Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumor Ganas Ovarium Tipe Epitel

Tumor ganas ovarium tipe epitel adalah kanker ginekologi yang

paling fatal. Selain itu, tumor ganas ovarium tipe epitel dikenal sebagai

“silent killer” karena biasanya tidak ditemukan gejala apapun sampai

diketahui telah menyebar ke bagian tubuh lain. Secara klasik, tumor ganas

ovarium tipe epitel akan menyebar di regio lokoregional via diseminasi

peritoneal dan metastasis.9

Angka kejadian tumor ganas ovarium tipe epitel ini kira-kira 20%

dari semua keganasan alat reproduksi wanita. Insiden rata-rata dari

semua jenis diperkirakan 15 kasus baru per 100.000 populasi wanita

setahunnya. Menurut data statistik American Cancer Society insiden

tumor ganas ovarium tipe epitel sekitar 4 % dari seluruh keganasan pada

wanita dan menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat

kanker, diperkirakan pada tahun 2003 akan ditemukan 25.400 kasus baru

dan menyebabkan kematian sebesar 14.300. Hampir 70 % tumor ganas

ovarium tipe epitel tidak terdiagnosis sampai keadaan stadium lanjut,

menyebar dalam rongga abdomen atas (stadium III) atau lebih luas

(stadium IV) dengan harapan hidup selama 5 tahun hanya sekitar 15–

20%, sedangkan harapan hidup stadium I dan II diperkirakan dapat

mencapai 90% dan 70%.9

7
Penyebab pasti tumor ganas ovarium tipe epitel belum diketahui

namun multifaktorial. Teori terkait yaitu:9,10

1. Hipotesis incessant ovulation, teori ini menyatakan bahwa terjadi

kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka

pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang

terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel

tumor.

2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam

terbentuknya tumor ganas ovarium tipe epitel. Hal ini didasarkan

pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor

androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi

pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel tumor ganas ovarium

tipe epitel.

8
Stadium tumor ganas ovarium tipe epitel disusun menurut keadaan

yang ditemukan pada operasi eksplorasi. Stadium tersebut menurut

International Federation of Gynecologist and Oncologist (FIGO) sebagai

berikut:9

Tabel 2.1 Stadium Tumor Ganas Ovarium Berdasarkan Kriteria FIGO

Stadium Karakteristik

IA Tumor terbatas pada 1 ovarium, kapsul intak, tidak terdapat

tumor pada permukaan, tidak ada cairan asites

IB Tumor melibatkan kedua ovarium, lainnya seperti stadium IA

IC Tumor terbatas pada 1 atau 2 ovarium

IC1 Surgical spill

IC2 Kapsul ruptur sebelum operasi atau tumor pada permukaan

ovarium

IC3 Dijumpai sel malignan pada hapusan cairan peritoneal

IIA Penyebaran pada uterus dan/atau pada tuba falopii

IIB Penyebaran pada jaringan intraperitoneal pelvis

IIIA Terdapat keterlibatan kelenjar getah bening retroperitoneal

dan atau terdapat metastasis secara mikroskopis diluar

rongga pelvis

IIIA1 Terdapat metastasis hanya sampai kelenjar getah bening

retroperitoneal

IIIA1 (i) Metastasis ≤ 10 mm

IIIA1(ii) Metastasis > 10 mm

IIIA2 Terdapat keterlibatan mikroskopis, extrapelvis (diatas

9
pinggiran pelvis) dengan hasil positif kelenjar getah bening

retroperitoneal

IIIB Terdapat keterlibatan makroskopis ≤ 2cm dengan hasil positif

kelenjar getah bening retroperitoneal dan menyebar ke

kapsul hati atau limpa

IIIC Terdapat keterlibatan makroskopis > 2cm dengan hasil positif

kelenjar getah bening retroperitoneal dan menyebar ke

kapsul hati atau limpa

IVA Efusi pleura dengan sitologi positif

IVB Metastasis ke dan parenkimal hati dan limfa, metastase ke

organ – organ ekstraabdominal (termasuk kelenjar getah

bening inguinal dan kelanjar getah bening di luar rongga

abdomen)

Diagnosis tumor ganas ovarium tipe epitel:8,9

1. Anamnesis

Mayoritas penderita tumor ganas ovarium tipe epitel tidak

menunjukkan gejala sampai periode waktu tertentu. Pada stadium

awal Tumor ganas ovarium tipe epitel ini muncul dengan gejala-

gejala tidak khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan

adalah haid yang tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan

kandung kemih atau rektum, keluhan sering berkemih dan konstipasi

akan muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah

bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan.Pada stadium

10
lanjut gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan

adanya asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.

2. Pemeriksaan fisik

Tanda paling penting adanya tumor ganas ovarium tipe epitel adalah

ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat,

bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu

dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan

disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan. Cairan asites ini

diyakini hasil dari peningkatan produksi cairan karcinomatous atau

penurunan clearance oleh obstrusi saluran limfatik. Pada stadium

lanjut, pemeriksaan abdomen bagian atas biasanya menunjukkan

massa menandakan penggumpalan di omentum.10

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin lengkap dan metabolik menunjukkan

beberapa fitur khas. Sebagai contoh, 20 - 25 % pasien hadir dengan

trombositosis (jumlah trombosit >400x109/L. Pemeriksaan serum CA-

125 adalah biomaker untuk tumor ganas ovarium tipe epitel dengan

kadar >35U/mL adalah abnormal. Hampir 50% pada Tumor ganas

ovarium tipe epitel stadium awal dan >85% pada stadium lanjut

ditemukan peningkatan kadar CA-125 11,14,18

4. Pemeriksaan radiologis

Untuk membedakan tumor jinak dan tumor ganas ovarium tipe epitel

tahap awal, sonografi transvaginal adalah pemeriksaan yang paling

bermanfaat. tumor ganas adalah bilateral, multiloculated, padat atau

11
echogenik, besar (>5 cm), dan memiliki septa tebal dengan daerah

nodularitas. CT scan diperlukan untuk panduan operasi dan

menentukan metastasis. Namun, keakuratan CT scan sangat minim

dalam membedakan massa ovarium jinak dan ganas. Dalam hal ini,

transvaginal sonografi lebih bermanfaat.14,15

Tumor ganas ovarium tipe epitel epitelial berasal dari sel-sel

mesothelial ovarium dan termasuk beberapa tipe sel: serosa, mucinous,

endometrioid, clear cell, transisional sel, dan tidak berdiferensiasi. Tipe

epitelial mencakup lebih dari 60% tumor jinak ovarium tipe epitel dan lebih

dari 90% dari karsinoma ovarium. Sebanyak 35-40% adalah serosa, 6-

10% musinosa, 15-25% endometrioid, 5% clear cell, dan <1% Brenner.

Tipe serosa secara mikroskopis memiliki sel-sel menyerupai

epitelial di tuba fallopi pada tumor berdiferensiasi baik atau sel anaplastik

dengan atipia nuklir yang berat pada tumor berdiferensiasi jelek.Tipe

endometrioid biasanya berdiferensiasi jelek sehingga tidak dapat

dibedakan dengan mudah dengan tipe serosa. Tipe musinosa

mengandung sel epitelial terisi dengan musin, dan jinak. Sel ini mirip

dengan sel di endoserviks dan sel intestinal. Tipe clear cell terlihat sel

dengan glikogen yang terbanyak dan Hobnail cell pula memiliki nuklei

yang menonjol jauh ke dalam kistik lumen luar dari batas jelas

sitoplasma sel. 9,11,17,19

Mayoritas kanker berujung pada komplikasi metastasis yang

meningkatkan mortalitas secara drastis. Sel metastasis pada masuk ke

vaskular dan sistem limfatik, menginvasi jaringan, dan membentuk

12
neoplasma. Metastasis adalah suatu proses kompleks di mana sel tumor

memiliki karakteristik gen fenotipe metastasis ke target organ, mencakup

reseptor kemokin CXCR4 yang dapat mengirimkan sinyal langsung

kepada organ.4,5

Tumor ganas ovarium tipe epitel dapat menyebar dengan cara

sebagai berikut:22

1. Penyebaran transcoelomic: dimulai apabila tumor telah menginvasi

kapsul secara eksfoliasi. Pertama, sel-sel ganas dirilis ke dalam

rongga peritoneum ketika tumor menembus melalui permukaan

kapsul ovarium. Dengan mengikuti sirkulasi normal cairan peritoneal,

implantasi dapat terjadi dan berkembang di mana saja di abdomen.

Karakteristik unik dari tumor ganas ovarium tipe epitel adalah

metastasis biasanya tidak menyusup ke dalam organ visceral tetapi

berupa perlengketan di permukaan. Oleh karena itu, debulkingagresif

dapat dilakukan dengan morbiditas yang wajar.

2. Penyebaran limfatik: melalui pembuluh getah bening yang berasal

dari ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti

pembuluh darah di ligamentum infundibulo pelvikum, sel-sel kanker

dapat menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan KGB

interkavoaortik sampai setinggi arteri atau vena renalis. Melalui

pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah

diligamentum latum dan parametrium, sel-sel kanker dapat pula

mencapai KGB di dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB

obturatoria, dan KGB disekitar pembuluh darah hipogastrika.

13
3. Penyebaran hematogen: jarang terjadi, bila ada dapat ditemukan di

parenkim paru,hepar, otak atau ginjal pada 2-3% kasus. Sel-sel

maligna dapat menyebar melalui pembuluh darah yang menyuplai

ovarium sepanjang ligamentum infundibulopelvic yang berakhir di

kelenjar getah bening para-aorta sampai ke tingkat pembuluh darah

ginjal.

4. Transdiafragma: cairan asites yang mengandung sel-sel tumor

ganas dapat menembus diafragma sebelah kanan sehingga

mencapai rongga pleura. Implantasi sel-sel tumor ganas di rongga

pleura akan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor ganas

pada cairan pleura merupakan salah satu kriteria menetapkan

penderita tumor ganas ovarium tipe epitel berada di stadium IV.

Perkembangan lansung dari tumor ganas ovarium tipe epitel yang

semakin membesar dapat menyebabkan pertemuan tumor dengan

peritoneum pelvis dan struktur yang berdekatan termasuk uterus,

retrosigmoid kolon dan tuba fallopi. Biasanya, ini dikaitkan dengan

indurasi atau pengerasan yang signifikan pada jaringan sekitarnya.

2.2. Tumor Jinak Ovarium Tipe Epitel

Tumor jinak ovarium tipe epitel merupakan perbesaran sederhana

ovarium normal, folikel de graff atau korpus luteum atau kista ovarium.

Tumor jinak ovarium tipe epitel dapat timbul akibat pertumbuhan dari

epithelium ovarium. Tumor jinak ovarium tipe epitel merupakan suatu

14
tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas

yang berada di ovarium.8

Angka kejadian tumor jinak ovarium tipe epitel di dunia yaitu 7%

dari populasi wanita, dan 85% bersifat jinak.Sedangkan angka kejadian di

Indonesia tidak diketahui secara pasti dikarenakan pencatatan kasus yang

kurang baik.Namun, diperkirakan prevalensi tumor jinak ovarium tipe

epitel sebesar 60% dari seluruh kasus gangguan ovarium. Kistadenoma

ovarii musinosum sebesar 40% dari seluruh kasus neoplasma ovarium.

Frekuensi kistadenoma ovarii musinosum ditemukan Hariadi (1970)

sebesar 27%, Gunawan (1977) menemukan 29,9%, Sapardan (1970)

menemukan 37,2%, dan Djaswadi menemukan 15,1%. Frekuensi

kistadenoma ovarii serosum ditemukan Hariadi dan Gunawan di Surabaya

sebesar masing-masing 39,8% dan 28,5%. Di Jakarta Sapardan

menemukan 20%, dan di Yogyakarta ditemukan Djaswadi sebesar 36,1%.

Frekuensi kista dermoid ditemukan Sapardan sebesar 16,9%. Djaswadi

menemukan 15,1%, Hariadi dan Gunawan masing-masing menemukan

11,1% dan 13,5%.22

Tidak semua tumor jinak ovarium tipe epitel adalah kista patologis.

Ada kista yang bersifat fisiologis pada wanita di usia reproduksi. Sesuai

siklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang,

dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah

4 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan

dalam 3 bulan akan hilang. Beberapa jenis kista fisiologis diantaranya

adalah kista korpus luteal, kista folikular, kista teka-lutein.23

15
Tumor jinak ovarium tipe epitel dilihat menurut klasifikasinya yaitu

tumor jinak ovarium tipe epitel nonneoplastik dan tumor jinak ovarium tipe

epitel neoplastik jinak maka pembagiannya adalah sebagai berikut:8,24,25

1. Tumor Nonneoplastik

a. Tumor akibat radang: termasuk disini abses ovarial, abses

tubo-ovarial dan kista tubo-ovarial.

b. Kista folikel: berasal dari folikel de graff yang tidak sampai

berovulasi atau dari beberapa folikel primer yang setelah

bertumbuh di bawah pengaruh estrogen.

c. Kista korpus luteum: berasal atas sel-sel luteum yang berasal

dari sel-sel teka dengan dinding berwarna kuning.

d. Kista lutein: berasal dari korpus luteum hematoma. Kista ini

biasanya bilateral dan berukuran sangat besar akibat pengaruh

hormon koriogonadotropin yang berlebihan.

e. Kista inklusi germinal: berasal dari invaginasi dan isolasi

bagian-bagian terkecil dari epitel germinativum pada

permukaan ovarium.

f. Kista endometrium: berasal dari proliferasi dari sel yang mirip

dinding endometrium, umumnya berisi darah yang merupakan

hasil peluruhan dinding saat menstruasi.

g. Kista Stein-Laventhal: sindrom Stein-Laventhal dan kiranya

disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. Biasanya kedua

ovarium membesar dan bersifat polikistik, permukaan rata,

berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada

16
pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunika yang tebal dan

fibrotik.

2. Tumor neoplastik kistik

a. Kistoma ovarii simpleks: jenis kistadenoma serosum yang

kehilangan epitel kelenjarnya terhubung dengan tekanan cairan

dalam kista. Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus,

biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi

besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serus,

dan berwarna kuning.

b. Kistadenoma ovarii musinosum: asal tumor ini belum diketahui

dengan pasti. Tumor ini mungkin muncul sebagai tumor

unilateral kista teratoma atau sebagai metaplasia mucinosum

dari mesothelium. Kista ini biasanya mempunyai dinding yang

licin, permukaan berbenjol (lobulated) dan umumnya

multilokular dan odematosa; lokular yang mengandung mukosa

ini kelihatan biru dari peregangan kapsulnya.

c. Kistadenoma Ovarii Serosum
dengan ciri khas potensi

pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50% dan

keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning

dan kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak

jarang, kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh

dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma). Dinding kista

yang dilapisi epitel kubik atau torak yang rendah, dengan

sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar dan gelap

17
warnanya.

d. Kista endometrioid: biasanya unilateral dengan permukaan

licin; pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang

menyerupai lapisan epitel endometrium.

e. Kista dermoid: tumbuh akibat proses yang kurang sempurna

saat pembentukan lapisan embrional. Lapisan ektoderm yang

saat dewasa akan menjadi sel sel folikel rambut, tulang, serta

gigi secara tidak sempurna tumbuh di sekitar ovarium.

3. Tumor non neoplastik solid

a. Fibroma ovarii: berasal dari elemen fibroblastik stroma ovarium

atau sel mesenkim yang multipoten. Permukaan tumor tidak

rata, konsistensi keras, warnanya merah jambu keabuan.

b. Tumor Brenner: berwarna kuning muda seperti fibroma, dengan

kista-kista kecil, terdiri dari 2 elemen, yakni sarang-sarang yang

terdiri atas epitel epitel, yang dikelilingi jaringan ikat yang luas

dan padat.

c. Maskulinovoblastoma (adrenal cell rest tumor)

Diagnosis tumor jinak ovarium tipe epitel:

1. Anamnesis

Kebanyakan tumor jinak ovarium tipe epitel tidak menunjukkan gejala

dan tanda.Sebagian besar gejala dan tanda yang ditemukan adalah

akibat pertumbuhan, aktivitas hormonal atau komplikasi tumor

tersebut.Gejala dan tanda tersebut berupa benjolan di perut,

18
mungkin ada keluhan rasa berat, gangguan atau kesulitan defekasi

karena desakan, edema tungkai karena tekanan pada pembuluh

balik atau limfa dan rasa sesak karena desakan diafragma ke kranial.

Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat

berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita

2. Pemeriksaan Fisik

Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen.Walau pada

wanita premenopause yang kurus dapat teraba ovarium normal

tetapi hal ini adalah abnormal jika terdapat pada wanita

postmenopause.Perabaan menjadi sulit pada pasien yang gemuk.

Teraba massa yang kistik, mobile, permukaan massa umummnya

rata. Serviks dan uterus dapat terdorong pada satu sisi. Dapat juga

teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul pada ligamentum

uterosakral, ini merupakan keganasan atau endometriosis. Pada

perkusi mungkin didapatkan ascites yang masif.

3. Pemeriksaan radiologis

USG adalah pemeriksaan radiologis utama untuk tumor jinak

ovarium tipe epitel.Kista simpleks bentuknya unilokular, dindingnya

tipis, satu cavitas yang didalamnya tidak terdapat internal echo.Kista

kompleks multilokular, dindingnya menebal terdapat papul ke dalam

lumen.USG sulit membedakan tumor jinak ovarium tipe epitel

dengan hidrosalfing, paraovarian dan kista tuba. MRI memberikan

gambaran jaringan lunak lebih baik dari CT scan, dapat memberikan

gambaran massa ginekologik yang lebih baik. MRI ini biasanya tidak

diperlukan

19
2.3. Gen KiSS1

Gen supresor metastasis adalah sekelompok gen yang dapat

mengurangi invasi metastasis sel kanker tanpa mempengaruhi

tumorigenisitas mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, sebanyak 13 gen

supresor metastasis telah teridentifikasi mencakup NM23, KiSS1, KAI1,

BRMS1, TIMPs, E-cadherin, MKK4, TXNIP, CRSP3, DRG-1, SseCKs,

RhoGD12, dan RKIP.26,27

Dari seluruh MSG, hanya KiSS1 yang mengikat reseptor G protein

(GPR54 atau AXOR12 atau hOT7T175) dan diyakini berperan dalam

menghambat deposit metastasis. KiSS1 berperan pada metastasis akhir,

berbeda dengan Nm23 dan KAI1 yang berperan mensupresi adhesi dan

migrasi sel tumor primer pada awal metastasis.Peran KiSS1 telah

ditemukan dalam kanker payudara dan melanoma dan peran pada tumor

ganas ovarium tipe epitel masih terus diteliti.28,31

Gen KiSS1 pertama sekali ditemukan pada tahun 1996 pada

mamalia, mencit dan tikus. Pada manusia, gen KISS1 pertamasekali

ditemukan pada melanoma yang tersupresi metastasisnya. Perubahan

klon cDNA menjadi melanoma metastasis secara signifikan menekan

metastasis tanpa merubah sifat tumorigenitas yang ada.31,32

Lee et al. (1996) menunjukkan KiSS1 terpeta pada kromosom 6

pada sel C8161 dengan efek supresi pada sel kanker payudara

metastasis.Tetapi, Lee et al. (1997) kemudian menemukan pemetaan gen

ini pada kromosom 1q32.Goldberg et al. (2003) kemudian menjelaskan

bahwa ekspresi KiSS1 ada pada kromosm 1q32 dan diregulasi oleh

20
DRIP130 pada kromosom 6q16.3-q23 dan AP2alpha pada kromosom

6p24. Penelitian Welch et al. (1994) mengonfirmasi bahwa introduksi

kromosom 6 pada sel metastatik melanoma mensupresi penyebaran ke

paru-paru dan nodus limfa.31,32

KiSS1 dikenal sebagai sekuensi supresor (SS) pada plasenta

manusia dan kemudian Ki ditambahkan ke senyawa ini sehingga

namanya menjadi KiSS.KiSS1 kemudian dikenal berperan dalam biologi

dan metastasis tumor.KiSS1 paling banyak ditemukan pada plasenta,

terutama pada sel sinsitiotropoblas. Gen ini juga ditemukan pada sistem

saraf pusat, tetis, ovarium, pankreas, dan usus halus. Gen KiSS1

mengkode peptida amida karboksiterminal dengan residu 45 asam amino

dengan reseptor G protein yang disebut metastin.13

Gen KiSS1 tersusun dari 145 asam amino hidrofobik dengan

sekuensi sinyal sekretori pada terminal N (aa. 1-19). Gen ini memiliki 19

sekuensi sinyal asam amino putatif, dua tempat pembelahan potensial,

satu tempat untuk pembelahan terminal, dan amidasi.Produk translasi

primer dari gen ini adalah Kisspeptin. Kisspeptin adalah peptida mayor

yang tidak stabil dan dipecah secara proteolisis menjadi 3 fragmen yaitu

metastin (54 asam amino), Kisspeptin-14 (14 asam amino), dan

Kisspeptin-13 (13 asam amino). KiSS1 terletak pada kromosom 1q32

dengan empat ekson (ekson 5’ dan 3’), salah satu gen yang diregulasi

oleh kromosom 6 (regio 40 cM antara D6S468 dan D6S314 pada 6q16.2-

q23).11,12

21
Gambar 1. Gen KiSS1 dan turunannya33

Gen KiSS1 manusia memiliki residu Phe pada asam amino C-

terminal teramidasi. Gen KiSS1 termasuk dalam famili ligan peptida amida

RF (Arg-Phe-NH2) yang berperan mengaktivasi ortolog hOT7Y175 atau

AXOR12 pada GPR54 manusia, dalam fungsinya meregulasi aksis HPA

via regulasi sekresi GnRH dari hipotalamus. Penelitian Tenasempere et al.

(2012) menunjukkan bahwa KiSS1 berperan penting dalam berbagai

fungsi dalam tubuh seperti seksresi GnRH, aksi pada steroid seks,

regulasi metabolik fertilitas, inisiasi pubertas manusia, dan

mempertahankan fungsi reproduksi.34,35

Baru-baru ini, produk gen KiSS (Kisspeptin) telah ditemukan

menghambat metastasis berbagai tumor via mekanisme yang belum jelas,

kemungkinan dengan mengikat reseptor G-protein, GPR54 (AXOR12 dan

hoT7T175). GPR54 terletak pada kromosom 19p13,3, famili rodopsin

reseptor Gprotein. GPCR54 menginisiasi peningkatan Ca2+ intraselular

dan inositol 1,4,5-trifosfat. Sekarang, reseptor in dikenal sebagai reseptor

22
ini dikenal sebagai reseptor Kisspeptin (KiSS1) dengan 7 domain

transmembran.9,10

Kisspeptin akan mengikat GRP54 untuk aktivasi Gαq sehingga

terjadi inhibisi kemotaksis FBS, aktivasi ERK1/2, p38 MAPK, formasi

serabut stres, fosforilasi kompleks adhesi fokal, penurunan aktivitas MMP,

dan penurunan proliferasi sel pada reseptor transfektan. Becker et al.

2005 menunjukkan downregulasi proliferasi sel dan induksi apoptosis

KiSS1 melaui GPR54. Dittmer et al. (2006) juga menunjukkan silens

KiSS1 pada sel MDA-MB-231 dengan penurunan fosforilasi ERK1/2.

Kotani et al. 2001) menunjukkan aktivasi GPR54 dengan fosforilasi oleh

FAK dan membentuk kompleks adhesi fokal.18-20

Selain peningkatan kalsium intraselular, Cho et al. (2009) pada CHO

cells menunjukkan inhibisi VEGF-induced FAK phosphorylation pada

HUVEC, memblok defosforilasi dependen kalsineurin NFAT yang

menyebabkan supresi aktivasi transkipsi sel yang dependen NFAT. Di

samping itu, GPR54 juga meningkatkan NF-KB, inhibitor aktivasi TNF-alfa

dengan memblok RhoA.36

Penelitian Hori te al. (2001) menunjukkan bahwa lini sel yang

ditransfeksi oleh GPR54 dan terekspos Kisspeptin menunjukkan

penurunan pertumbuhan sel tetapi bukan apoptosis. Kisspeptin bukan

menginduksi kematian sel tumor pada tempat primer, melainkan melalui

GPR54 menganggu survival sel dengan meningkatkan sinyal proapoptosis

dan menganggu sinyal prosurvival dari RTKs.Becker et al. (2005)

menunjukkan sel karsinoma mammae MDA-MB-4355 yang diprogram

23
untuk mengekspresikan GPR54 sampai Kisspeptin-1 menunjukkan

penurunan kondensasi nukleus secara konsisten dengan apoptosis.

Navenot et al. (2009) menunjukkan Kisspeptin menginduksi sinyal

proapoptosis dan apoptosis pada dua lini sel terprogram.37-39

Di sisi lain, Gao et al. (2007) menujukkan adanya ekspresi dan

korelasi KiSS1, MMP-9, dan NF-kappaBp65 pada tumor ganas ovarium

tipe epitel. Ekspresi protein metastin pada tumor ganas ovarium tipe epitel

epitel primter lebih tinggi secara signifikan pada tumor ganas ovarium tipe

epitel dibandingkan adenoma jinak ovarium dan jaringan normal. Hata et

al. (2007) menunjukkan adanya ekspresi gen metastin, AXOR12, dan

gliseraldehida-3 fosfat dehidrogenase dengan real-time quantitative

reverse transciption polymerase chain reaction pada 76 spesimen tumor

ganas ovarium tipe epitel epitel. Hasil penelitian juga menunjukkan sinyal

metastin/AXOR12 dapat mensupresi fenotipe invasif dari tumor ganas

ovarium tipe epitel epitel.40

Regulasi negatif dari ekspresi MMP-2 dan MMP-9 dengan KiSS1.

Gen KiSS1 ditemukan membentuk kompleks yang stabil dengan pro-

MMP-2 dan pro-MMP-9 melalui domain propeptida MMP. Afinitas protein

KiSS1 dengan pro-MMP ditemukan pada kadar yang tinggi dan kompleks

sangat stabil. KiSS1 menurunkan ekspresi MMP-9 dengan melemahkan

ikatan NF-KB ke promoter.Hal ini merupakan salah satu dari berbagai

mekanisme yang bertanggung jawab atas metastasis yang dipengaruhi

oleh KiSS1. Bagaimanapun, mekanisme jelas dari aksi ini masih dalam

penelitian.41

24
Metastin ditemukan berperan sebagai ligan reseptor G-protein yang

disebut hOT7T175, AXOR12, atau GPR54.Seluruh metastin yang

berikatan ke reseptor G protein dan GPR54 menunjukkan identitas

sekuensi mirip GalR1 dan Galre (34-35%). Penelitian Ohtaki et al. (2001)

pada sel ovarium mencit dan sel melanoma B-16-B16 menunjukkan

metastin menghambat kemotaksis dan invasi in vitro serta mengurangi

metastasis pulmonal melanoma B-16-B16 secara in vivo.15

Sepertinya pasien yang memiliki ekspresi KiSS1 yang rendah

memiliki prognosis yang lebih buruk.Ekspresi metastin adalah faktor

prognostik independen untuk survival kanker pankreas.Kadar metastin

plasma dapat menjadi suatu faktor prognostik noninvasif untuk analisis

kanker pankreas. Schmid menunjukkan bahwa peningkatan KiSS1 pada

kanker hepatoselular berhubungan dengan perburukan klinis, dan dapat

menjadi marker prognostik independen dalam agresivitas kanker.39-44

2.4. Ekspresi KiSS1 Pada Tumor Ganas Ovarium Tipe Epitel

Profil ekspresi dan peran gen KiSS1 pada kanker masih belum

diketahui dengan jelas. Aktivasi GPR54 oleh gen ini akan memicu

hidrolisis fosfatidil inositol 4,5 bifosfat, mobilisasi kalsium, pelepasan asam

arakhidonat, dan fosforilasi ERK1/2 MAPK. Efek yang ditimbulkan adalah

penghambatan motilitas sel, invasi, proliferasi, dan metastasis.45

Bagaimanapun, mekanisme utama yang berhubungan dengan

metastasis tumor masih belum jelas. Penelitian Hata et al. (2007)

menunjukkan ekspresi gen KiSS1 yang rendah berhubungan dengan

25
invasi sel tumor ganas ovarium tipe epitel yang lebih agresif dan signfikan

bila digunakan sebagai faktor prognostik bagi pasien tumor ganas ovarium

tipe epitel. Martin et al. (2005) menunjukkan bahwa overekspresi gen

KiSS1 meningkatkan progresivitas kanker payudara. Ikeguchi et al. (2003)

menunjukkan overekpsresi KiSS1 dan GPR54 yang ditemukan pada

seluruh stadium lanjut kanker karsinoma hepatoselular. Liang et al. (2007)

juga menunjukkan kadar KiSS yang tinggi menjadi faktor inhibitor invasi

kanker pankreas. Sanchez-Carbayo et al. (2003) menunjukkan bahwa

penurunan ekspresi gen KiSS1 berhubungan dengan invasi vaskular pada

kanker kandung kemih. Dhar et al. (2004) juga menunjukkan

downregulasi ekspresi KiSS1 menyebabkan progresitivitas invasi kanker

gaster.18,43-50

Penelitian di atas menunjukkan ekspresi gen KiSS1 memiliki peran

penting dalam menghambat progresivitas dan meningkatkan survival

pasien kanker. Efek proliferasi sel oleh KiSS1 ditemukan tidak

mempengaruhi tumorigenitas sel. Karakterisasi gen KiSS1 metastin besar

perannya dalam menghambat metastasis kanker. Golberg et al. (2003)

menunjukkan bahwa penurunan koaktivator transkipsi gen KiSS1

(CRSP3/DRIP130) akan menurunkan progresitivitas potensial kanker.

Upregulasi KiSS1 berhubungan dengan protein redoks kecil yang disebut

thioredoksin (terpeta pada kromosom 1). Nash et al. (2006) juga

menunjukkan KiSS1 dapat menghambat inisiasi kolonisasi sel metastasis

ke suatu tempat.49-52

26
Downregulasi gen KiSS1 disebabkan karena delesi homozigot,

promoter metilasi, dan mutasi gen KiSS1. Stafford et al. (2002) yang

mencoba menilai jalur atau mekanisme inhibisi progresitivitas kanker oleh

KiSS1. Peneliti menyatakan bahwa gen ini menghambat proliferasi selular

melalui peningkatan sekresi kalsium ke intraselular dan aktivasi protein

kinase C. Peningkatan kalsium intraselular dapat menghambat

diferensiasi dan apoptosis pada sel kanker. Mekanisme ini ditemukan

akan meningkatkan proliferasi ERK1/2, menurunkan MMP-2, inhibisi

CXCR4 yang akan menghambat proses metastasis.19

Penelitian Mitchell et al. (2006) menunjukkan KiSS1 dapat

menghambat NF-kB yang diinduksi TNF alfa dan aktivasi Tho 1 di mana

KP10 menginhibisi migrasi sel yang diinduksi TNFalfa dan aktivasi

GTPase Rho. KiSS1 menghambat aktivasi NFkB melalui jalur ini yang

menyebabkan hambatan pada migrasi dan invasi sel kanker. Selain itu,

hambatan NFKB juga menghambat ekspresi MMP-9 sehingga terjadi

inhibisi proliferasi sel.53

Hilangnya reseptor KiSS1 pada beberapa lini sel tumor ganas

ovarium tipe epitel menunjukkan hilangnya fungsi metastasis pada sel

tumor ganas ovarium tipe epitel.Overekspresi KiSS1 ditemukan

menghambat formasi koloni sebanyak 50-75% pada sel tumor ganas

ovarium tipe epitel in vivo (p<0,001). Penghambatan ditemukan pada

migrasi sel tetapi bukan proliferasi sel. Peneliti juga menunjukkan ekspresi

KiSS1 pada sel ovarium aktivasi protein kinase C dapat mereversi 80%

inhibisi migrasi sel yang dipicu oleh KiSS1, di mana downregulasi pkC alfa

27
dengan shRNA mengembalikan efek KiSS1, yang menunjukkan bahwa

PKC mungkin termasuk atau mempengaruhi konsentrasi KiSS1.54

Produk gen KiSS1 terdiri dari domain fosforilasi protein kinase, suatu

sinyal sekretori, dan regio yang kaya akan poliprolin, dan memiliki motif

penting dalam modifikasi post translasional. Secara terpisah, 3 grup

penting yang ada adalah fragmen C-terminal, metastin, dan Kisspeptin.

Pada kanker kolorektal, mekanisme ini dimediasi oleh hipermetilasi pada

DNACpG sehingga terjadi silens dari gen KiSS1.55

Jiang et al. (2005) melaporkan ekspresi KiSS1 dan AXOR12 yang

berbeda pada lini sel tumor ganas ovarium tipe epitel.Sel SKOV3

mengekspresikan AXOR12, tetapi tidak memiliki KiSS1. Dengan pajanan

KiSS1 pada sel ini, ditemukan inhibisi migrasi sel SKOV3 dan penurunan

formasi koloni sel SKOV3 tanpa menganggu proliferasi sel. Hasil ini

menunjukkan peran KiSS1 sebagai supresor metastasis tumor ganas

ovarium tipe epitel.56

Zhang et al. (2005) dan Hata et al. (2007) yang melakukan evaluasi

ekspresi RNA KiSS1 dan GPR54 pada 100 kasus tumor ganas ovarium

tipe epitel menunjukkan prognosis yang baik bila kadar keduanya tinggi.

Median ekspresi mRNA metastin dan AXOR12 adalah 0,047 dan 0,01-

13,57 serta 4 dan 0,011-135,13. Adanya residual tumor setelah reseksi

berhubungan terbalik dengan kadar metastin (p=0,0084) dan AXOR12

(p=0,0148) yang menunjukkan hubungan rendah ekspresi gen ini

menyebabkan tumor yang lebih agresif dan stadium lanjut. Kombinasi

28
metastin dan ACOR12 juga menjadi faktor prognostik yang signifikan

(p=0,049).18,57

Gambar 2. Analisis hibridisasi insitu metastin dan AXOR12 pada

plasenta. (a) Sel yang mengekspresikan mRNA metastin di sinsiotropoblas (b) Gambar

a tanpa pewarnaan latar belakang (c) Sel yang mengekspresikan mRNA AXOR12 di

sinsiotropoblas (d) Gambar d tanpa pewarnaan latar belakang

Prentice et al. (2007) melakukan analisis imunohistokimia

Kisspeptin dan GPR54 pada 514 spesimen tumor ganas ovarium tipe

epitel stadium awal. Skoring imunohistokimia diklasifikasikan menjadi 0,

+1, dan +2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya Kisspeptin dan

GPR54 menunjukkan prognosis yang baik terhadap survival sewaktu

(p=0,0023; p=0,0092) dan survival keseluruhan (p=0,0006, p=0,0002).

Peneliti juga menunjukkan Kisspeptin positif paling banyak pada jenis

29
histologis tumor ganas ovarium tipe epitel clear cell (21,88%),

endometrioid (8,13%), musinosa (12%), dan serosa (1,49%).58

Gambar 3. Pola imunoreaktivitas Kisspeptin dan GPR-54 pada jaringan

ovarium. Pola imunoreaktivitas Kisspeptin ditunjukkan pada gambar A-C dan GPR-54

ditunjukkan pada gambar D-F. Tidak adanya pewarnaan diklasifikasi sebagai 0,

pewarnaan ringan ditunjukkan dengan pewarnaan coklat tua, pewarnaan sedang

ditunjukkan dengan pola pewarnaaan coklat muda atau tua jarang sepanjang inti tumor,

dan pewarnaan kuat ditunjukkan dengan warna coklat tua di sepanjang sel tumor.

2.5. Ekspresi KiSS1 Pada Tumor Jinak Ovarium Tipe Epitel

Kisspeptin, produk hidrolisis KISS1, ditemukan dapat berikatan

dengan protein G dan fosfolipase C untuk memecah PIP2 menjadi IP3

dan DAG.IP3 merangsang masuknya kalsium dari mitokondria dan

retikulum endoplasma melalui sistem second messenger kalsium-

kalmodulin. Hal ini akan mengaktivasi protein kinase dependen kalmodulin

melalui fosforilasi. Fungsi spesifik kalmodulin adalah aktivasi kinase rantai

30
ringan miosin yang berperan langsung merangsang ikatan miosin pada

aktin dalam kontraksi otot.DAG mengaktivasi PKC dan kaskade fosforilasi

kinase sehingga terjadi pelepasan asam arakhidonat dan stimulasi MAPK,

ERK1 dan ERK2 kinase. Protein kinase lain yang teraktivasi adalah sel

leukemia mieloid 1, kinase dependen kalsium/kalmodulin, dan tirosin

kinase. DAG juga merangsang depolarisasi neuron GnRH oleh TRPC dan

inhibisi Kir untuk merangsang sekresi GnRH. Tingginya GnRH, dalam hal

ini dapat memicu tingginya estrogen dihipotesisnya berhubungan dengan

pembentukan tumor jinak ovarium tipe epitel.13,59

Gambar 4. Pengaruh KiSS1 pada aksis HPA.

Skema yang menampilkan mekanisme KiSS1 dalam merangsang GnRH. KiSS1 memicu

seksrei kisspeptin oleh sinar matahari, intak makanan, estrogen, androgen, progesteron,

elptin, dan laktasi. Kisspeptin kemudian berikatan pada GPR54, meregulasi sekresi
61
GnRH yang kemudian merangsang FSH/LH.

Neuron KiSS1 sendiri terlokasi pada periventrikular anteroventral

area preoptik dan nukleus arkuata dengan badan sel GnRH dalam.

31
Ekspresi KiSS1 pada otak diregulasi oleh steroid gonad walaupun regulasi

awal berbeda di setiap nukleus. Dalam stadium awal, tumor ganas

ovarium tipe epitel dapat diterapi secara efektif dengan operasi dan

kemoterapi. Lebih lanjut, kebanyakan kasus biasanya memiliki penyakit

metastasis ekstensif melalui penyebaran peritoneal meliputi omentum dan

kelenjar getah bening, dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang

dari 30% meskipun telah ditemukannya terapi sitoreduktif dan kemoterapi

adjuvan.61

Neuron KiSS1 pada AVPV menjadi target langsung estradiol akan

aktivasi transkipsi untuk meningkatkan surge LH. Kisspeptin merangsang

sekresi GnRH dan LH melalui aksi langsung pada neuron GnRH yang

mana mayoritas memiliki ekspresi reseptor Kisspeptin GPR54. KiSS1

yang berdiferensiasi pada AVPV dapat meningkatkan AVPV. Neuron

sensitif estradiol yang badan selnya berlokasi di AVPV akan

meningkatkan surge GnRH dan LH.62

Penelitian Panidis et al. (2006) yang menilai kp54 (metastin) pada

pasien PCOS menunjukkan bahwa grup PCOS obesitas memiliki kadar

kp54 yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan IMT normal.

Bagaimanapun, konsentrasi ini tidak berbeda secara statistik bila

dibandingkan dengan kontrol. Peneliti juga menunjukkan kadar kp54

berbanding terbalik dengan IMT, indeks androgen bebas, dan

peningkatkan resistensi insulin.63

32
2.6. Perbandingan Kiss1 Antara Tumor Ganas Dan Tumor Jinak

Ovarium Tipe Epitel

Weipei et al. (2001) melakukan penelitian untuk menentukan

bagaimana ekspresi KiSS1 dan perannya dalam migrasi dan invasi tumor

ganas ovarium tipe epitel.Dalam penelitiannya, juga dinilai ekspresi KiSS1

pada tumor ganas ovarium tipe epitel dan tumor jinak ovarium tipe epitel.

Penelitian pada 46 kasus tumor ganas ovarium tipe epitel dan 17 kasus

tumor jinak ovarium tipe epitel.Lini sel tumor ganas ovarium tipe epitel

manusia HO-8910 ditransfeksi dengan vektor pcDNA3-KiSS1. Proliferasi

dan invasi sel dideteksi dengan RT-PCR, MTT, formasi klon, dan assay

invasi Boyden Chamber.18

Dalam perbandingan kanker dan tumor jinak ovarium tipe epitel, hasil

imunohistokimia menunjukkan ekspresi KiSS1 lebih tinggi secara

signifikan pada tumor ganas ovarium tipe epitel dibandingkan tumor jinak

ovarium tipe epitel (76% vs 47% p<0,05). Ekspresi KiSS1 lebih tinggi

secara signifikan pada stadium lanjut dan dengan metastasis limfatik

(p<0,05). Pada seluruh spesimen, tidak ada perbedaaan diantara seluruh

jenis diferensiasi, baik, sedang, maupun buruk (p>0,05). Sel kanker clear

menunjukkan rendahnya ekspresi KiSS1 yang signifikan dibandingkan

klasifikasi histologi lainnya (p<0,05).18

33
Tabel 2.2 Ekspresi KiSS1 Pada Tumor Ovarium Ganas dan Jinak

Kelompok N - + ++
n (%) n (%) n (%)
Tumor ovarium ganas 46 11 (23,9) 23 (50,0) 12 (26,1)
Tumor ovarium jinak 17 9 (52,9) 7 (41,2) 1 (5,9)

Tabel 2.3 Fitur Klinikopatologis Tumor Ovarium Ganas dan

Ekspresi KiSS1

Variabel n Positif (%)


Diferensiasi
Baik 11 9 (81,8)
Sedang 16 12 (75)
Buruk 19 14 (73,7)
Klasifikasi histologis
Serosa 13 10 (76,9)
Musinosa 11 9 (81,8)
Endometrioid 12 10 (83,3)
Sel jernih 9 6 (66,6)
Lainnya 1 0
Asites
Negatif 17 14 (82,4)
Positif 29 21 (72,4)
Stadium
I-II 25 17 (68,0)
III-IV 21 18 (85,7)
Metastasis limfatik
Negatif 15 9 (60,0)
Positif 41 26 (83,9)

34
Gambar 5. Ekspresi KiSS1 pada tumor ovarium ganas pada pemeriksaan

imunohistokimia.

Gambar (a) menunjukkan ekspresi negatif dan gambar (b) menunjukkan ekspresi positif

(++) (pembesaran x400).

Dalam analisis hubungan KiSS1 dan metastasis, gen KiSS1

diintegrasi secara baik ke dalam genomik DNA lini sel tumor ganas

ovarium tipe epitel HO-8910. Assay invasi Boyden chamber menunjukkan

jumlah sel yang menginvasi filter Matrigel menurun secara signifikan pada

kelompok transfeksi dibandingkan dengan grup yang tidak tertransfeksi.

Tidak ada perbedaaan proliferasi sel yang signifikan di antara kedua grup.

Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat overekspresi KiSS1 pada tumor

ganas ovarium tipe epitel dibandingkan dengan tumor jinak ovarium. Gen

KiSS1 dapat mensupresi invasi HO-8910 in vitro.18

35
2.7. Kerangka Teori

36
2.8. Kerangka Konsep

Tumor Ganas Ovarium


Ekspresi KiSS1 Tipe Epitel

Variabel Independen Variabel Dependen

37

Anda mungkin juga menyukai