Disusun Oleh :
Amirah dhia Nabila sinum
1102014020
Pembimbing :
dr. Tri wahyu pamungkas, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. s
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 38 tahun
Alamat : Jatipura
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah menikah
Tanggal masuk : 03 agustus 2018 19:00
Tanggal pemeriksaan : 06 agustus 2018 08:00
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : lemah badan bagian sebelah kiri
Keluhan tambahan : mual,muntah,kepala pusing,benjolan payu dara keluar nanah
3
A. Status Neurologis
Pupil
Kanan Kiri
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tak langsung + +
Saraf Kranial
Kanan Kiri
N. I (olfactorius) - -
N. II(opticus)
Reflek Cahaya + +
Langsung
N. III (oculomotorius)
Ptosis - -
Refleks cahaya
tidak langsung +
+
N. IV (troklearis) Baik Baik
N. V (trigeminus)
Mengunyah
Sensibilitas wajah Simetris
Reflek kornea Baik
N. VI(abdusen) Baik Baik
N. VII (facialis)
Mencucurkan bibir Tidak simetris
Kerut dahi Tidak simetris
Tersenyum Tidak simetris
4
Perasa lidah Simetris
Angkat alis Tidak simetris
N. IX (glossofaringeus)
Posisi uvula Ditengah
Pengecapan 1/3 +
posterior lidah
N. X (vagus)
Menelan + +
muntah + +
N. XI (asesorius)
Menoleh Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik
N. XII (hipoglosus)
Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri
Tremor Tidak ada
Atrofi lidah Tidak ada
Kanan Kiri
Motorik
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 5555 3333
Ekstremitas bawah 5555 2222
Refleks fisiologis
Biceps + +
Triceps + +
Patella ++ ++
Refleks patologis
Hoffman - +
Tromner - +
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schifer - -
Gorda - -
5
Keseimbangan dan Koordinasi
Romberg
Disdiadokokinesis
Tes finger to nose Tidak dapat dinilai
Heel to knee
Rebound phenomen
DARAH LENGKAP
Ht 24.9 % 35.0-49.0
INDEKS ERITROSIT
HITUNG JENIS
KIMIA KLINIK
6
Glukosa sewaktu 200 (H) mg/dL 75-140
Ureum 113.3 (H) mg/dL 10-50
Creatinin 2.94 (H) mg/dL 0.45-0.75
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 135-147
Kalium 4.3 mmol/L 3.5-5.0
Chlorida 99 mmol/L 95-105
pH 7.39
PCO2 4.2
PO2 73
HCO3 25.7 mmol/L
BE 0.3 mmol/L
SBC 25.1
% SO2 C 94.5 %
HCT 3.9 %
FIO2 100
KIMIA KLINIK
7
Glukosa sewaktu 181(H) mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 144 mmol/L
Kalium 3.9 mmol/L
Chlorida 100 mmol/L
V. RESUME
Subyektif
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun diantar oleh keluarganya pada tanggal 03
agustus 2018 dengan badan lemas dan bicara pelo
Keluhan disertai juga dengan muntah-muntah berupa air
Keluhan juga di sertai sakit kepala hebat
Pasien mempunyai ca mammae dari 4 tahun yang lalu
Terdapat kelemahan pada anggota geraknya atas dan bawah sebelah kiri
Pasien juga mengeluh nyeri punggung dan makin sakit bila tidur terlantang.
8
Obyektif
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- GCS : E4 M5 V5
- Tanda vital :Tekanan darah : 180/110
Nadi : 115 x/menit
Pernafasan : 12x/menit
Suhu : 37 ˚C
Spo2 : 97 %
Status Neurologis
VI. DIAGNOSIS
◦ Diagnosis Klinis : hemiparase sinistra
◦ Diagnosis Topis : hemisphere serebri dextra
◦ Diagnosis Etiologis : lesi desak ruang akibat
metastasis
Saran pemeriksaan
Ct Scan
Foto polos
MRI
9
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
-IUFD RL 20 tpm
-DC
-O2 4liter/menit
-tab amblodipin
-potasium chloride
-tf darah
10
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kanker payudara atau karsinoma mamae merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Karsinoma
mammae adalah pertumbuhan sel-sel dari jaringan payudara yang tidak terkontrol.
Sebagian besar tumor akan metastasis yg bersifat ekstradural. Maka tumor dimasukan
ke dalan kelompok sktradural. Metastasis merupakan penyebaran sel-sel kanker dari
tumor melalui aliran darah atau limfe hingga ke organ organ lain. Hal ini
menyebabkan rasa sakit, keretakan tulang, dan gejala yang sering timbul adalah
kelemahan ekstremitas,gangguan sensorik,dan disfungsi otonom. Kelemahan
ektremitas umumnya bersifat bagian tubuh yang di persarafi pada level bawah lesi.
Epidemiologi
Tumor primer yang sering bermetastasis antara lain payudara (21%) paru
(14%) prostat (7.5%) ginjal (5.5%) git (5%) dan tiroid (2.5%). Lokasi
metastasis tumor sering dijumpai di vertebra, para vertebra,epidural. Oleh
karena itu metastasis sering ditemukan segmen torakal (70%) dan lumbosakral
(20%) dan servical (10%)
Faktor Resiko
Faktor risiko kanker payudara ialah:
- Umur lebih dari 30 tahun
- Anak pertama lahir pada usia ibu lebih dari 35 tahun
- Menarche dibawah 12 tahun
- Menopause lebih dari 55 tahun
- Pernah operasi tumor jinak payudara
- Mendapat terapi hormonal yang lama
- Adanya kanker payudara kontralateral
- Adanya riwayat kelainan ginekologis
- Adanya riwayat radiasi di dada
- Adanya riwayat keluarga yang mendapat kanker payudara
11
PATOFISIOLOGI
Tumor metastasis sebagian besar terletak di ekstradural. Sel tumor primer paling
sering menyebar ke spinal melalui sistem vena, pada kondisi normal 5-10% darah yang
berada dalam sistem vena porta dan vena kava mengalir ke sistem vena vertebra yang
berhubungan dengan pleksus vena epidural. Pleksus vena epidural ini berada dalam kanalis
spinalis dan tidak memiliki katup di antara kolumna spinalis dan duramater medula spinalis.
Selain meastasis melalui sistem vena, sel tumor juga dapat menyebar ke spinal melalui arteri
dan limfatik. Selain itu terdapat faktor instrinsik dari sel tumor primer yang mendukung
keberhasilan pertumbuhan sel dalam jaringan tulang,misalnya prostaglandin dan stimulasi
faktor aktivasi osteoklas pada metastasis sel kankeng payudara yang menyebabkan lesi litik
pada tulang. Sel-sel tumor metastasis yang telah menginvasi jaringan tulang trabekular
kemudian akan mengasilkan substansi yang menyebabkan resorpsi tulang secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan adanya sekresi beberapa substansi sperti hormon
paratiroid,prostaglandi,dll oleh sel tumor,maka terjadi peningkatan stimulasi osteoklas di
jaringan tulang trabekular. Jaringan tulang mengalami proses lanjut resorpsi dengan peran
dan osteoklas, dan remodeling, melalui peran osteoblas. Pada sel kanker, keseimbangan
tersebut hilang dan lisis, menebal, atau lesi bercampur dihasilkan. Lesi osteolitik merupakan
penyebab stimulasi aktivitas osteoklastik yang dibarengi dengan penurunan aktivitas
osteoblastik, bukan karena efek langsung dari sel tumor ke tulang. Lesi osteoblastik
merupakan ekspresi dari peningkatan pembentukan tulang sekitar sel tumor berhubungan
dengan ketidakseimbangan aktivitas osteolitik dan gangguan pergantian tulang. Sekali sel
kanker menginvasi tulang, sel tersebut memproduksi faktor pertumbuhan yang secara
langsung menstimulasi aktivitas osteoklas dan/atau osteoblastik yang menyebabkan
remodeling tulang dan lebih lanjut pelepasan faktor pertumbuhan yang menyebabkan
destruksi tulang dan pertumbuhan tumor lokal. Pertumbuhan lokal inilah yang menyebabkan
adanya lesi di basis kranii sehingga mengganggu penerimaan serabut corticonuclearis pada
nukleus motorik nervus akan menimbulkan gejala klinis yang terlihat.
HEMIPARESE
Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada satu sisi. Pada
hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan daripada hemiplegi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral atau perdarahan.
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi sepanjang
traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan
12
jaringan oleh trauma atau infeksi, ataupun penekanan langsung dan tidak langsung oleh
massa hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan adanya
gangguan pada traktus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak
atas dan bawah.
Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera
traumatic, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontralateral. Hemiparesis yang
terlihat pada wajah dan tangan (kelemahan brakhiofasial) lebih sering terjadi dibandingkan di
daerah lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas.
13
Lesi setingkat pedunkulus serebri, seperti proses vaskular, perdarahan, atau tumor,
menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral. Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (tumor, iskemia
batang otak, perdarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral.
Lesi pada pyramid medulla (biasanya akibat tumor) dapat merusak serabut-serabut traktus
piramidalis secara terisolasi, karena serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal
pada tingkat ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flasid kontralateral. Kelemahan tidak
bersifat total (paresis, bukan plegia), karena jaras desendens lain tidak terganggu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto Polos
Metastase tulang mungkin osteolitik, sklerotik, atau campuran pada foto
tulang konvensional. Metastasis osteolitik ditemui paling sering, terutama DARI
karsinom payudara dan karsinom paru.
14
Gambar 8: Osteolitik metastasis di tulang paha distal dari seorang wanita
dengan karsinoma payudara
- CT-Scan
CT tidak dapat digunakan sebagai penilaian utama metastasis, namun baik
untuk mendefinisikan tingkat keterlibatan tulang dan membantu menilai risiko
fraktur patologis.
- MRI
Peranan MRI sangat sensitif terhadap penilaian metastasis pada tulang
terutama jika ditemukan lesi ataupun untuk mendeteksi lesi metastasis intra
medulla, serta vertebra.
15
Gambar 10: MRI thorakalis potongan sagital pada pasein dengan Ca. Mammae. Tampak
gambaran lesi pada corpus vertebra T11.
Bone Scintigraphy
Pada pemeriksaan radiologis ini menggunakan metode pemeriksaan nuclear
medicine, dimana sangat sensitif tapi tidak spesifik. Prinsip pemeriksaan ini untuk
mendeteksi adanya peningkatan metabolisme pada tulang yang terjadi disekitar lesi /
metastasis tulang.
Gambar 11: bone scintigraphy pada pasien dengan Ca. Prostate Tampak gambaran
“hot lesion” pada tulang-tulang axial yang menunjukkan adanya metastasis tulang
PENATALAKSANAAN
Diagnosis banding tumor metastasis cukup luas, mencakup tumor primer (glioma,
meningioma, limfoma), infeksi (abses serebri, ensefalitis), lesi demielinasi, infark serebral
dan perdarahan intraserebral. Sebagian besar tumor metastasis berupa lesi multipel yang
menyangat kontras.2
16
Tabel 3. Penyebab Multiple Enhancing Lesion pada Otak
18
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak
metastasisuntuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Edemaperitumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan intrakranial
dan dimediasi olehberbagai mekanisme, termasuk peningkatan permeabilitas yaang dinduksi
oleh faktor-faktoryang disekresi oleh tumor dan jaringan sekitar, sepertiradikal bebas, asam
arakidonat,glutamat, histamin, bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan
VEGF.Dexamethasonemerupakan steroid potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk
mengatasi edema yangberhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan
glukokortikoid lain dalam mengurangi edema masih belum jelas.Seperti diketahui bahwa
tumor otak metastasismemiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek obat-
obatan ini tampaknyadimediasi melalui pengikatan dengan reseptorini yang akhirnya
menyebabkan ekspresi gen baru.Inhibisi produksi dan pelepasan faktor vasoaktif yang
disekresi oleh sel-sel tumor dan sel-selendotel, seperti VEGF dan prostasiklin, tampaknya
terlibat dalam proses ini. Debagaitambahan, glukokortikoid tampaknya menghambat
reaktivitas sel-sel endotel terhadapbeberapasubstansi yangmenginduksi permeabilitas
kapiler.4
Padapasien tumor metastase dengan gejala ringan akibat efek massa, direkomendasikan
pemberian kortikosteroid dengan dosis4-8 mg per hari, sedangkan untukpasien dengan gejala
menengah hingga berat direkomendasikan dosis 16 mg atau lebih perhari(level 3).
Dexamtehasone merupakan kortikosteroid pilihan dan sebaiknya diturunkanperlahan selama2
minggu.(level 3). Dexamethasone diturunkan setelah pemberian selamasatu minggu dan
dihentikan setelah 2 miggu jika memungkinkan.14
Nyeri Kanker
Nyeri dapat timbul pada tumor metastasis. Metastasis pada parenkim otak
menyebabkan nyeri dengan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) dan
menyebabkantraksi dura. Nyeri kepala biasanyatidak terlokalisasi dengan baik dan sering
dirasakandiseluruh kepala. WHO telah menetapkanpendekatan farmakologis dalam
tatalaksana nyerikanker, yang bergantung pada intensitas nyeri, apakah ringan, sedang atau
berat. Langkah 1adalah untuk pasien dengan nyeri ringan atau menengah dan terdiri dari
penggunaan analgetiknonopioid, yaitu asetaminofen, salisilat dan nonsteroidal anti-
inflammatory drugs(NSAID).Langkah 2 ditujukan pada pasien dengan nyeri ringan hiingga
19
menengah yang tidak teratasidengan analgesik onopioid dan untuk pasien dengan
nyerimenengah hingga berat saat onsetyang terdiri dari opioid potensirendah yaitu kodein,
oxycodone, hydrocodone, danpropoxyphene. Langkah 3 merupakan opioid potensi tinggi,
mencakupmorfin, oxycodone,hydromorphone, levorphanol, methadonedan fentanyl. Langkah
3 ditujukan pada pasiendengan nyeri berat atau yang tidak teratasi dengan opioid
potensirendah. Analgetik ajuvandapat diberikan bersamaan dengan obat-obat pada langkah
1,2,3.
Tindakan Bedah
Tindakan bedah pada metastasis intrakranial memberikan beberapa keuntungan.
Pertama, reseksi total menghilangkan efek massa, iritasi otak, dan edema. Karena lesi
metastatik tumbuh dengan cara ekspansi dan bukannya invasi ke jaringan otak, maka eksisi
dapat memperbaiki disfungsi neurologis yangdisebabkan oleh kompresi ke jaringan otak.
Kedua, tindakan bedah memungkinkan diagnosis patologis pada kasus dimana kanker
primernya belum diketahui. Keuntungn tindakan bedah harus ditimbang dengan risikonya
pada tiap pasien. Operasi harus dipertimbangkan hanya pada pasien yang akan mendapat
manfaat dari tindakan bedah. Manfaat dari operasi dalam pengobatan fokus metastasis
tunggal telah divalidasi oleh data dari berbagai studi. Tindakanbedah tetap menjadi terapi
utama pada pasien dengan metastasis tunggal yang terlalu besar jika hanya diterapi dengan
radiosurgery. Peran tindakan bedah pada pasien dengan metastasis multipel masih belum
6
jelas. Tindakan bedah dilakukan jika terdapat efek massa yang signifikan dan /atau
debulking diiperlukan untuk menghilangkan gejala dengan segera dan atau meningkatkan
kualitas hidup.
20
Tujuan dari gross total resection (GTR) adalah untuk mengangkat seluruh jaringan tumor dan
jaringan normal sekitarnya seminimal mungkin untuk memperoleh batas ynag jelas. Ini biasa
dilakukan dengan reseksi mikorsurgikal agar dapat membedakan jaringan tumor dan jarungan
normal dengan jelas. Harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai pembuluh
darah di sekitarnya yang dapat melalui ata uberdekatan dengan tumor namun memberikan
perfusi ke jaringan otak normal.
Klasifikasi RPA
The Radiation Therapy Oncology Group mengembangkan metode stastistik untuk
mengkategorikan pasien kanker yang dikenal dengan sistem klasifikasi Recursive
Partitioning Analysis. Sistem klasifiksi ini berdasarkan usia, skor Karnofsky Performance
Scale (KPS) dan luasnya penyakit sistemik. Pasien dengan RPA kelas 1 memiliki usia kurang
dari 65 tahun, memiliki skor KPS 70 atau lebih dan tidak memiliki penyakit sistemik atau
memiliki penyakit sistemik yang terkontrol. Pasien dengan RPA kelas 2 memiliki usia 65
tahun atau lebih dan memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol, namun nilai KPS yang
lebih dari 70. Pasien dengan KPS kurang dari 70 dikategorikan sebagai RPA kelas 3. Pasien
dengan RPA kelas 1 dianggap sebagai kandidat yang baik untuk tindakan kraniotomi,
sedangkan pasien dengan RPA kelas 3 dianggap sebagai kandidat yang buruk. Pemilihan
pasien dengan RPA kelas 2 kurang begitu jelas, dan membutuhkan pertimbangan yang lebih
hati-hati seperti durasi dan faktor risiko medis.4
Selama lebih dari 30 tahun, radiosurgery (RS) merupakan pilihan terapi bagi pasien tumor
otak. Pada 15 tahun terakhir, RS merupakan pilihan terapeutik yang juga dipertimbangkan
pada pasien dengan metastasis otak. Tindakan RS relatif aman dan efektif bagi pasien dengan
metastasis otak. Walaupun data kelas I terbatas, sejumlah studi menunjukkan bahwa
penambahan RS pada WBRT meningkatkan survival pasien dengan metastasis tunggal,
memperbaiki kontrol lokal pada pasin dengan dua hingga empat metastasis dan memperbaiki
outcome fungsional pasien.Sejumlah data kelas II dan III juga mendukung penggunaan RS
dengan WBRT atau sebagai moterapi dan menunjukkan bahwa efikasinya serupa dengan
tindakan bedah.
Beberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa RS dan tindakan bedah memiliki efektivitas
yang sama pada metastasis otak. Tabel berikut menunjukkan risiko dan manfaat tindakan
bedah dan RS. Lokasi dan ukuran tumor dan adanya edema merupakan perimbangan yang
penting dala memutuskan penggunaan RS atau tindakan bedah. Tumor dengan ukuran besar,
21
pada lokasi yang mudah dijangkau, dan berkaitan dengan efek massa harus dilakukan
tindakan bedah.Tindakan bedah juga harus dieprtimbangkan pada pasien dengan lesi primer
yang tidak diketahui untuk memperoleh diagnosis. Tumor dengan ukuuran kecil(<3 cm)harus
diterapi dengan RS jika tumor ini tidak dapat direseksi.8
Level Rekomendasi
Pembedahan 1 Pembedahan diikuti WBRT lebih unggul dibanding
+WBRTvsPembedahan saja pembedahan saja
Pembedaha n 2 Efektivitassama(SRS blm utk lesi > 3 cm atau yg
+WBRTvsSRS ±WBRT menimbulkan efek massa signifikan)
3 SRS saja memberikan outcome yang hampir sama
dengan pembedahan +WBRT untuk metastasistunggal
Pembedahan +WBRTvs 1 Pembedahan diikuti WBRT lebih baik dibanding
WBRT saja WBRT saja pada pasien dengan status
performanceyang baik
22
Radiasi
Whole brain radiation therapy (WBRT) telah menjadi terapi utama pada tumor otak
metastase selama lebih dari 50 tahun dan merupakan terapi paliatif yang paling efektif pada
sebagian besar pasien. Isu penting pada penggunaan WBRT adalah mengoptimalkan
efikasinya jika digunakan bersamaan dengan tindakan bedah, radiosurgery, agen
radiosensitizing dan agen kemoterapi. Pendekatan multimodal ini memberikan peningkatan
median survival yang signifikan pada banyak pasien. Tindakan bedah dengan atau tanpa
WBRT masih menjadi pilihan penting pada pasien dengan metastasis otak tunggal. Walaupun
begitu reseksi bedah dikontraindikasikan pada banyak pasien karena kondisi komorbid atau
lokasi yang unresectable.10
Kemoterapi
Tumor metastasis umumnya menunjukkan respon yang buruk terhadap kemoterapi. Hal ini
tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor misalnya sifat tumor yang relatif resisten obat,
fakta bahwa metastasis otak biasanya dijumpai pada pasien dimana kemoterapi sebelumnya
telah gagal dan adanya sawar darah otak.Terdapat sejumlah studi tentang penggunaan
temozolamide pada tumor otak metastasis. Agen kemoterapi oral ini telah banyak dgunakan
pada terapi highgrade glioma dan menunjukkan penetrasi yang baik pada sawar darah otak.
Sejauh ini, efek obat ini masih terbatas. Obat ini lebih efektif jika digunakan dengan
kombinasi dengan WBRT atau radiosurgery.6
Pendekatan Terapi
Penatalaksanaan tumor metastasis terdiri dari tindakan bedah, radiosurgery (RS), WBRT dan
kemoterapi. Belum ada terapi standar, walaupun terdapat panduan umum untuk
penatalaksanaan metastasis tunggal,oligometastases (dua atau tiga metastasis), dan multipel
(empat atau lebih) dan untuk penyakit rekuren.8
Metastasis Tunggal
Pasien dengan metastasis tunggal dan penyakit sistemik yang terkontrol atau stabil harus
diterapi secara agresif dengan tindakan bedah atau RS, kecuali jika faktor prognostik lainnya
seperti skor KPS atau penyakit sistemik tidak memungkinkan tindakan yang sangat agresif.
Hasil studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan prognosis yang baik, tindakan bedah dan
radioterapi lebih unggul jika dibandngkan dengan radioterapi saja; begitu pula RS ditambah
23
WBRT lebih unggul dibandingkan WBRT saja Pada pasien dengan lesi tunggal dan skor KPS
≥ 70 terapi dengan single-dose SRS bersamaan dengan WBRT menunjukkan survival pasien
yang lebih lama jika dibandingkan dengan WBRT saja.
Metastasis Multipel
Penatalaksanaan pasien dengan empat lesi metastatik atau lebih masih terbatas. Secara
umum, pasien ini harus menerima terapi paliatif dengan WBRT saja dengan dosis yang
standar.Lebih kurang setengah pasien dengan metastasis multipel akhirya meninggal karena
perkembangan penyakitnya. Tindakan bedah harus dilakukan pada tumor dengan efek massa
dan RS dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tumor yang radioresistan.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G
2. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
4. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
5. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
2007.
7. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
8. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited
2010 May 15]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-
stroke-non-hemoragik.
9. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian
25
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
10. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
11. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.
h.19-23.
26