Anda di halaman 1dari 34

Lampiran : Keputusan Direktur RSU Siaga Medika Banyumas

Nomor :
Tentang : Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tanggal :

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian infeksi rumah sakit adalah infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit merupakan
persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung
menyebabkan kematian pasien. Beberapa kejadian infeksi rumah sakit mungkin
tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting
pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih
mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan
mengeluarkan biaya lebih besar. Penyebabnya oleh kuman yang berada di
lingkungan rumah sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri,
yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian
infeksi rumah sakit adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau
sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.
Infeksi rumah sakit merupakan masalah global dan menjangkau paling
sedikit sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di
rumah sakit di seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari hasil
surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di
4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986.Survey WHO ini juga menghasilkan
:18 % dari pasien yang terkena infeksi menderita lebih dari satu jenis infeksi
nosokomial, terutama pada pasien kronis. Adanya kemiripan tentang jenis
infeksi dan penyebabnya, Infeksi rumah sakit merupakan salah satu infeksi yang
sering terjadi di negara-negara berkembang maupun di negara-negara industri.
Sebagian besar masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 1


mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi rumah sakit tidak jauh berbeda
sehingga strategi dan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat
disusun untuk diterapkan pada kondisi masing-masing negara dan rumah
sakit.Akibat lain dari kejadian infeksi rumah sakit adalah : Lama perawatan
(LOS).
Di Amerika Serikat sebagai akibat infeksi rumah sakit diperlukan 8 hari
tambahan pertempat tidur setiap tahunnya, bertambahnya biaya operasional
rumah sakit dan meningkatnya beban biaya oleh pasien. Di Amerika Serikat
tambahan tersebut mencapai satu juta dolar per tahun di rumah sakit dengan
kapasitas 250 tempat tidur. Selain hal-hal tersebut diatas kejadian infeksi rumah
sakit akan mengganggu pasien yang memerlukan perawatan (waiting list) serta
berkurangnya produktivitas dan tambahan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga
pasien. Gambaran infeksi rumah sakit di Indonesia hingga saat ini belum begitu
jelas mengingat penanganan secara nasional baru dimulai. Namun mengingat
gambaran dan akibat infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat,
tentunya dapat dibayangkan bagaimana kejadian infeksi rumah sakit di
Indonesia. Walaupun belum ada angka yang pasti secara nasional ternyata
beberapa rumah sakit telah melaksanakan pengendalian infeksi rumah sakit sejak
beberapa tahun yang lalu. Sehubungan dengan besarnya masalah dan akibat
infeksi rumah sakit sebagaimana dikemukakan diatas, dalam rangka pencegahan
dan pengendaliannya ditetapkan sasaran bahwa untuk meningkatkan mutu dan
efisiensi pelayanan akan ditingkatkan pengendalian infeksi nosokomial dan
kesehatan lingkungan serta akan dilaksanakan kegiatan pengendalian dan
peningkatan mutu.
Sebagaimana salah satu syarat agar rumah sakit dapat melaksanakan
pengendalian infeksi rumah sakit dengan baik dan terarah adalah adanya buku
pedoman. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada
pedoman manajerial dan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dari
Departemen Kesehatan 2011, Infeksi yang berasal dari lingkungan rumah sakit
dikenal dengan istilah infeksi nosokomial mengingat seringkali tidak bisa secara
pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial diganti

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2


dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAis).Diharapkan
dengan adanya Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi ini, seluruh
petugas RSU Siaga Medika Banyumas memiliki sikap dan perilaku yang
mendukung standar pencegahan dan pengendalian infeksi di RSU Siaga Medika
Banyumas

B. Tujuan Pedoman
Tujuan utama dari program pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Siaga
Medika Banyumas adalah mengurangi risiko. Sarana kesehatan adalah
mengurangi risiko terjadinya endemi dan epidemi nosokomial pada Pasien yang
di rawat, Petugas dan Pengunjung.

Tujuan Umum :
1. Melindungi pasien dari Infeksi Rumah Sakit seperti Infeksi Saluran Kemih
(ISK), Infeksi Luka Operasi (ILO), Infeksi Aliran Darah primer (IADP),
Pneumonia (HAP/VAP), Dekubitus, Bakteriemia.
2. Melindungi pasien dari infeksi lain yang mungkin didapat sebagai akibat
terjadinya kontak dengan pasien lain atau tenaga kesehatan yang memiliki
koloni atau terinfeksi kuman.
3. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung dan orang-orang yang berada di
lingkungan rumah sakit dari risiko terpajan infeksi.

Tujuan Khusus
Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
petugas kesehatan di RSU Siaga Medika Banyumas
1. Konsep dasar penyakit infeksi
2. Fakta-fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSU Siaga Medika
Banyumas
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 3


6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian infeksi

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di RSU Siaga Medika
Banyumas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular
melalui udara (airborne), percikan (droplet), darah. Maka dari itu pedoman ini
dapat diterapkan untuk menghadapi penyakit-penyakit infeksi lainnya (Emerging
Infectious Diseases) yang mungkin akan muncul di masa mendatang, baik yang
menular melalui droplet, udara atau kontak.

Ruang lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :


1. Kewaspadaan Standar ; Kewaspadaan Isolasi dan Kewaspadaan Transmisi
2. Surveilans infeksi
3. Kebersihan Tangan sebagai barier protection
4. Penggunaan APD
5. Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien
6. Pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerjasama dengan IPSRS
7. Pengelolaan kebersihan lingkungan
8. Penggunaan bahan/ alat single-use dan re- use
9. Managenen linen RS
10. Pelayanan CSSD
11. Perlindungan Petugas dan Kesehatan Karyawan

D. Batasan Operasional
1. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimanaorganisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanyarespon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaansuseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kumanpatogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 4


menularkan kuman tersebut ke orang lain.Pasien atau petugas kesehatan
tersebut dapat bertindak sebagai "Carrier".
2. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
3. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi(organisme)
yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
4. Penyakit menular
Adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapatberpindah dari satu orang ke
orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Inflamasi (radang atau peradangan lokal)
merupakan bentuk respon tubuh terhadapsuatu agen (tidak hanya infeksi,
dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar) yang ditandai dengan
adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor) pembengkakan
(tumor) dan gangguan fungsi.
6. Systemic Inflamatory response syndrome (SIRS)
Sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon
tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau
lebih dari keadaan berikut :
1. Hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil,
2. Takikardi (sesuai usia)
3. Takipnoe(sesuai usia)
4. Leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenisleukosit
jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%.
SIRS dapat disebabkan karena infeksiatau non-infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan infeksi disebut "Sepsis".
7. Healtcare Assosiated Infection (HAIs)

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 5


infeksi yang didapat dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, juga
tidak terbatas infeksi pada pasien saja melainkan ke petugas dan keluarga
yang didapat pada saat melakukan tindakan keperawatan.

E. Landasan Hukum
1. Undang – undang RI Noomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang – undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Undang – undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Permenkes RI Nomor 986/ Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan
Lesehaatan Lingkungan Rumah Sakit.
5. Permenkes RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan.
6. Kepmenkes RI Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit
7. Kepmenkes RI Nomor 129/Menkes/Sk/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Ruma Sakit.
8. Kepmenkes RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Dilingkungan Departemen Kesehatan
9. Kepmenkes RI Nomor 1165.A./Menkes/SK/X/2004 tentang Komisi
Akreditasi Rumah Sakit
10. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Medik Nomor. HK.03.01/III/3744/08
tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit.
11. SK Menkes Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 6


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun agar dapat
mencapai visi, misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI dibentuk agar
dapat menyelenggarakan tugas,wewenang dan tanggungjawab secara efektif dan
efisien. Kualifikasi ketenagaan untuk komite PPI diantaranya :
1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI
2. Pernah mengikuti pelatihan PPI minimal pelatihan dasar PPI
3. Pendidikan minimal DIII
4. Mau bekerja purna waktu
5. Tim PPI terdiri dari perawat PPI/ IPCN dan 1 dokter PPI setiap 5 peawat PPI
6. Rumah sakit memiliki 1 IPCN yang bekerja purna waktu, dengan ratio 1
IPCN untuk tiap 100-150 tempat tidur.
7. Setiap 1000 tempat tidur sebaiknya memiliki 1 ahli Epidemiologi klinik
8. Dalam bekerja IPCN dapat di bantu beberapa IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang beresiko terjadinya
infeksi.

B. Distribusi Ketenagaan
Jabatan Pendidikan Jumlah Kualifikasi
Ketua komite  Dokter  Mempunyai minat
(IPCO)  Pernah mengikuti dalam PPI
pendidikan dan  Mempunyai
pelatihan dasar PPI kemampuan
leadership
IPCN  DIII Perawat Mempunyai minat
 Pernah mengikuti dalam PPI
pelatihan PPI (dasar Memiliki
dan lanjutan/ IPCN) kemampuan
leadership
Bekerja purna waktu

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 7


IPCLN  DIII perawat  Mempunyai minat
 Pernsh mengikuti dalam PPI
pelatihan dasar PPI  Memiliki
kemampuan
leadeship

RSU Siaga Medika Banyumas di handle oleh 1 IPCO dan 1 IPCN dengan
jumlah bad 202. Dengan susunan TIM komite sebagai berikut :
Ketua KPPI : 1 orang
IPCN : 1 orang
IPCLN : 11 orang

C. Pengaturan Jaga
IPCO dan IPCN bekerja purna waktu, di RSU Siaga Medika Banyumas IPCN
bekerja tiap jaga shift pagi, setiap ruangan di perbantukan oleh IPCLN, Masing-
masing IPCLN di bantu oleh masing – masing PJ shift di ruangan masing-
masing.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 8


BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan RSU Siaga Medika Banyumas

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 9


B. Standar Fasilitas
No Nama alat Jumlah
1. Komputer
2. Printer
3. Meja kerja
4. Steples kecil
5. Penggaris plastik
6. Pembolong besar
7. Lemari

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 10


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.

B. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


1. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B),
atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat
dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik
adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat
bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang
telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
“Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan
“Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara
penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar
akan dibahas pada bab berikutnya.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/
PEP)terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan
pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 11


lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah
hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas
pada bab selanjutnya.

C. Kewaspadaan Standar
1. Kewaspadaan standar untuk semua pelayanan pasien
a. Kebersihan tangan/ Hand hygiene
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca
mata pelindung) fase shield (pelindung wajah) gaun (Apron).
c. Peralatan perawatan pasien
d. Pengendalian lingkungan
e. Pemprosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
f. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
g. Penempatan pasien
h. Hygiene respirasi/ etika batuk
i. Praktik menyuntik yang aman
j. Praktik untuk lumbal punksi

1. Kebersihan tangan/  Hindari menyentuh permukaan di


Hand hygiene sekitar pasien agar tangan terhindar
kontaminasi pathogen dari dank e
permukaan.
 Bila tangan tampak kotor, mengandung
bahan berprotein, cairan tubuh, cuci
tangan dengan sabun biasa/ antimikroba
dengan air mengalir
 Bila tangan tidak tampak kotor,
dekontaminasi dengan handrub
 Sebelum kontak langsung dengan
pasien

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 12


2. Alat Pelindung diri  Pakai bila mungkin terkontaminasi
(APD) : sarung darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan
terkontaminasi, mucus membrane dan
tangan, masker,
kulit tidak utuh, kulut utuh yang
goggle (kaca mata potensial terkontaminasi,
pelindung), face  Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis
tindakan
shield (pelindung
 Pakai sarung tangan sekali pakai saat
wajah), gaun. merawat pasien langsung
 Pakai sarung tangan sekali pakai atau
pakai ulang untuk membersihkan
lingkungan
 Lepaskan sarung tangan segera setelah
selesai, sebelum menyentuh benda dan
permukaan yang tidak terkintaminasi,
atau sebelum beralih ke pasien lain.
 Pakai bila mungkin terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi
dan bahan terkontaminasi, mucus
membrane dan kulit yang tidak utuh,
kulit utuh yang potensial
terkontaminasi
 Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis
tindakan
 Jangan memakai sarung tangan 1
pasang untuk pasien yang berbeda
 Gantilah sarung tangan bila tangan
berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih
 Cuci tangan segera setelah melepas
sarung tangan
 Pakailah untuk melindungi
konjungtiva, mucus membrane mata,
hidung, mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktifitas perawatan
pasien yang beresiko terjadi cipratan/
semprotan dari darah, cairan tubuh,
sekresi, eksresi
 Pilih sesuai tindakan yang akan di
kerjakan

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 13


 Masker bedah dapat di pakai secara
umum untuk petugas RS untuk
mencegah transmisi melalui partikel
besar dari droplet saat kontak erat
(<1m) dari pasien saat batuk atau
bersin.
 Pakailah selama tindakan yang
menimbulkan aerosol walaupun pada
pasien tidak di duga infeksi
 Kenakan gaun (bersih tidak steril)
untuk melindungi kulit, mencegah baju
menjadi kotor, kulit terkontaminasi
selama prosedur/ merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan/
semprotan cairan tubuh pasien.
 Pilihlah yang sesuai antara bahan
gaun dan tindakan yang akan
dikerjakan dan perkiraan jumlah
cairan yang mungkin akan dihadapi.
Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi
apron tahan cairan
mengantisipasi semprotan/cipratan
cairan infeksius.
 Lepaskan gaun segera dan cucilah
tangan untuk mencegah transmisi
mikroba ke pasien lain ataupun ke
lingkungan
 Kenakan saat merawat pasien
infeksi yang secara epidemiologik
penting, lepaskan saat akan keluar
ruang pasien
 Jangan memakai gaun pakai ulang
walaupun untuk pasien yang sama
 Bukan indikasi pemakaian rutin
masuk ke ruang risiko tinggi seperti
ICU, NICU

3. Peralatan perawatan  Buat aturan dan prosedur untuk


pasien menampung, transportasi, peralatan
yang mungkin terkontaminasi darah

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 14


atau cairan tubuh
 Lepaskan bahan organic dari peralatan
kritikal, semikritikal dengan bahan
pembersih sesuai dengan sebelum di
DTT/ di sterilisasi.
 Tangani peralatan pasien yang
terkena darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dengan benar sehingga kulit
dan mukus membran terlindungi,
cegah baju terkontaminasi, cegah
transfer mikroba ke pasien lain dan
lingkungan. Pastikan peralatan yang
telah dipakai untuk pasien
infeksius telah dibersihkan dan tidak
dipakai untuk pasien lain. Pastikan
peralatan sekali pakai dibuang dan
dihancurkan melalui cara yang benar
dan peralatan pakai ulang diproses
dengan benar.
 Peralatan nonkritikal terkontaminasi
didisinfeksi setelah dipakai. Peralatan
semikritikal didesinfeksi atau
disterilisasi. Peralatan kritikal harus
didisinfeksi kemudian disterilkan
 Peralatan makan pasien dibersihkan
dengan air panas dan detergen
 Bila tidak tampak kotor, lap
permukaan peralatan yang besar
(USG, Xray) setelah keluar ruangan
isolasi.
 Bersihkan dan desinfeksi yang benar
peralatan terapi pernafasan terutama
setelah dipakai pasien infeksi saluran
nafas, dapat di pakai Na hipoklorit
0,05%
 Alat makan dicuci dalam alat pencuci
automatic atau manual dengan
detergen tiap setelah makan. Benda
dispisible dibuang ketempat sampah

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 15


4. Pengendalian  Pastikan bahwa rumah skait membuat
Lingkungan dan melaksanakan prosedur rutin untuk
pembersihan, disinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, peralatan
samping tempat tidur dan
pinggirannya, permukaan yang sering
tersentuh dan pastikan keiatan ini
dimonitor
 Rumah sakit harus mempunyai
desinfektan standar untuk menghalau
pathogen dan menurunkannya secara
signifikan di permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan
rantai penularan penyakit.
Desinfekstan adalagh membunuh
secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme tidak termasuk spora.
 Pembersihan harus mengawali
disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum
dibersihkan dari bahan organik
(ekskresi, sekresi pasien, kotoran).
 Pembersihan ditujukan untuk
mencegah aerosolisasi, menurunkan
pencemaran lingkungan. Ikuti aturan
pakai pabrik cairan disinfektan,
waktu kontak dan cara
pengencerannya
 Desinfektan yang biasa dipakai rumah
skait : Na hipoklorit (pemutih),
alcohol, komponen fenol, komponen
ammonium quarternary, komponen
peroksigen.
 Pembersih area sekitar pasien :
 Pembersih permukaan horizontal
sekitar pasien harus dilakukan secara
rutin dan setiap pasien pulang.
 Untuk mencegah aerosolisasi
pathogen infeksi saluran nafas,
hindari sapu. Dengan cara basah(kain

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 16


basah)
 Ganti cairan pembersih, lap kain,
kepala mop setelah dipakai
(terkontaminasi)
 Peralatan pembersihan harus
dibersihkan, dikeringkan tiap kali
setelah dipakai
 Mop diloundry dikeringkan tiap hari
sebelum disimpan dan dipakai
kembali
 Untuk mempermudah
membersihakan bebaskan area pasien
dari benda- benda/ peralatan yang
tidak perlu
 Jangan foging dengan desinfektan,
tidak terbukti mengendalikan infeksi.
 Pembersih bias dibantu dengan
vacuum cleaner (pakai filter, HEPA)
jangan memakai karpet
5. Pemrosesan  Penanganan transport dan proses linen
peralatan pasien dan yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, eksresi dengan prosedur yang
penatalaksanaan
benar untuk mencegah kulit, mucus
linen membrane terekspos dan
terkontaminasi linen, sehingga
mencegah transfer mikroba kepasien
lain, petugas dan lingkunngan.
 Buang terlebih dahulu kotoran
(missal:feses), ke toilet dan letakkan
linen dalam kantong linen.
 Hindari menyortir linen di ruang
rawat pasien. Jangan Memanipulasi
linen terkontaminasi untuk hindari
kontaminasi terhadap udara,
permukaan dan orang.
 Cuci dan keringkan linen sesuai SPO.
Dengan air panas 70oC, minimal 25
menit. Bila dipakai suhu < 70oC pilih
zat kimia yang sesuai.
 Pastikan kantong tidak bocor dan

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 17


lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu double.
 Petugas yang menangani linen harus
mengenakan APD
6. Kesehatan  Berhati-hati dalam bekerja untuk
karyawan/ mencegah trauma saat menangani
jarum, scalpel dan alat tajam lain yang
perlindungna
dipakai setelah prosedur, saat
petugas kesehatan membersihkan instrumen dan saat
membuang jarum
 Jangan recap jarum yang telah
dipakai, memanipulasi jarum dengan
tangan,menekuk jarum, mematahkan,
melepas jarum dari spuit. Buang
jarum, spuit, pisau, scalpel, dan
peralatan tajam habis pakai kedalam
wadah tahan tusukan sebelum dibuang
ke insenerato
 Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau
peralatanventilasi lain pengganti
metoda resusitasi mulut ke mulut
 Jangan mengarahkan bagian tajam
jarum ke bagian tubuh selain akan
menyuntik.
7. Penempatan pasien  Tempatkan pasien yang potensial
mengkontaminasi lingkungan atau
yang tidak dapat diharapkan menjaga
kebersihan atau control lingkungan
kedalam ruang rawat yang terpisah
 Bila ruang isolasi tidak
memungkinkan, konsultasikan kepada
ketua PPI.
8. Hygiene respirasi/  Edukasi petugas akan pentingnya
Etika batuk pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen dalam
droplet dan fomite terutama selama
musim/ KLB virus respiratorik di
masyarakat
 Terapkan pengukuran kandungan
sekresi respirasi pasien dengan indifidu

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 18


dengan gejala klinik infeksi
respiratorik, dimulai dari unit
emergensi
 Beri poster pada pintu masuk dan
tempat strategis bahwa pasien rajal
atau pengunjung dengan gejala klinis
infeksi saluran napas harus menutup
mulut dan hidung dengan tisu
kemudian membuangnya ke dalam
tempat sampah infeksius dan
mencuci tangan. Sediakan tisu dan
wadah untuk limbahnya
 Sediakan sabun, wastafel dan cara
mencuci tangan pada ruang tunggu
pasien rajal, atau alcohol handrub
 Pada musim infeksi saluran napas,
tawarkan masker pada pasien dengan
gejala infeksi saluran napas, juga
pendampingnya. Anjurkan untuk
duduk berjarak > 1 m dari yang lain
 Lakukan sebagai standar preaktik
 Kunci PPI adalah mengendalikan
penyebaran pathogen dari pasien yang
terinfeksi untuk transmisi kepada
kontak yang tidak terlindungi. Untuk
penyakit yang ditransmisikan melalui
droplet besar dan atau droplet nuklei
maka etika batuk harus diterapkan
kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran napas. Pasien,
petugas, pengunjung dengan gejala
infeksi saluran napas harus:
 Menutup mulut dan hidung saat
batuk dan bersin
 Pakai tissue atau saputangan, masker
kain/ medis bila tersedia, buang
ketempat sampah
 Lakukan cuci tangan
 Managemen RS/ fasilitas kesehatan
harus promosi hygiene respirasi/

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 19


etika batuk
 Promosi kepada semua petugas,
keluarga, pengunjung akan pentingnya
kandungan aerosol dan sekresi dari
saluran napas dalam mencegah
transmisi penyakit saluran nafas
 Menyediakan sarana untuk kebersihan
tangan (alcohol handrubs, wastafel
antiseptic, tissue towl, terutama area
tunggu harus di prioritaskan)

9. Praktik menyuntik  Pakai jarum yang steril, sekali


yang aman pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada
peralatan injeksi dan terapi
 Bila mungkin sekali pakai vial
walaupun multiduse.Jarum atau spuit
yang dipakai ulang untuk mengambil
obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba
yang dapat menyebar saat obat dipakai
untuk pasien lain.
10. Praktik untuk lumbal  Pemakaian masker pada insersi
punksi cateter atau injeksi suatu obat
kedalam area spinal/ epidural melalui
prosedur lumbal punksi misal saat
melakukan anastesi spinal dan
epidural, myelogram, untuk
mencegah transmisi droplet flora
orofaring.

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi


a. Penularan melalui kontak
Mengurangi resiko transmisi organisme patogen melalui kontak
langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat
terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan pindahnya organisme
selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung
juga dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 20


objek tercemar yang berada dilingkungan pasien. Pasien
dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular ; herpes
zoster, impetigo, konjungtivititis, kutu dan infeksi luka lainnya
memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak yaitu
dengan menggunakan APD.
b. Penularan melalui percikan
Untuk mengurangi resiko penularan melalui percikan bahan
infeksius. Transmisi droplet terjadi melalui kontak dngan
dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut
individu yang rentan oleh percikan partikel besar (>5 micron)
yang mengandung microorganisme
c. Penularan melalui udara

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 21


BAB V
LOGISTIK

A. Permintaan Barang (stock) Logistik


Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana dan prasarana semua barang
yang diperlukan untuk Komite PPI dalam rangaka pelaksanaan PPI di rumah
sakit.
Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan adalah
sebagai berikut :
1. Petugas administrasi (IPCN) menulis permohonan bon permintaan barang
(stock) secara tertulis di format permintaan barang.
2. Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh IPCN
3. Petugas IPCN menyerahkan bon permintaan kepada petugas logistik
4. Petugas logistik menerima bon permintaan barang.
5. Hari berikutnya petugas IPCN mengambil barang yang telah diminta ke
gudang logistik
6. Petugas IPCN melakukan pengecekan antara bon permintaan dengan barang
yang diserahkan.
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, IPCN
menandatangani penerimaan pada bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima dicatat oleh petugas administrasi IPCN kedalam
kartu inventaris barang logistik.
9. Petugas IPCN menempatkan barang kedalam lemari stock barang.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 22


BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan kepada pasien di rumah sakit
menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang tidak sesuai atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil

B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien/ pasien savety
adalah sebagai berikut :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien yang dirawat di rumah sakit siaga
medika pemalang
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
sekitar
3. Menurunnya angka kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan infeksi sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD).

C. Keselamatan Umum
a. Aturan umum mencuci tangan/ hand hygiene
Mencuci tangan merupakan aturan yang sangat penting untuk mencegah
penyebaran infeksi, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Tuangkan cairan antiseptik/ sabun ketelapak tangan secukupnya
2. Gosok kedua telapak tangan
3. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
5. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 23


6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan
kiri dan sebaliknya
8. Bilas kedua tangan dengan air mengalir sampai bersih.
9. Keringkan kedua tangan dengan tissue kering.
b. Dengan memperhatikan 5 momen mencuci tangan sebagai berikut :
1. Sebelum menyentuh/kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan/ prosedur aseptik
3. Sesudah menyentuh/ kontak dengan pasien
4. Sesudah menyentuh cairan tubuh pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

D. Alat Pelindung Diri


Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sarung tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan. Sebelum memakai sarung tangan dan setelah memakai sarung
tangan lakukan kebersihan tangan dulu dengan menggunakan cairan
antiseptik atau handrub berbasis alkohol. Satu pasang sarung tangan harus di
gunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya untuk menghindari konaminasi
silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan
yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di bagian tubuh
yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman.
2. Masker
Harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah
dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah
berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 24


tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker
tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif
untuk mencegah kedua hal tersebut.
3. Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggle) plastik
bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas kesehatan
harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak
sengaja ke arah wajah. Bila tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan
dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit
dan rambut tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Topi harus
cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat
memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
5. Gaun pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui droplet/ airborn. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah
untuk melindungi baju dan kulit petugas dari sekresi respirasi. Kontaminasi
pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai
gaun pelindung.
6. Apron
yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas, petugas harus mengenakan apron
dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 25


mengenai baju dan kulit petugas.
7. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia dikamar bedah.

Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


1. Cara menggunakan APD diruang Kohort :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan clemek plastik
f. Kenakan sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung wajah.
2. Cara melepas APD :
a. Desinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Desinfeksi clemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
d. Lepaskan clemek
e. Lepaskan gaun bagian luar
f. Desinfeksi tangan yang emnggunakan sarung tangan
g. Lepaskan pelindung mata
h. Lepaskan penutup kepala
i. Lepaskan masker
j. Lepaskan pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 26


E. Prosedur Penanganan Kecelakaan Laboratorium Patologi Anatomi
1. Tertusuk jarum
a. Segera keluarkan darah
b. Siram dengan air mengalir selama 10 – 15 menit
c. Cuci dengan air sabun/ desinfektan (jika perlu bilas dengan alkohol 70
%)
d. Tutup dengan menggunakan sedotan
e. Penanganan selanjutnya sesuai dengan alur pembahasan dibawah
2. Terpajan/ terkena cairan tubuh pasien (mulut, mata, hidung dan
mulut)
a. Cuci dengan air mengalir selama 10 – 15 menit
b. Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat
dengan hidung dengan memiringkan kepala.
c. Untuk kulit, cuci dengan air mengalir dan air sabun/ desinfektan (jika
perlu, bilas dengan menggunakan alkohol 70 %) dan keringkan handuk
bersih.
d. Penanganan selanjutnya sesuai dengan alur prosedur dibawah.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 27


BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Keselamatan Petugas dan Pencegahan HAIs


1. Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan kimia dan cairan
tubuh
 pada mata : bilas dengan air mengalir – 15 menit
 pada kulit : bilas dengan air mengalir – 1 menit
 pada mulut : segera kumur – kumur – 1 menit
 lapor kekomite PPI, Tim K3RS
2. Program kesehatan pada petugas kesehatan
adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat
ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain :
 monitoring dan suport kesehatan petugas
 vaksinasi bila dibutuhkan
 vaksinasi terhadap infeksi saluran pernafasan akut bila memungkinkan
 menyediakan antivirus profilaksis
 surveilans ILO membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran
nafas akut dari manusia
 terapi dan folow up epi/pandemic infeksi saluran nafas akut pada petugas
 rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila
terkena infeksi
 upaya suport psikososial.

B. Tujuan
 Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit
 Memelihara kesehatan petugas kesehatan
 Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidak mampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 28


1. Unsur yang dibutuhkan
 Petugas yang berdedikasi
 SPO yang jelas dan tersosialisasi
 Administrasi yang menunjang
 Koordinasi yang baik antara instalasi/ unit kerja
 Penanganan pasca pajanan
 Penanganan konseling
 Perawatan dan kerahasiaan medical record
2. Evaluasi sebelum dan sesudah penempatan meliputi :
 Status imunisasi
 Riwayat kesehatan yang lalu
 Terapi saat ini
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
3. Edukasi
Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misalnya :
kewaspadaan isolasi, kewaspadaan berbasis transmisi, kebijakan
departemen kesehatan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
terkini
4. Program imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
 Resiko ekspor petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien di rumah sakit
 Dana dari rumah sakit
Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah
seorang petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi unfluenza
dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 29


C. Penyakit akibat kerja dan penyakit pasca pajanan
Rumah sakit memiliki tata cara pelaporan dan managemen yang mudah
serta difahami oleh petugas.
Dapat berupa pedoman, alur, yang diinformasikan kepada petugas secara
detail sehingga berapa meliburkan petugas pasca pajanan serta membantu
petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara itu dapat meliputi :
 Informasi resiko terpajan
 Alur managemen dan tindak lanjut
 Penyimpanan data
1. Penerapan program
Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan.
Pelaksanaan harus merupakan cara yang paling efisien dan cost akan
efektif dimulai dengan survei dengan memakai kuasioner tingkat
imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survei dapat dipakai
untuk perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang
dibutuhkan.
2. Strategi program
Langkah demi langkah penerapan program harus dikalkulasikan sehingga
butget dapat disiapkan dan didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah
pemikiran, identifikasi kasus, peraturan pelayanan, langkah pencegahan,
managemen paska pajanan menjamin kesuksesan implementasi progran.
Hal ini juga dapat mencegah terjadinya dana yang terbuang percuma.
3. Jalinan kerja
Jalinan kerja yang baik antara petugas dan managemen membantu
pelaksanaan program. Kepercayaan pihak managemen Tim PPI RSU
Siaga Medika berupa dukungan moral dan finansial akan membantu
program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang
berkesinambungan dari Tim PPI RSU Siaga Medika dan dari setiap unit
kerja akan penting bagi upaya deteksi dini masalah PPI serta
ketidakpatuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan
mencegah kegagalan program

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 30


4. Pelaksanaan program dengan dana minimal
Perlindungan minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B,
imunisasi masal dan diulangi tiap 5 tahun paska imunisasi, disertai
dengan program managemen paska pajanan tusukan benda tajam dan
percikan bagi petugas, yang meliputi :
a. Tes pada pasien sebagai sumber pajanan
b. Tes HbsAg dan anti HBs kepada petugas
c. Tes serologi yang tepat
d. Penanganan yang tepat paska pajanan dalam 48 jam diberi
imunoglobulin hepatitis B
e. Bila perlu diberika boster
f. Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas.

D. Prosedur penanganan kecelakaan laboratorium patologi anatomi


1. Tertusuk jarum
a. Segera keluarkan darah
b. Siram dengan air mengalir selama 10 – 15 menit
c. Cuci dengan air sabun/ desinfektan (jika perlu bilas dengan alkohol 70
%)
d. Tutup dengan menggunakan sedotan
e. Penanganan selanjutnya sesuai alur
2. Terpajan cairan tubuh (kulit, mata, hidung dan mulut)

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 31


BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar
yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :

Definisi indikator adalah :


Ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan.
Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang
yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang
bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat performance atau
kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
snagat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus


memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 32


 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
 Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada input dan
proses
 Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan
 Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar
rumah sakit
 Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang
dipilih untuk dimonitor
 Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan
antara mutu baik dan mutu tidak baik
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan
 Acuan dari berbagai sumber
 Benchmarcing dengan rumah sakit yang setara
 Berdasarkan trend yang mempunyai tujuan lebih baik.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 33


BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal


yang harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil rumah
sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan
sarana dan prasarana sumber daya dan dana masih merupakan kendala di rumah sakit
umum siaga medika pemalang.
Namun keterbiasaan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk
menurunkan baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien.
Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua
personil rumah sakit siaga medika pemalang akan memiliki perilaku dan kemampuan
yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara
tepat dan berhasil dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit secara
berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap
rumah sakit.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 34

Anda mungkin juga menyukai