Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia terdiri dari
latar belakang etnis, budaya, dan bahasa yang berbedabeda, seperti bahasa Indonesia, Batak,
Jawa, dan lain- lain. Bahasa sebagai alat komunikasi yang dipergunakan oleh masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Dalam mekanisme pengertian dan karakteristik hakikat, fungsi, dan karakteristik
terdapat beberapa pengertian, istilah, dan penjelasan. Dimana semua itu dapat menjelaskan
dengan rinci pemecahan masalah tersebut.
Pemecahan masalah tersebut sebagai upaya untuk mengimbangi dan meningkatkan
ilmu pengetahuan mahasiswa atau masyarakat umum.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah di ungkapkan dalam latar belakang, maka
penulis ingin mengarahkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bahasa?
2. Bagaimana hakikat bahasa?
3. Bagaimana ragam bahasa?
4. Bagaimana sikap bahasa?

C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa
2. Untuk memahami tentang hakikat bahasa
3. Untuk mengetahui tentang ragam bahasa
4. Untuk mengetahui tentang sikap bahasa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA

Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik perdebatan para ahli
selama beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada kesepakatan umum mengenai kapan dan
umur bahasa manusia secara pasti. Salah satu permasalahan yang membuat topik ini sangat
sulit dikaji adalah kurangnya bukti langsung. Akibatnya, para ahli yang ingin meneliti asal
mula bahasa harus menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti lain seperti catatan-catatan
fosil atau bukti-bukti arkeologis, keberagamanan bahasa kontemporer, kajian akuisisi bahasa,
dan perbandingan antara bahasa manusia dengan sistem komunikasi hewan, terutama sistem
komunikasi primata lain. Secara umum ada kesepakatan bahwa asal mula bahasa manusia
berkaitan erat dengan asal usul perilaku manusia modern, namun terdapat perbedaan
pendapat mengenai implikasi-implikasi dan keterarahan hubungan keduanya.

Sementara di Indonesia Pada awal permulaannya, Bahasa Indonesia ini berasal dari
bahasa melayu, yang kemudian resmi dijadikan sebagai bahasa Nasional Negara Indonesia,
karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Diresmikannya Bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 dan bersamaan dengan berlakunya konstitusi di
Indonesia.

Bahasa Indonesia ini merupakan salah satu ragam dari bahasa Melayu. Dasar yang
digunakan ialah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Melayu ini tampak terlihat jelas dari berbagai peninggalan prasasti-
prasasti, seperti: prasasti Kedukan Bukit di Palembang pada tahun 683; prasasti Talang Tuo
di Palembang tahun 684; prasasti Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686; prasati Karang
Brahi Bangko di Merangi Jambi tahun 688; dan tulisan yang terdapat pada batu Nisan di
Minye Tujoh Aceh tahun 1380.

Dengan adanya berbagai proses perkembangan, bahasa itu mengalami perubahan


dalam penggunaannya karena digunakan sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi
kolonial dan berbagai proses pembakuan lainnya, sehinga penamaan bahasa Indonesia mulai

2
dicanangkannya pada saat Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Diresmikannya
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) oleh presiden Soeharto pada
tanggal 16 Agustus 1972.

Adapun faktor yang menyebabkan bahasa Melayu dipilih sebagai salah satu sumber
atau ragam bahasa Indonesia adalah

1. Bahasa Melayu merupakan lingua franca pada saat itu, yakni bahasa perantara
atau penghubung yang digunakan di seluruh Asia Tenggara dalam berbagai
perkumpulan dan kegiatan-kegiatan kenegaraan.
2. Bahasa Melayu memiliki sistem bahasa yang cukup mudah dipelajari dan
sederhana, sehingga dapat digunakan oleh berbagai suku yang ada di berbagai
penjuru negeri ini.
3. Berbagai suku di negara Indonesia, baik suku jawa, sunda, badui, batak, lampung,
betawi dan suku-suku lainnya menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahasa
kebudayaan yang mencakup arti yang sangat luas.

Jadi kesimpulannya, bahasa Indonesia pertama kali diakui keberadaannya ialah pada
tanggal 28 Oktober 1928 yakni tepatnya ketika diproklamirkannya Sumpah Pemuda. Namun,
bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945.

Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-
masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan
objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun
secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian
dibukukan menjadi sebuah kamus.

3
Berikut ini beberapa pengertian bahasa menurut para ahli
a. Harimurti Kridalaksana (1985:12)
Menyatakan bahwa bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk
komunikasi oleh kelompok manusia.
b. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001:88)
Bahasa adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
c. Finoechiaro (1964:8)
Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang
dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem
kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
d. Carol (1961:10)
Bahasa merupakan sistem bunyi atau urutan bunyi vokal yang terstruktur yang
digunakan atau dapat digunakan dalam komunikasi internasional oleh kelompok
manusia dan secara lengkap digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan
proses yang terdapat di sekitar manusia.
e. I.G.N. Oka dan Suparno (1994:3)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh
sekelompok manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi.
f. Kamus Linguistik (2001:21)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk kerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
g. Gorys Keraf (1984:1 dan 1991:2)
Bahasa adalah komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
h. D.P. Tambulan (1994:3)
Bahasa adalah untuk memahami pikiran dan perasaan, serta menyatakan pikiran dan
perasaan.
i. H.G. Brown (1987:4)
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi menggunakan bunyi yang diucapkan melalui
organ-organ ujaran dan didengar di antara anggota-anggota masyarakat, serta
menggunakan pemrosesan simbol-simbol vokal dengan makna konvensional secara
arbitrer.

4
B. HAKIKAT BAHASA

Pengertian Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka) yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. Fungsi utama dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi dan
interaksi antar manusia.

1) Bahasa sebagai sistem


Maksudnya bahwa terdiri dari unsur – unsur atau komponen – komponen teratur dan
menurut pola tertentu.
Contohnya : bersistematis yaitu tersusun oleh polanya.
Saya = sistematis dan memiliki makna
Yasa = tidak sistematis dan tidak memiliki makna
Aasy = tidak sistematis dan tidak memiliki makna

2) Bahasa sebagai lambang


Lambang – lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan –
satuan bahasa seperti kata / gabungan kata.
Contohnya : Bendera merah putih
Merah = berani
Putih = suci

3) Bahasa adalah bunyi


Sistem bahasa itu berupa lambang yang diwujudkan berupa bunyi. Yang dimaksud
dengan bunyi pada bahasa / termasuk lambang bahasa adalah bunyi yang bukan dihasilkan
alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa.
Contohnya : Bunyi teriakan, bersin, batuk, dan lain – lain.

4) Bahasa itu bermakna


Telah dibicarakan tadi bahwa bahasa itu adalah system lambang , oleh karena itu
lambang – lambang itu mengacu pada suatu konsep , ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan
bahwa bahasa itu mempunyai makna.
Contohnya : kuda = berkaki empat binatang peliharaan sebagai alat transportasi.

5
5) Bahasa itu arbitrer
Arbitrer adalah sembarang, sewenang – wenang, maka suka, berubah – ubah.
Maksudnya adalah tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud lambang tersebut misalnya kita tidak bisa menjelaskan hubungan
antara lambang bunyi (air) dengan benda yang dilambangkan yaitu benda cair yang diapakai.
Contohnya : kuda yang disebut oleh orang

6) Bahasa itu konvensional


Telah kita bahas sebelumnya bahwa hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkan bersifat, arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep
tertentu bersifat konvensional.
Contohnya: Semua masyarakat jawa menyebut pesawat dengan sebutan kapal terbang.

7) Bahasa itu bersifat produktif


Maksudnya adalah walaupun unsur – unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur –
unsur yang jumlahnya terbatas itu dpat dibuat satuan – satuan bahasa yang jumlahnya tak
terbatas, meski secara relattif, sesuai dengan yang berlaku pada basa itu.
Contoh; Galau,alay lebay

8) Bahasa itu unik


Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas tertentu yang tidak dimiliki bahasa lain.
Contoh; Bahasa banjar berbeda dengan bahasa jawa.

9) Bahasa itu universal


Artinya ada ciri yang sama dimiliki oleh setiap bahasa di dunia. Karena bahasa itu
berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu
mempunyai bunyi bahsa yang mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.
Contoh; I love you dengan aishiteru

6
10) Bahasa itu dinamis
Karena keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupan
bermasyrakat kegiatan itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga ikut berbah,
menjadi tidak tetap , menjadi tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Contoh; download dan upload berubah menjadi unduh dan unggah

11) Bahasa itu bervariasi


Anggota suatu masyrakat beraneka ragam , ada yang berpendidikan ada yang juga
yang tidak, ada yang berpropesi sebagai dokter, petani,nelayan, dan sebagainya. Oleh karena
latar belakang dan lingkungan yang tidak sama maka bahasa yang mereka gunakan bervariasi
atau beragam.
Contoh; pedagang sate Madura dengan pedagang sate banjar menyebutkan kata satenya
berbeda. Pedagang Madura ( Te-Satte), sedangkan pedagang Banjar ( Sate ).

12) Bahasa itu manusiawi


Maksudnya adalah bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah
bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.
Contohnya : hanya di miliki oleh manusia.

C.RAGAM BAHASA

Kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu bahasa, Bahasa adalah pemahaman dasar
dalam memahami bahasa. Dalam pemahaman Indonesia, perlu memahami hal-hal yang
mendasar, sehingga kita memahami pengertian dari bahasa Indonesia dan juga dapat
menerapkannya dengan lebih baik lagi.

Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling
berhubungan atau berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain,
dan meningkatkan kemampuan intelektual. Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Hal
Ini karena bahasa Indonesia sangat luas pemakaiannya dan bermacam-macam ragam
penuturnya. Oleh karena itu, penutur harus mampu memilih ragam bahasa yang sesuai
dengan dengan keperluannya, apapun latar belakangnya.

7
Pengertian Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah varian dari bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan varian
dialek sesuai dengan pengguna. Variasi mungkin termasuk dialek, aksen, laras, gaya, atau
berbagai sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa standar itu sendiri.

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Seiring dengan perkembangan zaman
yang sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami perubahan. Bahasa pun juga
mengalami perubahan. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai
keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu
yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000).

Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan
dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk
dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa
baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait
dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap
sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

Variasi dalam tingkat leksikon, seperti slang dan dialek, sering dianggap terkait
dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap
sebagai variasi atau keragaman saja.

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut media pembicara.

Pengertian ragam bahasa menurut para ahli


1) Pengertian ragam bahasa menurut Bachman (1990),
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.

8
2) Dendy Sugono (1999) sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua
masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi
remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa
baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
3) Fishman ed (1968).
suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu
yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan
dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik
pembicaraan.

1. Jenis - Jenis Ragam Bahasa

Berbagai macam bahasa sastra adalah bahasa yang menggunakan banyak kalimat
yang tidak efektif. Jelas penggambaran melalui konotasi serangkaian kata tersebut sering
digunakan dalam berbagai bahasa sastra.
Berbagai macam bahasa ilmiah adalah bahasa berdasarkan pengelompokan
berdasarkan jenis penggunaan di bidang kegiatan sesuai dengan berbagai properti
keilmuannya. 4 bahasa ilmiah dapat juga diartikan sebagai alat verbal yang efektif, efisien,
baik, dan benar.

Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas

a. Ragam bahasa undang-undang


b. Ragam bahasa jurnalistik
c. Ragam bahasa ilmiah
d. Ragam bahasa sastra

9
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas

Ragam lisan yang antara lain meliputi

a. Ragam bahasa cakapan


b. Ragam bahasa pidato
c. Ragam bahasa kuliah
d. Ragam bahasa panggung

Ragam tulis yang antara lain meliputi

a. Ragam bahasa teknis


b. Ragam bahasa undang-undang
c. Ragam bahasa catatan
d. Ragam bahasa surat

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menurut akrab tidaknya


pembicara

a. Ragam bahasa resmi


b. Ragam bahasa akrab
c. Ragam bahasa agak resmi
d. Ragam bahasa santai
e. dan sebagainya

Ragam Bahasa Indonesia dibagi menjadi 3 jenis yaitu

1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam
bahasa terdiri dari

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan dinamakan ragam
bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita
10
berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya

Ragam lisan

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan
besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya.
Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-
unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri
kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi
pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari
ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk
tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu
masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan

a. Memerlukan orang kedua/teman bicara;


b. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
c. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa
tubuh.
d. Berlangsung cepat;
e. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
f. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
g. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi
h. Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.

11
Ragam tulis

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya
tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat
yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam
struktur kalimat.

Ciri-ciri ragam tulis

a. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;


b. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
c. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
d. Berlangsung lambat;
e. Selalu memakai alat bantu;
f. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
g. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan
tanda baca.
h. Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.

2. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa
ragam diantara nya adalah
Ragam dialek
Contoh : ‘Gue udah baca itu buku.’
Ragam terpelajar
Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’

Ragam resmi
Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’

12
Ragam tak resmi
Contoh : ‘Saya sudah baca buku itu.’

3. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan topik pembicaraan

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam diantara nya
adalah

a. Ragam bahasa ilmiah


b. Ragam hukum
c. Ragam bisnis
d. Ragam agama
e. Ragam sosial
f. Ragam kedokteran
g. Ragam sastra

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan

a. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam hukum)


b. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)
c. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
d. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
e. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)
f. Ragam bahasa baku dapat berupa: ragam bahasa baku tulis dan ragam bahasa baku
lisan.
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa, diantaranya

a. Faktor Budaya atau letak Geografi


b. Faktor Ilmu pengetahuan
c. Faktor Sejarah

13
2. Pembagian Ragam Bahasa

Ragam bahasa terbagi dua jenis yaitu bahasa lisan dan bahasa baku tulis.

Pada ragam bahasa baku tulis kita harus menguasai penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar dan menguasai EYD, sedangkan untuk ragam bahasa lisan kita harus
mampu mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan.

Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa. Bachman (1990, dalam Angriawan,
2011:1), menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang
berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dengan kata lain, ragam bahasa
adalah variasi bahasa yang berbeda-beda yang disebabkan karena berbagai faktor yang
terdapat dalam masyarakat, seperti usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi,
latar belakang budaya daerah, dan sebagainya.

Akibat berbagai faktor yang disebutkan di atas, maka Bahasa Indonesia pun
mempunyai ragam bahasa. Chaer (2006:3) membagi ragam Bahasa Indonesia menjadi tujuh
ragam bahasa.

a. Pertama, ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam bahasa ini disebut dengan
istilah idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang menjadi ciri khas individu atau
seseorang pada saat berbahasa tertentu.
b. Kedua, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari
wilayah tertentu, yang biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya, ragam
Bahasa Indonesia dialek Bali berbeda dengan dialek Yogyakarta.
c. Ketiga, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari
golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. Misalnya ragam bahasa
masyarakat umum ataupun golongan buruh kasar tidak sama dengan ragam bahasa
golongan terdidik.
d. Keempat, ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti
kegiatan ilmiah, sastra, dan hukum. Ragam ini disebut juga dengan istilah fungsiolek,
contohnya ragam bahasa sastra dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra

14
biasanya penuh dengan ungkapan atau kiasan, sedangkan ragam bahasa ilmiah
biasanya bersifat logis dan eksak.
e. Kelima, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi.
Biasa disebut dengan istilah bahasa baku atau bahasa standar. Bahasa baku atau
bahasa standar adalah ragam bahasa yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan
standar. Bahasa baku biasanya dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-
undangan, surat menyurat dan rapat resmi, serta tidak dipakai untuk segala keperluan
tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum,
dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar itu biasanya dipakai ragam tak
baku.
f. Keenam, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi
yang biasa disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandar. Dalam ragam ini
kaidah-kaidah tata bahasa seringkali dilanggar.
g. Ketujuh, ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasa disebut bahasa lisan.
Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak anggota tubuh, dan intonasi.
Sedangkan lawannya, ragam bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan hal-hal di atas.
Oleh karena itu, dalam ragam bahasa tulis harus diupayakan sedemikian rupa agar
pembaca dapat menangkap dengan baik bahasa tulis tersebut.

Selain itu, Moeliono (1988, dalam Abidin, 2010:1) juga membagi ragam bahasa
menurut sarananya menjadi ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan yaitu ragam bahasa
yang diungkapkan melalui media lisan yang terikat oleh kondisi, ruang dan waktu sehingga
situasi saat pengungkapan dapat membantu pemahaman pendengar. Sedangkan ragam tulis
adalah ragam bahasa yang dipergunakan melalui media tulis, yang tidak terikat oleh ruang
dan waktu.

Penggunaan kedua ragam bahasa ini juga umumnya berbeda. Penggunaan ragam
bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena ragam bahasa lisan digunakan dengan
hadirnya lawan bicara, serta sering dibantu dengan mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan
intonasi ucapan. Sedangkan dalam bahasa tulis, mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan
intonasi tidak mungkin diwujudkan.

15
Jadi bisa kita simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa,
yaitu perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang, berikut ini adalah penjelasan singkatnya

Perbedaan penutur
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa
antarindividu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga
menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.

Perbedaan media
Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang
digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.

Perbedaan situasi
Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa
yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi
resmi.

Perbedaan bidang
Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula,
misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

D.SIKAP BAHASA
1. Pengertian Sikap Bahasa

Untuk dapat memahami apa yang disebut sikap bahasa (Language Attiude) terlebih
dahulu haruslah dijelaskan apa itu sikap. Sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi
yang berdiri tegak, prilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang di lakukan
berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat). Sebagai reaksi atas adanya
suatu hal atau kejadian. Sesungguhnya, sikap itu adalah fenomena kejiwaan, yang biasanya
termanifestasi dalam bentuk tindakan atau prilaku. Namun dalam banyak penelitain tidak

16
selalu yang dilakukan secara lahiriah merupakan cerminan dari sikap batiniah (Chaer dan
Agustina, 1995: 197-198).

Sikap bahasa pada umumnya dianggap sebagai prilaku pemakai bahasa terhadap
bahasa. Hubungan antara sikap bahasa dan pemertahanan dan pergeseran bahasa dapat
dijelaskan dari segi pengenalan prilaku itu atau di antaranya yang memiliki pengaruh
langsung dan tidak langsung bagi pemertahanan bahasa. Jadi yang sangat penting adalah
pertanyaan tentang bagaimana sikap bahasa atau ragam bahasa yang berbeda
menggambarkan pandangan orang dalam ciri sosial yang berbeda. Penggambaran pandangan
yang demikian memainkan peranan dalam komunikasi intra kelompok dan antar kelompok
(Siregar, 1998: 86).

Sikap bahasa (language attitude) adalah peristiwa kejiwaaan dan merupakan bagian
dari sikap (attitude) pengguna bahasa pada umumnya. Sikap berbahasa merupakan reaksi
penilaian terhadap bahasa tertentu (Fishman, 1986). Sikap bahasa adalah posisi mental atau
perasaan terhadap bahasa itu sendiri atau orang lain (Kridalaksana, 1982: 153). Kedua
pendapat di atas menyatakan bahwa sikap bahasa merupakan reaksi seseorang (pemakai
bahasa) terhadap bahasanya maupun bahasa orang lain. Seperti dikatakan Richard, et al.
dalam Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985: 155) bahwa sikap bahasa adalah
sikap pemakai bahasa terhadap keanekaragaman bahasanya sendiri maupun bahasa orang
lain.

Rusyana (1989,31-32) menyatakan bahwa sikap bahasa dari seorang pemakai bahasa
atau masyarakat bahasa baik yang dwibahasawan maupun yang multibahasawan akan
berwujud berupa perasaan bangga atau mengejek, menolak atau sekaligus menerima suatu
bahasa tertentu atau masyarakat pemakai bahasa tertentu, baik terhadap bahasa yang dikuasai
oleh setiap individu maupun oleh anggota masyarakat. Hal itu ada hubungannya dengan
status bahasa dalam masyarakat, termasuk di dalamnya status politik dan ekonomi. Demikian
juga penggunaan bahasa diasosiasikan dengan kehidupan kelompok masyarakat tertentu,
sering bersifat stereotip karena bahasa bukan saja merupakan alat komunikasi melainkan juga
menjadi identitas sosial.

Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada prilaku atau tindakan yang
dilakukan berdasarkan pandangan sebagai reaksi atas adanya suatu fenomena terhadap
penggunaan bahasa tertentu oleh penutur bahasa. Bahasa dalam suatu komunitas mungkin

17
berbeda dengan komunitas yang lain bagaimana bahasa bisa dipengaruhi penggunaannya
sesuai dengan ciri sosial yang berbeda.

Yang sering menjadi perdebatan tentang sikap bahasa adalah hakikat sikap itu sendiri.
Meskipun dikenal secara luas di dalam bidang psikologi sosial, tidak terdapat kesepakatan
yang umum tentang konsep sikap itu sendiri. Terdapat dua pandangan teoritis yang berbeda
tentang sikap, yaitu pandangan para mentalis dan behaviris. Kedua pandangan itu selalu
menjadi tumpuan teori dan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian tentang sikap
individu maupun sikap masyarkat (Siregar, 1998: 87).

Fasold (1984) mengemukakan bahwa didalam pengkajian sosiolinguistik, definisi


sikap bahasa sering diperluas untuk mencakup sikap-sikap terhadap penutur-penutur bahasa
tertentu. Pemerluasan devenisi yang demikian mungkin akan memberikan kemungkinan
bahwa seluruh jenis prilaku yang berhubungan dengan bahasa, termasuk sikap terhadap
pemertahanan bahasa dapat dijelaskan.

Cooper dan Fishman (1974) misalnya memberikan devenisi sikap bahasa dari segi
referensinya yang oleh Ferguson sebelumnya (1972) merupakan patokan-patokan yang dapat
diamati terhadap siapa, membicarakan apa, kapan, dan bagaimana. Cooper dan Fishmen
memperluas referensinya untuk mencakup bahasa, prilaku bahasa, dan referensi yang
merupakan pemarkah atau simbol bahasa atau prilaku bahasa. Terutama dalam kaitannya
dengan psikologi sosial, misalnya Triandis (197: 2-2 dalam Chaer dan Agustina 1995: 198)
mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang
dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi.
Kesiapan ini dapat mengacu pada kesiapan mental atau Sikap prilaku.

Allport (1935) sikap adalah kesiapan mental atau saraf, yang terbentuk melalui
pengalaman yang membrikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang
terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu. Sedangkan Lambert (1967:
91-102) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif,
komponen apektif, dan komponen konatif.

Komponen kognitif sikap bahasa mengacu atau berhubungan dengan pengetahuan


atau suatu kategori yang disebut proses berpikir. Komponen apektif menyangkut isu-isu
penilaian seperti baik, buruk, suka, atau tidak suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Jika
seseorang memiliki nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu keadaan, maka orang itu

18
dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya disebut memiliki sikap negatif. Komponen
konatif menyangkut prilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir kesiapan reaktif terhadap
suatu keadaan. Melalui kompenen ketiga inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana
sikap seseorang terhadap suatu keadaan (Chaer dan Agustina, 1995: 198-199).

Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap
seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini
(komponen kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya berhubungan dengan erat. Namun,
seringkali pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan yang didapat seseorang di
dalam masyarakat menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga
komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau
tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap.
Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum tentu menunjukkan sikap.

2. Penggolongan Sikap Bahasa

Sikap bahasa timbul bila seseorang itu sebagai masyarakat yang dwibahasawan atau
multibahasawan. Seperti diutarakan oleh Dittmar (1976: 181) bahwa sikap ditandai oleh
sejumlah ciri-ciri, antara lain meliputi pilihan bahasa dalam masyarakat multilingual,
distribusi perbendaharaan bahasa, perbedaan dialek dan problem yang timbul sebagai akibat
adanya interaksi antara individu. Hal ini nampak ketika suatu bangsa yang memiliki cukup
banyak bahasa daerah hendak menentukan bahasa nasionalnya. Pemilihan satu bahasa di
antara sekian banyak bahasa yang dimiliki bangsa tersebut sudah barang tentu dirasakan pada
sikap positif masyarakat terhadap bahasa yang dipilihnya itu. Tanpa sikap yang demikian
hampir tidak mungkin suatu masyarakat rela mengenyampingkan bahasa kelompok etniknya
dan menyetujui dipilihnya bahasa lain sebagai bahasa nasional.

Sikap bahasa itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sikap terhadap
bahasa dan sikap berbahasa. Sikap terhadap bahasa penekanannya tertuju pada tanggung
jawab dan penghargaannya terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan pada
kesadaran diri dalam menggunakan bahasa secara tertib (Pateda, 1987: 30).

Spolsky (1989: 149) menyatakan bahwa seseorang yang mempelajari suatu bahasa
dilatarbelakangi oleh sikapnya terhadap bahasa yang dipelajarinya, sikap itu meliputi 1) sikap
terhadap tujuan praktis penggunaan bahasa target, dan 2) sikap pada orang yang
menggunakan bahasa target. Anderson dalam Halim (1974: 71) mengemukakan bahwa sikap

19
bahasa itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap
nonkebahasaan, seperti sikap politis, sikap keagamaan, dan lain-lain.

Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan
kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun
sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan negatif, maka sikap terhadap bahasa pun
demikian.

Garvin dan Mathiot (1968) merumuskan tiga ciri sikap bahasa yaitu

a. Kesetiaan Bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa


mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
Kesetiaan bahasa, adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa dalam
mempertahankan kemandirian bahasanya, meskipun apabila perlu, sampai dengan terpaksa
mencegah masuknya pengaruh asing.

b. Kebanggaan Bahasa (language pride) yang mendorong seseorang mengembangkan


bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.
Kebanggaan bahasa, merupakan sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa menjadikan
bahasanya sebagai lambang identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakannya
dari orang atau kelompok lainnya

c. Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang
menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use)

Ketiga ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut merupakan ciri-ciri sikap
positif terhadap bahasa. Menurut Purba, ketiga pengertian tersebut mengandung persamaan,
yaitu 1) pemakaian bahasa yang memihak kepada bahasa yang benar dengan kecermatan
pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta pemilihan kata yang tepat dan kesadaran
adanya norma bahasa dengan penggunaan bahasa secara cermat, santun, dan layak; 2)
pemakaian bahasa dengan baik, wajar dan sesuai dengan situasi sama dengan kebanggaan
bahasa yang dijadikan syarat identitas diri dan kelompok serta menghilangkan warna bahasa
daerah atau dialeknya dalam pemakaian bahasa nasional. Sikap kesetiaan bahasa terungkap
jika orang lebih suka memakai bahasanya sendiri dan bersedia menjaganya terhadap
pengaruh bahasa asing yang berlebihan. Bertalian dengan sikap kesetiaan bahasa adalah

20
kebanggaan bahasa yang pada gilirannya bertautan dengan ikatan emosional pribadi pada
bahasa baku (Purba,: 35).

Kesetiaan bahasa menurut konsep tersebut adalah sikap yang terdorong suatu
masyarakat untuk turut mempertahankan kemandirian bahasanya, apabila perlu mencegah
masuknya pengaruh asing. Kebanggaan bahasa merupakan sikap yang mendorong seseorang
atau kelompok menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas pribadi atau kelompoknya
dan sekaligus membedakannya dari orang atau kelompok lain.

Kesadaran adanya norma bahasa mendorong penggunaan bahasa secara cermat,


korek, santun, dan layak. Kesadaran yang demikian merupakan faktor yang sangat
menentukan prilaku tutur dalam wujud pemakaian bahasa (language use). Kesetiaan bahasa,
kebanggaan bahasa, dan kesadaran bahasa akan adanya norma bahasa merupakan ciri-ciri
positif terhadap suatu bahasa (Garvin dan Mathiot dalam Suwito, 1989: 149).

Esensi dari semuanya itu menyatakan bahwa sikap bahasa merupakan sikap yang
dimiliki oleh para pemakai bahasa. baik yang dwibahasawan maupun yang multibahasawan
terhadap suatu bahasa. Reaksi yang ditimbulkannya dapat berupa perasaan bangga,
mengejek, menolak ataupun sekaligus menerima. Dengan kata lain, sikap berbahasa itu bisa
bersifat positif maupun negatif, serta memiliki ciri-ciri yaitu kebanggaan berbahasa, kesetiaan
berbahasa, dan kesadaran berbahasa.

3. Jenis-jenis Sikap Bahasa

Sikap bahasa menunjukkan senang atau tidaknya seorang penutr bahasa terhadap
suatu bahasa. Oleh karena itu, bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni sikap posif
dan sikap negatif. Menurut Anderson (dalam Chaer, 1995: 200) sikap bahasa adalah: tata
keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai
objek bahasa, yang memberi kecenderungan kepada seeorang untuk bereaksi dengancara
tertentu yang di senanginya. Sikap itu biasanya akan ada sikap positif (kalau dinilai baik atau
disukai) dan biasanya negatif (kalau dinilai tidak baik atau tidak disukai), maka sikap
terhadap bahasapun demikian.

21
a. Sikap Positif

Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang
digunakan oleh kelompoknya/masyarakat tutur dimana dia berada). Sebaliknya jika ciri-ciri
itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang
anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri
atau kelompok orang itu. Sikap positif tentu saja berhubungan dengan sikap-sikap atau
tingkah laku yang tidak bertentangan dengan kaidah atau norma yang berlaku.

Sikap positif bahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan
sesuai dengan situasi kebahasaan. Hal-hal yang menunjukkan sikap positif seseorang
terhadap bahasanya antara lain

1) Memakai bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan.


2) Memakai bahasa sendiri tanpa dicampur dengan bahasa asing walaupun lawan bicara
mengerti maksud pembicaraan tersebut, alangkah lebih baik menggunakan bahasa sesuai
dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan sikap seperti itu berarti kita bangga
akan bahasa kita sendiri.
3) Memakai bahasa sesuai dengan keperluan.

Dalam pergaulan sosial, kita mungkin menghadapi beragam keperluan pula.


Pergaulan antarbangsa, misalnya, kadang-kadang menuntut pemakaian bahasa yang sesuai
dengan kemampuan orang yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, bahasa yang lain atau
bahasa asing kadang-kadang diperlukan untuk keperluan itu. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia untuk keperluan tertentu tidak perlu
dipandang sebagai cerminan rasa kebangsaan yang rendah.

Ketiga hal di atas merupakan contoh sikap postif terhadap bahasa. Sikap bahasa yang
positif hanya akan tercermin apabila si pemakai mempunyai rasa setia untuk memelihara dan
mempertahankan bahasanya sebagai sarana untuk berkomunikasi. Sikap positif terdapat pada
seseorang yang mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diri.

Adul (1986: 44) berpendapat bahwa pemakai bahasa bersifat positif ialah pemakaian
bahasa yang memihak kepada bahasa yang baik dan benar, dengan wajar dan sesuai dengan
situasi. Dittmar, (dalam Suwito, 1996: 31) memperlihatkan sikap positip adalah

22
1) keberhasilan suatu bangsa yang multilingual dalam menentukan salah satu bahasa yang
dijadikan sebagai bahasa nasional dari sejumlah bahasa yang dimiliki bangsa tersebut;
2) kecermatan pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta ketepatan dalam pemilihan
kata yang di pergunakan oleh pemakai bahasa;
3) sejauhnya mengurangi atau manusia, menghilangkan sama sekali warna bahasa daerah
atau dialeknya dalam berbahasa nasional.

Garvin dan Marthiot (dalam Suwito, 1996: 31) mengemukakan ciri-ciri pokok sikap
berbahas positif yaitu: Kesetiaan bahasa, Kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya
norma bahasa. Menurut Sumarsono (2002: 363), dalam masyarakat multilingual, sikap
bahasa seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah topik pembicaraan
(pokok masalah yang dibicarakan), kelas sosial pemakai bahasa, kelompok umur, jenis
kelamin dan situasi pemakaian. Apabila seseorang petani, termasuk kelompok etnik Jawa,
tetapi sekaligus juga pemakai Bahasa Indonesia, termasuk golongan dewasa dan tua, tentang
upacara pengantin khas Jawa, dalam situasi resmi khas Jawa, ia akan cenderung memilih
bahasa Jawa yang baku daripada Bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya sikap positif
terhadap bahasa yang dipilihnya.

Sebaliknya, apabila ia termasuk kelompok etnik jawa yang termasuk kelas sosial
tinggi, tinggal di Jakarta di lingkungan masyarakat Indonesia golongan elite, dia akan
cenderung memilih bahasa Indonesia sekalipun tentang upacara perkawinan. Hal ini
menunjukkan sikap terhadap Bahasa Jawa tidak positif lagi.Sikap bahasa positif juga
ditunjukkan oleh seseorang yang cenderung memakai suatu bahasa secara santun, cermat,
terpelihara, jelas baik, mengenai ketepatan pilihan kata maupun kebakuan kaidah
gramatikalnya serta kejelasan, keruntunan jalan pikirannya.Sikap positif itu bersangkut paut
dengan masalah distribusi perbendaharaan bahasa.Sikap positif juga tampak pada kebakuan
pemakaian bahasa yang mengatasi dialek-dialek.

b. Sikap Negatif

Ketiadaan gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya


merupakan salah satu penanda sikap negatif, bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah,
yang bisa berlanjut menjadi hilang sama sekali. Sikap negatif terhadap bahasa dapat juga
terjadi bila orang atau sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap
bahasanya, dan mengalihkannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Hal tersebut dapat

23
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor etnis, ras, gengsi,
menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya. Sebagai contoh yaitu
penggunaan bahasa Jawa di lingkungan masyarakat Jawa.

Adul (dalam Purba, 1996: 35) mengemukakan bahwa pemakaian bahasa bersifat
negatif adalah tidak mengacuhkan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tidak
mempedulikan situasi bahasa, tidak berusaha memperbaiki diri dalam kesalahan berbahasa.
Dewasa ini penggunaan bahasa Jawa dikalangan masyarakat Jawa sendiri dirasa kurang
begitu antusias. Hal ini merupakan tanda-tanda mulai munculnya sikap yang kurang positif
terhadap bahasa tersebut.

Bahasa-bahasa daerah terkadang dianggap sebagai bahasa yang kurang fleksibel dan
kurang mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula bahasa Jawa. Anak-anak muda pada
jaman sekarang kurang begitu mengerti dan antusias menggunakan bahasa tersebut, karena
ada yang merasa bahwa bahasa Jawa terlalu rumit bagi mereka, banyak leksikon dari bahasa
Jawa yang tidak dimengerti, ditambah dengan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dan
sebagainya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa mereka sudah tidak berminat lagi untuk
mempelajari bahasa Jawa, atau hal itu juga dipengaruhi oleh perkembangan keadaan yang
menghendaki segala sesuatu yang serba praktis dan simpel. Tidak hanya bahasa daerah, tetapi
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pun dirasa telah mulai pudar ciri sikap bahasa
positifnya.

Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya apabila seseorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa. Sikap tersebut
nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara
cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.

Berkenaan dengan sikap bahasa negatif ada pendapat yang menyatakan bahwa jalan
yang harus ditempuh adalah dengan pendidikan bahasa yang dilaksanakan atas dasar
pembinaan kaidah dan norma-norma sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Namun menurut Lambert (1976) motivasi belajar tersebut juga
berorientasi pada dua hal yaitu

1) Perbaikan nasib (orientasi instrumental). Orientasi instrumental mengacu/ banyak terjadi


pada bahasa-bahasa yang jangkauan pemakaiannya luas, banyak dibutuhkan dan menjanjikan
nilai ekonomi yang tinggi, seperti bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa Jepang.

24
2) Keingintahuan terhadap kebudayaan masyarakat yang bahasanya dipelajari (orientasi
integratif). Orientasi integratif banyak terjadi pada bahasa-bahasa dari suatu masyarakat yang
mempunyai kebudayaan tinggi, tetapi bahasanya hanya digunakan sebagai alat komunikasi
terbatas pada kelompok etnik tertentu.

Kedua orientasi tersebut juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap


bahasa seseorang. Selain itu sikap bahasa juga bisa mempengaruhi seseorang untuk
menggunakan suatu bahasa, dan bukan bahasa yang lain, dalam masyarakat yang bilingual
atau multilingual.

Mengacu pada sikap bahasa pada masyarakat yang bilingual atau multilingual,
terdapat dampak positif dan negatif bagi pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Memang semakin meluasnya pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, adalah
suatu hal yang positif. Tetapi dampak negatifnya seseorang sering mendapat hambatan
psikologis dalam menggunakan bahasa daerahnya yang mengenal tingkatan bahasa,
seringkali memaksa mereka terbalik-balik dalam bertutur antara bahasa daerah dan bahasa
Indonesia. Akhirnya sering terjadi kalimat-kalimat / kata-kata (karena banyaknya terjadi
interferensi/ campur kode yang tidak terkendali) muncul kata-kata sebagai suatu ragam
bahasa baru. Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa Indonesia yang
keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun mulai sering ditemui di masyarakat pengguna
bahasa sekarang.

Adul (1986: 44), berpendapat pemakaian bahasa bersifat negatif adalah tidak
mengacuhkan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tidak memperdulikan situasi bahasa,
tidak berusaha memperbaiki diri dalam berbahasa. Sikap negatif terhadap bahasa merupakan
sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap bahasa nasionalnya. Ia akan beranggapan
bahwa bahasa orang lain lebih baik dari bahasa nasional sehingga timbul sikap negatif
terhadap bahasa.

Garvin dan Marthiot, (dalam suwito, 1996: 33) memberikan ciri-ciri sikap bahasa
negatif pemakai bahasa, yaitu

1) Jika seseorang atau sekolompok anggota masyarakat bahasa tidak ada lagi gairah atau
dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, maka hal itu merupakan suatu
petunjuk bahwa kesetiaan bahasanya mulai lemah yang pada gilaranya tidak mustahil akan
menjadi hilang sama sekali.

25
2) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota masyarakat tidak ada rasa bangga
terhadap bahasanya dan mengalihkan kebanggannya kepada bahasa lain yang bukan
miliknya.

3) Jika seseorang atau sekolompok orang sebagai anggota masyarakat sampai kepada ketidak
sadaran akan adanya norma bahasa. Sikap demikian biasanya akan mewarnai hampir seluruh
perilaku berbahasanya. Mereka tidak ada lagi dorongan atau merasa terpanggil untuk
memelihara cermat bahasanya dan santun bahasanya.

Moeliono (dalam Antilan, 1996: 34) memberikan rincian tentang sikap bahasa negatif,
yaitu

1) Sikap yang meremehkan mutu sejajar dengan sikap bahasa orang yang sudah puas dengan
mutu bahasa yang tidak perlu tinggi, asal saja dimengerti.

2) Sikap yang suka menerobos terpantul dalam sikap bahasa yang merasa dapat memperoleh
kemahiran tanpa bertekun.

3) Sikap harga tuna diri dapat disaksikan perwujudannya dalam sikap bahasa orang yang
dalam hati kecilnya beranggapan bahwa beranggapan bahwa bahasa lain lebih bergengsi dan
lebih bermutu.

4) Sikap yang menjauh disiplin tercermin pada sikap bahasa orang yang tidakmerasa mutlak
mengikuti kaidah bahasa.

5) Sikap yang enggan memikul tanggung jawab koleratif bahasanya terungkap dalam ucapan,
apa yang salah kaprah lebih di terimasaja kerana kita semua bersalah. Lagi pula masalah
kebahasaan itu belum perlu diprorioritaskan karena masih banyak masalah lain yang lebih
penting dan perlu diatasi lebih dahulu.

6) Sikap yang suka melatah dapat di saksikan dalam sikap bahasa orang yang mengambil alih
diksi dari bahasa muktahir tanpa kritik.

Menggunakan suatu bahasa, suatu dialek, atau suatu aksen dengan menggunakan
suatu bahasa. Orang itu berperan sebagai samaran untuk melakoni sikap bahasa dengan
menggunakan aksen tertentu. Untuk mengetahui sikap penutur siuatu bahaa dengan
menggunakan aksen tertentu kita perlu instrumenyang tepat untuk itu.

26
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
a) Bahasa Indonesia pertama kali diakui keberadaannya ialah pada tanggal 28 Oktober
1928 yakni tepatnya ketika diproklamirkannya Sumpah Pemuda. Namun, bahasa
Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945.
b) Hakikat bahasa adalah dasar (intisari) atau kenyatan yang sebenarnya (sesungguhnya)
dari sitem lamabang bunyi tersebut. Berikut beberapa hakikat bahasa
1. Bahasa sebagai sysem
2. Bahasa sebagai lambang
3. Bahasa adalah bunyi
4. Bahasa itu bermakan
5. Bahasa itu arbitrer
6. Bahasa itu konvensional
7. Bahasa itu bersifat produktif
8. Bahasa itu unik
9. Bahasa itu universal
10. Bahasa itu dinamis
11. Bahasa itu bervariasi
12. Bahasa itu manusiawi
c) Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut media pembicara. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek,
aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk varian bahasa
baku itu sendiri
d) Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa,
apakah senang atau tudak dengan bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa
mempengaruhi terhadap pemilihan bagasa.

27
B. SARAN

Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka
penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. atas masukan kritikan dan sarannya, penulis ucapkan terimakasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta


Tulisan terkini artikel-artikel ilmiah.“pengertian bahasa dan hakikat bahasa” diakses pada 7
september 2018

Tulisan Sepengetahuan 2015/12 “sejarah bahasa indonesia dan perkembangannya secara


singkat” diakes pada 7 september 2018.

Berbagai review 2017/04 “ragam bahasa pengertian dan jenis-jenis” diakses pada 5
september 2018

Word press2016/08/23 “sikap bahasa” diakses pada 5 september 2018

29
PERTANYAAN

1.Bahasa sebagai cinta

2.Bahasa sebagai bunyi

3.Bahasa sebagai lambang

4.Bahasa sebagai system

5.Bahasa sebagai bentuk kasih sayang

Yang tidak termasuk hakikat bahasa adalah

a.1 dan 2 d.4 dan 5

b.2 dan 3 e.1 dan 5

c.3 dan 4

30

Anda mungkin juga menyukai