbaring supinasi dan cenderung tidak banyak bergerak dengan
ekskursi pernapasan yang dangkal. Lutut dalam kondisi fleksi dan tertatik agar mengurangi
tekanan pada dinding abdomen. Pada peritonitis difusa, spasme otot-otot abdomen akan
menyebabkan kekakuan seperti papan dan kegagalan abdomen untuk bergerak ketika
bernapas.
Palpasi abdomen mempertajam nyeri dan karena itu harus dilakukan secara hati-hati
dan lembut. Palpasi abdomen akan menunjukkan nyeri atau ketidaknyamanan, tahanan, dan
nyeri rebound; daerah dengan nyeri maksimal biasanya berkaitan dengan tempat patologis.
Tahanan awalnnya akan terjadi volunter, sebelum menjadi refleks involunter sebagai proses
peradangan yang terjadi. Tanda patognomonik khas dari penyakit ini dapat dibuktikan secara
klinis (misal tanda Rovsing pada apendisitis akut). Pemeriksaan digital rektum akan
menunjukkan nyeri pada bagian anterior pada peritonitis pelvis. Auskultasi akan memastikan
adanya peningkatan ileus dengan menurunnya bising usus dan pada akhirnya berhenti.
Pemeriksaan lanjutan
Peritonitis terutama adalahh diagnosis klinis dan laparotomi segera tidak boleh ditunda untuk
Urea dan elektrolit akan memastikan adanya dehidrasi dan kegagalan ginjal akut;
Uji fungsi hati dan serum amilase – konsentrasi amilase serum adalah diagnostik
pada pankreatitis akut, tapi konsentrasi meningkat sedang dapat disebabkan oleh katastropik
crosmatch dibutuhkan.
Pencitraan
perforasi viseral. Radiologi abdomen dekubitus lateral kiri adalah pilihan untuk mereka yang
tidak dapat berdiri. Radiologi abdomen supinasi kurang informatif, tapi akan memberikan
telah ditegaskan pada beberapa kasus apendisitis akut yang terlihat samar secara klinis.
Diagnosis banding
Pneumonia basal, infark miokard, gastroenteritis, hepatitis, dan infeksi traktur urinarius dapat
salah diagnosis sebagai peritonitis. Penyebab lain nyeri abdomen yang parah (misal obstruksi
Tatalaksana
Konservatif
Pasien tidak cocok dengan anestesi umum (misal usia tua, pasien yang hampir
Unsur penting tatalaksana pengobatan adalah hidrasi cairan (intravena) dan antibiotik
spektrum luas. Perawatan suportif harus memasukkan makanan enteral dini (sebagai pilihan
dari nutrisi parenteral total) untuk pasien dengan sepsis abdomen kompleks di ICU.
Segera
Oksigen aliran tinggi adalah penting untuk pasien syok. Hipoksia dapat dipantau
tergantung pada derajat syok dan dehidrasi. Penggantian elektrolit (terutama kalium)
mungkin dibuthkan. Pasien harus dikateter agar memantau output urin perjam. Pemantauan
tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik mungkin tepat pada sepsis yang parah atau
dibutuhkan.
Antibiotik harus yang spektrum luas, mencakup bakteri aerob dan anaerob dan
diberikan secara intravena. Sefalosforin generasi ketiga dan metronidazol adalah strategi
primer yang biasa digunakan. Untuk pasien dengan peritonitis bawaan di rumah sakit (misal
kebocoran anastomosis) atau yang membutuhkan ICU, terapi lini kedua dengan meropenem
secara dini dan tepat adalah kunci untuk mengurangi mortalitas pada pasien dengan syok
Nasogastric tube dan aspirasi meringankan muntah dan distensi abdomen serta
Definitif
Pembedahan
Laparatomi biasanya dilakukan melalui insisi midline atas atau bawah (tergantung
Mengatur asal sepis dengan membuang organ yang meradang atau iskemik (atau
melakukan anastomosis primer pada pasien-pasien dengan peritonitis (tersedia untuk pasien
dengan hemodinamik yang stabil dan tidak memiliki faktor risiko lain yang signifikan). Ada
sedikit bukti keuntungan klinis untuk dilakukan irigasi peritoneum, kemungkinan karena
berdampak pada sel mesotelial. Dibandingkan irigasi kuat dari roggan peritoneum,
pembuangan debris, material purulen atau fekal mungkin cukup. Penutupan massa abdomen
selama lima hari pasca pebedahan pada kasus-kasus peritonitis geeralisata atau kompleks.
peritonitis sekunder yang parah yang, setelah laparatomi pertama, mengalami sepsis atau
perburukan gejala. Operasi kembali mungkin dilakukan ‘sesuai kebutuhan’, atau dalam
strategi ‘terrencana’ yang lebih agresif dengan interval yang teratur. Laparatomi ulang
terrencana sering melibatkan meninggalkan dinding abdomen terbuka dengan selembar mesh
sintetis in situ untuk mencegah eviserasi. Modifikasi adalah ‘tatalaksana primer terbuka’, dan
belakangan telah menyimpulkan bahwa survival rate jangka panjang dan selama perawatan
lebih tinggi pada pasien yang ditangani dengan laparatomi ulang sesuai kebutuhan
dibandingkan dengan mereka dengan penyakit yang memiliki keparahan yang sama yang
ditangani dengan laparatomi ulang yang direncanakan.4 Mengombinasikan data klinis dengan
pencitraan CT rutin adalah kunci untuk memberikan pilihan yang tepat dan tepat waktu untuk
pasien yang membutuhkan laparatomi ulang sesuai kebutuhan. Bagaimanapun, hal ini harus
selalu diingat bahwa banyak pasien sepsis tidak membutuhkan laparatomi ulang tapi
sederhananya hanya membutuhkan masa ventilasi mekanis yang lebih lama, antibikrob dan
dukungan organ. Mendapatkan kontrol sepsis yang efektif pada saat pembedahan pertama
secara vital penting karena setiap operasi yang berurutan ditemukan dengan peningkatan
terhadap absorpsi karbon dioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang inflamasi belum
disetujui. Oleh sebab itu, laparoskopi telah terbukti efektif dalam mengatasi apendisitis akut
dan ulkus duodenum perforasi. Tindakan ini dapat digunakan pada kasus-kasus dengan
perforasi koloni, tapi tingkat konversi terhadap laparotomi masih tinggi. Syok atau ileus besar
terlokalisasi, tapi secara umum cepat ‘bertembok’ dan gagal untuk mengeringkan
keseluruhan rongga peritoneum. Masih terdapat sedikit bukti untuk mendukung penggunaan
Tidak ada satu uji laboratorium yang dengan mudah tersedia untuk memprediksi keparahan
dan kultur fungi berhubungan dengan outcome yang buruk, tapi uji ini memiliki penerapan
Sistem skorin telah dianjurkan sebagai prediktor prognostik, tapi utamanya dalam konteks
pemeriksaan dan uji klinis melibatkan kelompok besar pasien, sebagai contoh:
Mannheim Peritonitis Index dan Peritonitis Index Altona II spesifik untuk peritonitis.
Modified Imrie Scores mungkin digunakan sebagai penilaian keparahan penyakit pada kasus
Komplikasi
sedang terjadinya sepsi (misal pireksia, peningkatan hitung sel darah putih), pemeriksaan
perkutaneus dengan antibiotik ‘tamu terbaik’ adalah pilihan tatalaksana jika infeksi
terlokalisasi ditemukan. Terapi antibiotik harus disesuaikan dengan respons sebagai umpan
balik dari kultur diambil pada saat dilakukan drainase. Sepsis abdomen menyebabkan
mortalitaas sekitara 30-60%.3 Outcome seringnya buruk setelah dibawa ke ICU. Faktor yang
Usia
Skor APACHE II
Syok septik
Imunokompromis